Kondisi Biofisik Design of waterfront city management policy in Semarang Coastal Zone

Gambar 4.2. Wilayah Perairan Kota Semarang

4.2. Kondisi Biofisik

4.2.1. Karakteristik Tepian Pantai

Pesisir pantai utara Semarang memiliki karakteristik bergelombang rendah dan berpasir lumpur sehingga memiliki potensi pakan bagi burung- burung air dan burung pantai. Secara geomorfologis wilayah pesisir Kota Semarang merupakan dataran pantai yang membentang sepanjang garis pantai dengan lebar bervariasi antara 2 – 5 km. Dengan ketinggian kurang dari 10 m dan kelerengan kurang dari 2. Secara karakteristik pantainya dapat dikelompokkan menjadi 4empat tipe, yaitu : a. Pantai dengan relief rendah tersusun oleh pasir pantai b. Pantai berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium berupa paparan lumpur ditumbuhi hutan bakau mangrove c. Pantai berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium berupa paparan lumpur tanpa mangrove. d. Kawasan pantai yang telah mengalami pengaruh budaya manusia, yaitu kawasan wisata, pelabuhanniaga dan pemukiman.

4.2.2. Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Pesisir dan Lautan

Menurut Rais J 2004, Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin. Berdasar Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Pesisir Kota Semarang, Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah 2007, fenomena yang memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir Kota Semarang adalah:  Pasang Surut dan Muka Laut Pasang surut pasut adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Gaya penggerak pasang surut di perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh penetrasi gelombang panjang pasut dari Samudra Pasifik yang melalui Selat Makasar, membawa gelombang pasut bertipe diurnal dan juga dipengaruhi gelombang pasut dari Samudra Hindia yang mempunyai kecenderungan bertipe pasut semidiurnal. Pengaruh bentuk pantai dan topografi dasar dapat memodifikasi pasang surut. Tipe pasang surut suatu perairan ditentukan oleh frekuensi air pasang-surut dalam satu kali 24 jam. Jika perairan tersebut mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari, maka perairan tersebut tergolong bertipe pasut tunggal. Selanjutnya jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari maka pasang surutnya tergolong ber tipe ganda. Selain dua tipe pasang surut tersebut terdapat tipe pasang surut campuran. Menurut Wirasatria 2006, tipe pasang surut di perairan Semarang adalah campuran condong ke ganda dengan amplitudo bervariasi antara 1 m saat pasang purnama dan 0,5 m pasang perbani. Perkembangan kedudukan muka laut di perairan Semarang yang tercatat di Stasiun Pasut Semarang mengikuti pola linier dengan persamaan: Y = 4,8967 X – 9645,9 R 2 = 0,9636 dan laju kenaikan sebesar 5,43 cmtahun. Kenaikan muka laut global mengakibatkan kenaikan muka laut di perairan Semarang sebesar 2,65 mmtahun, laju penurunan tanah yang terjadi di Stasiun Pasut Semarang sebesar 5,165 cmtahun. Harga periode pasang surut bervariasi dari 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit. Pasang surut mempengaruhi sistem drainase melalui sungai dan saluran yang langsung berhubungan dengan laut. Secara hidraulis aliran dalam sungai dan saluran pada saat air pasang akan terjadi air balik, sehingga menghambat aliran. Jika elevasi air pasang lebih tinggi dari tanggul danatau lahan di sekitarnya maka akan terjadi limpas dan genangan banjir rob di lahan. Dalam penyusunan Dokumen Master Plan Drainase Kota Semarang, dipergunakan tinggi muka air laut rata-rata Mean High Water Level = MHWL berdasarkan data yang diperoleh dari Perum Pelabuhan III Tanjung Emas Semarang. Tabel Data Pasang Surut dapat dilihat di Lampiran 4 halaman 265.  