102
yang dikeluarkan. Pada umumnya, usahatani padi organik metode SRI memiliki biaya usahatani yang lebih besar daripada biaya usahatani pada padi konvensional,
terutama pada komponen TKLK dan pengadaan kompos. Tabel 24 menunjukkan bahwa dari segi biaya total biaya usahatani padi organik SRI memiliki biaya yang
lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi konvensional terutama pada total biaya diperhitungkan. Namun dapat diketahui bahwa pendapatan tunai pada
usahatani padi SRI nilainya lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Petani padi organik SRI memperoleh pendapatan atas biaya tunai
sebesar Rp 9.518.538,71 per hektar. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh oleh petani padi konvensional hanya sebesar Rp 3.902.789,79 per
hektar. Hal tersebut dikarenakan rata–rata penerimaan tunai petani padi SRI lebih besar dari petani padi konvensional, sehingga dapat diketahui selisih antara
pendapatan atas biaya tunai padi SRI dan konvensional rata–rata sebesar Rp 5.615.748,92 per hektar, dan nilai tersebut lebih menguntungkan bagi petani padi
SRI jika dibandingkan dengan konvensional. Sama halnya dengan pendapatan atas biaya total pada masing–masing
usahatani, diketahui bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani padi organik SRI lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total
usahatani padi konvensional. Jika dilihat pada Tabel 23 bahwa petani padi SRI menerima pendapatan atas biaya totalnya sebesar Rp 4.011.929,27 per hektar, hal
tersebut disebabkan oleh besarnya total biaya tunai, sehingga pendapatan atas biaya totalnya menjadi lebih kecil. Sementara pendapatan atas biaya total petani
padi konvensional sebesar Rp 38.551,32 per hektar, hal ini menunjukkan bahwa petani padi konvensional masih mendapatkan keuntungan apabila biaya yang
diperhitungkan tetap dibayarkan, meskipun nilainya rendah.
6.3. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani
Beberapa analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi pendapatan usahatani adalah dengan melihat nilai pendapatan atas penggunaan
tenaga kerja dalam keluarga return to family labour, pendapatan atas penggunaan lahan return to land dan menggunakan analisis imbangan
penerimaan dan biaya RC Rasio. Adapun hasil perhitungan nilai return to
86
103
family labour dan return to land dapat dilihat pada Tabel 24 dan perhitungan
analisis RC Rasio dapat dilihat pada Tabel 25 Tabel 24. Perbandingan Nilai Return to Family Labour dan Return to Land pada
Usahatani Padi SRI dan Konvensional
No Jenis Usahatani
Return to Family Labour Rp
Return to Land Rp
1 SRI
15.940.925,99 18.480.283,48
2 Konvensional
11.178.843,61 3.893.210,26
Penilaian return to family labour pada kegiatan usahatani padi organik SRI dan konvensional pada Tabel 24 menunjukkan bahwa usahatani padi SRI, nilai
return to family labour lebih besar yaitu Rp. 15.940.925,99 dibandingkan dengan
usahatani padi konvensional. Dengan demikian kegiatan usahatani padi SRI yang dikerjakan oleh petaninya sendiri atau keluarganya Tenaga Kerja Dalam
Keluarga dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Sama halnya dengan perhitungan nilai return to
land, usahatani yang diterapkan pada lahan padi organik SRI memperoleh
pendapatan atas lahannya lebih besar yaitu Rp. 18.480.283,48 dibandingkan dengan pendapatan atas penggunaan lahan padi konvensional. Nilai tersebut
merupakan ukuran produktivitas tanah usahatani. Dengan demikian usahatani padi SRI jika dilihat dari hasil penerimaannya berdasarkan penggunaan lahan lebih
menguntungkan. Tabel 25. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani dengan Menggunakan Analisis
Imbangan Penerimaan dan Biaya RC Rasio
No Uraian
Usahatani Padi Organik SRI
Padi Konvensional 1
Pendapatan Atas Biaya Tunai 9.518.538,71
3.902.789,79 2
Pendapatan Atas Biaya Total 4.011.929,27
38.551,32 3
Total Biaya Tunai 6.552.816,13
7.400.340,16 4
Total Biaya 12.059.425,58
11.264.578,63 5
RC Rasio atas Biaya Tunai 2,45
1,53 6
RC Rasio atas Biaya Total 1,33
1,00
Berdasarkan Tabel 25 memperlihatkan efisiensi usahatani dari dua jenis usaha yang diusahakan petani di Desa Cipeuyeum yang ditunjukan oleh nilai RC
rasio atas biaya tunai dan RC rasio atas biaya total. Nilai RC rasio atas penggunaan biaya tunai usahatani padi organik metode SRI sebesar 2,45 jauh
lebih besar dari RC rasio atas biaya tunai usahatani padi konvensional yaitu sebesar 1,53. Hal ini menjelaskan bahwa petani padi organik metode SRI
87
104
menerima 2,45 rupiah dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan, sementara petani padi konvensional penyewa hanya menerima 1,53 rupiah saja dari setiap
satu rupiah input yang dikeluarkannya. Sedangkan jika dilihat dari RC rasio atas biaya total usahatani,
menyatakan bahwa, petani padi organik metode SRI akan memperoleh 1,33 rupiah dari setiap satuan inputnya sementara petani padi konvensional hanya
menerima sebesar 1,00 rupiah dari setiap satu rupiah input yang digunakan dalam usahataninya. Meskipun demikian, usahatani padi organik SRI dan konvensional
masih menguntungkan secara ekonomi karena nilai RC rasio atas biaya tunai masing–masing usahatani tersebut lebih dari satu RC rasio 1, namun berbeda
halnya dengan RC rasio atas biaya total pada usahatani padi konvensional yang nilainya sama dengan satu, hal ini dapat dikatakan bahwa usahatani yang
dijalankan tidak menguntungkan dan tidak merugikan. Penggunaan biaya total pada kedua usahatani, tidak terlalu jauh berbeda
dengan selisih biaya total sebesar Rp 794.846,95. Sama halnya dengan perbedaan biaya tunainya dengan selisih sebesar Rp 847.524,03. Namun biaya tunai yang
paling besar dikeluarkan oleh petani padi konvensional, dalam komponen biaya tunai usahatani padi konvensional proporsi paling besar untuk biaya tenaga kerja,
pestisida dan pupuk. Dikarenakan upah tenaga kerja pada padi konvensional cenderung lebih besar per HOK nya jika dibandingkan dengan upah tenaga kerja
padi SRI. Penentuan harga upah per HOK ini telah ditentukan berdasarkan upah yang biasa dikeluarkan petani di Desa Cipeuyeum yaitu rata–rata upah petani padi
SRI ialah Rp 21.333,33 sedangkan rata–rata upah petani padi konvensional ialah Rp 23.215,69. Hal tersebut menyebabkan biaya tunai pada usahatani padi
konvensional sangat tinggi, begitu halnya dengan biaya pengadaan pestisida dan pupuk. Dengan biaya tunai sebesar Rp 7.400.340,16 pada usahatani padi
konvensional, nilai RC Rasio usahatani menjadi impas, namun jika biaya tunai dapat ditekan dengan melakukan penghematan atau pemberian dosis pestisida dan
pupuk secara rasional maka usahatani padi konvensional akan lebih menguntungkan, akan tetapi jika kenaikan biaya tunai yang diiringi oleh kenaikan
harga input baik tenaga kerja, pestisida dan pupuk maka usahatani padi konvensional akan merugikan.
88
105
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan