Pengembangan dan Pengelolaan Pesisir dan Laut

Mekanisme pengendalian rob dan banjir adalah sebagai berikut: puncak ketinggian OSD harus 2,00 m diatas laut; ketinggian air didalam danau retensi harus 3,00 m dibawah ketinggian permukaan laut dan, pada saat yang sama 2,00 m dibawah ketinggian estuari-estuari sungai yang ada. Danau-danau harus bisa mengakomodasikan aliran air masuk dari sungai-sungai sampai ke kenaikan maksimum 1,5 m. Diluar dari jumlah ini, bila ketinggian maksimum air telah dicapai, maka sistem pemompaan air harus diaktifkan untuk membuang kelebihan air danau ke laut bebas. Dengan mekanisme ini, sistem alternatif water management level air dengan penggunaan OSD akan secara terpusat bisa mengatasi masalah rob dan intrusi air laut di sekeliling daerah pantai Semarang. Namun menurut Duvail and Hamerlynck 2003, laporan dari World Commision on Dams’2000 menyatakan assesmen yang didasarkan pada studi kasus di banyak tempat menunjukkan bahwa banyak dam tidak melakukan fungsi yang sesuai dengan manfaat atau jasa pelayanan yang diharapkan. Juga, dampak negatif sosial dan lingkungan dari dam sering kurang diantisipasi atau kurang diperkirakan under-estimate sebelumnya. Sehingga gagasan pembuatan Dam Lepas Pantai Off Shore DamOSD untuk penanggulangan banjir rob di pesisir Kota Semarang juga perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya dari segi sosial, ekonomi, maupun ekologilingkungan, untuk menjamin keberlanjutan dari sistem perlindungan pesisir tersebut.

2.3. Pengembangan dan Pengelolaan Pesisir dan Laut

Banyak teori pengembangan dan pengelolaan wilayah yang dapat dijadikan acuan dalam konteks pengelolaan lingkungan wilayah tepian pantai. Teori-teori tersebut dibangun atas dasar dan tujuan yang berbeda-beda. Kelompok pertama adalah teori-teori yang memberi penekanan pada kesejahteraan wilayah regional prosperity. Kelompok kedua memberi penekanan pada sumberdaya alam dan lingkungan yang dinilai mempengaruhi keberlanjutan sistem produksi sustainable production. Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok yang peduli pada pembangunan berkelanjutan. Kelompok ketiga memberi penekanan pada institusi kelembagaan dan proses pengambilan keputusan decision making di tingkat lokal sehingga kajian terfokus pada pemerintahan yang bertanggung jawab dan berkinerja baik. Ketiga kelompok teori ini memberikan implikasi yang berbeda dalam fokus pengembangan wilayah. Menurut Akil 2001, penerapan teori ini didasarkan pada perhatian terhadap masalah utama yang dihadapi masyarakatwilayah dengan sasaran pada 3 aspek, yaitu perekonomian yang baik good economy, masyarakat yang baik good society dan proses politik yang baik good political process. Sejalan dengan sasaran tersebut, Haeruman 2001 mengatakan bahwa dalam perkembangannya, konsep pengembangan wilayah sejalan dengan penetapan priorits pembangunan ekonomi. Pada mulanya, pembangunan dilakukan untuk tujuan efisiensi efficiency objective. Pengalaman kemudian membawa pada berkembangnya pemikiran untuk juga memberikan prioritas bagi tujuan pemerataan equity objective. Dengan adanya pergeseran orientasi tersebut, kebijakan pembangunan tidak dapat hanya memaksimalkan efisiensi saja, tetapi harus ada keseimbangan tawar-manawar trade-off antara keduanya. Aktualisasi konsep pengelolaan secara terpadu dapat diwujudkan melalui strategi pengelolaan potensi ekonomi wilayah. Dalam kaitan ini Haeruman 2001, melihat adanya pergeseran paradigma pembangunan ekonomi yang dipengaruhi oleh perkembangan demokrasi dan kecenderungan global yang pada dasarnya mencakup hal-hal berikut : a. Pergeseran dari integrasi fungsi functional integration yang memberi tekanan pada pendekatan sektoral menuju integrasi kedaerahan territorial integration yang memberi tekanan pada pemberdayaan masyarakat lokal. b. Pergeseran dari pengembangan nasional national development menuju pengembangan lokal local development. Pembangunan nasional di masa datang merupakan kerangka tindakan dari pembangunan masyarakat lokal yang bercirikan karakteristik wilayah. c. Pergeseran dari dikotomi desa dan kota rural and urban dichotomy menuju keterkaitan desa-kota rural-urban linkages. Pengembangan pengelolaan dimasa datang harus melihat keterkaitan antara desa dan kota sebagai suatu mata rantai pengelolaan ekonomi wilayah yang saling mempengaruhi. d. Pergeseran dari orientasi daratan menuju ke orientasi pesisir dan kepulauan. Pengembangan pengelolaan wilayah di masa datang perlu mempertimbangkan akses dari simpul ke simpul, sumberdaya alam di laut yang bersifat dinamis, serta keterkaitan antara pemanfaatan sumberdaya alam dan kewenangan masyarakat lokal.

2.4. Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan