Membangun Model Pengelolaan Semarang “

Hasil analisis MDS dengan RAP-WITEPA menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji, cukup akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Ini terlihat dari nilai stress yang hanya berkisar antara 13 sampai 17 persen dan nilai koefisien determinasi R 2 yang diperoleh berkisar antara 0,94 sampai 0,96. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi seperti tabel 5.18 berikut. Tabel 5.18 . Hasil analisis RAP-WITEPA untuk beberapa parameter statistik. Ekologi Sosial- Ekonomi Infrastruktur Kelembagaan Multi- Dimensi Stress = 0,136045 0,141059 0,151586 0,161272 0,1474905 Squared Correlation RSQ = 0,95366 0,950945 0,946648 0,942451 0,948426 Analisis 44,72 51,91 54,41 52,38 50,85

5.3 Membangun Model Pengelolaan Semarang “

water front city”secara Berkelanjutan Tujuan 3

5.3.1 Sistem Dinamik

5.3.1.1. Analisis kebutuhan Berdasarkan hasil identifikasi bahwa stakeholders yang terlibat dalam sistem pengelolaan wilayah kota tepian air pada dimensi kebijakan publik dan perencana adalah: pemerintah yang mewakili kepentingan publik, investor selaku pemberi bantuan penyediaan dana dalam mewujudkannya, masyarakat setempat dan lembaga swadaya masyarakat yang mewakili kepentingan masyarakat, pelaku usaha yang menyebabkan berjalannya aktivitas ekonomi dalam pelaksanaanya serta akademisi yang mewakili kalangan intelektual. Dalam tahap ini, dilakukan inventarisasi kebutuhan stakeholder yang ter libat, sebagai masukan dalam model. Masing-masing pelaku memiliki kebutuh- an dan pandangan terhadap dampak-dampak pengembangan kota wilayah tepian air pada keberlanjutan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan. Analisa kebutuhan stakeholders dalam sistem pengelolaan wilayah tepian air pada dimensi kebijakan publik disajikan pada Tabel 5.19. Tabel 5.19. Analisis kebutuhan Stakeholders dalam sistem pengelolaan wilayah tepian air No. Pihak Berkepentingan Kebutuhan 1. Pemerintah Mengatasi masalah banjir, intrusi air laut dan minimisasi limbah Perluasan lapangan kerja Adanya sumber pendapatan ekonomi Peningkatan peran tepian air pada perekonomian wilayah Peningkatan investasi ekonomi Terjaganya kualitas lingkungan Kelestarian fungsi ekosistem Tidak menimbulkan konflik social Sejalan dengan tujuan pembangunan dan pengembangan wilayah 2. Pelaku Usaha Mentaati kebijakan dan regulasi Pelaksanaan kegiatan yang berjalan lancar dan aman sesuai dengan teknologi dan biaya yang tersedia Tidak menimbulkan perncemaran lingkungan Tidak menimbulkan konflik sosial dan ekonomi Rencana kegiatan disetujui pemerintah dan masyarakat 3. Masyarakat setempat Peningkatan pendapatan Keberlanjutan pelayanan publik yang lebih baik Kesinambungan daya dukung perikanan Keberlanjutan program sosial, ekonomi dan ekologi Alternatif dan peningkatan lapangan kerja Perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan untuk kehidupannya di masa mendatang Keterlibatan dalam pembuatan kebijakan kawasan Kesehatan dan peningkatan kualitas hidup Penurunan frekuensi konflik 4. Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Tidak ada pencemaran lingkungan Tidak melanggar hak-hak masyarakat setempat Terpenuhinya kebutuhan masyarakat Penurunan frekuensi konflik 5 Kalangan perguruan tinggi akademisi Tidak ada pencemaran lingkungan. Tidak ada penurunan pendapatan ekonomi pemerintah dan masyarakat Keterlibatan dalam pembuatan kebijakan kawasan 6 Investor Pembayaran atas hak-hak Iklim investasi yang baik Adanya sumber kegiatan ekonomi baru yang dapat meningkatkan aktifitas ekonomi kawasan Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan konflik sosial 5.3.1.2.Formulasi Masalah Formulasi permasalahan merupakan aktivitas merumuskan permasalahan sistem yang dikaji. Permasalahan sistem merupakan gap antara kebutuhan pelaku dengan kondisi yang ada, yaitu merupakan kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan para pelaku, dan pada kondisi nyata. Terjadinya konflik kepentingan antara para stakeholders, merupakan masalah yang membutuhkan solusi agar sistem dapat bekerja dalam rangka mencapai tujuan. Adapun permasalahan dasar tersebut diuraikan dalam Analisis Multidimentional Scaling terdiri dari : 1. Pemberdayaan masyarakat: mewakili dimensi Sosial Budaya, terdiri dari pemberdayaan masyarakat, kepadatan perumahan, dan persepsi masyarakat. 2. Tingkat pemanfaatan lahan: mewakili dimensi ekologi, terdiri dari: tingkat pemanfaatan lahan, kejadian kekeringan, eksploitasi sumberdaya alam, kondisi prasarana jalan, biodiversitas, pengelolaan sampah. 3. Kontribusi sektor industri dan kehutanan: mewakili dimensi ekonomi, terdiri dari: kontribusi sektor industri, perubahan jumlah sarana ekonomi ,kontribusi sektor kehutanan, dan kontribusi sektor jasa. 4. Sarana dan prasarana infrastruktur mewakili dimensi Infrastruktur danTeknologi, terdiridari: Sarana listrik, reklamasi lahan, dukungan sarana dan prasarana jalan. 5. Ketersediaan organisasi masyarakat mewakili dimensi Hukum dan Kelembagaan, terdiri dari: daerah, transparansi dalam kebijakan. 5.3.1.3.Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan langkah penting untuk menetapkan ukuran ukuran kuantitatif dari berbagai variabel pada pengelolaan lingkungan wilayah Kota Semarang tepian pantai berkelanjutan. Langkah ini di interpretasi kan kedalam diagram input-output dan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam sistem digambarkan dalam bentuk diagram simpal kausal. a. Diagram Input-Output Diagram input-output sistem pengelolaan lingkungan wilayah Kota Semarang tepian pantai berkelanjutan disajikan pada Gambar 5.13. Input sistem terdiri dari input eksternal dan internal. Secara garis besar ada enam kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja suatu sistem, yaitu: 1 variabel output yang dikehendaki, yang ditentukan berdasarkan hasil analisa kebutuhan, 2 variabel output yang tidak dikehendaki, 3 variabel input yang terkontrol, 4 variabel input yang tidak terkontrol, 5 variabel input lingkungan dan 6 variabel kontrol sistem . Gambar 5.13 Diagram black box input-output sistem pengelolaan kota wilayah tepian air Input tak terkontrol 1. Pergantian Musim 2. Pasang Surut Air Laut 3. Pemanasan Global 4. Permukiman Penduduk 5. Ekonomi Regional Output yang tidak diinginkan 1. Meningkatnya pencemaran lingkungan 2. Belum teratasinya permasalahan banjir dan kebutuhan air bersih 3. Kesehatan masyarakat dan lingkungan semakin menurun 4. Meningkatnya pengangguran 5. Frekuensi konflik tinggi 6. Menurunnya PAD Output yang diinginkan 1. Reduksi pencemaran dengan pengolahan limbah 2. Adaptasi banjir dan pengelolaan air bersih 3. Meningkatnya kesehatan masyarakat dan lingkungan 4. Perluasan lapangan kerja 5. Minimalisasi konflik 6. Peningkatan PAD Model pengelolaan kota wilayah tepian air Evaluasi dan Manajemen Pengembangan Kota Wilayah Tepian Air Input Lingkungan  UU No.231997 Pengelolaan Lingkungan Hidup  UU No.322004 Pemerintah Daerah  UU No.272007 Pengelolaan Wilayah Pesisir  UU No.262007 Penataan Ruang  Kapasitas HukumPP Input terkontrol 1. Pemberdayaan masyarakat 2. Tingkat pemanfaatan lahan 3. Kontribusi sektor industri dan Kehutanan 4.Sarana dan prasarana infrastruktur 5.Ketersediaan organisasi masyarakat Pada Gambar 5.13 nampak bahwa dalam sistem pengelolaan wilayah tepian air masukaninput yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan adalah input lingkungan, input terkontrol, dan input tak terkontrol. Input lingkungan bersifat eksternal, mempengaruhi sistem, tetapi tidak dipengaruhi oleh sistem. Pada sistem pengelolaan lingkungan wilayah Kota Semarang tepian pantai , input lingkungan terdiri dari berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah tersebut mencakup peraturan dan perundangan diantaranya adalah UU No. 322009 pengelolaan lingkungan hidup, UU No. 322004 pemerintah daerah, UU No. 2627 penataan ruang, UU No. 272007 pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan Kapasitas HukumPP. Input internal diperlukan agar sistem memiliki kinerja yang baik. Terdapat 2 macam input internal, yaiti input terkontrol dan tak terkontrol. Input terkontrol berperan penting untuk mengubah kinerja sistem merupakan inputmasukan yang dapat dikendalikandikontrol pelaksanaan manajemennya dalam sistem, sedangkan input tidak terkontrol merupakan inputan yang berada diluar