Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW

VI. REKOMENDASI

6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW

6.1.1 Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW

Dengan menggabungkan hasil simulasi model, Multi Dimensional Scaling dan Analytical Hierarchie Process, maka dapat direkomendasikan sebagai berikut: Meskipun secara keseluruhan total lahan Semarang Kota Tepian Pantai masih bisa dibangun tambahan untuk hutan, konservasi dan hijauan seluas 388 ha dan tambahan untuk pemukiman dan bangunan seluas 290, jika ditinjau per kecamatan, terlihat bahwa 1 Di kecamatan Semarang Barat dan Semarang Utara masih kurang penghijauannya sehingga direkomendasikan untuk menanam kembali hutan, konservasi dan hijauan sebesar 215 ha Semarang Barat dan 189 ha Semarang Utara. 2 Terlihat terjadinya konversi lahan luar biasa diatas peruntukannya untuk keperluan permukiman dan bangunan sebesar 621 ha di Semarang Barat dan 30,4 ha di Semarang Utara. Atas hal tersebut di rekomendasikan untuk mentata ulang mengenai kebijakan perumahanpemukiman, misalnya dengan pengembangan perumahan secara vertikal, rumah susun, mensosialisasikan Huaming model dan sebagainya. Di kecamatan Tugu, potensi ideal hasil simulasi untuk hutan,konservasi dan hijauan 328,47 Ha hanya terpakai sebesar 271,7 Ha, sehingga direkomendasikan untuk menambah penghijauan sebesar 57,27 Ha. Di kecamatan Genuk terlihat bahwa: 1 lahan untuk hutan, konservasi dan hijauan telah melebihi perhitungan simulasi melebihi sebesar 14 ha, 2 masih bisa dibangun pemukiman sebesar 553 ha, dan 3 sebagian besar penggunaan lain-lain digunakan untuk tegalan, kebun dan tanah kering. Berdasarkan simulasi permodelan Sistim Dinamis yang dihasilkan dan di overlay kedalam peta RTRW Kota Semarang tahun 2002-2010, diperoleh suatu hasil simulasi Pola penggunaan lahan rekomendasi Semarang Kota Tepian Pantai Tahun 2010-2030 hasil analisis GIS yang dapat dilihat pada Gambar 6.1. Rekomendasi penggunaan lahan di Semarang Kota Tepian Pantai adalah sebagai berikut: Tabel 6.1 Kajian Penggunaan Lahan Semarang Kota TepianPantai berdasar hasil simulasi Sumber : Hasil Simulasi No Penggunaan Lahan Luas Ha Kec. Tugu Kec. Semarang Utara Kec. Semarang Barat Kec. Genuk 1 Hutan, Konservasi, dan Hijauan 328,47 188,52 328,41 237,73 2 Pemukiman dan Bangunan 895 771,62 1.234,34 1995,78 3 Sawah 348,66 75,98 4 Tambak, Rawa, dan Kolam 477,20 56,37 5,16 300,02 5 Tegalan, Kebun, dan Tanah Kering 425,03 117,29 6 Lain-Lain 511,65 152,16 602,09 25,21 Total 2.986,01 1.169 2.170 2.752,01 234 Gambar 6.1. Peta Rekomendasi Penggunaan Ruang Semarang Kota Tepian Pantai Tahun 2030 234 235 Gambar 6.2. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Semarang Kota Tepian Pantai Hasil Simulasi 2030 Terhadap RTRW Tahun 2010 235 Jika hasil simulasi Tabel 6.1 dibandingkan dengan data eksisting berdasar Ikonos, diperoleh perbedaan penggunaan lahan + atau –. Perbedaan ini dapat dipakai sebagai dasar untuk membuat rekomendasi. Tabel 6.2 menunjukkan bahwa secara keseluruhan Total lahan antara peng alokasian sesuai hasil simulasi dan lahan eksisting yang telah digunakan, masih bisa dibangun tambahan untuk hutan, konservasi dan hijauan seluas 388 ha dan tambahan untuk pemukiman dan bangunan seluas 290. Meskipun demikian, jika ditinjau per kecamatan, terlihat bahwa di kecamatan Semarang Barat dan Semarang Utara masih kurang penghijauannya sehingga masih harus di tanam kembali hutan, konservasi dan hijauan sebesar 215 ha Semarang Barat dan 189 ha Semarang Utara. Terlihat terjadinya konversi lahan luar biasa diatas peruntukannya untuk keperluan permukiman dan bangunan sebesar 621 ha di Semarang Barat dan 30,4 ha di Semarang Utara. Di kecamatan Tugu, potensi ideal dari hasil simulasi untuk hutan,konservasi dan hijauan 328,47 Ha hanya terpakai sebesar 271,7 Ha, sehingga direkomendasikan untuk menambah penghijauan sebesar 57,27 Ha. Di kecamatan Genuk terlihat bahwa lahan untuk hutan, konservasi dan hijauan telah melebihi perhitungan simulasi 14 ha, masih bisa dibangun pemukiman sebesar 553 ha, sebagian besar penggunaan lain-lain digunakan untuk tegalan, kebun dan tanah kering. Secara keseluruhanTotal lahan terlihat penggunaan lahan jauh melebihi perhitungan simulasi untuk sawah lebih 111 ha; tambak, rawa dan kolam lebih 779 ha dan Tegalan, kebun dan tanah kering lebih 111 ha . Secara keseluruhan perlu tambahan untuk penggunaan lain-lain sebesar 323 ha. 237 Tabel 6.2. Perbedaan kajian penggunaan lahan hasil simulasi dengan data eksisting dan Rekomendasi LandsatIkonos No Penggunaan Lahan Luas per Kecamatan ha Tugu SMG. Brt. SMG. Utr. Genuk S E R S E R S E R S E R 1 Hutan, Konservasi, dan hijauan 328,47 271,7 +57,27 328,40 113,20 +215 189 +189 295,6 309,9 - 14,3 2 Pemukiman dan Bangunan 895 507,77 +387,23 1.234 1.855 -621 771,6 802,0 -30,4 1.602 1.443 +553 3 Sawah 348,7 415 32 75,98 89 -13 4 Tambak, Rawa, dan Kolam 477,2 1.378,00 -900,80 5,16 52,66 56,37 46,61 +9,8 199,0 194 +6 5 Tegalan, Kebun dan Tanah Kering 425,0 45,20 +379,80 167 73,90 396 -323 6 Lain-lain 511,7 368,30 +143,40 681 28,28 +652 152,2 319,4 -167,2 462 276 +251 Total 2.986,00 2.986,00 2.248 2.248 1.168 1.168 2.708 2.708 No Penggunaan Lahan TOTAL Luas Kecamatan Tepian Pantai ha TUGU, SMG. BRT, SMG .UT, GENUK S E R 1 Hutan, Konservasi, dan hijauan 1.083 695 +388 2 Pemukiman dan Bangunan 4.897 4.607 +290 3 Sawah 425 536 -111 4 Tambak, Rawa, dan Kolam 838 1.617 -779 5 Tegalan, Kebun dan Tanah Kering 497 608 - 111 6 Lain-lain 1.370 1.047 + 323 Total 9.110 9.110 Keterangan : S = Hasil Simulasi E = Eksisting berdasar tutupan lahan Ikonos R = Rekomendasi 237

