36
maka tanaman akan lebih cepat merespon semua nutrisi. Pemberian MOL pada fase ini sangat menentukan, sehingga pengaplikasian MOL dilakukan kembali.
Kondisi air seminggu sebelum panen, ketika terlihat bulir mulai bernas dan kuning dikeringkan guna menjaga agar tidak tumbuh tunas tersier yang akan
mengganggu pemasakan bulir.
2.6.7. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Padi HamaPenyakit
Pengendalian organisme pengganggu tanaman padi adalah upaya mengendalikan berbagai unsur-unsur ekosistem padi sawah, hal ini dilakukan
lingkungan secara alami yang akan memberi dukungan terhadap tumbuhnya tanaman dan keberadaan keanekaragaman hayati lainya, sehingga diharapkan
kehidupan serangga tidak berubah status menjadi hama. Pengendalian organisme yang merusak dan merugikan lainnya dilakukan
dengan cara pengendalian hama terpadu yang lebih mengutamakan secara biologis dan
menghindari praktek-praktek
pengendalian yang
akan merusak
agroekosistem. Pengendalian OPT ini dapat diaplikasikan melalui pemggunaan pestisida nabati yang terbuat dari bahan-bahan alami.
2.7. Manfaat SRI
Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut
9
: 1.
Hemat air tidak digenang, Kebutuhan air hanya 20-30 persen dari kebutuhan air untuk cara konvensional.
2. memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan
keseimbangan ekologi tanah. 3.
Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pestisida kimia buatan
pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka. 4.
membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani.
9
Mutkin, Jenal. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI System of Rice Intensification
. http:www.garutkab.go.iddownload_filesarticleARTIKEL SRI.pdf. Diakses 31 Maret 2010.
20
37
5. menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak
mengandung residu kimia. 6.
mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang.
2.8. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang analisis pendapatan dan persepsi petani padi yang menerapkan metode SRI System Rice Intensification di Desa Cipeuyeum,
Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat belum pernah dilakukan sebelumnya. Deskripsi tentang studi terdahulu yang dapat diperoleh penulis
tentang topik yang berkaitan dengan penelitian, adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitriadi 2005 penelitian mengenai analisis pendapatan dan margin
pemasaran padi ramah lingkungan dan padi konvensional Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaharja, Kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan
alat analisis pendapatan usahatani, RC Rasio RC analisis margin dan analisis chi-square. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan
usahatani padi ramah lingkungan dan konvensional, menganalisis saluran dan struktur pasar padi ramah lingkungan, menganalisis marjin pemasaran pada
saluran pasar padi ramah lingkungan dan mengkaji persepsi petani dan karakteristik individu yang berkaitan dengan persepsi terhadap keberadaan padi
ramah lingkungan metode SRI. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa RC rasio
yang diperoleh atas biaya total menunjukkan bahwa petani padi ramah lingkungan memiliki RC lebih besar dibandingkan dengan petani konvensional. RC rasio
yang diperoleh oleh petani pemilik sebesar 3,39, sedangkan untuk petani penyakap RC rasionya 1,16 dan untuk petani konvensional RC rasionya untuk
petani pemilik sebesar 1,86, sedangkan untuk penyakap RC rasionya 1,23. Untuk lembaga-lembaga pemasaran yang terdapat dalam saluran pemasaran padi ramah
lingkungan metode SRI adalah petani, Pedagang Pengumpul Tingkat Daerah PPTD, Pedagang Besar Luar Daerah PBLD dan pengecer serta terdapat empat
saluran pemasaran padi ramah lingkungan, yaitu : 1 Saluran 1 yaitu petani, PPTD dan konsumen dengan marjin sebesar 55,56 persen, 2 Saluran 2 yaitu petani,
PPTD, pedagang pengecer dan konsumen, dengan marjin yang melalui took adalah 64,29 persen sedangkan untuk pemasaran yang melalui swalayan adalah
21
38
62, 96 persen, 3 Saluran 3 yaitu petani, PPTD, PBLD dan konsumen dengan marjin pemasarannya adalah 64,29 persen dan 4 Saluran 4 yaitu petani, PPTD,
PBLD, pengecer dan konsumen, besar marjin pemasarannya yang melalui toko adalah 69,70 persen dan yang melalui swalayan sebesar 67,74 persen.
