Aspek- aspek yang Menjadi Dasar Perancangan Pengembangan Konsep Waterfront
Pada perancangan kawasan tepian air, ada dua aspek penting yang mendasari keputusan - keputusan rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah
faktor geografis serta konteks perkotaan Wren, 1983 dan Toree, 1989.
a. Faktor Geografis
Merupakan faktor yang menyangkut geografis kawasan dan akan menentukan jenis serta pola penggunaannya. Termasuk di dalam hal ini adalah:
Kondisi perairan, yaitu dari segi jenis laut, sungai, dst, dimensi dan konfigurasi, pasang-surut, serta kualaitas airnya.
Kondisi lahan: ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya
Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan.
b. Konteks perkotaan
Urban Context
Adalah merupakan faktor-faktor yang nantinya akan memberikan ciri khas tersendiri bagi kota yang bersangkutan serta menentukan hubungan antara
kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah:
Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront, atau sekedar merasa memiliki kawasan tersebut sebagai
sarana publik. Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang
perlu ditentukan arah pengembangannya misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan.
Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi di dalamnya.
Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya.
Perencanaan Pengembangan Waterfront di Indonesia
Melihat topografi Indonesia sebagai negara kepulauan, konsep tersebut sangat cocok dikembangkan di: Menado, Makasar, Jakarta Pantai Indah Kapuk dan
Ancol, Pekanbaru dan Semarang. Pengembangan Fungsi Kawasan Yang Dapat Diterapkan
Sebagai Kawasan Bisnis
Di dalam “Waterfront Development” dapat dikembangkan sebagai kawasan bisnis sebagai contoh di Canary Wharf salah satu bagian kawasan
“London Docklands”. Di daerah tersebut terlihat di tepian air banyak gedung - gedung perkantoran serta kondominum. Kawasan tersebut dapat menjadi pusat
bisnis.
Sebagai Kawasan Hunian Harus diperhatikan kualitas air sesuai dengan persyaratan hunian. Dalam
pengembangan hunian di tepi air dapat di bangun produk rumah ataupun kondominium. Penerapan kawasan huian di tepi air dapat dilihat di daerah Port
Grimoud - Prancis. Di sepanjang aliran sungainya banyak terbangun hunian bertingkat.
Sebagai Kawasan Komersial dan Hiburan, Plaza, dsb. dengan kualitas air
sesuai dengan kebutuhan.
2.7.4. Kota Tepian Air Di Indonesia
Terdapat sekitar 216 kota tepian air KTA, diantaranya adalah Jakarta, Pontianak, Balikpapan, Semarang, Menado, Palembang, Banjarmasin, dsb.
Masing-masing kota tepian air ini umumnya mempunyai kelebihan, keunikan dan daya tarik tersendiri. Kondisi ini bila dikelola dengan baik tentu akan
memberikan manfaat bagi pemerintah kota setempat dan warganya. Kota atau kawasan tepian air di Indonesia pada umumnya memegang
peranan dan fungsi yang sangat penting, karena selain secara historis merupakan titik awal pertumbuhan suatu kota, juga sebagai pintu gerbang aktivitas
kawasankota baik aktivitas ekonomi, sosial maupun budaya dari arah laut. Tetapi hampir semua kota tepian air di Indonesia yang ada saat ini menunjukkan
bahwa secara fisik dan fungsi kota, kurang optimal pengembangannya dan pemanfaatannya, baik dari aspek kota sebagai ruang publik maupun aset
ekonomi kota. Sementara pengembangan kawasan tepian pantai yang sudah ada belum tentu berhasil menjadikan kawasan tepian pantai tersebut sebagai kawasan
pemanfaatan terpadu yang terangkai menerus dan saling menunjang baik kepentingan ekonomi maupun kepentingan ruang untuk masyarakat luas,
sehingga pada umumnya keindahan pantai tidak dapat diakses dan dinikmati secara langsung oleh masyarakat dan cenderung terkotak-kotak dalam
kepemilikan pribadi. Disamping itu aset-aset budaya dan ekonomi kawasan kurang dimanfaatkan serta kurang terintegrasi dengan sistem kota.
1. Jakarta Kota Tepian Sungai
Kota Jakarta dengan Sungai Ciliwung dan kedua belas sungai yang mengalirinya. Fenomena pemanasan global dan degradasi kualitas lingkungan
memaksa Jakarta harus membangun kota sungai ramah air untuk menghidupkan kembali air dalam tata kotanya. Sebagai Kota Sungai, Pemerintah
Propinsi DKI harus merefungsi bantaran sungai bebas dari sampah dan permukiman, menghijaukan kembali bantaran serta menjadikan halaman muka
bangunan dan wajah kota
2. Balikpapan Kota Tepian Pantai
Seperti Kota Tepian Air lainnya di Indonesia, aset-aset budaya dan ekonomi kawasan kurang dimanfaatkan serta kurang terintegrasi dengan sistem
kota. Selain hal tersebut, terdapat isue-isue strategis sehubungan dengan pengembangan kawasan tepian pantai Pusat Kota di Balikpapan, yaitu :
Pengembangan pantai Melawai sebagai area rekreasi pantai yang
merupakan kawasan khusus wisata dipusat kota
Ruang-ruang terbuka milik Pertamina akan dikembalikan kepada Pemerintah Daerah pada tahun 2003
Pertamina
akan menawarkan
aset-aset non
operasional entertainment center kepada pihak swastainvestor
Pemerintah Daerah sampai saat ini belum mempunyai grand
scenario dan urban guideline secara khusus dalam pengembangan kawasan tepian air di pusat kota.
Visi : Menjadi Pusat Kota Baru Yang bernuansa pantai di pusat kota Balikpapan Misi :
Menciptakan Central Business District yang berorientasi pada
waterfront
Menciptakan Commercial dan culture Main Street atau Strip yang manusiawi, dan ekologis
Menciptakan waterfront city yang menerus sepanjang pantai dan
pengamatan akses publik terhadap tepian pantai dan akses ke pantai
Tahapan Pembangunan : Analisa Dampak Lingkungan AMDAL, Advisory, Proses pembangunan: Ada dua pelaku yang melaksanakan proses pembangunan:
a Pemerintah Kota, dengan diterbitkannya SK walikota diharapkan
Land Right Transfersale kepada investor dapat mulai dilakukan sambil mulai dikeluarkannya peraturan daerah. Sebagai penyedia
pelayanan publik, pemerintah kota melakukan revitalisasi dan konservasi bagi permukiman nelayan, civic center dan pengembangan
pantai Melawai melalui program upgrading, ressetlement, new development dan site service.
b Swasta, seperti program Kasiba Lisiba, pembangunan prasarana
sekunder dilaksanakan oleh investor di Lisiba yang dikuasainya setelah memperoleh tanah dengan melakukan pembangunan seawall,
riverwall, drainage, jalan dan landscape. Ada tiga jenis sumber pembiayaan yang dapat digunakan oleh masing-masing pelaku:
offshore loans, National Local Bank, dan APBN APBD. Untuk Pemerintah Kota dapat menggunakan ketiganya sedangkan untuk
investorswasta hanya dapat menggunakan offshore loans, dan National Local Bank di samping modal mereka sendiri.
3. Semarang Kota Tepian Pantai Waterfront City
Merupakan kota yang dekat dengan pantai. Masyarakat lokal yang berprofesi sebagai nelayan tradisional menambatkan kehidupannya pada laut.
Dengan meningkatnya kegiatan reklamasi yang menutupi view pemandangan ke laut dengan bangunan, lambat laun pantai Semarang dengan wisata laut yang
indah tidak bisa lagi bisa diperoleh masyarakat secara cuma-cuma dan akan dikuasai oleh perorangan dan swasta. Kini nelayan harus berhadapan dengan
penggusuran lahan kerja mereka, dan mengubah mata pencaharian mereka dari “melaut” menjadi pekerja yang menempati sektor informal.
Menurut Kepres RI. No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kawasan pantai
masuk dalam kawasan lindung dimana sepanjang pantai 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah darat harus dilindungi atau bebas dari kawasan budidaya
bangunan, lahan pertanian, dll guna untuk melindungi fungsi ekosistem pantai. Semarang memiliki garis wajah yang sebagian berada di sepanjang pantainya,
dengan demikian zona ini rentan terhadap pengrusakan alam. Menurut Sukawi 2007, Semarang Waterfrontcity Jurnal Ilmiah,
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tepian air adalah: Menjaga siklus kehidupan masyarakat Kota Semarang dengan tetap
menyediakan aksesibilitas publik untuk dapat menikmati keindahan alam Pantai Semarang,
Ruang-ruang publik harus tetap disediakan dalam rangka menjaga interaksi sosial antar sesama umat manusia tanpa harus memberikan
beban tambahan, dengan dibuatkan ruang-ruang terbuka hijau yang memberikan pandangan aktif masyarakat ke alam laut dan
memanfaatkannya untuk berbagai keperluan Dibuatkan aturan khusus bagi masyarakat untuk penggunaan ruang-
ruang tersebut sehingga kegiatan tradisional nelayan dan masyarakat bisa menyatu dengan kegiatan modern.
Konsep Kota Tepian Air dalam kaitannya dengan perumusan masalah di pesisir Semarang : - Menurut Kondoatie 2008, Kota Semarang hampir seabad
bersahabat dengan banjir sehingga masyarakat telah mampu beradaptasi dengan
banjir yang telah merupakan rutinitas tahunan. Persoalan banjir di Kota Semarang disebabkan 2 dua hal pokok :
a. Perubahan tata-guna lahan, khususnya di daerah aliran sungai DAS
semakin parah. Perubahan tata-guna lahan dari hutan menjadi permukiman dapat menambah debit air sungai 5-29 kali lipat, sementara
pembersihan sedimentasi dan pelebaran sungai oleh Pemkot hanya menampung 2-4 kali debit air.
b. Penurunan permukaan tanah yang tinggi.
Sebagai daerah banjir, Kota Semarang memiliki pilihan : Menjauhkan air dari masyarakat
Menjauhkan masyarakat dari banjir Masyarakat harus hidup harmonis dengan air
Dari ketiga pilihan tersebut, alternatif pertama dan kedua membutuhkan biaya sangat tinggi, sementara pilihan ketiga merupakan hal paling masuk akal,
yaitu masyarakat harus hidup harmonis dengan air, merupakan konsep kota tepian air yang menghendaki masyarakat membuat rumah panggung dengan
kondisi sekelilingnya air yang bersih. Konsep kota tepian air dapat diterapkan untuk daerah yang tingkat
penurunan tanahnya tinggi seperti: Tanah Mas, Tawang, Tambak Lorok Menurut Nirwono, 2009 , ada lima kriteria untuk pengelolaan kota tepian
air yaitu: kemudahan akses publik terhadap air, partisipasi masyarakat dalam membangun budaya ramah air, penataan muka dan badan air secara
berkelanjutan, pengelolaan air, dan limbah ramah lingkungan. Kota memberikan kemudahan akses untuk memperoleh air bersih layak
minum. Di tempat-tempat publik disediakan keran air minum gratis. Saluran air terhubung secara hierarkis tidak terputus, terawat baik bebas sampah, bersih dan
lancar. Partisipasi masyarakat membersihkan saluran air di depan rumah harus terus di giatkan. Sumur resapan air diperbanyak dan situ-situ direvitalisasi untuk
memperbanyak serapan air kedalam tanah dan mengurangi air yang dibuang ke sungai eko-drainasi.
Pencemaran air sungai dikurangi dengan pembuatan instalasi pengolahan air limbah menjadi air daur ulang untuk mandi, mencuci, dan menyiram.
Pemda Kota Semarang harus merefungsi bantaran sungai bebas dari sampah dan permukiman, menghijaukan kembali bantaran, serta menjadikan
halaman muka dan bangunan dan wajah kota. Meskipun memakan waktu dan daya tahan lama, upaya revitalisasi bantaran kali harus diikuti sosialisasi yang
mendorong warga untuk berpartisipasi pindah secara suka rela bergeser bukan tergusur ke kawasan terpadu yang komprehensif.
Pemda, pengembang besar, dan perancang kota bersama membangun kawasan terpadu yang terencana matang dan layak huni. Kawasan dilengkapi
fasilitas hunian vertikal sistem mager sari, perpaduan berimbang 1:3:6 1 hotel, 3 apartemen, 6 rusunami, pendidikan sekolah, kursus, pelatihan, ibadah,
perkantoran, dan pasar, serta dekat jalur transportasi publik. Penghuni cukup berjalan kaki atau bersepeda ke tempat tujuan dalam kawasan, serta
mengandalkan transportasi publik ke luar kawasan. Jika tidak, warga yang tergusur akan berpindah menghuni ruang hijau
kota lainnya bantaran sungai, rel kereta api, bawah jalur tegangan tinggi, kolong jalan layang, tepian situ di lain lokasi. Bantaran sungai, bantaran rel kereta api,
jalur tegangan tinggi, kolong jalan layang dapat dikembangkan sebagai taman penghubung antar-ruang kota urban park connector. Warga dapat berjalan kaki
atau bersepeda menyusuri sungai menuju ke berbagai tempat tujuan harian dengan aman, nyaman, dan bebas kemacetan sambil menikmati keindahan
lanskap tepi sungai. Pengoperasian perahu air sebagai alat transportasi air kota waterway dan taman penghubung jalur sepeda akan mendukung pola
transportasi makro terpadu Kota Semarang. Untuk menjaga kebersihan dan mengendalikan pemanfaatan sungai,
Pemda harus mengoperasikan patroli perahu kecil pembersih sungai setiap hari untuk mengangkut sampah tepi sungai sekaligus mengawasi pemanfaatan badan
sungai oleh masyarakat.
Pemukiman Di Atas Air
Menurut Budihardjo 1997, adalah sewajarnya bahwa bangunan- bangunan di Indonesia tidak lagi dibangun secara tidur atau tengkurap menutupi
bumi, tetapi harus diberdirikan atau dibuat susun keatas agar tersisa ruang terbuka yang cukup lega untuk bernafas, dan tidak memperparah banjir.
Berkaitan dengan pemukiman bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, perlu arif dan bijaksana, dimana para penentu kebijakan jangan hanya
terpukau oleh aspek reka-yasa daya, tetapi justru wajib lebih menghayati norma, tata-nilai, dan perilaku masyarakat yang ditargetkan. Kualitas lingkungan
kehidupan yang mampu memberikan wadah dan peluang bagi penghuni guna mengaktualisasikan diri dalam segenap kegiatan sosial-ekonomi-budaya–nya,
pantas masuk dalam perhitungan. Kebanyakan penduduk perkampungan menganggap rumah mereka tidak
sekedar sebagai tempat hunian semata-mata, melainkan juga sebagai tempat berusaha untuk menambah penghasilan pola mixed-used
Dengan adanya panduan penataan secara modern berupa rumah panggung atau rumah susun, maka bisa diperoleh suatu pemukiman yang
manusiawi, ramah lingkungan, dan harga yang terjangkau. Sebagai percontohan Pemukiman Atas Air adalah Pemukiman Margasari, Kelurahan Margasari,
Kecamatan Balikpapan Barat, Tarakan, Kalimantan Timur. Digunakan konsep modern dimana Tata-Ruang Pemukiman, Infrastruktur jalan dan bangunan
terbuat dari kayu. Bahan bangunan dari kayu ulin, Sanitasi baik sehingga tidak kotorkumuh. Akses jalan langsung penetrasi dengan pemukiman. Penyediaan
hydrant ditiap simpul pertemuan jalan mempercepat antisipasi terhadap kebakaran. Penataan cantik, bertipe 21 dengan harga ± Rp. 12 Juta dan berbagai
alternative lainnya sesuai kebutuhan yang dibayar dengan sistem angsuran atau sewa seumur hidup. Pemukiman dilengkapi dengan fasilitas: masjid, gazebo
tempat pertemuan, Ipal sebagai penyaluran limbah, sampah ditangkap menggunakan jaring dibawah pondasi kayu.
