67
5.3.3. Penanaman Tandur
Bibit yang siap ditanam ialah bibit yang telah mencapai umur yang optimal untuk dipindahkan ke lahan. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, khususnya perkembangan anakan setelah ditanam. Petani padi metode SRI umunya menanam bibit yang relatif muda 7–14 hari. Bibit
pada umur ini telah memiliki dua helai daun atau lebih dengan tinggi ± 10–15 cm. Sehingga bibit perlu diperlakukan secara hati–hati terutama pada bagian akar agar
tidak rusak saat dicabut dari persemaian. Benih muda pada metode SRI ini diharapkan dapat menumbuhkan tunas
lebih awal dan akan banyaknya pertumbuhan tunas primer sebagai tunas yang produktif serta lebih cepat pembentukannya. Hal ini berbeda dengan metode
konvensional yang menanam bibit yang telah berumur relatif tua yaitu 20–28 hari setelah tanam.
Sebelum bibit ditanam, lahan dibuat pola jarak tanam dengan menggunakan alat caplakan. Menaplak lahan dilakukan dua kali dengan arah yang
berlawanan vertikal–horizontal sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang ukurannya telah ditentukan pada caplakan. Usahatani padi metode
SRI di Desa Cipeuyeum menggunakan jarak tanam lebar yaitu 27 x 27 cm
2
sampai 40 x 40 cm
2
. Jarak tanam tersebut relatif lebih luas dibandingkan jarak tanam padi konvensional 27 x 27 sampai 30 x 30 cm
2
. Jarak tanam yang lebar pada SRI dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada tanaman dalam
pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan masuknya sinar matahari kedalam perakaran di dalam tanah. Terdapat pula penanaman padi yang bertujuan untuk
menanggulangi jika ada tanaman padi yang tidak tumbuh, yaitu dengan menanam bibit di salah satu sudut secara bergerombol, penanaman ini dinamakan
penyulaman. Penanaman padi metode SRI berbeda dengan penanaman padi
konvensional. Bibit yang di tanam pada padi konvensional paling sedikit tiga per rumpun dan ujung akar tanaman biasanya masih berada dipermukaan tanah.
Berbeda dengan cara penanaman padi SRI, pada metode ini banyaknya bibit per rumpun yaitu satu bibit per rumpun benih tunggal, namun di Desa Cipeuyeum
ini ada satu orang atau 5,88 persen petani padi SRI yang menanam bibitnya
51
68
sebanyak dua bibit per rumpun, alasan petani padi SRI tersebut ialah masih takut dan ragu jika hanya menanam satu bibit disaat cuaca buruk yaitu hujan atau
terkena serangan hama dan penyakit. Pada proses penanaman ini kegiatan pencabutan bibit dari tempat persemaian harus secara hati–hati dengan jarak
waktu dari cabut ke tanam tidak lebih dari 15 menit dan bulir padi tetap dijaga serta kondisi akar horizontal sehingga membentuk huruf L. Kemudian benih di
tanam dangkal antara 0,5–1 cm, hal ini dilakukan untuk menghindari kematian akibat busuk akar.
Kendala pada usahatani padi SRI ialah jika faktor cuaca yang tidak mendukung biasanya terjadi pada musim hujan, ketika musim tanam dan hujan
cukup besar maka bibit padi yang baru saja ditanam terlepas dari benamannya karena areal sawah terendam air, hal ini dapat terjadi karena pada metode SRI
padi yang ditanam berumur muda tidak terlalu dibenamkam atau ditanam dangkal, sehingga hal tersebut membuat bibit padi tidak kuat menahan genangan air yang
membanjiri sawah. Selain cuaca, faktor hama juga merupakan salah satu kendala pada pertanian organik SRI maupun usahatani padi konvensional, seperti hama
keong pada musim hujan yang dapat merusak bibit tanaman padi yang baru saja ditanam sehingga dapat menurunkan produktivitas. Hal ini berbeda dengan sistem
konvensional, petani konvensional hanya menanam bibit pada umur tua dan ditanam dalam sehingga jika ada hama atau musim hujan, mereka tidak akan
terlalu takut jika bibit yang baru ditanamnya mengalami kerusakan karena hama atau cuaca musim hujan.
5.3.4. Penyulaman