6.1.2 Kebijakan Pengelolaan Perkecamatan

 Kecamatan Tugu Berdasarkan hasil analisis kajian AHP, prioritas desain kebijakan yang sesuai untuk pengembangan kawasan Kecamatan Tugu adalah konservasi dengan penanaman kembali mangrove dan pemberdayaan nelayan masyarakat untuk alih profesi dari petambak. Sektor perindustrian sudah cukup maju di kawasan tersebut dan merupakan salah satu sentra kawasan industri perikanan tambak di Kota Semarang karena ditunjang potensi mangrove yang relatif baik dibandingkan kawasan pesisir lainnya di Kota Semarang. Dalam pengelolaan tepian pantai berkelanjutan di Kota Semarang, Kecamatan Tugu berdasarkan karakteristik potensi yang dimilikinya sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan tepian air rekreasi recreational waterfront. strategi utama dalam pengelolaan kota tepian pantai berkelanjutan di Kecamatan Tugu sebaiknya lebih difokuskan kepada pengembangan kegiatan konsevasi . Prioritas selanjutnya adalah redevelopment. Upaya ini dilakukan dengan cara peningkatan dukungan ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai untuk menunjang terwujudnya Kecamatan Tugu sebagai kawasan tepian rekreasi di Kota Semarang.  Kecamatan Semarang Barat Berdasarkan hasil analisis kajian AHP, prioritas desain kebijakan yang sesuai untuk pengembangan kawasan Kecamatan Semarang Barat adalah konservasi, redevelopment dan revitalisasi. Dalam pengelolaan tepian pantai berkelanjutan di Kota Semarang, Kecamatan Semarang Barat berdasarkan karakteristik potensi yang dimilikinya seperti Pelabuhan Tanjung Mas dan Pantai Marina membuat kawasan ini sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan tepian air pemanfaatan terpadu mixed used waterfront. Upaya ini dilakukan dengan cara mengoptimalkan sumber-sumber kegiatan ekonomi yang dimiliki selama ini sehingga mampu memberikan daya guna manfaat yang lebih baik dalam upaya pengembangan Kecamatan Semarang Barat sebagai salah satu pusat kawasan terpadu di Kota Semarang. Strategi utama dalam pengelolaan kota tepian pantai berkelanjutan di Kecamatan Semarang Barat sebaiknya lebih difokuskan kepada pengembangan kegiatan redevelopment. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di Kecamatan Semarang Barat perlu diupayakan dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki olah kawasan ini. Disamping itu perlu dilakukan pengadaan sarana dan prasarana penunjang atau infrastruktur yang lebih memadai untuk menunjang aktivitas ekonomi di Kecamatan Barat, terutama sarana listrik. Prioritas selanjutnya adalah revitalisasi dengan bobot nilai 0,268. Upaya ini dilakukan dengan cara mengoptimalkan sumber-sumber kegiatan ekonomi yang dimiliki selama ini sehingga mampu memberikan daya guna manfaat yang lebih baik dalam upaya pengembangan Kecamatan Semarang Barat sebagai salah satu pusat kawasan terpadu di Kota Semarang.  Kecamatan Semarang Utara Prioritas desain kebijakan yang sesuai untuk pengembangan kawasan Kecamatan Semarang Utara adalah sama seperti Kecamatan Semarang Barat, yaitu konservasi, redevelopment dan revitalisasi. Dalam pengelolaan tepian pantai berkelanjutan di Kota Semarang, Kecamatan Semarang Utara berdasarkan karakteristik potensi yang dimilikinya seperti Pelabuhan Tanjung Mas dan Pantai Marina membuat kawasan ini sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan tepian air pemanfaatan terpadu mixed used waterfront. Kegiatan konservasi perlu dilakukan agar sumber daya alam yang ada di Kecamatan Semarang Utara tetap terjaga kelestariannya. Kegiatan konservasi ini perlu dilakukan dengan cara mengembangkan vegetasi spesifik seperti tanaman bakau yang dapat berfungsi untuk mencegah abrasi, serta menjadi pemandangan alami dan mengembangkan perikanan darat tambak dan perikanan laut.  Kecamatan Genuk Berdasarkan hasil analisis kajian AHP Kecamatan Genuk, desain kebijakan yang sesuai untuk pengembangan kawasan tersebut adalah konservasi. Perkembangan sektor perindustrian di kawasan tersebut telah berdampak buruk terhadap penurunan potensi mangrove dan peningkatan kawasan kumuh sehingga berdasarkan fungsinya sangat sesuai dikembangkan sebagai tepian air tempat tinggal residential waterfront terutama melalui pengembangan permukiman rumah panggunganti banjir.

6.1.3 Rekomendasi Kebijakan untuk Ruang Terbuka Hijau

Erosi dan Abrasi Munculnya atribut yang sensitif berupa Erosi dan Abrasi berkaitan erat dengan rekomendasi kebijakan untuk Ruang Terbuka Hijau yang mendorong perlunya reboisasi, penanaman kembali mangrove atau pembentukan buffer mangrovegreen belt sepanjang pantai soft engineering atau pemasangan sarana pelindung pantai hard engineering akan bisa mengatasi erosi sepanjang sungai, abrasi sepanjang pantai, meningkatkan daya dukung lahan dan bisa mengatasi masalah ketersediaan sumberdaya air tawarintrusi air laut, dan rob. Sementara itu kejadian kekeringan merupakan wahana alam atau kondisi iklim yang berskala global dalam kaitan dengan global warming yang penanganannya juga membutuhkan partisipasi masyarakat secara menyeluruh. Tingkat pemanfaatan lahan, eksploitasi sumberdaya alam, spesies langkabiodiversitas, ketersediaan sumberdaya air tawar, degradasi lahan dan rehabilitasi mangrove adalah merupakan atribut-atribut yang saling mempengaruhi, sehingga perlu suatu manejemen yang efektif dan efisien dalam mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa melebihi daya dukung lahan berdasar konsep “pembangunan berkelanjutan” yang bila tidak dilakukan bisa mengakibatkan degradasi lahan. Penegakan hukum dan disiplin peraturan harus ditingkatkan, terutama bagi pengelola perindustrian, perdagangan dan masyarakat luas sehingga segala macam bentuk pencemaran lingkungan dan pengelolaan sampah bisa dilakukan secara partisipatif. Sesuai dengan misi Kota Semarang tepian pantaiair, maka agar tepian pantai tersebut bisa dinikmati oleh masyarakat, harus disediaken akses seluas- luasnya untuk masyarakat dengan peningkatan kondisi prasarana jalan. Melindungi dan memperbaiki mutu dan fungsi sistem ekologi di dalam area tepian pantai kota Semarang, seperti : 1 melindungi dan memperbaiki mutu ekologi dan komponen habitat dan sumberdaya di dalam area lingkungan khusus tepian pantai, ekologi kompleks yang diakui secara signifikan dan habitat ikan pantai dan habitat margasatwa, 2 melindungi dan memperbaiki pasang air laut dan air segar, 3 melindungi tanaman yang rawan, ikan dan spesies margasatwa, komunitas ekologi yang langka. Desain dan pengembangan penggunaan daratan dan air untuk memaksimumkan integrasinya atau kesesuaiannya dengan komunitas ekologi tertentu, dan 4 merawat dan melindungi kehidupan sumberdaya kelautan New York State Coastal Zone Management Program, Attachement B, 2008. Waterfront Revitalization Program. Berdasarkan penggabungan antara data RTRW 2010 dan data simulasi sumber BPS yang dikhususkan pada penggunaan lahan untuk hutan, konservasi dan hijauan, dengan mengikuti peta simulasi dan rekomendasi tahun 2030 bisa di tunjukkan penggunaan Ruang Terbuka Hijau RTH tahun 2030 seperti pada Gambar 6.3 yaitu sebesar 12,10. Gambar 6.3. Persentase Penggunaan Lahan Tahun 2030. Berdasarkan gambar di atas penggunaan lahan terbesar digunakan oleh permukiman dan bangunan dengan luas 52,11, dan penggunaan terkecil adalah sawah seluas 5,55. Sedangkan dari hasil simulasi system dinamik, jika RTH yang dimaksud adalah Hutan, maka luasan tersebut sekitar 7,27 pada tahun 2030 dari data eksisting, sehingga untuk optimalisasi perlu penambahan luasan hijauan mencapai 5, untuk dapat optimalisasi RTH. Tabel 6.3. Hasil Simulasi RTH Kota Semarang RTH Eksisting Optimis Moderat Pesimis Luas Luas Luas Luas Tegal, Kebun, Tanah Kering Lainnya 19.310,87 51,67 19.203,30 51,39 19.255,14 51,53 19.431,92 52 Hutan 2.715,97 7,27 3.231,05 8,65 3.091,73 8,27 2.614,05 6,99 Total 58,94 60,04 59,8 58,99 Terlihat bahwa RTH Kota Semarang secara umum masih baik, namun RTH Kota Semarang Tepian Pantai terlihat sangat kecil 12,1 dan jauh dari ketentuan minimal 30, maka perlu penambahan ruang terbuka hijau. Pertambahan ruang terbuka hijau difokuskan pada greenbelt mangrove sebagai pelindung kawasan pesisir dari abrasi, serta difokuskan pada kecamatan Tugu dan Genuk sebagai prioritas konservasi, serta penghijauan pada reklamasi lahan yang direkomendasikan. Reklamasi lahan dilakukan sebagai pelindung parairan Kecamatan Genuk dan Kecamatan Tugu dari pusat kegiatan besar industry dan pelabuhan serta bangunan-bangunan komersial sebagai desain water front city khususnya di Semarang Barat dan Semarang Utara.

6.1.4 Kelembagaan Mitigasi Bencana

Sejauh ini telah tersedia perangkat regulasi penanggulangan bencana, yaitu UU Nomor 24 Tahun 2007 yang memberikan kerangka penanggulangan bencana, meliputi prabencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. Meskipun UU telah menggariskan ketentuan penanggulangan bencana yang komprehensif, sejauh ini penanggulangan masih fokus pada masalah tanggap darurat. Tindakan lanjut seperti mitigasi, kesiapan, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi nampak belum menjadi prioritas utama dari aktivitas penanggulangan bencana. Mengingat luasnya spektrum kegiatan penanganan bencana dan jenis bencana, maka instansi ataupun lembaga yang terkait dengan penanggulangan bencana juga sangat banyak dan setiap lembaga mempunyai peran tertentu pada suatu tahapan dan jenis bencana disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Untuk penguatan kelembagaan, diperlukan grand desain dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan dan standar penanganan bencana yang cepat, tanggap, dan profesional sesuai dengan standard internasional. Sebagai contoh di beberapa negara maju Australia dan Amerika, pusat penanggulangan bencana mereka ber markas di pangkalan udara yang dilengkapi peralatan memadai, bahkan beberapa di dukung dengan pesawat khusus gerak cepat yang berfungsi sebagai penyuplai logistik yang dilengkapi pula rumah sakit darurat. Berkaitan dngan proses mitigasi, pemerintah harus mengoptimalkan peran partisipatif dari seluruh stakeholder bencana. Salah satunya dengan institusi pendidikan seperti perguruan tinggi. Oleh karena itu, peran serta partisipasi perguruan tinggi sebagai partner kerja menjadi signifikan dalam konteks ini.

6.2. Rekomendasi Perekonomian