kemampuan kendali musim, pasang surut ait laut tetapi tetap diperlukan agar sistem dapat berfungsi dengan baik. Input tak terkontrol merupakan inputmasukan yang tidak dapat dikontrol. Variabel-variabel yang mencakup input terkontrol adalah merupakan hasil analisis keberlanjutan atas elemen program dalam membangun sistem, yaitu pemberdayaan masyarakat; tingkat pemanfaatan lahan; kontribusi sektor industri dan perdagangan; sarana dan prasarana infra struktur serta ketersediaan organisasi masyarakat. Variabel-variabel yang termasuk input tidak terkontrol yaitu pergantian musim pasang surut air laut, sumberdaya lahan, sumber daya alam, limbahpencemaran dan pemanasan global. Dalam proses umpan balik terhadap input terkontrol dan tidak terkontrol diperoleh output yang dikehendaki dan tidak dikehendaki yang dapat digunakan untuk menilai kinerja sistem. Output yang dikehendaki merupakan respons sistem terhadap kebutuhan adalah output dari hasil umpan balik input yang diharapkan muncul dalam sistem, sedangkan output yang tidak dikehendali merupakan output yang tidak dikehendaki terjadi, merupakan hasil sampingan yang tak dapat dihindarkan selama sistem memproduksi output yang dikehendaki. Outputkeluaran yang dikehendaki dari pelaksanaan sistem yaitu kelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan daerah, infrastruktur memadai, peningkatan pendapatan masyarakat, mampu beradaptasi dengan banjir. Sementara itu, output atau keluaran yang tidak dikehendaki yaitu: Meningkatnya pencemaran lingkungan, belum teratasinya permasalahan banjir dan kebutuhan air bersih, kesehatan masyarakat dan lingkungan semakin menurun, meningkatnya pengangguran, frekuensi konflik tinggi, menurunnya PAD. b. Diagram Simpal Kausal Untuk melihat hubungan antar variabel-variabel dalam sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat causal loop diagram. Dari diagram sebab akibat causal loop diketahui bahwa dalam sistem pengelolaan kota wilayah tepian air, aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan ternyata memiliki perananpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pengelolaan. Diagram lingkar sebab akibat causal loop sistem pengelolaan kota wilayah tepian air dapat dilihat pada Gambar 5.14. La p a n g a n Ke r j a Ak t iv it a s Ek o n o m i Pe n d a p a t a n Da e r a h Pe n g a n g g u r a n Pe n d a p a t a n Ma s y a r a k a t Po p u la s i Pe n d u d u k An g k a t a n Ke r j a Ke b u t u h a n Ru a n g D e g r a d a s i Lin g k u n g a n Pe r t u m b u h a n Ek o n o m i Ke t e r se d ia a n Ru a n g + + + + + + + + + + + + + - - - Gambar 5.14 Diagram lingkar sebab-akibat causal loop sistem pengelolaan kota wilayah tepian air Berdasarkan Gambar 5.14 diagram lingkar sebab-akibat causal loop, diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi, peningkatan aktivitas, kemudahan lapangan kerja, jumlah penduduk, akan berdampak positif terhadap ketersediaan ruang. Sementara itu pertambahan populasi penduduk akibat tingkat kelahiran dan tingkat emigrasi yang tinggi, serta peningkatan kebutuhan ruang akan sarana dan prasarana akan berdampak pada penurunan ketersediaan ruang akibat terjadinya konversi ruang terbuka untuk kegiatan pengadaan sarana dan prasarana tersebut. 5.3.1.4 Permodelan Sistem Model pengelolaan wilayah kota tepian air merupakan bagian pemodelan untuk melihat keterkaitan secara keseluruhan dari variabel-variabel terkait. Diagram stock flow diagram secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.15. Model Sistem pengelolaan Kota Semarang tepian pantai terdiri dari 3tiga Submodel: 1 Submodel Biofisik atau disebut juga sebagai Submodel Lingkungan, 2 Submodel Ekonomi 3 Submodel Sosial Pddk I mig Emig Klhr n Kem A Klh rn A Kem A I mig A EMig Pert Pddk Klhrn Kem Kpdt n Angk Kr j Fr Angk Krj Pggr Dmpk Pggr Js Perd Pert JsPer d Fr JsPe rd AngKom Pert AngKom Fr AngKom KPJ Pert KPJ Fr KPJ Pert I nd Pert PI Fr PI Per t anian Pert Pert an ian Fr Pe rt anian Ban gunan Pert Bangunan Fr Bangu nan LGA Per t LGA Fr LGA Pert Pend pt n Jmlsmph JmlLbhDmst k Pe ncSmph PencLbh FJSP FJLDP PencLing KL NL Tot PDRB FS FL JS JL FPggr FrPB Fr PPB FrP Lhn Sw h LPrmknBgn Lhn Hut an Tbkklm Tglkbn PLS PLPB PLTKo PLH PLTK FLTK FLS FLTKo FLH PTot LHn LPrmknBgn Lhn Hut an Tglkbn PgLh n FrPLhn Rklms LsLhn LhnEx LsLhn FrPLhn LsLhn Per t Smph Pert Limb FrPdp t n FrCon sPd pt n Per t NPTPI AK NPTPI FrNPTPI Tbkklm FRTBK LsTbk JRT JAK Gambar 5.15 Diagram lingkar sebab-akibat causal loop dalam sistem pengembangan kota wilayah tepian air a. Sub Model Lingkungan Sub model lingkungan dalam sistem pengembangan kota wilayah tepian pantai di Kota Semarang merupakan bagian pemodelan yang memberikan ilustrasi yang terjadi di antara variabel-variabel di dalam komponen submodel seperti permasalahan sampah dan limbah domestik, peraturan dan perundangan lingkungan, kualitas lingkungan dan lain-lain terhadap keberlanjutan sistem. Pengaruh variabel-variabel lingkungan tersebut terhadap sistem kemudian disajikan dalam diagram sebab akibat causal loop, Gambar 5.16. Po p u la s i Pe n d u d u k Ju m la h Sa m p a h Ju m la h Lim b a h Pe n ce m a ra n Lin g k u n g a n Ku a lit a s Lin g k u n g a n Pe n g g u n a a n La h a n La h a n Pe r m u k im a n d a n Ba n g u n a n La h a n Te g a l, Ke b u n Ta n a h Ke r in g La in n y a La h a n Hu t a n Ra w a , Ta m b a k Ko la m La h a n Sa w a h + + + + + + + + + + - Gambar 5.16. Causal Loop Sub Model Lingkungan Berdasarkan diagram sebab akibat causal loop diatas diketahui bahwa pertambahan jumlah penduduk akan berdampak terhadap peningkatan jumlah sampah dan limbah domestik sebagai dampak sampingan utama. Peningkatan tersebut pada akhirnya berimplikasi terhadap peningkatan pencemaran lingkungan dan peningkatan biaya pengelolaan sampah. Jmlsmp h JmlLb h Dm st k Pe n cSmp h Pen cLb h FJSP FJLDP Pe ncLin g KL NL FS FL JS JL FrPB Fr PPB FrP Pd d k Lhn Sw h LPrmkn Bg n Lh n Hu t a n Tbkklm Tg lkbn PLS PLPB PLTKo PLH PLTK FLTK FLS FLTKo FLH PTot LHn LPrm knBg n Lh n Hut a n Tg lkb n PgLh n Fr PLhn Rklms LsLh n Lh n Ex LsLh n Fr PLhn Pe rt Smp h Pe rt Lim b Gambar 5.17 Stock flow diagram sub model lingkungan dalam sistem pengembangan kota tepian air Berdasarkan diagram alir 5.17 sub model lingkungan di dalam model sistem pengembangan kota wilayah tepian air berkelanjutan, peningkatan konversi ruang terbuka hijau menjadi areal bangunan untuk permukiman dan industri berdampak buruk terhadap peningkatan pencemaran lingkungan dan peningkatan biaya pengelolaan limbah dan sampah. Model pengembangan kota wilayah tepian air khususnya sub model lingkungan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model lingkungan. Asumsi-asumsi tersebut: Untuk jumlah limbah padat masyarakat diambil berdasarkan kajian SLHI bahwa limbah padat rata-rata per orang perhari adalah sebanyak 0,45 kg per hari, sedangkan untuk limbah cair sebanyak 2,81 liter per hari. Sehingga untuk mendapatkan jumlah pertahun dikalikan dengan 30 hari dan 12 bulan. Berdasarkan sub model lingkungan memperlihatkan bahwa pertambahan limbah berfungsi sebagai laju masukan pada level limbah merupakan perkalian antara jumlah limbah yang dikeluarkan per orang per hari yaitu sebanyak 3 liter per hari selama satu tahun yang terdapat sebagai constanta pada angka limbah dengan populasi yang merupakan pertambahan penduduk dari imigrasi dan kelahiran yang dikurangi dengan emigrasi dan kematian sebagai auxiliary. Untuk pertambahan sampah berfungsi sebagai laju masukan pada level sampah merupakan perkalian antara jumlah sampah yang dikeluarkan per orang per hari yaitu sebanyak 0,45 kg per hari selama satu tahun yang terdapat sebagai constanta pada angka sampah dengan populasi yang merupakan pertambahan penduduk dari imigrasi dan kelahiran yang dikurangi dengan emigrasi dan kematian sebagai auxiliary. Pencemaran lingkungan sebagai auxiliary merupakan nilai rata-rata antara pencemaran sampah dengan pencemaran limbah yang dibagi dengan constanta nilai lingkungan, sehingga kualitas lingkungan sebagai auxiliary merupakan pengurangan antara nilai lingkungan dengan pencemaran lingkungan. b. Sub Model Sosial Sub model sosial dalam sistem pengembangan kota tepian pantai di Kota Semarang merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel- variabel sosial, seperti jumlah populasi, kelahiran, kematian, imigrasi perpindahan penduduk ke dalam lokasi, emigrasi perpindahan penduduk keluar lokasi, dan jumlah pengangguran dan lain-lain terhadap keberlanjutan sistem. Berdasarkan diagram sebab akibat di atas diketahui bahwa jumlah populasi sangat dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian, imigrasi dan emigrasi. Peningkatan jumlah kelahiran dan tingkat imigrasi akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan tingkat kematian dan emigrasi berdampak mengurangi jumlah populasi. Peningkatan populasi juga akan berdampak terhadap peningkatan jumlah angkatan kerja, dan pengangguran. Gambaran tentang diagram alir sub model sosial dalam sistem pengembangan kota wilayah tepian air dapat dilihat pada Gambar 5.18 di bawah ini. Pe n d u d u k Ke la h ir a n I m ig r a s i Ke m a t ia n Em ig r a s i Pe r t u m b u h a n Pe n d u d u k Ke p a d a t a n Pe n d u d u k Lu a s La h a n An g k a t a n Ke r j a Pe n g a n g g u r a n Te n a g a Ke rj a + + + + + + - - + - Gambar 5.18 Causal Loop Sub Model Sosial Berdasarkan Gambar 5.18 di atas, faktor penting yang menjadi fokus kajian adalah aspek kependudukan populasi, yang mencakup jumlah penduduk, dan ketenagakerjaan. Mengenai jumlah penduduk, ada beberapa hal yang mempengaruhi jumlah penduduk di lokasi kajian berdasarkan model yang telah dibuat, yaitu: kematian, emigrasi perpindahan penduduk keluar lokasi, kelahiran, dan imigrasi perpindahan penduduk masuk kedalam lokasi. Kematian dan emigrasi di dalam model akan berdampak terhadap pengurangan jumlah penduduk di lokasi kajian, sedangkan kelahiran dan imigrasi akan berdampak terhadap pertambahan jumlah penduduk. Dampak dari terjadinya pertambahan penduduk yang merupakan akumulasi positif dari pengaruh kelahiran dan imigrasi atau kematian dan emigrasi dengan luas areal kawasan yang relative sama akan berdampak terhadap terjadinya peningkatan kepadatan penduduk di wilayah Kota Semarang sebagai pusat pengembangan kota. Sedangkan ketenagakerjaan yang dikaji dalam sistem pengembangan kota wilayah tepian air adalah jumlah angkatan kerja dan jumlah pengangguran. Di dalam sistem pengembangan kota kawasan tepian pantai dilakukan analisis terhadap faktor-faktor jumlah emigrasi, jumlah imigrasi, tingkat kelahiran,tingkat kematian, tingkat kepadatan penduduk, umur harapan hidup penduduk Kota Semarang, jumlah angkatan kerja, pengangguran dan kepadatan penduduk, yang digunakan untuk penyusunan model sistem keberlanjutan pengembangan kota kawasan tepian air. Model pengembangan kota kawasan tepian air khususnya sub model sosial yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan bebarapa asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model sosial. Asumsi-asumsi tersebut adalah : 1. Laju angka kelahiran dianggap tetap dengan tidak terjadi perubahan fraksi fertilisasi. 2. Laju emigrasi dianggap tetap dengan menggunakan rata-rata tiap tahun dan tidak terjadi perubahan fraksi normal emigrasi. 3. Laju imigrasi dianggap tetap dengan menggunakan rata-rata tiap tahun dan tidak terjadi perubahan fraksi normal imigrasi. Pd d k I m ig Emig Klh rn Ke m A Klh rn A Ke m A I m ig A EMig Pe rt Pd d k Klh rn Ke m Kp d t n An g k Krj Fr An g k Krj Pg g r Dmp k Pg g r FPg g r Ls Lh n Pe rt NPTPI AK NPTPI FrNPTPI Tb kk lm FRTBK Ls Tb k JRT JAK Gambar 5.19 Stock flow diagram sub model sosial dalam sistem pengembangan kota wilayah tepian air Berdasarkan sub model sosial Gambar 5.19 memperlihatkan bahwa kelahiran dan imigrasi berfungsi sebagai laju masukan pada level populasi, untuk kelahiran merupakan perkalian antara populasi dengan fraksi lahir yang terdapat sebagai constanta, dan untuk imigrasi merupakan perkalian antara populasi dengan normal imigrasi yang terdapat sebagai constanta. Sedangkan kematian dan emigrasi berfungsi sebagai laju keluaran pada level populasi, untuk kematian merupakan perkalian antara populasi dengan umur yang merupakan harapan hidup rata-rata setiap tahun berdasarkan data umur harapan hidup di Kota Semarang membentuk suatu graph, dan untuk emigrasi merupakan perkalian antara populasi dengan normal emigrasi yang terdapat sebagai constanta. Angkatan kerja sebagai auxiliary merupakan hasil perkalian dari populasi dengan fraksi angkatan kerja sebagai constanta, yang menggambarkan persen angkatan kerja terhadap populasi penduduk yang ada. Pengangguran sebagai auxiliary merupakan hasil pertambahan dari angkatan kerja dikalikan fraksi pengangguran sebagai constanta dengan selisih antara jumlah pekerja pada tahun simulasi dan diawal simulasi. c. Sub Model Ekonomi Sub model ekonomi dalam sistem pengembangan kota wilayah tepian air di Kota Semarang Gambar 5.20 merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektoral, tingkat pendapatan dan jumlah penduduk terhadap keberlanjutan sistem. Berdasarkan diagram sebab akibat di bawah diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektoral, yakni: Listrik, Gas dan Air LGA, pertanian, pertambangan dan industri, Keuangan, Persewaan dan Jasa KPJ, Angkutan dan Komunikasi AngKom, Jasa dan Perdagangan, bangunan, To t a l PDRB Se k t o r Ba n g u n a n Se k t o r Ja s a Pe r d a g a n g a n Se k t o r An g k u t a n Ko m u n ik a s i Se k t o r Ke u a n g a n , Pe r s e w a a n Ja s a Pe r u s a h a a n Pe r t u m b u h a n Se k t o r Pe r t a m b a n g a n I n d u s t r i Se k t o r Pe rt a n ia n Pe r t u m b u h a n Se k t o r Ba n g u n a n Pe r t u m b u h a n Se k t o r Ja s a Pe r d a g a n g a n Pe rt u m b u h a n Se k t o r An g k u t a n Ko m u n ik a s i Pe rt u m b u h a n Se k t o r Ke u a n g a n , Pe rs e w a a n Ja s a Pe ru s a h a a n Se k t o r Pe r t a m b a n g a n I n d u s t r i Pe r t u m b u h a n Se k t o r Pe r t a n ia n + + + + + + + + + + + + Gambar 5.20 Causal Loop Sub Model Ekonomi Hasil akhir dari terjadinya pertumbuhan ekonomi akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan. Gambaran mengenai stock flow diagram sub model ekonomi dalam sistem pengembangan kota wilayah tepian air ditunjukkan oleh Gambar 5.21 JsPe rd Pe rt Js Perd Fr Js Perd AngKom Pe rt Ang Kom Fr An gKom KPJ Pert KPJ Fr KPJ Pert I nd Pert PI Fr PI Pert a nian Per t Pert a nian Fr Pert anian Bangun an Pe rt Ban gunan Fr Bangun an LGA Per t LGA Fr LGA Pe rt Pen dpt n To t PDRB Pddk FrPdpt n FrCon sPdpt n Gambar 5.21 Stock flow diagram sub model ekonomi dalam sistem pengembangan kawasan tepian air Berdasarkan Gambar 5.21 diatas, peningkatan kegiatan aktivitas ekonomi yang mencakup sektor Listrik, Gas dan Air LGA, pertumbuhan sektor pertanian, pertumbuhan sektor Pertambangan dan Industri PI, pertumbuhan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa KPJ, pertumbuhan sektor Angkutan dan Komunikasi AngKom, pertumbuhan sektor Jasa dan Perdagangan, pertumbuhan sektor pertanian dan pertumbuhan sektor bangunan akan berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan ekonomi daerah dan pada gilirannya akan meningkatkan tingkat pendapatan perorangan. Di dalam Model Sistem Keberlanjutan Pengembangan Kota Wilayah Tepian Air, Pertumbuhan Ekonomi yang merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan pengembangan kota wilayah tepian air secara berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh peningkatan sektor Listrik, Gas dan Air LGA, pertumbuhan sektor pertanian, pertumbuhan sektor Pertambangan dan Industri PI, pertumbuhan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa KPJ, pertumbuhan sektor Angkutan dan Komunikasi AngKom, pertumbuhan sektor Jasa dan Perdagangan, pertumbuhan sektor pertanian dan pertumbuhan sektor bangunan sebagai sektor unggulan dalam upaya peningkatan pendapatan daerah. Berdasarkan bagan model yang telah dibuat, di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu: jumlah populasi, dan kondisi perkembangan setiap sektor, sedangkan dampak negatif yang dianggap perlu diwaspadai dalam pengembangan kota wilayah tepian air adalah semakin bertambahnya jumlah penduduk di lokasi studi yang diakibatkan oleh tingginya tingkat kelahiran dan imigrasi di Kota Semarang Model pengembangan kota wilayah tepian air khususnya sub model ekonomi yang telah dirumuskan dapat digunakan dengan asumsi yang akan membatasi keberlakuan model khususnya sub model ekonomi. Asumsi tersebut adalah nilai kurs rupiah dianggap sudah mengikuti perubahan terhadap nilai mata uang lainnya, karena simulasi nilai ekonomi pada masing-masing sektor setiap tahunnya sudah termasuk nilai kurs rupiah tersebut. Berdasarkan sub model ekonomi memperlihatkan bahwa pertumbuhan sektor Listrik, Gas dan Air LGA, pertumbuhan sektor pertanian, pertumbuhan sektor Pertambangan dan Industri PI, pertumbuhan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa KPJ, pertumbuhan sektor Angkutan dan Komunikasi AngKom, pertumbuhan sektor Jasa dan Perdagangan, pertumbuhan sektor pertanian dan pertumbuhan sektor bangunan merupakan laju masukan terhadap nilai ekonomi masing-masing sektor yaitu Listrik, Gas dan Air LGA, pertanian, pertambangan dan industri, keuangan, persewaan dan jasa, angkutan dan komunikasi, jasa dan perdagangan, pertanian dan bangunan sebagai level yang dikalikan dengan masing-masing pangsa pasarnya yang membentuk graph. Sehingga pertumbuhan ekonomi merupakan laju masukan pada level aktivitas ekonomi dapat diketahui dengan pertambahan antar laju pertumbuhan. Sedangkan persentase laju pertumbuhan masing-masing sektor sebagai auxiliary dapat diketahui dengan pembagian terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Pertambahan pendapatan sebagai auxiliary merupakan persentase dari pembagian antara pertumbuhan ekonomi terhadap level populasi, sehingga pendapatan sebagai auxiliary merupakan pertambahan dari pendapatan ekonomi sebagai konstanta dengan persen pertambahan pendapatan. 5.3.1.5 Simulasi Model Simulasi dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan perilaku model antar skenario. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan Powersim Studio 2005. Hasil simulasi model yang memunculkan variabel-variabel yang sensitif dianalisis pola kecenderungannya dan hasilnya merupakan input untuk skenario. Model Existing Condition a Simulasi Model Lingkungan. Penggunaan tata ruang di Kota Semarang dari waktu ke waktu terjadi perubahan secara signifikan yakni untuk areal perkebunan, luas permukiman bangunan, lahan sawah, areal hutan dan tambak atau kolam Lampiran 13 halaman 292. Luasan lahan di Kota Semarang pada tahun 2003 dan tahun 2006 berdasarkan penggunaan adalah areal tegal, kebun dan tanaman kering lainnya seluas 13.608,57 ha menjadi 14.672,45 ha; luas permukiman dan bangunan seluas 13.876,90 ha menjadi 14.428,71 ha; lahan sawah seluas 3.658,47 ha menjadi 3.798,79 ha; lahan hutan seluas 1. 515.70 ha menjadi 1.718,29 ha serta tambak, rawa dan kolam seluas 2.271,64 ha menjadi 1.655,94 ha. Luas areal tegalan kebun dan bangunan memiliki kecenderungan meningkat di masa-masa yang akan datang, luas areal sawah mengalami peningkatan sangat kecil, luar areal hutan relatif konstan dan areal tambak kolam cenderung mengalami penurunan. Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.22 Simulasi model lingkungan berdasarkan penggunaan luas areal di Kota Semarang Berdasarkan Gambar 5.22 diperkirakan bahwa luas areal tegalan kebun di Kota Semarang di masa-masa akan datang mengalami peningkatan sangat pesat dibandingkan peningkatan luas areal permukiman bangunan, sehingga pada tahun 2010 diperkirakan luas areal tegalan kebun akan memiliki luas areal paling tinggi di Kota Semarang. Perubahan luasan lahan yang digunakan pada tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut adalah luas tegalan kebun seluas 13.608,57 ha menjadi 15.333,29 ha luas areal permukiman bangunan seluas 13.876,90 ha menjadi 14.763,17 ha, luas lahan sawah 3.658,47 ha menjadi 3.883,39 ha, luas areal lahan hutan seluas 1.515,70 ha menjadi 1.849,20 ha dan luas tambak kolam dari 2.271,64 ha menjadi 1.376,22 ha. Pada tahun 2025, perubahan lahan untuk tegalan kebun menjadi 19.310,87 ha, luas permukiman dan bangunan menjadi 16.674,48 ha, lahan sawah menjadi 4.358,08 ha, lahan hutan menjadi 2.715,97 ha dan tambak kolam 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 5 . 0 0 0 1 0 . 0 0 0 1 5 . 0 0 0 2 0 . 0 0 0 2 5 . 0 0 0 Ha LPrm k n Bg n Tb k k lm Lh n Swh Tg lk b n Lh n Hu t a n menjadi 522,44 ha. Hasil lebih lengkap mengenai terjadinya perubahan luas penggunaan area di Kota Semarang dapat dilihat pada Lampiran. Wilayah kota tepian pantai terdiri dari 4 kecamatan antara lain: Kecamatan Tugu, Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan Genuk Berdasarkan Gambar 5.23, kecenderungan penggunaan lahan yang dominan oleh tegalan, kebun dan tanaman kering lainnya serta permukiman dan bangunan. Lahan sawah yang paling dominan berada di Kecamatan Tugu. Perubahan penggunaan lahan pada tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 5.24. Penggunaan lahan pada tahun 2006 terjadi perubahan khususnya semakin meluasnya penggunaan untuk areal permukiman dan bangunan, sedangkan untuk lahan sawah di daerah tugu cenderung bertambah untuk bagian barat sedangkan bagian timur mengalami penurunan. Penggunaan lahan pada tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 5.25. Penggunaan lahan pada tahun 2025 hanya sedikit perubahan dari sebelumnya khususnya penurunan lahan sawah dan tegal, kebun serta tanah kering lainnya karena penggunaan areal untuk permukiman dan bangunan. Penggunaan lahan dari masing-masing Kecamatan dengan analisis kecenderungan adalah sebagai berikut : Kecamatan Tugu . Penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Tugu sebagian besar digunakan untuk tegalan kebun, permukiman bangunan dan lahan sawah. Luas areal tegalan kebun cenderung menurun, sedangkan lahan sawah dan bangunan memiliki kecenderungan meningkat di masa mendatang. 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 5 0 0 1 .0 0 0 1 .5 0 0 Ha LPrm k n Bg n T b k k lm Lh n Swh T g lk b n Lh n Hu ta n Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.23 Simulasi model lingkungan berdasarkan penggunaan luas areal di Kecamatan Tugu Berdasarkan Gambar 5.24 diperkirakan bahwa perubahan luasan lahan yang digunakan pada tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut adalah luas areal tegalan kebun seluas 1.500,94 ha menjadi 1.461.73 ha, luas permukiman dan bangunan 503,07 ha menjadi 511,34 ha dan lahan sawah 417,32 ha menjadi 433,78 ha. Dan pada akhir simulasi, tahun 2030, perubahan lahan untuk tegalan kebun menjadi 1.292,83 ha, luas permukiman dan bangunan menjadi 551,54 ha dan lahan sawah menjadi 519,03 ha. Lampiran 18 , halaman 300 . Kecamatan Semarang Barat . Penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Semarang Barat sebagian besar digunakan untuk areal tegalan kebun, permukiman bangunan, tambak kolam dan lahan sawah. Luas areal permukiman bangunan cenderung meningkat, sedangkan tegalan kebun, tambak kolam dan lahan sawah memiliki kecenderungan menurun di masa datang. 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 5 0 0 1 . 0 0 0 1 . 5 0 0 Ha LPrm k n Bg n Tb k k lm Lh n Swh Tg lk b n Lh n Hu t a n Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.24 Simulasi model lingkungan berdasarkan penggunaan luas areal di Kecamatan Semarang Barat Berdasarkan Gambar 5.24 diperkirakan bahwa terjadi perubahan komposisi penggunaan ruang di Kecamatan Semarang Barat yaitu, luas areal permukiman dan bangunan memiliki luas paling tinggi pada tahun 2005 akibat terjadinya penurunan terhadap penggunaan lahan tegalan kebun. Perubahan luasan lahan yang digunakan pada tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut adalah luas areal permukiman bangunan seluas 1.317,07 ha menjadi 1.480,81 ha, tegalan kebun seluas 1.728,99 ha menjadi 1.282,56 ha, tambak kolam 382,50 ha menjadi 308,17 ha dan lahan sawah seluas 29,41 ha menjadi 28,66 ha. Dan pada akhir tahun simulasi, tahun 2030, perubahan lahan untuk permukiman dan bangunan menjadi 1.551,90 ha, luas tegalan kebun menjadi 1.138,11 ha, tambak kolam menjadi 282,65 ha dan lahan sawah menjadi 28,37 ha. Hasil lebih lengkap mengenai terjadinya perubahan luas penggunaan area di Kecamatan Semarang Barat dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 301. . Kecamatan Semarang Utara . Penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Semarang Utara sebagian besar digunakan untuk permukiman bangunan, tambak kolam dan tegalan kebun. Luas areal permukiman bangunan dan tegalan kebun memiliki kecenderungan meningkat di masa-masa yang akan datang, sementara itu luas areal tambak kolam mengalami penurunan. 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 5 0 0 1 . 0 0 0 Ha LPrm k n Bg n Tb k k lm Lh n Swh Tg lk b n Lh n Hu t a n Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.25 Simulasi model lingkungan berdasarkan penggunaan luas areal di Kecamatan Semarang Utara Berdasarkan Gambar 5.25 terlihat bahwa tidak terjadi perubahan komposisi penggunaan ruang di Kecamatan Semarang Utara, walaupun luas areal tambak kolam mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi. Perubahan luasan lahan yang digunakan pada tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut adalah luas areal permukiman bangunan seluas 919,04 ha menjadi 960,92 ha, tambak kolam 364,71 ha menjadi 314,98 ha dan tegalan kebun seluas 103,82 ha menjadi 108,98 ha. Dan pada akhir tahun simulasi, tahun 2030, perubahan lahan untuk permukiman dan bangunan menjadi 1.123,70 ha, tambak kolam menjadi 188,23 ha dan tegalan kebun menjadi 129,24 ha. Hasil lebih lengkap mengenai terjadinya perubahan luas penggunaan area di Kecamatan Semarang Utara dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 302.. Kecamatan Genuk . Penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Genuk sebagian besar digunakan untuk areal permukiman bangunan, tambak kolam, tegalan kebun dan lahan sawah. Luas areal permukiman bangunan memiliki kecenderungan meningkat di masa-masa yang akan datang, sementara itu luas areal tambak kolam, tegalan kebun dan lahan sawah mengalami penurunan. 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 5 0 0 1 . 0 0 0 1 . 5 0 0 H a LPrm k n Bg n Tb k k lm Lh n Swh Tg l k b n Lh n Hu ta n Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.26 Simulasi model lingkungan berdasarkan penggunaan luas areal di Kecamatan Genuk Berdasarkan Gambar 5.26 diperkirakan bahwa luas areal permukiman dan bangunan di Kecamatan Genuk di masa-masa akan datang mengalami peningkatan cukup pesat dibandingkan luas areal tambak kolam yang mengalami penurunan, sehingga pada akhir tahun simulasi diperkirakan luas areal permukiman dan bangunan akan memiliki luas areal lebih tinggi dibandingkan luas areal tambak kolam. Perubahan luasan lahan yang digunakan pada tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut adalah luas areal permukiman bangunan seluas 1.336,70 ha menjadi 1.422,46 ha, tambak kolam seluas 1.411,19, tegalan kebun 735,09 ha menjadi 719,12 ha dan lahan sawah seluas 86,41 ha menjadi 80,36 ha. Dan pada akhir simulasi, tahun 2030, perubahan lahan untuk areal permukiman bangunan menjadi 1.663,37 ha, luas tambak kolam menjadi 789,12 ha, tegalan kebun 680,44 ha dan lahan sawah menjadi 66,93 ha. Hasil lebih lengkap mengenai terjadinya perubahan luas penggunaan area di Kecamatan Genuk dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 303. 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 K u a li ta s L in g k u n g a n Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.27 Simulasi model lingkungan berdasarkan kualitas lingkungan di Kota Semarang Simulasi model lingkungan berdasar kualitas lingkungan yang disebab kan perubahan jumlah limbah dan sampah menghasilkan hal-hal sebagai berikut Lampiran 14, halaman 293. Berdasarkan Gambar 5.27 terlihat bahwa kualitas lingkungan di Kota Semarang di masa-masa akan datang akan mengalami penurunan hingga akhir tahun simulasi 2030. Penurunan kualitas lingkungan tersebut disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah limbah dan jumlah sampah di Kota Semarang seiring bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan di Kota Semarang. Kondisi kualitas lingkungan pada tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut adalah sebesar 29,50 dan 28,93. Penurunan kualitas lingkungan hingga akhir tahun simulasi yaitu tahun 2030 adalah sebesar 26,36. Berdasarkan Gambar 5.28 terlihat bahwa jumlah sampah di Kota Semarang di masa-masa akan datang akan mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030. 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 4 0 . 0 0 0 .0 0 0 4 2 . 0 0 0 .0 0 0 4 4 . 0 0 0 .0 0 0 4 6 . 0 0 0 .0 0 0 4 8 . 0 0 0 .0 0 0 5 0 . 0 0 0 .0 0 0 jiwa Kg J u m la h S a m p a h Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.28 Simulasi model jumlah sampah di Kota Semarang Peningkatan jumlah sampah tersebut terjadi seiring bertambahnya jumlah penduduk di Kota Semarang. Jumlah sampah pada tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut adalah sebesar 46.838.667,96 Kg dan 47.218.467,76 Kg. Peningkatan jumlah sampah hingga akhir tahun simulasi yaitu tahun 2030 adalah sebesar 48.926.511,27 Kg. 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 5 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 6 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 7 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 8 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 9 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 1 . 0 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 jiwa Lit e r J u m la h L im b a h Gambar 5.29 Simulasi model jumlah limbah di Kota Semarang Berdasarkan Gambar 5.29 diperkirakan bahwa jumlah limbah di Kota Semarang di masa-masa akan datang akan mengalami peningkatan hingga akhir tahun simulasi 2030. Peningkatan jumlah limbah tersebut terjadi seiring bertambahnya jumlah kegiatan industri di Kota Semarang. Jumlah limbah pada tahun 2003 dan tahun 2008 berturut-turut adalah sebesar 835.661.314,08 Liter dan 842.437.424,76 Liter. Peningkatan jumlah limbah hingga akhir tahun simulasi yaitu tahun 2030 adalah sebesar 872.911.090,03 Liter. b Simulasi Model Sosial. Simulasi model sosial yang diamati dalam pengelolaan wilayah kota tepian air yakni pertambahan dan pengurangan penduduk, pertambahan dan pengurangan penduduk selengkapnya disajikan dalam Gambar 5.30 berikut ini. 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 1 . 0 0 0 . 0 0 0 1 . 2 0 0 . 0 0 0 1 . 4 0 0 . 0 0 0 1 . 6 0 0 . 0 0 0 1 . 8 0 0 . 0 0 0 2 . 0 0 0 . 0 0 0 jiwa P e n d u d u k Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.30 Simulasi model pertambahan penduduk Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa terjadi pertambahan penduduk yang cukup besar dari tahun 2003 hingga tahun 2008, yaitu dari 1.376.798 jiwa menjadi 1.387.962,02 jiwa dan apabila disimulasikan maka pada tahun 2030 akan diperoleh jumlah penduduk sekitar 1.438.169,06 jiwa Lampiran 15, halaman 295.. Terkait dengan pengembangan wilayah kota tepian air di Kota Semarang maka tidak akan lepas dari keberadaan nelayan dan petani tambak ikan di wilayah pesisir Kota Semarang. Pengaruh dari kegiatan pengembangan wilayah kota tepian air di Kota Semarang terhadap jumlah nelayan dan petani tambak ikan dapat dilihat pada Gambar 5.31 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 5 0 0 1 . 0 0 0 1 . 5 0 0 2 . 0 0 0 y r jiwa Ha N e la y a n , P e ta n i T a m b a k I k a n Tahun 2003 – 2030 Gambar 5.31 Simulasi penurunan jumlah nelayan, petani tambak dan ikan Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah nelayan, petani tambak dan ikan yang cukup besar dari tahun 2003 hingga tahun 2008, yaitu dari 2.216,62 2003 jiwa menjadi 1.332,09 2008 jiwa dan apabila disimulasikan maka pada tahun 2030 akan diperoleh jumlah nelayan, petani tambak tinggal sekitar 488,03 jiwa. c Simulasi Model Ekonomi. Simulasi model ekonomi menggambarkan perbandingan dan perubahan nilai rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi dari semua sektor di Kota Semarang, seperti. Listrik, Gas dan Air LGA, pertanian, pertambangan dan industri, Keuangan, Persewaan dan Jasa KPJ, Angkutan dan Komunikasi AngKom, Jasa dan Perdagangan, bangunan Lampiran 16, halaman 296 Berdasarkan Gambar 5.32 di bawah diketahui bahwa sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah PDRB dari terbesar ke terkecil adalah berturut-turut, Jasa dan Perdagangan, Pertambangan dan Industri, Bangunan, Angkom, KPJ. Listrik, Gas dan Air LGA dan pertanian. Berdasarkan simulasi model di atas diketahui bahwa terjadi pertambahan PDRB Jutaan Rupiah yang cukup besar untuk sektor Jasa dan Perdagangan dan Pertambangan dari tahun 2003 hingga tahun 2008, yaitu untuk sektor Jasa dan Perdagangan dari Rp. 8.094.343,- menjadi Rp. 13.371.096,97,- dan untuk sektor Pertambangan dan Industri Rp. 5.043.142,- menjadi Rp. 8.260.306,24,- dan apabila disimulasikan maka pada tahun 2030 akan diperoleh jumlah sekitar 121.703.466,90,- untuk sektor jasa dan perdagangan dan 72.425.906,06,- untuk sektor pertambangan dan industri. Untuk bangunan dan Angkutan dan Komunikasi juga mengalami peningkatan yaitu dari 3.007.225,- dan 1.852.179,- pada tahun 2003 dan pada tahun simulasi 2030 terjadi peningkatan menjadi 22.171.604,75,- untuk bangunan dan 21.089.144,07 untuk angkutan dan komunikasi. 0 1 Ja n 2 0 0 3 0 1 Ja n 2 0 0 8 0 1 Ja n 2 0 1 3 0 1 Ja n 2 0 1 8 0 1 Ja n 2 0 2 3 0 1 Ja n 2 0 2 8 5 0 . 0 0 0 . 0 0 0 1 0 0 . 0 0 0 . 0 0 0 R u p ia h Ba n g u n a n LGA Pe rt a n ia n Pe rt I n d KPJ An g Ko m Js Pe rd Gambar 5.32 . Simulasi model ekonomi berdasarkan nilai PDRB Untuk sektor KPJ, LGA dan Pertanian pada tahun 2003 besaran PDRB berturut- turut, yaitu Rp. 608.161,-, Rp. 392.889,- dan Rp. 253.635,- dan pada tahun 2030 mengalami sedikit peningkatan, yaitu berturut-turut: Rp. 2.578.162,79,-, Rp. 1.459.192,62,- dan Rp. 1.334.423,19,-. 5.3.1.6 Verifikasi danValidasi Model Proses verifikasi dilakukan dengan maksud mengetahui berbagai kelemahan maupun kekurangan serta mengidentifikasi berbgai persoalan yang harus diantisipasi dalam kaitan penerapan kebijakan yang dihasilkan. Proses uji dilakukan terhadap dua kategori, yaitu proses perumusan kebijakan dan produk kebijakan. Verifikasi proses perumusan kebijakan dilakukan terhadap metoda yang dipergunakan dalam pengembangan kebijakan. Proses validasi bertujuan untuk menilai sejauh mana model dapat menirukan kondisi yang sesungguhnya, dan keobyektifan dari suatu pekerjaan ilmiah, karena pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif harus taat fakta. Dalam dunia nyata, fakta adalah kejadian yang teramati. Rangkaian hasil pengamatan tersebut dapat bersifat terukur yang disusun menjadi data kuantitatif atau statistik dan bersifat tak terukur yang disusun menjadi data kualitatif atau informasi aktual. Dalam pemodelan, hasil simulasi adalah perilaku variabel yang diinteraksikan dengan bantuan komputer. Tampilan perilaku variabel tersebut dapat bersifat terukur yang disusun menjadi data simulasi dan bersifat tidak terukur yang disusun menjadi pola simulasi. Keserupaan tidak berarti harus sama dunia model dengan dunia nyata ditunjukkan dengan sejauh mana data simulasi dan pola simulasi dapat menirukan data statistik dan informasi aktual. Proses melihat keserupaan seperti ini disebut validasi output atau kinerja model. Validitas atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektifan dari suatu pekerjaan ilmiah. Dalam pekerjaan pemodelan, obyektif itu ditunjukkan dengan sejauh mana model dapat menirukan fakta. Istilah menirukan bukan berarti sama, tetapi adalah serupa. Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model dari sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan Eriyatno, 2003. Metode berpikir sistem, pada dasarnya menganjur kan penstrukturan atas dasar interdisiplin yang bersifat sistemik dengan ciri menyeluruh holistic dan terpadu integrated. Antara verifikasi dan validasi diidentifikasi terdapat perbedaan. Verifikasi model berkaitan dengan kesesuaian antara model konseptual dengan model matematik, sedangkan validasi model berkaitan dengan kesesuaian antara keluaran dari model matematik dengan keluaran dari sistem nyata. Verifikasi model seharusnya mendahului validasi model. Verifikasi model untuk memeriksa apakah model konseptual sudah dapat diterjemahkan oleh model matematiknya. Validasi model pada dasarnya untuk memeriksa kesesuaian antara perilaku model matematik dengan perilaku sistem yang diwakili. Proses validasi model terdapat 2 tahap, yaitu validasi struktur model dan validasi perilaku model. d. Validasi Struktur Model. Validasi struktur model merupakan proses validasi utama dalam berpikir sistem. Untuk melakukan perancangan dan justifikasi seorang pembuat model dituntut untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin atas sistem yang menjadi obyek penelitian. Informasi dapat berupa pengalaman dan pengetahuan dari orang yang memahami mekanisme kerja pada sistem atau berasal dari studi literatur. Pada proses ini bertujuan untuk melihat sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata, yang berkaitan dengan batasan sistem, variabel-variabel pembentuk sistem, dan asumsi mengenai interaksi yang terjadi dalam sistem. Validasi struktur dilakukan dengan 2 bentuk pengujian, yaitu; uji kesesuaian struktur dan uji kestabilan struktur. Forrester, 1968 Sargent 1999 mengemukakan 17 teknik untuk teknik validasi yang umum digunakan untuk proses verifikasi maupun validasi model. Berbagai teknik tersebut dipakai secara subjectif maupun objectif.Yang dimaksud dengan uji objectif yaitu jenis uji statistik dan prosedur matematik seperti uji hipotesa dan selang kepercayaan. Kombinasi dari berbagai teknik bisa digunakan baik untuk sebagian dari model maupun keseluruhan model. 1. Uji KonstruksiKesesuaian Struktur Dilakukan untuk menguji apakah struktur model tidak berlawanan dengan pengetahuan yang ada tentang struktur dari sistem nyata dan apakah struktur utama dari sistem nyata telah dimodelkan. Hal ini akan meningkatkan tingkat kepercayaan atas ketepatan dari struktur model. Pada model yang telah dibangun dapat dilihat dari bertambahnya jumlah penduduk akan menambah jumlah sampah dan jumlah limbah, tetapi dengan adanya pengelolaan jumlah tersebut dapat diminimalisasi. Berdasarkan contoh tersebut dengan kata lain, struktur model dinamis yang dibangun adalah valid secara teoritis. 2. Uji Kestabilan Struktur Uji kestabilan struktur model dilakukan dengan cara memeriksa keseimbangan dimensi peubah pada kedua sisi persamaan model Sushil, 1993. Setiap persamaan yang ada dalam model harus menjamin keseimbangan dimensi antara variabel bebas dan variabel terikat yang membentuknya. Seperti halnya untuk pengelolaan kota wilayah tepian air, maka uji kestabilan struktur model diperiksa dengan cara menganalisis dimensi keseluruhan interaksi peubah-peubah yang menyusun model tersebut yang terdiri dari beberapa sub model. Dimensi tersebut meliputi tanda, bentuk respon dan satuan dari persamaan equation matematis yang digunakan. a Sub Model Lingkungan Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model lingkungan adalah : PgLhn = LsLhn-PtotLHn Ha FrPLhn = PgLhnLsLhn no unit LsLhn = LhnEx+Rklms Ha PtotLhn = Lhn Hutan+Lhn Swh+LPrmknBgn+Tbkklm+Tglkbn Ha PLS = FLSLhn SwhFrPLhn Hayr PLTKo = FLTKoTbkklmFrPLhn Hayr PLPB = FrPBLPrmknBgnFrPLhn Hayr PLH = FLHLhn HutanFrPLhn Hayr PLTK = FLTKTglkbnFrPLhn Hayr FrPLhn = PgLhnLsLhn no unit FrPB = PddkFrPPBFrP yr PencLing = PencLbh+PencSmph2 PencSmph = PencLbh+PencSmph2 PencLbh = JmlLbhDmstkPertLimb KL = NL-PencLing Jmlsmph = JSFJSP jiwaKg JmlLbhDmstk = FJLDPJL jiwaLiter JS = FSPddk jiwaKg JL = FLPddk jiwaLiter Untuk jumlah sampah dan jumlah limbah akan berkurang apabila semakin meningkatnya biaya pengelolaan sampah dan biaya pengelolaan limbah. Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk mengelola sampah maupun limbah dapat mengurangi jumlah sampah dan limbah yang tidak terkelola. Untuk pencemaran limbah akan semakin bertambah terlihat dari rumus matematik yang ada yang menunjukkan penjumlahan dari nilai masing-masing nilai sumber pencemar, dimana semakin bertambahnya sumber pencemaran akan menambah jumlah total dari pencemaran limbah yang ada. Pada kualitas lingkungan dapat terlihat apabila persen jumlah pencemaran lingkungan semakin bertambah maka kualitas lingkungan akan semakin berkurang karena total nilai lingkungan akan dikurangi dengan pencemaran lingkungan. Dengan demikian, dimensi interaksi dari peubah- peubah yang berkaitan dengan nilai pada sub model lingkungan tetap konsisten. b Sub Model Sosial Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model sosial adalah : Pggr = FPggrPddk jiwayr JRT = PddkJAK unit Klhrn = A KlhrnPddk jiwayr Kem = A KemPddk jiwayr Imig = A ImigPddk jiwayr Emig = A EMigPddk jiwayr Angk Krj = Fr Angk KrjPddk jiwayr Kpdtn = PddkLsLhn jiwaHa Pert Pddk = Klhrn-Kem+Imig-Emig jiwayr PertNPTPI = AKAngk Krj yr NPTPI = FrNPTPIPertNPTPIFRTBK yrjiwaHa FRTBK = TbkklmLsTbk Ha Jumlah penduduk yang akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah kelahiran dan imigrasi tetapi akan semakin berkurang apabila jumlah emigrasi dan kematian semakin tinggi. Untuk angkatan kerja dan pengangguran akan mengikuti jumlah penduduk yang sejalan dengan fraksi masing-masing, apabila fraksi tersebut meningkat maka jumlah angkatan kerja semakin bertambah terhadap populasi sedangkan jumlah pengangguran akan bertambah terhadap jumlah angkatan kerja yang ada. Dengan demikian, dimensi interaksi dari peubah-peubah yang berkaitan dengan nilai pada sub model sosial tetap konsisten. c Sub Model Ekonomi Pemeriksaan satuan terhadap persamaan yang berkaitan dengan sub model ekonomi adalah : Pert LGA = Fr LGALGA Rupiahyr Pert Pertanian = Fr PertanianPertanian Rupiahyr Pert PI = Fr PIPertInd Rupiahyr Pert KPJ = Fr KPJKPJ Rupiahyr Pert AngKom = Fr AngKomAngKom Rupiahyr Pert JsPerd = Fr JsPerdJsPerd Rupiahyr Pert Bangunan = BangunanFr Bangunan Rupiahyr Tot PDRB = Bangunan+PertInd+JsPerd+LGA+Pertanian +AngKom+KPJ Rupiah Pert Pendptn = TotPDRBPddkFrPdptnFrConsPdptn Rupiahjiwa Pertambahan total PDRB sangat dipengaruhi oleh seluruh sektor. Untuk pertambahan pendapatan akan semakin meningkat apabila nilai perbandingan pertumbuhan ekonomi dengan populasi lebih besar dibandingkan pada tahun simulasi sebelumnya. Dengan demikian, dimensi interaksi dari peubah-peubah yang berkaitan dengan nilai pada sub model ekonomi tetap konsisten. e. Validasi KinerjaOutput Model Sebelum melakukan uji konsistensi antara kinerja model dengan data, ada beberapa aspek penting diperhatikan, yaitu konsistensi unit analisis dan dimensi serta tentang data simulasi yang dihasilkan model. Unit analisis dalam sebuah sistem adalah unsur. Keseluruhan interaksi dari unsur-unsur menyusun dan memfungsikan sistem mencapai tujuan. Kinerja masing-masing unsur pada suatu keadaan tertentu dinyatakan dengan level. Dengan demikian uji ini sulit untuk dilakukan pada kegiatan penelitian akademik yang memiliki keterbatasan waktu dan dana, karena memerlukan waktu yang cukup lama untuk membuktikan hasil kinerja model dengan data empirik di lapangan. Untuk itu yang dapat dilakukan adalah melakukan validasi kinerja model berdasarkan teori dari bentuk model yang dibangun disesuaikan pola model dasar. Validasi kinerjaoutput model adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah membandingkan validasi kinerja model dengan data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris. Berdasarkan hasil analisis sistem dinamis dapat dilihat bahwa perilaku model dapat terpenuhi syarat kecukupan struktur dari suatu modelnya dengan melakukan validasi atas perilaku yang dihasilkan oleh suatu struktur model. Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan sifat kesalahan dapat digunakan: 1 Absolute Mean Error AME, selisih antara nilai rata-rata mean hasil simulasi terhadap nilai aktual. Hasil uji menunjukkan bahwa keluaran model pengelolaan kota tepian air, untuk sub model lingkungan, yang terdiri dari luasan lahan sawah memiliki nilai Absolute Mean Error AME menyimpang 3,87, hutan 9,19, tegal, kebun dan tanaman kering lainnya 6,78, permukiman dan bangunan 0,86 serta tambak, rawa dan kolam sebesar 1,76 dari data aktual. Pada Sub model sosial memiliki nilai Absolute Mean Error AME menyimpang 1,7 untuk penduduk dari data aktual. Untuk Sub model ekonomi memiliki nilai Absolute Mean Error AME pada konstribusi PDRB sektor menyimpang 5,58 untuk bangunan, 2,51 untuk listrik, gas dan air, 2,17 untuk pertanian, 1,69 untuk pertambangan dan industri, 2,79 untuk keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, 3,21 untuk angkutan dan komunikasi serta 2,73 untuk jasa dan perdagangan dari data aktual. Batas penyimpangan 10, berdasarkan hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa model pengelolaan kota tepian air mampu mensimulasikan perubahan- perubahan yang terjadi di Kota Semarang Lampiran 17, halaman 291. Tabel 5.21. Data validasi model Parameter Validasi AME Lingkungan Sawah 3,87 Hutan 9,19 Tegal, Kebun dan TKL 6,78 Permukiman dan Bangunan 0,86 Tambak, Rawa dan Kolam 1,76 Sosial Penduduk 1,7 Ekonomi Sektor Bangunan 5,58 Listrik, Gas dan Air 2,51 Pertanian 2,17 Pertambangan dan Industri 1,69 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,79 Angkutan dan Komunikasi 3,21 Jasa dan Perdagangan 2,73 5.3.2 Analisis Penggunaan Lahan Berdasar RTRW Bagian dari Tujuan 3 Berdasarkan peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah RTRW Kota Semarang Tahun 2002-2010, hingga saat ini terdapat 16 Kecamatan di Kota Semarang, sedangkan wilayah pesisir Kota Semarang mencakup 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Tugu, Kecamatan Semarang Barat, Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan Genuk. Peta administrasi Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar 5.33. 192 T u g u S e m a r an g B a r a t N g a li ya n M ij e n G u n u n g P a t i S e m a r an g U t a r a S e m a r a n g T e n g a h S e m a r a n g T im u r G a y am s a r i S e m a r a n g S e l at a n G a ja h M u n g k u r C a n d is a ri B a n y u m an i k G e n u k T e m b a la n g P e du ru ng a n 4 20 0 0 0 4 20 0 0 0 42 5 00 0 42 5 00 0 43 0 00 0 43 0 00 0 4 35 0 0 0 4 35 0 0 0 44 0 00 0 44 0 00 0 44 5 0 0 0 44 5 0 0 0 9 2 1 50 0 0 9 2 1 50 0 0 9 2 2 00 0 0 9 2 2 00 0 0 9 2 2 50 0 0 9 2 2 50 0 0 9 2 3 00 0 0 9 2 3 00 0 0 9 2 3 50 0 0 9 2 3 50 0 0 P E T A A D M IN IS T R A S I K O T A S E M A R A N G N E W S 2 0 0 0 2 0 0 0 4 0 0 0 M e t e rs LE G E N D A B a n y um a n ik C a nd is a ri G aj ah M u n gk u r G ay a m s a r i G en u k G un u n g Pa ti M ij en N g al iy a n P e d ur u n g a n S e m ara n g B a r a t S e m ara n g S e la t a n S e m ara n g T e n g a h S e m ara n g T i m u r S e m ara n g U ta ra T e m b a la ng T u g u S UM B E R D A T A : B A P P E D A K O T A S E M A RA N G B A M B A N G K A N T I L A R A S P R O G R A M S T U D I P E N G E L O LA A N S U M B E R D A YA A L A M D A N L IN G K U N G A N S E K O L A H P A S C A S A R J A N A I N S T IT U T P E R T A N IA N B O G O R Sumber : BAPPEDA Kota Semarang Gambar 5.33. Peta administrasi Kota Semarang 192 5.3.2.1 Penggunaan Lahan Berdasar RTRW Kota Semarang tahun 2002-2010 Kota Semarang memiliki wilayah administrasi seluas ± 37.000 Ha yang dikelompokkan kedalam 47 kelas penggunaan lahan Tabel 5.22 . Adapun peta penggunaan lahan berdasarkan Peta RTRW Kota Semarang tahun 2000-2010 dapat dilihat pada Gambar 5.34. Tabel 5.22 : Kelas Penggunaan Lahan Wilayah Administrasi Kota Semarang No. Penggunaan Lahan Luas ha 1. Permukiman 16.161,98 2. Konservasi 4.214,75 3. Pertanian lahan basah 3.606,01 4. Pertanian lahan kering 2.610,29 5. Industri 2.692,78 6. Hutan 1.892,21 7. Bandar udara 395,20 8. Budaya 15,91 9. Campuran perdagangan Jasa permukiman 933,30 10. Depo Pertamina 16,42 11. Gereja 17,07 12. Instalasi pengolahan air bersih 3,60 13. Instalasi pengolahan limbah cair 13,17 14. Kawasan khusus militer 138,85 15. Klinik 0,41 16. Kolam penampungan air 25,51 17. Lapangan perumputan 117,53 18. Olahraga dan rekreasi 750,22 19. Pasar 19,14 20. Pelabuhan laut 32,93 21. Perdagangan Jasa 750,22 22. Pergudangan 203,14 23. Perkantoran 254,16 24. Permukiman industri 236,59 25. PLTU Tambak lorok 35,32 26. Pusat pendaratan ikan 16,21 27. Puskesmas 8,38 28. Rencana jalan 0,97 29. Rest area 6,88 30 Rumah sakit 56,57 31. Bangunan sekolah SD. 27,85 32. SMP 31,95 33. SMA 44,11 34. PT 470,13 35. Stasiun kereta api 40,92 36. Stasiun KA 52 37. Taman 168,32 38. Tambak 738,64 39. Tempat Pemakaman Khusus 6,91 40. Tempat Pemakaman Umum 159,24 41. Tempat Pembuangan Akhir 4,56 42. Terminal 19,51 43. Induk PLN 1,75 44. Mesjid 23,39 45. Gereja 17,07 46. Vihara 0,55 47. Waduk 82,24 194 415 00 0 415 00 0 420 00 0 420 00 0 425 00 0 425 00 0 430 00 0 430 00 0 435 00 0 435 00 0 440 00 0 440 00 0 445 00 0 445 00 0 450 00 0 450 00 0 9 2 1 5 9 2 1 5 9 2 2 9 2 2 9 2 2 5 9 2 2 5 9 2 3 9 2 3 9 2 3 5 9 2 3 5 P E TA P E N G G U N A A N L A H A N K O T A S E M A R A N G T A H U N 20 00 -2 01 0 N E W S Leg end a Ban da r U dar a Bud ay a C am pu ra n P e rda gan ga n da n J as a,P erm u k im an D epo P er ta m in a Ger eja H utan In dus tri In sta las i P eng ola ha n Air B er s ih W T P In sta las i P eng ola ha n Lim bah C a ir W W T P Kaw a s an K hus u s M ilit er Klin ik Kol am Pe na m pun ga n Air R etar din g Ba sin Kon s erv a s i Lap . P enu m pu k an M as jid Ola h R ag a da n R ek re as i Pas a r Pel abu ha n Lau t Per dag an gan dan J a s a Per gud an gan Per gur ua n T ing gi Per k anto ran Per m uk im an Per m uk im an Ind ust ri Per ta nia n La ha n Ba sa h Per ta nia n La ha n Ke ring PLT U T am bak