Persepsi petani mengenai manfaat, keuntungan dan kemudahan yang dirasakan dengan adanya metode SRI berdasarkan hasil chi-square menunjukkan
karakteristik umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan lama bertani tidak ada hubungannya dengan manfaat yang dirasakan oleh petani, sedangkan untuk
jumlah tanggungan keluarga dan status penguasaan lahan ada hubungannya dengan manfaat yang dirasakan. Persepsi mengenai keuntungan yang dirasakan
menunjukkan bahwa karakteristik umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan status penguasaan lahan tidak ada hubungannya dengan keuntungan
yang dirasakan oleh petani, sedangkan untuk tingkat pendapatan dan lama bertani ada hubungannya dengan keuntungan yang dirasakan. Persepsi mengenai
kemudahan yang dirasakan menunjukkan karakteristik umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga tidak ada hubungannya dengan keuntungan yang
dirasakan oleh petani, sedangkan untuk tingkat pendapatan, status penguasaan lahan dan lama bertani ada hubungannya dengan keuntungan yang dirasakan oleh
petani padi ramah lingkungan. Penelitian yang dilakukann Astuti 2007 dengan judul penerapan
teknologi system of rice intensification di Desa Margahayu, Tasikmalaya. Tujuan penelitian ini ialah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
teknologi SRI, menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi SRI. Adapun analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi keadaan umum usahatani padi dan evaluasi penerapan teknologi SRI, analisis RC
rasio, analisis penggunaan faktor-faktor produksi serta efisiensi faktor produksi. Hasil dari penelitian tersebut adalah lebih dari 50 persen petani
responden telah melakukan unsur teknologi SRI. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada umumnya petani responden sudah melaksanakan
sebagian besar unsur-unsur teknologi sesuai dengan anjuran. Berdasarkan hasil regresi, teknologi SRI di Desa tersebut dapat diterapkan pada petani yang
22
39
memiliki pendapatan non padi rendah dan tidak menjadi pekerjaan utama, petani dengan pengalaman berusahatani belum lama, status kepemilikan lahan sebagai
penggarap dan tingkat pendidikan minimal SMU. Hasil analisis pendapatan usahataninya menunjukkan bahwa pendapatan bersih usahatani padi SRI sebesar
Rp. 3. 757.800,08 dengan rasio RC atas biaya total adalah 1,43. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani SRI efisien dari sisi pendapatan. Namun,
penggunaan faktor produksi lahan, MOL pertumbuhan dan tenaga kerja tanpa panen tidak efisien sehingga perlu dikurangi. Sementara itu faktor produksi yang
belm efisien sehingga penggunaannya perlu ditambah ialah benih, pupuk organik padat, MOL buah dan pestisida organik. Penggunaan faktor produksi yang tepat
akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh, pada kondisi optimal diperoleh penerimaan sebesar Rp. 23.115.817,70 dan biaya total sebesar Rp. 6.065.154,19.
pendapatan petani padi SRI pada kondisi optimal memiliki rasio RC yang lebih besar, yaitu 3,81 dibandingkan dengan kondisi aktual.
Penelitian lainnya mengenai analisis pendapatan petani dengan metode SRI dilakukan oleh Ubaydillah 2008 dengan judul analisis pendapatan dan
margin pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI studi kasus pada Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Tujuan
penelitian ini adalah 1 Menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi konvensional 2 Menganalisis saluran dan lembaga pemasaran, 3
Menganalisis margin masing-masing pelaku pasar dan farmer’s share pada pemasaran padi ramah lingkungan dan 4 Menganalisis hubungan karakteristik
responden dengan persepsinya mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.
Penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa usahatani padi ramah lingkungan metode SRI lebih menguntungkan dibanding usahatani padi konvensional
meskipun membutuhkan biaya usahatani padi konvensional. Berdasarkan tingkat pendapatan petani terhadap biaya total input produksi yang digunakan dapat
diketahui efisiensi dari kedua usahatani SRI dan konvensional terlihat pada nilai RC rasio atas biaya total masing–masing yaitu 1,61 untuk SRI dan 1,23 untuk
usahatani konvensional. Sedangkan tataniaga padi ramah lingkungan ini memiliki tiga saluran pemasaran yang melibatkan lima lembaga pemasaran, yaitu petani,
23
40
pedagang pengumpul lokal, pedagang pengumpul tingkat daerah, grosir dan pengecer. Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa semua karakteristik
responden tidak memiliki hubungan terhadap manfaat yang dirasakan oleh responden. Hal ini dapat diartikan pembagian karakteristik responden pada
kategori tertentu tidak mempengaruhi persepsi tentang kelebihan dan kelemahan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.
