Menentukan Tingkat Keberlanjutan dan Indikator-indikator

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa pilihan pengelolaan beach protected areas menempati peringkat pertama 1, disusul oleh set back zone yang menempati peringkat ke dua 2.Atas hal tersebut, perlu dilakukan langkah nyata untuk melindungi wilayah pantai, mengingat kecenderungan yang terjadi selama ini menunjukkan, bahwa berbagai proses baik yang bersifat alami maupun antropogenik seperti abrasi, akresi dan reklamasi pantai, cenderung menimbulkan dampak yang merugikan baik dari aspek biofisik, ekonomi maupun sosial.

5.2 Menentukan Tingkat Keberlanjutan dan Indikator-indikator

Keberlanjutan Tujuan 2 Analisis data dengan pendekatan Multi-Dimensional Scalling MDS, meliputi aspek keberlanjutan dari dimensi ekologi, sosial-ekonomi dan budaya, infrastruktur, serta kelembagaan. Selanjutnya, dilakukan pula analisis multidimensi dengan menggabungkan seluruh atribut dari lima dimensi keberlanjutan.

5.2.1 Analisis Keberlanjutan berdasar dimensi

a Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi Atribut yang dipertimbangkan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi terdiri dari dua belas atribut : 1 Prosentase Ruang Terbuka Hijau di hulu, 2 Prosentase Ruang Terbuka Hijau di hilir, 3 Pencemaran udara Kota Semarang, 4 Tingkat pencemaran air, 5 Sedimentasi, 6 Erosi, 7 Abrasi, 8 Pengelolaan sampah, 9 Tingkat penggunaan air tanah, 10 Kesesuaian penggunaan lahan dengan RTRW, 11 Aktivitas sempadan sungai 12 Aktivitas sempadan pantai. Gambar 5.2. Analisis RAP-WITEPA yang menunjukkan nilai indeks sustainabilitas dimensi ekologi. Berdasarkan hasil analisis MDS dengan RAP-WITEPA, diketahui nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi wilayah tepian pantai Kota Semarang untuk pengembangan Kota Semarang tepian pantai adalah 44,72 pada skala sustainabilitas 0-100. Jika dibandingkan dengan nilai RAP-WITEPA yang bersifat multi dimensi, maka nilai indeks dimensi ekologi berada dibawah rata- rata 50,85 dan termasuk kategori “kurang berkelanjutan”, yaitu terletak pada kisaran “26 – 50”. Gambar 5.3. Peran masing-masing atribut ekologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS RAP-WITEPA Hasil analisis Leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi: 1 Erosi, 2 Abrasi dan 3 Sedimentasi. b Status Keberlanjutan Dimensi Sosial- Ekonomi Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekonomi terdiri dari dua belas atribut, antara lain: 1 Jumlah penduduk miskin , 2 Pengangguran terbuka , 3 Lama pendidikan, 4 Balita kurang gisi, 5 Akses terhadap sanitasi, 6 Angka harapan hidup, 7 Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan w.f.c. berkelanjutan, 8 Persepsi masyarakat terhadap w.f.c., 9 Kepadatan penduduk, 10 Tingkat kriminalitaskonflik masyarakat, 11 PDRB per kapita, 12 Akses masyarakat terhadap pantai beach. Berdasarkan hasil analisis MDS dengan RAP-WITEPA, diperoleh nilai indeks keberlanjutan dimensi Sosial-ekonomi wilayah Kota Semarang tepian pantai sebesar 51,91 pada skala sustainabilitas 0 – 100 dan ada kecenderungan akan mengalami penurunan di masa-masa mendatang. Jika dibandingkan dengan nilai RAP-WITEPA 50,85 yang bersifat multidimensi maka nilai indeks dimensi ekonomi berada sedikit diatas, dan masuk kedalam kategori “cukup berkelanjutan”, yaitu terletak pada kisaran nilai “50 – 75”. Hasil analisis Leverage diperoleh dua atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-ekonomi: 1 Akses masyarakat terhadap pantai, 2 Pengangguran terbuka. Gambar 5.4. Analisis RAP-WITEPA yang menunjukkan nilai indeks sustainabilitas dimensi ekonomi Gambar 5.5. Peran masing-masing atribut ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS RAP-WITEPA c Status Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi infrastruktur terdiri sembilan atribut, antara lain: 1 Teknologi ecoport, 2 Reklamasi lahan, 3 Pembangunan polder dan saluran drainase, 4 Ketersediaan teknologi informasi, 5 Kondisi pelabuhan, 6 Softhard engineering, 7 Kondisi jalan dan jembatan, 8 Kecukupan energi listrik, 9 Kondisi perumahan di pemukiman. Berdasarkan hasil analisis MDS dengan RAP-WITEPA diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi infrastruktur wilayah Kota Semarang tepian pantai sebesar 54,41 pada skala sustainabilitas 0 – 100 dan ada kecenderungan akan mengalami peningkatan di masa-masa mendatang. Jika dibandingkan dengan nilai RAP-WITEPA 50,85 yang bersifat multidimensi maka nilai indeks dimensi Infrastruktur berada diatas, dan masuk kedalam kategori “Cukup berkelanjutan”, yaitu terletak pada kisaran nilai “50 – 75”. Adapun nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur, seperti Gambar 5.13. Gambar 5.8. Analisis RAP-WITEPA yang menunjukkan nilai indeks sustainabilitas dimensi infrastruktur dan teknologi Hasil analisis Leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur: 1 Teknologi ecoport, 2 Reklamasi lahan, 3 Kondisi pelabuhan. Gambar 5.9. Peran masing-masing atribut teknologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS RAP-WITEPA d Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh tingkat keberlanjutan terdiri dari enam atribut, antara lain: 1 Kebijakan pengelolaan w.f.c., 2 Sinkronisasi kebijakan PEMDA mengenai w.f.c. 3 Peran swasta dalam pengambilan kebijakan perencanaan, pengelolaan, pengawasan w.f.c., 4 Ketersediaan pengawasan dan penegakan hukum, 5 Peran LSM dalam pengambilan kebijakan perencanaan, pengelolaan, pengawasan w.f.c., 6 Kelembagaan Mitigasi bencana. Gambar 5.10. Analisis RAP-WITEPA yang menunjukkan nilai indeks sustainabilitas dimensi hukum dan kelembagaan Hasil analisis MDS dengan RAP-WITEPA diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi kelembagaan wilayah Kota Semarang tepian pantai adalah sebesar 52,38 pada skala sustainabilitas 0 – 100 dan ada kecenderungan akan mengalami penurunan di masa-masa yang akan datang. Jika dibandingkan dengan nilai RAP-WITEPA 50,85 yang bersifat multidimensi maka nilai indeks dimensi kelembagaan berada diatas, dan masuk kedalam kategori “cukup berkelanjutan”, yaitu pada kisaran nilai “50 – 75”. Berdasarkan hasil analisis Leverage diperoleh dua atribut yang sensitif nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan: 1 Mitigasi bencana, 2 Kebijakan yang sudah disahkan. Gambar 5.11 . Peran masing-masing atribut hukum dan kelembagaan yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RAP-WITEPA Adapun nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, sosial-ekonomi, infrastruktur, serta kelembagaan dapat digambarkan dalam diagram layang nilai indeks keberlanjutan seperti pada Gambar 5.17. DIAGRA M LA Y A NG-LA YA N G W FC K OTA SEM A RA NG No Dimensi Nilai Indeks 1 Ekologi 44,72 2 Sosial Ekonomi 51,91 3 Infrastruktur 54,41 4 K elembagaan 52,38 Gambar 5.12 . Diagram layang kite diagram nilai indeks keberlanjutan fungsi- fungsi 5.2.2. Status Keberlanjutan Multidimensi Secara multidimensi, nilai indeks keberlanjutan wilayah Kota Semarang tepian pantai saat ini existing condition, sebesar 50,85 persen dan termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan. Ini berarti bahwa baik dilihat dari sisi weak sustainability maupun strength sustainability, maka dapat dikatakan bahwa wilayah Kota Semarang tepian pantai termasuk dalam kategori berkelanjutan, kerena semua dimensi berada pada kategori cukup berkelanjutan.. Nilai ini diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 39 atribut dari empat dimensi keberlanjutan. Dari 39 atribut yang dianalisis, terdapat 10 atribut yang sensitif berpengaruh atau perlu di intervensi untuk meningkatkan status keberlanjutan wilayah Kota Semarang tepian pantai. Perbaikan terhadap atribut-atribut tersebut merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh stakeholder yang terkait dalam pengembangan pengelolaan Kota Semarang tepian pantai, namun yang paling penting adalah peran pemerintah, baik Pemerintah Pusat, mupun Pemerintah Daerah Kotamadya Semarang sebagai fasilitator dalam membuat program rintisan kebijakan pengelolaan Kota Semarang tepian pantai dan selanjutnya menyerahkan kepada masyarakat setempat untuk melaksanakannya secara partisipatif. Untuk melihat tingkat kesalahan dalam analisis MDS dengan RAP- WITEPA, dilakukan analisis Monte Carlo. Berdasarkan hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa kesalahan dalam analisis MDS bisa diperkecil. Ini terlihat dari nilai indeks keberlanjutan pada analisis MDS tidak banyak berbeda dengan nilai indeks pada analisis Monte Carlo. Ini berarti, kesalahan dalam proses analisis dapat diperkecil, baik dalam hal pembuatan skoring tiap atribut, variasi pemberian skoring karena perbedaan opini relatif kecil, dan proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang stabil, serta kesalahan dalam menginput data dan data hilang dapat dihindari. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo seperti pada Tabel 5.17. Tabel 5.17. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai indeks keberlanjutan multidimensi dan masing-masing dimensi pada selang kepercayaan 95. Status Indeks Hasil MDS Hasil Montecarlo Perbedaan Ekologi 44,72 44,44 0,28 Sosial-Ekonomi 51,91 51,86 0,05 Infrastruktur 54,41 53,81 0,60 Kelembagaan 52,38 51,80 0,58 Multi-Dimensi 50,86 50,48 0,38 Sumber: Hasil Analisis,Tahun 2011. Untuk mengetahui apakah atribut-atribut yang dikaji dalam analisis MDS dilakukan cukup akurat dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, dilihat dari nilai stress dan nilai koefisien determinasi R. Nilai ini diperoleh secara otomatis dalam analisis MDS dengan menggunakan software Rapfish yang dimodifikasi menjadi RAP-WITEPA. Hasil analisis dianggap cukup akurat dan dapat dipertanggungjawabkan apabila memiliki nilai stress lebih kecil dari 0,25 atau 25 persen dan nilai koefisien determinasi R mendekati nilai 1,0 atau 100 persen Kavanagh dan Pitcher, 2004. Hasil analisis MDS dengan RAP-WITEPA menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji, cukup akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Ini terlihat dari nilai stress yang hanya berkisar antara 13 sampai 17 persen dan nilai koefisien determinasi R 2 yang diperoleh berkisar antara 0,94 sampai 0,96. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi seperti tabel 5.18 berikut. Tabel 5.18 . Hasil analisis RAP-WITEPA untuk beberapa parameter statistik. Ekologi Sosial- Ekonomi Infrastruktur Kelembagaan Multi- Dimensi Stress = 0,136045 0,141059 0,151586 0,161272 0,1474905 Squared Correlation RSQ = 0,95366 0,950945 0,946648 0,942451 0,948426 Analisis 44,72 51,91 54,41 52,38 50,85

5.3 Membangun Model Pengelolaan Semarang “