Gelombang Hasil pengukuran gelombang di perairan Semarang dengan posisi geografis 110 o 21’55,0” BT 6 o 55’27,1” LS, yang dilakukan pada Juli dan Agustus dapat diperkirakan, bahwa tinggi gelombang tertinggi mencapai 1,82 meter dengan periode tertinggi 6,48 detik. Tinggi gelombang signifikan Hs dan periode gelombang signifi kan Ts adalah 0,31 meter dan 3,88 detik Sumber: Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah 2007. Tinggi gelombang signifikan dan periode gelombang signifikan pada bulan Juli adalah 0,24 meter dan 2,42 detik. Bulan Agustus tinggi gelombang signifikan Hs 0,27 meter dengan periode gelombang signifikan 2,62 detik. Tabel 4.1 Tinggi Gelombang signifikan Hs dan Periode Gelombang Signifikan Ts Bulan Agustus dan Juli No Bulan Hs meter Ts detik 1 Juli 0,24 2,42 2 Agustus 0,27 2,62 Sumber: Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah 2007  Kondisi dan Tingkat Abrasi dan Akresi Wilayah Pesisir Kota Semarang Karena wilayah pesisir dipengaruhi sifat-sifat laut, maka wilayah pesisir sering mengalami proses erosiabrasi dan akresi. Berdasarkan peta topografi tahun 1999 dan Data Citra Satelit ETM-7 Tahun 2003 terlihat adanya daerah abrasi sebagaimana tercantum pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Luas Terabrasi Pantai Semarang No. Lokasi Lebar Garis Pantai Terabrasi m Luas areal Ha 1. Sungai Plumbon 1400 62 2. Pesisir Kel. Randugarut 650 32 3. Kaw. Marina dan Tj. Mas 900 19,5 4. Kaw. TPI Tambak Lorok 485 9,5 5. Kaw. Tambak Terminal Terboyo 765 31,5 Jumlah 4200 154,5 Sumber : Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Pesisir Kota Semarang, Departemen Kelautan dan Perikanan, Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah, 2007. Daerah pantai yang terlihat mengalami akresi adalah sebelah barat marina, tepatnya sisi barat sungai Siangker, dengan luas pertambahan daratan sekitar 3,8 Ha berupa endapan pasir. Mengingat endapan tersebut masih bersifat lepas, maka masih mungkin mengalami abrasi kembali dan berpindah ke lain tempat. Sedangkan di Marina saat ini sedang dilakukan reklamasi dengan melakukan pengukuran menggunakan material dari luar daerah. Terjadinya erosi dan abrasi pada pesisir pantai Kota Semarang mengakibatkan pergeseranperubahan garis pantai secara signifikan yang ditunjukkan oleh Gambar 4.1 Hasil pemetaan menggunakan data satelit IKONOS-1m Perekaman 13 Juni 2009 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, 2010, seperti terlihat pada Gambar 4.2 Panjang Garis Pantai Kota Semarang 2009, dan Gambar 4.3 Analisa Perubahan Garis Pantai menggunakan metoda Color Wheel. Gambar 4.3. Pemetaan Garis Pantai Kota Semarang, 2009 Gambar 4.4. Panjang Garis Pantai Kota Semarang Gambar 4.5 Analisa Perubahan Pantai menggunakan Metode Color Wheel  Arus di Pantai Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai nearshore current yang berpengaruh terhadap proses sedimentasiabrasi di pantai. Pola arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang Karakteristik Perairan Laut dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Perikanan di Kota Semarang Sebagai Hasil Inventarisasi Data, karakteristik non-biofisik kelautan di sepanjang pantai Kota Semarang memperlihatkan bahwa pasang surut yang terjadi di Kota Semarang tepian pantai berpola campuran condong ke harian tunggal. Amplitudo pasang surut di perairan Semarang relatif kecil dan berkisar antara 5-22 cm. Sedangkan arah dan kecepatan arus perairan dipengaruhi oleh pola arus di Laut Jawa yang sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh musim. Pada musim barat yang berlangsung dari bulan Desember-Februari, arus bergerak lebih cepat dari arah Barat menuju ke Timur dengan kecepatan arus berkisar antara 38-50 detik. Pada musim Timur yang bulan Juni-Agustus, kecepatan arus lebih lambat berkisar antara 12-25 cmdetik. Kota Semarang mempunyai beberapa sungai besar yang bermuara ke wilayah garis pantai sehingga faktor sungai sangat berpengaruh terhadap pola arus yang terbentuk.  Suhu dan Salinitas Suhu dan salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam sirkulasi untuk mempelajari asal-usul massa air. Kedua parameter ini serta tekanan menentukan densitas air laut. Perbedaan densitas akan menghasilkan perbedaan tekanan yang memicu aliran massa air dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah. Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari; posisi matahari; letak geografis; musim; kondisi awan; serta proses interaksi antara air dan udara, seperti alih panas heat, penguapan, dan hembusan angin. Suhu sangat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Pada umumnya laju pertumbuhan ikan akan meningkat dengan kenaikan temperatur sampai batas tertentu. Secara tidak langsung pengaruh suhu mempengaruhimengurangi kelarutan oksigen dan gas- gas lain dalam air.  Derajat Keasaman pH Merupakan kondisi asam dan basa suatu perairan yang dapat digunakan sebagai indeks kualitas lingkungan. Air yang netral atau sedikit basa umumnya sangat ideal untuk biota laut, karena membantu konversi zat-zar organik menjadi substansi yang dapat diasimilasi seperti ammonia dan nitrat. Dari hasil pengukuran derajad keasaman pH dari 6enam lokasi pesisir Semarang diperoleh nilai rata-rata 8.64. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 tentang pedoman baku mutu air laut untuk biota laut yang diinginkan berkisar antara 7-8.5, sehingga pesisir Semarang dianggap kurang mendukung untuk usaha budidaya laut.  Siklus Hidrologi Analisis aliran air atau kajian hidrologi Kota Semarangterdiri dari hidrologi permukaan dan hidrologi bawah tanah. Hidrologi permukaan Kota Semarang terbentuk oleh alur sungai dan saluran drainase yang ada. Permasalahan dalam sungaisaluran di Kota Semarang adalah debit saluran dan sungai yang tidak sebanding dengan volume air. Banyaknya daerah terbangun mempengaruhi keadaan tersebut, terutama aliran air sehingga debit air pada sungai-sungai tersebut juga semakin besar. Adanya sungai yang mengalami penyempitan dan sedimentasi merupakan faktor penyebab terjadinya banjir ataupun genangan rob, khususnya wilayah pesisir Semarang. Menurut Marfai MA. 2003. Dalam GIS Modelling of River and Tidal Flood Hazards in a Waterfront City. Case study: Semarang City. Central Java. Indonesia: Semarang merupakan water front city dimana banjir sungai dan rob merupakan fenomena yang sering terjadi. Data dan informasi tentang distribusi spasial, besaran dan kedalaman banjir serta pengaruh banjir terhadap penggunaan lahan telah ditelaah dalam produk modeling diatas. Berbagai potensi bencana yang terdapat di Kota Semarang adalah banjir sungai, banjir rob, tanah longsor dan land subsidence. Banjir sungai disebabkan intensitas hujan yang tinggi dibarengi dengan sistem drainase yang kurang memadai. Banjir rob terjadi disebabkan air pasang yang melampaui daerah pantai. Sebagian daerah perbukitan Kota Semarang merupakan daerah yang rawan longsor. Yang meliputi dua tipe longsor, yaitu kerawanan terhadap proses longsoran dan daerah patahan aktif. Sementara itu, land subsidence merupakan masalah bahaya alam yang semakin besar di Kota Semarang. Perkembangan land subsidence sangat bervariasi dengan rata-rata 11.5 cmth dan bahkan lebih sampai dengan 0,2 mth.  Banjir Banjir terutama terjadi pada musim hujan, akibat debit besar melam paui kapasitas penampang aliran yang telah mengalami degradasi kapasitas. Hal ini diakibatkan oleh hasil erosi dari hulu DAS atau Sub DAS-nya. Disamping sedimentasi, penurunan fungsi kapasitas sungai dan drainase perkotaan juga disebabkan adanya bangunan-bangunan ilegal di bantaran atau bahkan badan sungai atau saluran, yang mengurangi fungsi kapasitas luberan High Water Channel dari palung sungai Low Water Channel diatas debit normal, meningkatnya unit hydrograph debit banjir, dan semakin cepatnya waktu konsentrasi debit akibat menurunnya fungsi resapan daerah tangkapan air DAS nya pada waktu musim hujan. Sebaliknya juga, menurunnya baseflow debit andalan menyebabkan kekeringan dimusim kemarau. Hal ini mengakibatkan defisit Neraca Air yang berefek pada menyusutnya debit andalan. Dengan meningkatnya konsentrasi konsentrasi beban kandungan kandungan limbah termasuk sedimen akan terjadi penurunan kwalitas air.  Rob Adalah suatu genangan yang disebabkan oleh : 1 Pasang surut merupakan fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap masa air laut di bumi. Pasang surut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap drainase, melalui sungai dan saluran yang berhubungan dengan laut. Secara hidraulis aliran dalam sungai dan saluran pada saat air pasang akan terjadi air balik, sehingga menghambat aliran. Jika elevasi air pasang lebih tinggi dari tanggul dan atau lahan di sekitarnya maka akan terjadi limpas dan genangan banjir rob di lahan. 2 Penurunan permukaan tanah yang disebabkan pemadatankonsolidasi di area pesisir, yang umumnya terdiri atas lapisan allufial yang masih bersifat compressive ditambah lagi dengan akibat pengambilan air tanah berlebihan yang tidak diimbangi dengan kemampuan pengisian air tanah, serta naiknya muka air laut sebagai dampak pencairan es di North Pole dan South Pole akibat pemanasan global. Banjir, Rob dan penanggulangannya memang tidak dibahas secara khusus karena diluar fokus pembahasan “water front city” dengan paradigma baru: banjir dan rob tidak di tanggulangi dan diatasi, tetapi dengan penyesuaian dan memelihara harmoni dengan air .

4.2.3. Ekosistem Sungai dan Estuaria

 Pemanfaatan Daerah Sungai dan Estuaria Kondisi lapangan menunjukkan banyaknya sampah di Muara Sungai Banjir Kanal Barat, yang diduga oleh adanya DAS yang melintasi wilayah pemukiman padat, hal ini merupakan penyumbang limbah terbesar.  Air tanah Sistem akuifer air tanah yang dijumpai di wilayah pantai Kota Semarang berupa air tanah bebas dan air tanah tertekan. Akuifer bebas berupa sumur-sumur dangkal dengan kedalaman air tanah berkisar 0,2 m – 4 m dari muka tanah setempat dan beberapa dijumpai sebagai airtanah dalam. Kondisi sumur-sumur dangkal di daerah dataran rendah ini sebagian berair tawar dan sebagian lagi payau karena dekat pantai maupun rawa.  Air Permukaan Air permukaan pada umumnya berupa sungai dan badan-badan air yang menggenang seperti rawa, bendungan, dan tambak. Pada wilayah pantai Kota Semarang mengalir beberapa sungai yang tergolong besar adalah Kali Banjir Kanal Timur, Banjir Kanal Barat, Kali Semarang, Kali Beringin dan Kali Babon. Disamping itu masih banyak lagi sungai-sungai kecil yang mengalir didaerah pantai, seperti Kali Tapak, Kali Tugurejo, Kali Jumbleng, Kali Buntu, Kali Silandak, Kali Siangker, Kali Tawangsari, Kali Asin, Kali Banger, Kali Tenggang, dan Kali Sringin. Sungai-sungai tersebut hingga kini masih berfungsi ganda, baik sebagai saluran drainase maupun saluran pembuangan limbah.

4.2.4. Biota Perairan

Biota Perairan berupa nekton atau ikan. Nekton adalah organisme makroskopik yang berenang secara aktif dalam air. Nekton yang mempunyai nilai ekonomis adalah yang digolongkan dalam ikan pelagis seperti Selar, Tembang, Kembung, Teri. Nekton yang tergolong ikan demersal adalah Petek, Manyung, Pari, Bawal serta Tigawaja. Nekton tersebut terkait erat dengan kondisi muara, pantai atau pesisir yang ditumbuhi mangrove, maupun perairan teluk sebagai penyedia, pelindung, tempat berpijah maupun pembesaran. Nilai Jenis nekton yang tergolong ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi di perairan Kota Semarang antara lain ikan ekor kuning. Ikan-ikan tersebut cenderung bersifat residensial, menggunakan terumbu karang sebagai tempat penyedia makanan, pelindung, tempat berpijah maupun pembesaran. Strategi konservasi kawasan dan eksploitase yang terjadwal akan memberikan hasil eksploitasi yang optimal berkelanjutan. a. Indeks Keanekaragaman Menurut Laporan Akhir Departemen Kelautan Dan Perikanan Satker Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah 2007, hasil analisis indeks keanekaragaman di perairan Kota Semarang menunjukkan nilai berkisar antara 0,53 – 1,85. Sebagian besar stasiun pengambilan sampel memiliki nilai indeks keaneka ragaman berada antara 1 yang menandakan kondisi komunitas berada pada pencemaran sedang sampai pencemaran cukup tinggi. Pada kondisi ini, ekosistem sangat rawan terhadap perubahan lingkungan, seperti penambahan bahan pencemar polutan ke perairan. Nilai indeks keanekaragaman rendah dijumpai di Air Laut Bagan Tancap perbatasan Kaliwungu, yaitu sebesar 0,53.

4.2.5. Ekosistem Alami

Ekosistem alami bernilai tinggi adalah: hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. a. Mangrove Luas sebaran mangrove di pantai Kota Semarang sebesar 15 Ha, sedangkan potensi idealnya adalah seluas 325 Ha.Semarang dalam angka, 2007 Dengan demikian masih terdapat kekurangan lahan mangrove seluas 310 Ha yang perlu dilakukan penanaman kembali. Tabel 4.3 Kondisi fisik mangrove di Kota Semarang Parameter Unit Panjang pantai 25 km - Luas mangrove 15 ha - Mangrove kondisi baik 4 ha 26,67 Mangrove kondisi kritis 11 ha 72,33 Luas mangrove ideal 325 ha - Data hasil perhitungan perkalian antara panjang pantai 25 kmx 130 m Tabel 4.4 Potensi mangrove di wilayah pantai Semarang DesaKelurahan Luasan Mangrove Pantai m Jenis Mangrove Kondisi Mangrove Kemungkinan Penghijauan Ketebalan Panjang Terboyowetan 6 750 Rhizophora sp. Avicenia sp Mungkin Tambaklorok - - - - Sulit Tambakharjo 10 1000 Rhizopora sp. Avicenia sp Mungkin Mangunharjo 15 1500 Rhizopora sp Avicenia sp Mungkin Tugu 6 500 Rhizophora Mungkin Keterangan: = rusaksedikit ; = cukup ; = baik ; = baik sekali • Mangrove membentuk 279 kelompok-kelompok kecil • Luas minimum yang berhasil dipetakan adalah 0.015 ha • Rerata luas kelompok 0.3 ha • Luas kelompok maksimum 8.58 ha Sumber: Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah 2007 b. Padang Lamun Sangat disayangkan bahwa sangat sedikit lamun yang tumbuh di pesisir Semarang sehingga dalam penelitian ini bisa di abaikan. c. Terumbu Karang Perlu disayangkan bahwa terumbu karang di pesisir Semarang telah rusak sama sekali sehingga pada penelitian ini dapat di abaikan. Dalam rangka peningkatan kualitas ekosistem laut dan produktifitas perikanan di perairan Kota Semarang, Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah memperkenalkan teknik terumbu karang buatan dan transplantasi karang kepada masyarakat khususnya para nelayan.

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi