Analisis pendapatan dan margin pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: desa Ponggang kecamatan Sagalaherang kabupaten Subang, Jawa-Barat)

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI

RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

(

System of Rice Intensification

)

(Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang,

Jawa-Barat)

Oleh :

MUHAMMAD UBAYDILLAH A 14105569

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

RINGKASAN

MUHAMMAD UBAYDILLAH. Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification) Kasus Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat. (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA)

Penggunaan faktor produksi pertanian yang menekankan pada input kimia turut andil dalam penurunan kualitas hidup dan lingkungan karena pencemaran residu bahan kimia berbahaya. Berawal dari usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk, pemerintah menerapkan sistem intensif penggunaan input yang semasa itu dikenal sebagai revolusi hijau. Tahun 1984 merupakan kesuksesan pemerintah dalam berswasembada pangan nasional tanpa bergantung pada pangan impor. Bagi Indonesia, pangan identik dengan beras karena sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok. Kesuksesan swasembada beras tidak bertahan lama karena selang beberapa tahun Indonesia kembali mengimpor beras. Bukan hanya itu, ternyata berubahnya teknik budidaya dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang modern dengan menggunakan input anorganik membawa dampak negatif, salah-satunya adalah pencemaran residu kimia pada lingkungan termasuk pada komoditi pangan.

Kerusakan lingkungan terus berlanjut karena penggunaan bahan kimia dalam budidaya pertanian sulit dihindari oleh petani. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan terhadap pendapatan yang diterima petani karena petani semakin tidak mandiri dalam mencukupi input usahataninya. Sementara disisi lain, harga input cenderung terus naik akibat kondisi ekonomi nasional yang tidak mendukung sejak krisis moneter tahun 1997 yang disusul kebijakan pemerintah menaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk. Sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dan ketergantungan petani dari penggunaan input anorganik dalam usahataninya khususnya pada komoditi padi, saat ini muncul berbagai format pertanian alternatif salah satunya yaitu padi ramah lingkungan metode SRI (System of Rice Intensification).

Desa Ponggang merupakan salah satu daerah di Kabupaten Subang yang menerapkan teknik budidaya padi ramah lingkungan dengan metode SRI. Pada awalnya, teknik budidaya metode SRI dikenalkan di awal tahun 2005 oleh petani pada Kelompok Tani Ponggang Jaya. Sejalan dengan perkembangannya, teknik budidaya padi ramah lingkungan SRI yang berbasis pada kearifan lokal mulai diadopsi oleh petani lainnya diluar anggota kelompok tani meskipun hanya dalam hal penggunaan jenis input produksinya (bahan organik). Permasalahan muncul ketika ketersediaan bahan organik seperti kotoran hewan mulai terbatas karena intensitas penggunaannya meningkat, sehingga bahan-bahan organik tersebut tidak lagi murah diperoleh petani. Fakta lain yang ditemukan di Desa Ponggang yaitu harga jual gabah padi ramah lingkungan khususnya padi SRI tidak berbeda dengan harga gabah padi konvensional begitupun dengan produk turunannya yaitu beras. Sementara biaya pengusahaan yang dibutuhkan dalam produksi padi ramah lingkungan metode SRI lebih besar dibandingkan usahatani padi konvensional. Hal ini menjadi pertanyaan apakah usahatani padi ramah lingkungan metode SRI


(3)

