23
dibandingkan dengan petak SRI yang hanya memberikan hasil sebesar 6,99 ton per hektar Syam, 2006.
Berbagai cara penerapan teknik budidaya atau sistem pertanian yang tepat dapat meningkatkan produksi padi yang juga memberikan pendapatan yang tinggi
bagi petani. Seiring semakin berkembangnya konsep akan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan maka upaya peningkatan produktivitas padi
perlu terus dilakukan dengan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari petani padi sebagai pelaku usahatani padi guna pencapaian ketersediaan beras yang baik
dan aman dikonsumsi serta kesejahteraan masyarakat dan petani.
1.2. Perumusan Masalah
Usahatani padi dengan sistem SRI System Rice Intensificationan merupakan usahatani yang dapat menghemat penggunaan input seperti benih,
penggunaan air, pupuk kimia dan pestisida kimia melalui pemberdayaan petani dan kearifan lokal. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang telah menerapkan
sistem usahatani SRI. Khususnya di daerah Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten Cianjur. Pengembangan pertanian organik khususnya padi yang
dikembangkan pula di berbagai daerah kecamatan. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Cianjur, dari 32 Kecamatan
yang ada di Kabupaten Cianjur terdapat Sembilan kecamatan yang petaninya menerapkan SRI. Adapun kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Cianjur, Cilaku,
Warung kondang, Cibeber, Ciranjang, Bojong Picung, Karang Tengah, Mande Cikalongkulon dan Haurwangi. Namun, setelah dilakukan survey terhadap
kecamatan tersebut, terdapat kecamatan yang petaninya menerapkan SRI hanya dalam satu musim tanam saja, seperti pada Kecamatan Cilaku, Ciranjang dan
Mande sedangkan untuk musim tanam berikutnya petani tidak menggunakan SRI kembali. Adapun Kecamatan Warung Kondang yang petaninya masih
menerapkan SRI dalam plot–plot percobaan saja belum menerapkan secara menyeluruh dalam jangka waktu yang relatif lama. Berdasarkan hasil survey
bahwa kecamatan yang petani padinya telah menerapkan SRI selama lebih dari satu tahun atau dua kali musim tanam ialah Kecamatan Cianjur, Cikalongkulon,
Bojong Picung, Cibeber, Karang Tengah dan Haurwangi.
7
24
Kecamatan Haurwangi merupakan salah satu sentra dan pusat pertanian padi organik khususnya padi dengan metode SRI, dan satu-satunya desa yang
mengembangkan sistem organik metode SRI adalah Desa Cipeuyeum, selain budidaya padi konvensional yang sudah lama diusahakan dan berkembang di desa
tersebut. Berdasarkan informasi dari ketua Gabungan Kelompok Tani Gapoktan di Desa Cipeuyeum, terdapat 247 orang petani yang melakukan usahatani padi
termasuk 23 orang petani yang mengusahakan usahatani padi dengan sistem SRI. Sehingga dapat diketahui jumlah petani padi yang usahataninya tanpa sistem
organik SRI berjumlah 224 orang. Kegiatan usahatani padi SRI di Desa Cipeuyeum ini merupakan cara
bercocok tanam padi yang tergolong baru dan berbeda jika dibandingkan dengan budidaya konvensional dan dalam penerapannya SRI belum banyak dilakukan
oleh petani padi di Desa Cipeuyeum. Padahal penerapan sistem pertanian organik metode SRI dikembangkan dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas
tanaman padi dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan tanah dan tanaman melalui bahan organik serta dapat menghemat penggunaan air namun tidak
merusak lingkungan karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga produk yang dihasilkan merupakan produk yang aman dan sehat. Produk
organik ini juga merupakan peluang bagi petani karena harga jual produk ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk non-organik. Namun, mengapa penerapan
metode SRI belum dapat berkembang secara luas dan merata di Desa Cipeuyeum?.
Sistem pertanian organik metode SRI yang ada saat ini tidak langsung membuat para petani beralih untuk menerapkan metode ini pada usahataninya.
Hal ini tentunya membutuhkan waktu bagi petani untuk mau mengadopsi metode SRI, meskipun adanya keuntungan yang ditawarkan oleh metode ini, namun ada
pula risiko kegagalan yang sewaktu-waktu dapat timbul dari penerapan metode ini.
Penerapan usahatani organik dengan metode SRI di Desa Cipeuyeum sejauh ini belum pernah diteliti secara ilmiah apakah benar-benar menguntungkan
atau tidak bagi para petani. Dikarenakan dalam usahataninya memerlukan biaya- biaya input, termasuk biaya pupuk kompos yang penggunaannya cukup banyak
8
25
yaitu lima sampai tujuh ton per hektar yang berimplikasi terhadap penggunaan tenaga kerja baik dalam pengolahannya maupun pengangkutannya, serta
penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani padi SRI lainnya. Berdasarkan informasi dari ketua gapoktan di Desa Cipeuyeum tenaga kerja SRI untuk
kegiatan pemupukan kompos dapat mencapai sekitar 15 orang untuk kebutuhan kompos yang lebih dari satu ton, berbeda dengan kegiatan pemupukan pada
usahatani konvensional yang dapat dikerjakan oleh seorang petani saja. Selain itu belum pernah dibuktikan secara ilmiah bahwa penggunaan tenaga kerja pada
usahatani padi SRI berisiko tinggi atau tidak jika dibandingkan dengan usahtani padi konvensional.
Hasil analisis dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi proses pengembangan pertanian organik SRI pada khususnya untuk petani dan
pihak terkait lainnya dan jika sistem pertanian metode SRI ini dinilai layak dan menguntungkan untuk dikembangkan, maka diharapkan dengan adanya sistem
pertanian ini dapat memajukan pertanian organik di Indonesia. Berdasarkan penjelasan tersebut maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana keragaan usahatani padi di Desa Cipeuyeum baik dengan metode organik SRI maupun dengan sistem padi konvensional ?
2. Bagaimana penggunaan input dan biayanya serta risiko tenaga kerja pada
usahatani padi organik metode SRI dan padi konvensional ? 3.
Bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi pendapatan usahatani padi organik SRI dan padi konvensional ?
1.3. Tujuan Penelitian