Hasil analisis usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik yang dilakukan oleh Ridwan 2008 menunjukkan bahwa berdasarkan analisis
pendapatan, penerimaan total untuk usahatani padi anorganik lebih besar dibandingkan penerimaan total usahatani padi ramah lingkungan. Pandapatan atas
biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani pemilik padi anorganik lebih besar dibandingkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total
usahatani padi organik ramah lingkungan, sedangkan untuk petani penggarap, pendapatan usahatani padi ramah lingkungan lebih besar dari pada pendapatan
usahatani anorganik. Berdasarkan analisis RC rasio, usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik sama-sama menguntungkan untuk dilaksanakan
karena nilai RC rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan sebesar 2,392 sedangkan nilai RC rasio atas biaya tunai untuk petani
pemilik usahatani anorganik hanya sebesar 2,275. Pada penelitiannya, untuk petani pemilik, nilai BC rasio sebesar 1,132
yang artinya perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik memberikan tambahan manfaat yang lebih besar dari pada tambahan biaya. Petani
penggarap nilai BC rasionya sebesar 0,801 artinya perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani penggarap memberikan tambahan manfaat lebih kecil
daripada tambahan biaya. Berdasarkan dua faktor sensitivitas yang dianalisis, faktor penurunan harga beras lebih sensitif dibandingkan faktor kenaikan harga
biaya tunai. Penelitian yang dilakukan Rachmiyanti 2009 tentang analisis
perbandingan usahatani padi organik metode system of rice intensification SRI dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten
Cianjur, Propinsi Jawa Barat, bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani dari usahatani non organik menjadi
24
41
usahatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Adapun hasilnya berdasarkan analisis pendapatan diketahui
bahwa ternyata pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik SRI lebih rendah dari pendapatan atas biaya tunai maupun
pendapatan atas biaya total padi konvensional. Namun hasil uji t menyimpulkan bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak
berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. RC rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organiK metode SRI Rp 1,98 lebih rendah dari RC rasio
yang diperoleh petani padi konvensional, yaitu Rp 2,46. Begitu pula dengan RC rasio atas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI RC rasio yang
diperoleh hanya sebesar Rp 1,54 sedangkan petani padi konvensional lebih besar, yakni sebesar Rp 2,16. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh padi
konvensional lebih besar dari petani padi organik metode SRI.
Persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini
memiliki kesamaan dalam unsur alat analisis yang digunakan, yaitu penelitian ini menggunakan alat analisis usahatani analisis biaya, analisis penerimaan dan
analisis pendapatan untuk menganalisis tingkat pendapatan petani dan analisis efisiensi pendapatan usahatani RC Rasio. Oleh karena itu penelitian terdahulu
digunakan sebagi referensi mengenai alat analisis yang akan digunakan pada saat penelitian dilakukan. Sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada lokasi
penelitian yang akan diteliti. Penelitian akan dilakukan di Desa Cipeuyeum,
Kelurahan Haurwangi, Kabupaten Cianjur.
25
42
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani
Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pelaksanaan
organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang–orang. Dari batasan tersebut dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani
beserta keluarganya, tanah beserta beserta fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunan–bangunan atau saluran air serta tanaman ataupun hewan ternak
Soeharjo dan Patong, 1973. Menurut Soekartawi 1986 menyatakan bahwa ilmu usahatani pada
dasarnya memperhatikan cara–cara petani memperoleh dan memadukan sumber daya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan
manajemen yang terbatas ketersediaannya untuk mencapai tujuannya. Sedangkan Suratiyah 2009 mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seorang mengusahakan serta mengkoordinir faktor– faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga
memberikan manfaat yang sebaik–baiknya. Pengertian lain bahwa ilmu usahatani merupakan ilmu yang di dalamnya mempelajari bagaimana seseorang dapat
mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya secara efektif dan efisien agar mencapai tujuan dan memperoleh keuntungan yang tinggi.
Kegiatan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor–faktor yang bekerja dalam usahatani. Faktor–faktor tersebut menurut Suratiyah 2009 ialah faktor
alam, tenaga kerja dan modal. Faktor alam dalam usahatani dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitar. Faktor tanah yang
berpengaruh misalnya ialah jenis tanah, sturktur tanah dan kesuburan tanah yang digunakan untuk usahatani. Tanah pun memiliki sifat yang tidak dapat dipindah–
pindahkan, hanya bisa dipindah tangankan dan bersifat tetap. Sehingga berdasarkan hal tersebut maka tanah dapat pula dianggap sebagai salah satu faktor
produksi usahatani meskipun di bagian lain juga dapat berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok dari modal Hernanto, 1991. Faktor alam sekitar yang dapat