yang dilakukan petani di Desa Ponggang masih menguntungkan secara ekonomi bila dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bagaimana pengusahaan padi ramah lingkungan dan padi konvensional terhadap pendapatan petani di Desa Ponggang? Bagaimana pemasaran hasil produksi padi ramah lingkungan yang dikembangkan di Desa Ponggang dan bagaimana persepsi petani terhadap kelebihan dan kekurangan padi ramah lingkungan metode SRI? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1) Menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi konvensional, 2) menganalisis saluran dan lembaga pemasaran, 3) Menganalisis margin masing-masing pelaku pasar dan farmer’s share pada pemasaran padi ramah lingkungan, 4) Menganalisis hubungan karakteristik responden dengan persepasinya mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi ramah lingkungan metode SRI lebih menguntungkan dibandingkan usahatani padi konvensional meskipun membutuhkan biaya usahatani yang lebih besar. Petani padi ramah lingkungan metode SRI menerima pendapatan kotor sebesar Rp 16.452.414,47/ha dan sekitar 62 persen bagian penerimaan tersebut digunakan untuk membayar biaya total usahatani sehingga pendapatan bersih yang diterima petani padi ramah lingkungan sebesar Rp 6.237.060,47/ha. Petani padi konvensional menerima pendapatan bersih hanya Rp 1.890.098,03/ha dari total pendapatan kotor sebesar Rp 9.968.755,2/ha karena sekitar 81,04 persen penerimaan petani digunakan untuk membayar biaya total usahatani. Pendapatan petani padi konvensional relatif kecil bila dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh petani padi ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan produksi GKP tanaman padi konvensional hanya sebesar 4.625,53 kg/ha (3.931,70 kg GKG). Sementara produktivitas tanaman padi ramah lingkungan metode SRI mencapai 7.837,89 kg/ha atau sebesar 6.665,54 kg GKG (susut 15 %). Berdasarkan tingkat pendapatan petani terhadap biaya total input produksi yang digunakan dapat diketahui efisiensi dari kedua usahatani tersebut yang terlihat pada nilai R/C ratio atas biaya total masing-masing yaitu 1,61 untuk usahatani padi ramah lingkungan metode SRI dan 1,23 untuk nilai R/C ratio usahatani padi konvensional. Secara aktual R/C ratio masing-masing usahatani sebesar 3,08 dan 1,72.

Tataniaga padi ramah lingkungan metode SRI di Desa Ponggang memiliki tiga saluran pemasaran yang melibatkan lima lembaga pemasaran, yaitu petani/produsen, pedagang pengumpul lokal, pedagang pengumpul tingkat daerah (PPTD), pedagang beras non lokal yaitu Grosir dan pengecer. Biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran I. Hal ini dikarenakan lembaga pemasaran yang terlibat lebih banyak dibanding pada dua saluran lainnya (saluran pemasaran II dan III). Sementara saluran pemasaran yang memiliki margin biaya total (biaya pemasaran) paling rendah terdapat pada saluran III. Secara operasional, saluran pemasaran III dapat dikatakan sebagai saluran yang paling efisien karena memiliki margin biaya total paling kecil dalam tataniaga padi ramah lingkungan metode SRI. Selain itu, petani pada saluran pemasaran III memperoleh farmer’s share paling tinggi (78,79 %) bila dibandingkan dua saluran lainnya (75,06 %). Lembaga pemasaran yang menerima keuntungan paling besar dalam pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI yaitu petani (100 %), disusul pedagang pengecer non lokal, pedagang grosir, pedagang pengumpul dan


(4)

pedagang PPTD. Pedagang PPTD memperoleh keuntungan paling kecil karena melakukan paling banyak fungsi pemasaran. Saluran pemasaran IV dijadikan sebagai skenario alternatif pemasaran langsung oleh petani. Saluran yang pendek dengan menghilangkan peranan pedagang perantara pada pola IV menjadikan kegiatan pemasaran langsung oleh petani tidak efisien secara operasional. Dengan demikian keberadaan pedagang perantara seperti PPTD pada kasus pemasaran di Desa Ponggang sangat diperlukan.

Berdasarkan hasil uji X2test diketahui bahwa semua karakteristik responden tidak memiliki hubungan terhadap manfaat yang dirasakan oleh responden. Artinya pembagian karakteristik responden pada kategori (golongan) tertentu tidak mempengaruhi persepsi tentang kelebihan dan kelemahan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI. Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebagian besar petani yang dijadikan responden penelitian telah merasakan manfaat dari usahatani padi ramah lignkungan metode SRI.