2.7.5. Kota Tepian Air Di Luar Negeri
Kota Tepian Air yang dapat dijadikan acuanstudi banding bagi Indonesia adalah :
1. Kota Kuching, di Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur.
Kawasan pusat kota Internasional Kuching dilintasi sungai Serawak, dan merupakan kota tepian air redevelopment dengan pemanfaatan terpadu. Visi
menjadi kota tepian air yang bertaraf internasional dengan misi yang memadukan keseimbangan penataan komersial perdagangan dan jasa dengan kawasan
permukiman penduduk. Jalur pejalan kaki pedestrian path di tata rapi dan asri dengan taman-taman bunga. Disepanjang kawasan terdapat hotel, pertokoan,
restoran dan tempat ibadah. Kesan sebagai kota modern bernuansa tradisional tercermin dari pertokoan modern shopping mall yang berdampingan dengan
pasar tradisional. Meskipun air sungai Serawak tidak terlalu jernih, sungai yang melintasi kawasan bersih dari sampah. Kebaikan atau kesesuaian Kota Kuching
tepian air dengan Kota Semarang adalah Iklim, suasana Asia dan kondisi fisiknya mirip dengan kota Semarang sehingga dalam beberapa hal dapat
dijadikan sebagai pembanding
2. Kota San Antonio, Texas, Amerika.
Berhasil dikembangkan sebagai Kota Tepian Air modern yang dapat mempertahankan konservasi bangunan bersejarah La Villita, dan dapat
menonjolkan nuansa kesenian dan budaya setempat. Kawasan waterfront city di pusat kota ini terkenal dengan sebutan Riverwalk Paseo Del Rio dilengkapi
teater alam terbuka di tepi sungai. Penataan kawasan pusat waterfront terbukti menjadi daya tarik utama wisatawan, dengan menikmati 1 jam perjalanan wisata
menggunakan perahu boat cruise ber tarif terjangkau, dimana sepanjang perjalanan terdapat rumah makan berbagai menu mancanegara, aneka
pertunjukan musik.
3. Amsterdam, Netherlands.
Suatu kota tepian pantai redevelopment yang dibangun diatas air yang dikelilingi oleh suatu dam Offshore Dam yang memisahkan Amstel River dari
IJ River. Selama lebih dari 50 tahun berhasil mentransformasikan suatu kota yang semula mengutamakan aktivitas ekonomi menjadi kombinasi antara fungsi
perdagangan, pelayanan, jasa produksi khusus, dan berhasil menselaraskan
antara keindahan dan kemanusiaan didalam efisiensiefektif ke ekonomian, secara signifikan berhasil meningkatkan suatu masyarakat sejahtera. Dalam hal
ini, konsep tepian air yang merupakan proyek kependudukan yang luas telah berhasil mengembangkan daerah kumuh, seperti pusat-pusat sejarah, zona-zona
industri dan militer, tidak tersedianya jaringan kereta api dan bandara udara, dan sistem penanganan perumahan yang buruk, telah di transformasikan menjadi
daerah pemukiman yang gemerlap yang berhasil membangkitkan perolehan pajak, memperluas bidang kerja, dan banyak manfaat untuk sosial masyarakat
dalam meningkatkan kualitas kehidupannya. Pengembangan kota tepian air membangkitkan kesempatan yang luar
biasa besar untuk menyatukan pusat kota bersejarah dengan jalanlalu lintas airnya dan berhasil memfasilitasi pergerakan pertumbuhan keluar kota.
Negeri Belanda
Netherlands mempunyai
perencanaan dan
pengembangan nasional yang kuat. Keterbatasan ruang telah membangkitkan komitmen kebijakan untuk memelihara penghijauan ruang pertanian antar kota,
menejemen air dan ruang terbuka pada level lokal dan nasional Amsterdam mempunyai kebijakan pertanahan strategis untuk menunjang
redevelopment tepian air. Pada tahun 1896 Kota secara demokratis memutuskan untuk menggunakan sistem sewa tanah untuk penggunaan masa depan dengan
bersubsidi, dimana korporasi pertanahan kota menyewakannya ke pengembang swasta untuk perioda 49 atau 99 tahun. Penyewa membayar sewa secara bulanan
dengan penyesuaian berdasar penggunaan lahan, lokasi, luas pengembangan, tipe penggunaan perkantoran, retail, ruang terbuka, dsb.. Sistem pengaturan
subsidi dan penghapusannya telah berhasil memotivasi swasta untuk berkembang dan berswasembada dalam sistem pendanaan masyarakat sehingga mampu
berkembang secara berkelanjutan.