Lo ro k Pus a t P end ar atan Ik an PP I Pus ke sm as R enc . J ln R es t A re a R um ah Sak i t SD SM A SM P Stas iu n KA Stas iu n Ke reta A pi Ta m an Ta m ba k Te m pa t P em a k am a n Kh us us T P K Te m pa t P em a k am a n U m um T P U Te m pa t P em b uan ga n Ak h ir T P A Te rm in al In duk P LN Per gur ua n T ing gi Vih ara W a duk 30 0 0 30 0 0 60 0 0 M e te rs S U M B E R D A T A : B A P P E D A K OT A S E M A R A N G B AM B A N G K A N TI L A R A S P R O GR A M S T U D I P E N G E L O L A A N S U M B ER D A Y A A L A M D A N L IN G K U NG A N S E K O L A H P A S C A S A R J A N A IN S TITU T P E R TA N IA N B O G O R Sumber : BAPPEDA Kota Semarang Gambar 5.34. Peta penggunaan lahan Kota Semarang 194 5.3.2.2 Penyederhanaan Kelas Penggunaan Lahan untuk simulasi model Dalam kaitannya untuk menyederhanakan simulasi model penggunaan lahan di Kota Semarang, maka dilakukan pembagian ke-47 kelas penggunaan lahan kedalam 6 kategori kelas penggunaan lahan, yaitu: 1. Hutan, Konservasi dan Hijauan 6.441,43 Ha. Kategori ini meliputi kelas penggunaan lahan hutan, konservasi, reklamasi, sempadan pantai, taman, Tempat Pemakaman Khusus TPK dan Tempat Pemakaman Umum TPU. 2. Permukiman dan Bangunan 22.012,32 Ha. Kategori ini meliputi kelas penggunaan lahan perdagangan dan jasa permukiman, depo pertamina, industri, Instalasi Pengolahan Air Bersih WTP, Instalasi Pengolahan Limbah Cair WWTP, klinik, pasar, perdagangan dan jasa, pergudangan, perkantoran, permukiman, permukiman industri, PLTU Tambak Lorok, puskesmas, rest area, rumah sakit, sekolah SD, SMP, SMA dan PT, induk PLN, dan tempat ibadah gereja, mesjid dan vihara. 3. Sawahpertanian lahan basah 3.606,01 Ha 4. Tambak, Rawa dan Kolam 846,39 Ha. Kategori ini meliputi kelas penggunaan lahan bak penampung air retarding basin, embung, tambak dan waduk. 5. Tegalan Kebun dan Tanah KeringPertanian Lahan Kering 2.610,29 Ha 6. Penggunaan lain 1.584,93 Ha. Kategori ini meliputi kelas penggunaan lahan Bandar udara, budaya, kawasan khusus militer, lapangan penumpukan, olahraga dan rekreasi, pelabuhan laut, Pusat Pendaratan Ikan PPI, rencana jalan, sempadan industri, stasiun KA, stasiun kereta api, Tempat Pembuangan Akhir TPA dan terminal. Peta penyebaran lahan Kota Semarang Tahun 2000-2010 berdasarkan enam kelas penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 5.35. 196 4 2 0 0 0 0 4 2 0 0 0 0 4 2 5 0 0 0 4 2 5 0 0 0 4 3 0 0 0 0 4 3 0 0 0 0 4 3 5 0 0 0 4 3 5 0 0 0 4 4 0 0 0 0 4 4 0 0 0 0 4 4 5 0 0 0 4 4 5 0 0 0 9 2 1 9 2 1 9 2 1 5 9 2 1 5 9 2 2 9 2 2 9 2 2 5 9 2 2 5 9 2 3 9 2 3 9 2 3 5 9 2 3 5 P E T A P E N G G U N A A N L A H A N K O T A S E M A R A N G T A H U N 2 0 0 0 - 2 0 1 0 N E W S 20 0 0 20 0 0 40 0 0 M e t e r s Le g e n da H u ta n , K on s e r v a s i, d a n H ij a u an La i n -L a in P e m u k i m a n d a n B a ng u n a n S a w a h T a m b a k , R aw a , da n K o lam T e g a la n , K eb u n , d an T a n a h K e r in g S U M B E R D A T A : B A P P E D A K O T A S E M A R A N G B A M B A N G K A N TI L A R A S P R O G R A M S T U D I P E N G E L O L A A N S U M B E R D A Y A A L A M D A N L I N G K U N G A N S E K O L A H P A S C A S A R A N A IN S T I T U T P E R T A N IA N B O G O R Sumber : BAPPEDA Kota Semarang Gambar 5.35. Peta Penggunaan Lahan Kota Semarang Tahun 2000 – 2010 Berdasarkan Enam Kelas Penggunaan Lahan 196 Kawasan Pesisir di Kota Semarang meliputi wilayah 4 Kecamatan, yaitu Kecamatan Tugu 3.656,11 Ha, Kecamatan Semarang Utara 1.393,39 Ha, Kecamatan Semarang Barat 2.170 Ha dan Kecamatan Genuk 2.752,01 Ha. Penggunaan lahan di kawasan pesisir di Kota Semarang sebagian besar didominasi untuk Lahan Permukiman dan Bangunan 6.592,36 Ha, diikuti Penggunaan Lain 1.228,69 Ha, Hutan, Konservasi dan Hijauan 991,41 Ha, Tambak, Rawa dan Kolam 778,31 Ha, Sawah 380,74 Ha dan Tegalan Kebun Tanah Kering 0 Ha. Peta penggunaan lahan Semarang Kota Tepian Pantai Tahun 2000 – 2010 dapat dilihat pada Gambar 5.36 dan Gambar 5.37. 198 420 00 0 420 00 0 425 00 0 425 00 0 430 00 0 430 00 0 435 00 0 435 00 0 440 00 0 440 00 0 445 00 0 445 00 0 9 2 1 5 9 2 1 5 9 2 2 9 2 2 9 2 2 5 9 2 2 5 9 2 3 9 2 3 N E W S P E T A P E N G G U N A A N L A H A N S EM A R AN G K O T A TE P IA N PA N T AI T A H U N 2 0 0 0 - 2 0 1 0 LE G E N DA Ba nd a r U d a ra Bu da ya Ca m p ur an P e rd a g a ng a n , Ja sa ,P er m u kim a n G e re ja In d u str i In st a la si P e n g ola h a n A ir B e rs ih W T P In st a la si P e n g ola h a n L im b a h C a ir W W TP Ka wa s an Kh u su s M ilit e r Klin ik Ko la m Pe n a m p u n g a n A ir R e ta rd in g Ba s in Ko ns e rva si La p . P e n u m p u ka n M a sjid O la h R a g a d a n R e kr ea s i Pa sa r Pe la b u h a n L a u t Pe rd a ga n g a n d a n J as a Pe rg u da n g a n Pe rg u ru an Tin g g i Pe rka n to ra n Pe rm u kim an Pe rm u kim an In d u st ri Pe rta n ia n L a h a n Ba sa h PL T U Ta m b a k L o ro k Pu sa t Pe n d ar a ta n I ka n P PI Pu ske sm a s Re n c. J ln Ru m a h S a kit SD SM A SM P Sta siu n K A Sta siu n K e re ta A p i Ta m a n Ta m b a k Te m p a t P e m a k a m a n K h u su s T P K Te m p a t P e m a k a m a n U m u m T PU Te rm in a l Viha ra 20 0 0 20 0 0 40 0 0 M e te rs S U M B E R D A TA : B A P P E D A K O T A S E M A RA N G BA M B A N G K A NT I L A R A S PR O G RA M S T UD I P E N G E L O LA A N SU M B ER DA YA A LA M DA N LI N G K U NG A N SE K OL A H P AS CA S AR JA N A INS T IT U T P ER T AN IA N B O G O R Sumber : BAPPEDA Kota Semarang Gambar 5.36. Peta Penggunaan Lahan Pesisir Kota Semarang Tahun 2000 – 2010 198 199 Sumber : BAPPEDA Kota Semarang Gambar 5.37. Peta Penggunaan Lahan Semarang Kota Tepian Pantai Tahun 2000 – 2010 Berdasarkan Enam Kelas Penggunaan Lahan 199 Luas Penggunaan Lahan di kawasan pesisir Kota Semarang umumnya didominasi oleh Kawasan permukiman dan Bangunan, serta Hutan, Konservasi dan Hijauan. Kecamatan Genuk dan Kecamatan Tugu memiliki lahan permukiman paling luas dibandingkan Kecamatan Semarang Utara dan Kecamatan Semarang Barat, seperti terlihat pada Tabel 5.16 berikut. Tabel 5.16. Luas Penggunaan Lahan Semarang Kota Tepian Pantai Tahun berdasar RTRW 2000 - 2010 No Penggunaan Lahan Luas Ha Kec. Tugu Kec. Semarang Utara Kec. Semarang Barat Kec. Genuk 1 Hutan, Konservasi, dan Hijauan 334,13 135,08 320,57 201,63 2 Pemukiman dan Bangunan 1896,55 1022,34 1343 2330,47 3 Sawah 283,35 97,39 4 Tambak, Rawa, dan Kolam 640,83 33,05 6,62 97,81 5 Tegalan, Kebun, dan Tanah Kering 6 Lain-Lain 501,25 202,92 499,81 24,71 Total 3656,11 1393,39 2170 2752,01 Sumber : RTRW BAPPEDA Kota Semarang Untuk mendapatkan data yang akurat, dilakukan pembandingan antara Data RTRW diatas dengan Data bersumber dari BPS, dan Citra Satelit IKONOS, atas luasan per kecamatan dan diperoleh sebagai berikut: Tabel 5.17 Luas LahanHa Kecamatan Tepian Pantai Kota Semarang antar sumber data Kecamatan BPS 2007 RTRW 01-10 IKONOS 2009 Keterangan Tugu SMG.Utara SMG.Barat Genuk 3.095 1.097 2.174 2.616 3.656 1.393 2.170 2.752 2.986 1.169 2.248 2.708 IKONOS BPS 129 Ha.1,42 IKONOS RTRW 860 Ha. 9,44 TOTAL 8.982 9.971 9.111 Berhubung hasil pengamatan satelitIKONOS dianggap paling teliti, sehingga bisa sebagai dasar perhitungenpengamatan, maka Tabel 5.16 bisa di konversikan menjadi Tabel 5.18. Tabel 5.18 Luas Penggunaan Lahan Semarang Kota Tepian Pantai Tahun 2000 – 2010 berdasar IKONOS 2009 N o Penggunaan Lahan Luas Ha Total Kec. Tugu Kec. Semarang Utara Kec. Semarang Barat Kec. Genuk 1 Hutan, Konservasi, dan Hijauan 272,89 113,33 332,10 198,41 916,73 2 Pemukiman dan Bangunan 1.548,94 857,71 1.391,28 2.293,21 6.091,14 3 Sawah 231,42 95,84 327,26 4 Tambak, Rawa, dan Kolam 523,38 27,73 6,86 96,25 654,22 5 Tegalan, Kebun, dan Tanah Kering 6 Lain-Lain 409,38 170,25 439,76 68,30 1.087,69 Total 2.986,01 1.169 2.170 2.752,01 9.077,04 Sumber : RTRW BAPPEDA, ikonos, Kota Semarang diolah

5.3.3 Penggabungan Sistem Dinamik dan Spasial Dinamik

Bagian dari Tujuan 3 Dengan melihat data eksisting hasil simulasi sistem dinamik yang dibandingkan dengan peta eksisting. Kemudian melihat perubahan jumlah penduduk dan kebutuhan lainnya termasuk lahan, sehingga dapat diketahui kebutuhan lahan dimasa yang akan datang. Penggunaan lahan sendiri ditentukan dengan pendekatan arah perkembangan kota contoh jaringan jalan, rencana RTRW dll.

5.4 Merumuskan kebijakan dan skenario pengelolaan kawasan pesisir