4. Kota New York, Amerika
Kota New York mempunyai tepian air yang paling utama di dunia. Divisi sumberdaya pantai mempunyai hubungan kerja sama yang panjang dengan Kota,
ke lima Biro, dan berbagai organisasi kemasyarakatan, bekerja bersama untuk
meningkatkan ases publik ke tepian air, revitalisasi ikatan bertetangga dan peningkatan lingkungan.
The Federal Coastal Zone Management CZM Act didirikan pada tahun 1972 bertujuan untuk mendukung dan melindungi sifat-sifat khusus tepian air,
dan mengeluarkan kebijakan standar dalam mereview proposal projek pengembangan sepanjang garis pantai yang telah di ajukan. Program ini sebagai
tanggapan atas keinginan dari: City, state dan federal untuk dapat mengelola daerah garis pantai kota yang dalam keadaan kritis. Pada tahun 1982 New York
State mengadopsi Coastal Management Program ini, yang dirancang untuk membuat seimbang kemajuan ekonomi dengan preservasi di daerah pesisir
dengan cara mendorong revitalisasi tepian air dan pemanfaatan ketergantungan akan air sambil melindungi ikan dan margasatwa, ruang terbuka dan daerah
permai, ases publik ke garis pantai dan tanah pertanian, dan meminimalisasi perubahan sistem ekologi yang merugikan seperti erosi dan bahaya banjir.
Program ini juga mendorong koordinasi diantara semua tingkat pemerintahan untuk mempromosikan gema perencanaan tepian air dan dalam
mempertimbangkan keputusan penggunaan lahan pada arahan tujuan program program’s goal. The New York State Department of State NYSDOS
menjalankan administrasinya pada tingkatan state, sedangkan The New York City Department of City Planning DCP menjalankan administrasinya pada
tingkat kota. Disebabkan proyek yang telah diajukan terletak dalam City’s Coastal Zone, maka menjadi wewenang dari New York City Waterfront
Revitalization Program WRP. Didalam WRP tercantum kebijakan-kebijakan kota dalam pengembangan
dan penggunaan tepian air, dengan suatu kerangka kerja framework untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang telah di ajukan didalam Coastal Zone.
Terdapat 10 kebijakan gabungan yang dikeluarkan WRP Kota yang telah dianut oleh dewan kota Oktober 1999, dimana setiap kebijakan merupakan
gabungan dari sub kebijakan-kebijakan Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kebijakan gabungan yang dikeluarkan WRP Kota New York Kebijakan 01
Mendukung dan memfasilitasi pengembangan komersial dan pengembangan hunian di daerah yang sesuai dengan
pengembangan tersebut
Kebijakan 02 Mendukung ketergantungan dengan air dan penggunaan air
untuk industri di New York City coastal area yang memadai untuk beroperasi secara kontinyu
Kebijakan 03 Mempromosikan
penggunan lalu-lintas
air untuk
komersial, perahukapal rekreasi dan pusat transportasi air Kebijakan 04
Melindungi dan memperbaiki mutu dan fungsi sistem ekologi di dalam area pesisir kota New York.
Kebijakan 05 Melindungi dan meningkatkan mutu air di pesisir New York
Kebijakan 06 Minimalkan hilangnya kehidupan struktur dan sumberdaya
alam yang disebabkan oleh banjir dan erosi Kebijakan 07
Meminimalkan degradasi lingkungan dari limbah padat dan substansi yang berbahaya. Kebijakan 08 : Menyediakan
ases publik ke sepanjang perairan kota New York
Kebijakan 08 Menyediakan ases publik ke sepanjang perairan kota New
York Kebijakan 09
Melindungi sumberdaya yang indah permai yang menyumbang kan kwalitas visual area pantai Kota New
York.
Kebijakan 10 Melindungi, menjaga dan mengembangkan sumber -
sumber signifikan terhadap riwayat, kepurbakalaan, dan harta pusaka kebudayaan daerah pesisir pantai Kota New
York
Dari uraian mengenai tipikal kota tepian air di Indonesia dan di luar negeri untuk kemudian diadakan studi banding dengan keadaan kota Semarang
tepian air, dengan mengevaluasi visi dan misi Kota Semarang tepian pantai, diperoleh kesimpulan State of the arts sebagai berikut:
Pengelolaan Kota Semarang tepian pantai : Aspek sosial dan budaya pada Kota Semarang tepian pantai lebih
menonjol dibandingkan dengan pengelolaan kota tepian air di luar negeri yang lebih berorientasi ke-ekonomian dengan kemampuan pendanaan
yang besar, dan kultur budaya yang telah siap dan menunjang.
Keterbatasan dana Pemda Kota Semarang. Belum ada tanda-tanda pelaku ekonomi, maupun pemerintah untuk mengantisipasi kondisi
pengrusakan lingkungan Kota Semarang masa sekarang dan kemudian. Atas hal tersebut, maka dapat di usulkan kebijakan pengelolaan Kota
Semarang tepian pantai adalah sebagai berikut: 1. Visi Kota Semarang tepian pantai lebih mengarah: menjadi Kota Tepian
Air yang manusiawi dan meningkatkan kesejahteran masyarakat, dengan misi: - menjaga siklus kehidupan masyarakat dengan tetap menyediakan
aksesibilitas publik untuk dapat menikmati keindahan alam pantai Semarang, penyediaan ruang-ruang publik untuk interaksi sosial dan
aktifitas para nelayan tradisional, mencegah kerusakan ekosistem perairan dengan pengolahan limbah cair dan kotor yang masuk kelaut.
2. Jenis waterfront: Dengan adanya keterbatasan pendanaan, maka jenis waterfront untuk Kota Semarang dapat dilakukan secara bertahap,
dimulai dengan rencana jangka pendek berupa konservasi penataan
waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat, yang di lanjutkan secara
bertahap pada rencana jangka panjang berupa redevelopment upaya
menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah
atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada, dan rencana jangka
panjang berupa program revitalisasi setelah keadaan memungkinkan.
3. Kota Kuching, Serawak Malaysia mempunyai iklim, kondisi fisik, kultur dan budaya sangat mirip dengan Indonesia sehingga secara parsial konsep
tepian air nya bisa dipakai sebagai contoh acuan. Dalam penataan kawasan, Kota San Antonio dapat dipakai sebagai
contoh acuan dalam mempertahankankonservasi bangunan bersejarah, sarana transportasiwisata air dan dapat menonjolkan nuansa kesenian
dan budaya setempat. Berhubung belum adanya kebijakan yang pasti dalam pengelolaan Kota
Semarang tepian air dari Pemda Kota Semarang, maka bisa dilakukan
adopsi 10 kebijakan gabungan yang dikeluarkan oleh WRP Kota New York dengan penyesuaian sesuai keperluan.
2.8. Response yang diperlukan terhadap konsekwensi kenaikan
permukaan air laut.
Berdasar sumber dari The Coastal Zone Management Subgroup yang telah mempelajari baik strategi fisik maupun institusi untuk beradaptasi
terhadap konskwensi yang potensial dengan adanya kenaikan permukaan air laut, dimana respons yang dibutuhkan untuk melindungi kehidupan manusia
dibagi dalam 3 tiga kategori alternative : 1
Retreat, tanpa usaha melindungi daratan pesisir pantai dan meninggalkantidak lagi menggunakan untuk pemukiman.
2 Akomodasiadaptasi: masyarakat pantai seterusnya menggunakan
daratan pantai tersebut dengan segala resikonya tanpa adanya usaha pencegahan banjir dengan hidup secara harmonis dengan
air. Sebagai contoh: Konsep Kota Tepian Pantai Waterfront City
3 Proteksi, dimana melibatkan penggunaan struktur berat dan keras
menggunakan bangunan-bangunan offshore dam, water breaker, groyne dll. , termasuk juga penyelesaian secara lunak dengan
rehabilitasi mangrove.
2.9. Teknik Dasar Yang Mendukung
2.9.1 Analisis Keberlanjutan Sumberdaya Pesisir
Menurut Pitcher dan Preikshot 2001, Multidimensional Scalling MDS dapat menganalisis secara lengkap tentang gambaran keadaan sumberdaya
pesisir dan laut. Metode ini pada dasarnya adalah metode multivariate yang dapat menangani data non-metric dan juga dikenal sebagai salah satu ordinasi
dalam ruang dimensi yang diperkecil ordination in reduced space.Ordinasi sendiri merupakan proses yang berupa ”plotting” titik objek posisi disepanjang
sumbu-sumbu disusun menurut hubungan tertentu ordered relationship. Kelebihan lainnya dalam metode ini dapat dirangkum data yang multidisipliner
yang didapat di lapangan sehingga menghasilkan banyak informasi secara kuantitatif. Dengan menggunakan Multidimensional Scaling MDS dalam
menganalisis sumberdaya pesisir dan laut, setiap atribut dilakukan skoring. Atribut-atribut yang berkaitan pada aspek sumberdaya wilayah pesisir antara
lain: ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan hukum. Atribut-atribut tersebut dinilai yaitu ”baik” dan ”buruk”. Kedua penilaian tersebut terdapat
perbedaan jumlah peringkat yang tergantung pada landasan teori yang dapat digunakan terhadap jumlah peringkat. Contohnya dalam menentukan tingkat
pemanfaatan lahan pesisir dengan 3 peringkat yaitu kecil, besar, sangat besar. Jika didalam menilai suatu atribut peringkatnya belum jelas maka ditentukan
dengan melakukan ”scientific judgement” dengan membuat skor: rendah, sedang, tinggi, selebihnya penilaian mengacu pada ketentuan yang baku baik itu
dari RAPFISH yang berkaitan dengan sumberdaya perikanan dan ketentuan dari FAO. Kavanagh 2001 menyatakan penggunaan proses MDS menggunakan
perangkat lunak RAPFISH. Kajian analisis tingkat keberlanjutan adalah bertujuan untuk menjamin bahwa
pengelolaan Semarang”water front city” akan terkelola secara berkelanjutan. Ada beberapa metode analisis keberlanjutan “water front city” dari disiplin ke ilmuan
Arsitektur dan Civil Engineering yang menggunakan pendekatan infra struktur dan urbanhunian Gilmour et al. 2007. Berdasar latar belakang penulis di
bidang Program Studi Lingkungan PSL, pendekatan yang digunakan dalam disertasi ini adalah pengelolaan pesisir secara berkelanjutan dengan mengadopsi
soft-ware Rap-Fish yang dimodifikasi menjadi Rap-WITEPA. Kedua metoda tersebut meskipun menggunakan dimensi yang hampir serupa, tetapi atribut yang
digunakan akan banyak berbeda.
2.9.2 Benefit Cost Ratio Analysis
Didalam kajian ini, Benefit cost ratio analysis digunakan untuk mengkaji konservasi habitat habitat conservation, menentukan pengelolaan sumberdaya
tiga habitat penting: mangrove, coral reef dan beach yang dimiliki di wilayah pesisir laut secara lebih efisien, terutama digunakan untuk menentukan kebijakan
pengelolaan lingkungan pesisir di kawasan pesisir Kota Semarang. Dengan
menggunakan pendekatan benefit cost ratio analysis BCR ini, maka sebuah proyek atau program dengan net present value NPV positif dapat
direkomendasikan sebagai sebuah investasi yang baik dalam arti bahwa proyek tersebut akan menghasilkan pengembalian yang lebih besar dan merupakan hasil
pengelolaan sumberdaya yang baik di masa mendatang. Dalam skenario menejemen, opsipemilihan habitat mangrove akan
dievaluasi keberlanjutannya dalam produktifitas pemanenan produk hutan mangrove dan produk budidayanya, dipilih beberapa opsipilihan yaitu:
Sustainable Mangrove Forest Management. Menurut Sumardjani 1993, manfaatbenefit dari opsi ini adalah:
standing stock forest, fisheries, wildlife, option value, physic dan existence value. Adapun pembiayaancost meliputi: investment, standing
stock forest, fisheries, wildlife. Sylvofisheries Management,
Dilakukan asumsi bahwa 20 sumberdaya hutan mangrove dikonversikan kedalam usaha budidaya perikanan
milkfish, campuran milkfish dan udang, dan udang. Manfaatbenefit dari opsi ini adalah: sylvofishery, standing stock forest, fisheries, wildlife,
biodiversity, physic, existention. Adapun pembiayaancost meliputi: investment, sylvofishery, standing stock forest, fisheries, wildlife dan
externality. Dalam skenario menejemen sumberdaya pantai beach resources, habitat
pantai yang dipilih untuk pelestarian adalah : Set Back Zone, dimana manfaat benefits yang diperoleh adalah meliputi
hal-hal yang menyangkut turisme, hotel, souvenir, persewaan kapalperahu, konsultasi dan transportasi, shoreline protection. Adapun
pembiayaancost meliputi:
investment bungalows,
restaurant, maintenance bungalow, restaurant.
Beach Protected Area, dimana manfaat benefit meliputi: turisme, pemanenan telur penyu, bungalow, restaurant dan pencegahan abrasi.
Biayacost meliputi: investment, maintenance.
2.9.3. Sistem Dinamis
Menurut Hartrisari 2007, sistem adalah gugus atau kumpulan dari komponen-komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka
mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Komponen sebuah sistem dapat berupa objek fisik yang dapat disentuh tangible dengan indera spare
parts yang menyusun sebuah mobil dan dapat juga bersifatintangible yang tidak dapat disentuh dengan indera aliran informasi, kebijakan perusahaan,
interaksi personal, bahkan apa yang menjadi state of minds dalam diri seseorang feeling, values dan beliefs. Sistem memiliki ciri khas yaitu tujuannya spesifik;
bagian-bagian penyusunnya lengkap, utuh dan tersusun secara spesifik; mampu memelihara stabilitas diri melalui fluktuasi dan pengaturan; serta memiliki
mekanisme umpan balik feedback mechanism Sistem dinamik memiliki mekanisme internal untuk selalu mengalami
perubahan sepanjang waktu. Sistem dinamik digunakan untuk mencari penjelasan tentang berbagai permasalahan jangka panjang yang terjadi secara
berulang-ulang di dalam struktur internal. Mekanisme umpan balik merupakan konsep inti yang digunakan untuk memahami struktur siatem.
Model-model sistem dinamik dibentuk oleh banyak lingkar simpal kausal causal loop diagram yang saling berhubungan satu sama lain. Diagram simpal
kausal pada dasarnya merupakan representasi grafis dari pemahaman tentang struktur yang sistemik. Diagram ini pada dasarnya menggambarkan sistem
tertutup dan sangat penting karena memberi panduan tentang bagaimana sistem ini dibangun dan bagaimana sistem ini berberperilaku. Sebagian besar variabel
berhubungan melalui mekanisme umpan balik dan berupa variabel endogeneous. Apabila ada beberapa faktor yang dipercaya mempengaruhi sistem dari luar
tanpa dipengaruhi oleh dirinya sendiri, faktor tersebut dipertimbangkan sebagai variabel eksogeneous didalam model. Selama pengembangan model, diagram
simpal kausal dapat dijadikan sebagai preliminary sketches dari hipotesis kausal yang dibangun. Selain itu, diagram simpal kausal juga dapat dianggap sebagai
simplifikasi model Goodman, 1980. Diagram simpal kausal dan diagram alir flow diagram; stock and flow diagram sangat penting untuk memahami struktur
sistem sebelum mengembangkannya ke dalam persamaan sistem. Diagram alir
tersusun dari elemen rate, level dan auxiliary Kirkwood, 1998 yang diorganisasikan dalam sebuah network. Level adalah akumulasi atau persediaan
stock material atau informasi. Elemen-elemen sistem yang menunjukkan keputusan, tindakan atau perubahan di dalam suatu level disebut rate. Rate
adalah aliran material atau informasi ke atau dari level. Simpal kausal dibedakan menjadi dua macam; yaitu simpal positif reinforcing feedback loopdan simpal
negatif Bellinger, 2004. Simpal positif cenderung untuk memperkuat gangguan dan menghasilkan pertumbuhan atau peluruhan eksponensial. Simpal negatif
cenderung meniadakan gangguan dan membawa sistem pada keadaan kesetimbangan atau mencapai tujuan. Kombinasi dari kedua jenis simpal kausal
tersebut sering terjadi dan memungkinkan pengguna sistem dinamis untuk merumuskan sejumlah generalisasi atau teorema yang berguna sehubungan
dengan struktur sistem pada kecenderungan perilaku dinamik.
2.9.4. Pemodelan Spasial Dinamik
Pemodelan spasial dinamik untuk perencanaan di wilayah pesisir menggunakan jasa aplikasi Sistem Informasi Geografik SIG, dengan pengertian
yang berorientasi teknologi komputer. Pada pengertian yang lebih luas SIG mencakup juga pengertian sebagai prosedur yang dipakai untuk menyimpan dan
memanipulasi data yang berreferensi geografis secara manual. Borrough 1989 mendefinisikan SIG sebagai suatu perangkat alat untuk mengoreksi, menyimpan,
menggali kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial keruangan dari aspek-aspek permukaan bumi. Pada prinsipnya, untuk menghasilkan suatu
SIG Sistem Informasi Geografik diperlukan beberapa tahapan proses yaitu: 1 inventarisasi kawasan pesisir, 2 penyusunan basis data dan 3 penyusunan
basis model. Dalam inventarisasi kawasan pesisir digunakan berbagai sumber data, antara lain: data citra, data potensi dan permasalahan maupun data landasan
hukum dan kebijakan pemerintah. Berdasarkan data primer maupun data sekunder tersebut disusun basis data, yang selanjutnya data tersebut dipakai
untuk analisis-analisis SIG yang didalamnya termasuk pemodelan. Pengembangan pemodelan spasial dinamik dilakukan dengan terlebih
dahulu mengkaji berbagai model yang telah ada, yaitu model ekonomi, model
ekologi, dan model sosial berdasarkan pembangunan berkelanjutan. Dimensi ekonomi berkaitan dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
mengurangi kemiskinan, dan mengubah pola produksi dan konsumsi kearah yang seimbang. Dimensi sosial berkaitan dengan upaya pemecahan masalah
kependudukan, perbaikan
kesejahteraan pelayanan,
kesehatan, dsb.,
pendidikan, dan lain-lain. Dimensi lingkungan berkaitan dengan upaya pengurangan dan pencegahan polusi, pengelolaan limbah, usaha mengurangi
degradasi lahan erosi, abrasi, intrusi, serta konservasipreservasi sumberdaya alam. Hubungan keterkaitan antara dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan
disajikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Unsur-unsur Pembangunan Berkelanjutan Pemodelan yang akan dibangun mempertimbangkan ketiga dimensi di
atas dalam satu kesatuan, sehingga akan ada suatu trade-off antara satu dimensi dengan dimensi lainnya. Pemodelan ini nantinya dapat digunakan untuk
menyusun alternatif-alternatif skenario pembangunan yang mendukung terwujudnya proses pembangunan berkelanjutan. Selain mempertimbangkan
Ekonomi
Pertumbuhan Efisiensi
Stabilitas
Sosial
Pemberdayaan Inklusi
Konsultasi
Lingkungan
Keliatankeanekaragaman Sumber daya alam
Polusi
Penurunan Kemiskinan
Keberlanjutan Keadilan
Co-evolusi
ketiga dimensi tersebut dalam menyusun model juga di kaitkan dengan peubahan-peubahan penatagunaan lahan land use changes akibat adanya
pembangunan tersebut., sehingga model yang digunakan bukan model statistik tetapi merupakan model sistem dinamik yang akan digabungkan dengan model
dinamis spasial. Selanjutnya, ketiga subsistem tersebut akan dilihat kinerjanya terhadap
perubahan lahan secara spasial. Pada umumnya perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai secara kuantitatif perubahan besaran bertambah atau
berkurang dari suatu jenis penggunaan atau tutupan lahan.
Model Spasial Dinamik
Dalam Model Spasial Dinamik, hasil analisis sistem dinamik yang berupa data numerik dan grafik dijadikan input untuk analisis spasial dinamik. Hasil
analisis spasial dinamik adalah peta perubahan penggunaan lahan pada beberapa tahun yang akan datang.
Pada kajian analisis system spatial dynamics, diperlukan dukungan: ke- ilmuan Landscape Ecology untuk meningkatkan hubungan pola spasial
pembangunan perkotaan dengan proses ekologis dengan pendekatan secara analitis dan mengintegrasikannya secara holistis ilmu alam dan sosial Turner,
2005; Eisner dan Gallion, 1993; pendekatan ekologis terhadap bentang alam landscape menggunakan sistem informasi geografis Hendrix, 1988.
2.10 Analisis Kebijakan