(5)

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI

RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

(

System of Rice Intensification

)

(Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang,

Jawa-Barat)

Oleh :

MUHAMMAD UBAYDILLAH A 14105569

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(6)

Judul :

Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)

Nama : Muhammad Ubaydillah NRP : A 14105569

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP : 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP : 131 124 019


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Muhammad Ubaydillah A 14105569


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Karawang pada tanggal 10 Juni 1983, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Putra dari pasangan Bapak Piyan dan Ibu Umroh.

Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar Segaran I pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya di Madrasah Tsanawiyah Mathla’ul Anwar Segaran hingga tahun 1999. Sekolah Menengah Umum ditempuh penulis di Sekolah Menengah Umum Negeri I Rengasdengklok sejak tahun 1999 hingga tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program diploma III di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selepas menempuh program diploma III, penulis melanjutkan studi pada pendidikan strata satu (S1) Program Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2005 hingga tahun 2008.

Semasa kuliah, penulis aktif pada beberapa organisasi kampus, antara lain sebagai staff Divisi III Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) pada tahun 2002, Ketua Divisi Sosial Kemasyarakatan Badan Koordinasi Mahasiswa Diploma Perbenihan (BKMDP), staff divisi Guru Tambahan Biro Pendidikan IPB Crisis Center (ICC) BEM KM IPB tahun 2003 hingga 2004 dan terakhir sebagai staff Departemen Pertanian BEM KM IPB 2004-2005.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu tercurahkan kepada sang khalik pencipta alam beserta isinya, Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification), (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan sarjana pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun seperti pepatah bilang “tak ada gading yang tak retak”. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini menjadi karya yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan bagi pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum.

Bogor, Mei 2008


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, diawali dengan ucapan syukur kepada Allah SWT penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis dengan kasih sayang dan ridhonya.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. Selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, saran dan perhatiannya yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

3. Muhammad Firdaus Ph.D. Selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan yang berarti bagi penyempurnaan skripsi ini. 4. Tanti Novianty, SP, Msi. Selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang

telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Keluarga besar Bapak Agan Dedi (Ibu, Emi, Abah serta adik kecilku Santi dan Yopi) yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama pengumpulan data di tempat penelitian.

6. Keluarga besar Kelompok Tani Ponggang Jaya khususnya Bapak Asep Suryana (ketua kelompok tani), Bapak Edo, Bapak Tatang Carmid, Bapak Uyo, Bapak Dede, Keluarga Bapak Maman, Sobatku Mamat dan Asep.


(11)

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI

RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

(

System of Rice Intensification

)

(Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang,

Jawa-Barat)

Oleh :

MUHAMMAD UBAYDILLAH A 14105569

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

RINGKASAN

MUHAMMAD UBAYDILLAH. Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification) Kasus Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat. (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA)

Penggunaan faktor produksi pertanian yang menekankan pada input kimia turut andil dalam penurunan kualitas hidup dan lingkungan karena pencemaran residu bahan kimia berbahaya. Berawal dari usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk, pemerintah menerapkan sistem intensif penggunaan input yang semasa itu dikenal sebagai revolusi hijau. Tahun 1984 merupakan kesuksesan pemerintah dalam berswasembada pangan nasional tanpa bergantung pada pangan impor. Bagi Indonesia, pangan identik dengan beras karena sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan pokok. Kesuksesan swasembada beras tidak bertahan lama karena selang beberapa tahun Indonesia kembali mengimpor beras. Bukan hanya itu, ternyata berubahnya teknik budidaya dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang modern dengan menggunakan input anorganik membawa dampak negatif, salah-satunya adalah pencemaran residu kimia pada lingkungan termasuk pada komoditi pangan.

Kerusakan lingkungan terus berlanjut karena penggunaan bahan kimia dalam budidaya pertanian sulit dihindari oleh petani. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan terhadap pendapatan yang diterima petani karena petani semakin tidak mandiri dalam mencukupi input usahataninya. Sementara disisi lain, harga input cenderung terus naik akibat kondisi ekonomi nasional yang tidak mendukung sejak krisis moneter tahun 1997 yang disusul kebijakan pemerintah menaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk. Sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dan ketergantungan petani dari penggunaan input anorganik dalam usahataninya khususnya pada komoditi padi, saat ini muncul berbagai format pertanian alternatif salah satunya yaitu padi ramah lingkungan metode SRI (System of Rice Intensification).

Desa Ponggang merupakan salah satu daerah di Kabupaten Subang yang menerapkan teknik budidaya padi ramah lingkungan dengan metode SRI. Pada awalnya, teknik budidaya metode SRI dikenalkan di awal tahun 2005 oleh petani pada Kelompok Tani Ponggang Jaya. Sejalan dengan perkembangannya, teknik budidaya padi ramah lingkungan SRI yang berbasis pada kearifan lokal mulai diadopsi oleh petani lainnya diluar anggota kelompok tani meskipun hanya dalam hal penggunaan jenis input produksinya (bahan organik). Permasalahan muncul ketika ketersediaan bahan organik seperti kotoran hewan mulai terbatas karena intensitas penggunaannya meningkat, sehingga bahan-bahan organik tersebut tidak lagi murah diperoleh petani. Fakta lain yang ditemukan di Desa Ponggang yaitu harga jual gabah padi ramah lingkungan khususnya padi SRI tidak berbeda dengan harga gabah padi konvensional begitupun dengan produk turunannya yaitu beras. Sementara biaya pengusahaan yang dibutuhkan dalam produksi padi ramah lingkungan metode SRI lebih besar dibandingkan usahatani padi konvensional. Hal ini menjadi pertanyaan apakah usahatani padi ramah lingkungan metode SRI


(13)

yang dilakukan petani di Desa Ponggang masih menguntungkan secara ekonomi bila dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bagaimana pengusahaan padi ramah lingkungan dan padi konvensional terhadap pendapatan petani di Desa Ponggang? Bagaimana pemasaran hasil produksi padi ramah lingkungan yang dikembangkan di Desa Ponggang dan bagaimana persepsi petani terhadap kelebihan dan kekurangan padi ramah lingkungan metode SRI? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1) Menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi konvensional, 2) menganalisis saluran dan lembaga pemasaran, 3) Menganalisis margin masing-masing pelaku pasar dan farmer’s share pada pemasaran padi ramah lingkungan, 4) Menganalisis hubungan karakteristik responden dengan persepasinya mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi ramah lingkungan metode SRI lebih menguntungkan dibandingkan usahatani padi konvensional meskipun membutuhkan biaya usahatani yang lebih besar. Petani padi ramah lingkungan metode SRI menerima pendapatan kotor sebesar Rp 16.452.414,47/ha dan sekitar 62 persen bagian penerimaan tersebut digunakan untuk membayar biaya total usahatani sehingga pendapatan bersih yang diterima petani padi ramah lingkungan sebesar Rp 6.237.060,47/ha. Petani padi konvensional menerima pendapatan bersih hanya Rp 1.890.098,03/ha dari total pendapatan kotor sebesar Rp 9.968.755,2/ha karena sekitar 81,04 persen penerimaan petani digunakan untuk membayar biaya total usahatani. Pendapatan petani padi konvensional relatif kecil bila dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh petani padi ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan produksi GKP tanaman padi konvensional hanya sebesar 4.625,53 kg/ha (3.931,70 kg GKG). Sementara produktivitas tanaman padi ramah lingkungan metode SRI mencapai 7.837,89 kg/ha atau sebesar 6.665,54 kg GKG (susut 15 %). Berdasarkan tingkat pendapatan petani terhadap biaya total input produksi yang digunakan dapat diketahui efisiensi dari kedua usahatani tersebut yang terlihat pada nilai R/C ratio atas biaya total masing-masing yaitu 1,61 untuk usahatani padi ramah lingkungan metode SRI dan 1,23 untuk nilai R/C ratio usahatani padi konvensional. Secara aktual R/C ratio masing-masing usahatani sebesar 3,08 dan 1,72.

Tataniaga padi ramah lingkungan metode SRI di Desa Ponggang memiliki tiga saluran pemasaran yang melibatkan lima lembaga pemasaran, yaitu petani/produsen, pedagang pengumpul lokal, pedagang pengumpul tingkat daerah (PPTD), pedagang beras non lokal yaitu Grosir dan pengecer. Biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran I. Hal ini dikarenakan lembaga pemasaran yang terlibat lebih banyak dibanding pada dua saluran lainnya (saluran pemasaran II dan III). Sementara saluran pemasaran yang memiliki margin biaya total (biaya pemasaran) paling rendah terdapat pada saluran III. Secara operasional, saluran pemasaran III dapat dikatakan sebagai saluran yang paling efisien karena memiliki margin biaya total paling kecil dalam tataniaga padi ramah lingkungan metode SRI. Selain itu, petani pada saluran pemasaran III memperoleh farmer’s share paling tinggi (78,79 %) bila dibandingkan dua saluran lainnya (75,06 %). Lembaga pemasaran yang menerima keuntungan paling besar dalam pemasaran padi ramah lingkungan metode SRI yaitu petani (100 %), disusul pedagang pengecer non lokal, pedagang grosir, pedagang pengumpul dan


(14)

pedagang PPTD. Pedagang PPTD memperoleh keuntungan paling kecil karena melakukan paling banyak fungsi pemasaran. Saluran pemasaran IV dijadikan sebagai skenario alternatif pemasaran langsung oleh petani. Saluran yang pendek dengan menghilangkan peranan pedagang perantara pada pola IV menjadikan kegiatan pemasaran langsung oleh petani tidak efisien secara operasional. Dengan demikian keberadaan pedagang perantara seperti PPTD pada kasus pemasaran di Desa Ponggang sangat diperlukan.

Berdasarkan hasil uji X2test diketahui bahwa semua karakteristik responden tidak memiliki hubungan terhadap manfaat yang dirasakan oleh responden. Artinya pembagian karakteristik responden pada kategori (golongan) tertentu tidak mempengaruhi persepsi tentang kelebihan dan kelemahan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI. Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebagian besar petani yang dijadikan responden penelitian telah merasakan manfaat dari usahatani padi ramah lignkungan metode SRI.


(15)

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI

RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

(

System of Rice Intensification

)

(Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang,

Jawa-Barat)

Oleh :

MUHAMMAD UBAYDILLAH A 14105569

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(16)

Judul :

Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)

Nama : Muhammad Ubaydillah NRP : A 14105569

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP : 131 685 542

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP : 131 124 019


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Muhammad Ubaydillah A 14105569


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Karawang pada tanggal 10 Juni 1983, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Putra dari pasangan Bapak Piyan dan Ibu Umroh.

Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar Segaran I pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya di Madrasah Tsanawiyah Mathla’ul Anwar Segaran hingga tahun 1999. Sekolah Menengah Umum ditempuh penulis di Sekolah Menengah Umum Negeri I Rengasdengklok sejak tahun 1999 hingga tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program diploma III di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selepas menempuh program diploma III, penulis melanjutkan studi pada pendidikan strata satu (S1) Program Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2005 hingga tahun 2008.

Semasa kuliah, penulis aktif pada beberapa organisasi kampus, antara lain sebagai staff Divisi III Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron) pada tahun 2002, Ketua Divisi Sosial Kemasyarakatan Badan Koordinasi Mahasiswa Diploma Perbenihan (BKMDP), staff divisi Guru Tambahan Biro Pendidikan IPB Crisis Center (ICC) BEM KM IPB tahun 2003 hingga 2004 dan terakhir sebagai staff Departemen Pertanian BEM KM IPB 2004-2005.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu tercurahkan kepada sang khalik pencipta alam beserta isinya, Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System of Rice Intensification), (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat)”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan sarjana pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun seperti pepatah bilang “tak ada gading yang tak retak”. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini menjadi karya yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan bagi pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum.

Bogor, Mei 2008


(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, diawali dengan ucapan syukur kepada Allah SWT penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan dan mendukung penulis dengan kasih sayang dan ridhonya.

2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. Selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, saran dan perhatiannya yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

3. Muhammad Firdaus Ph.D. Selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan yang berarti bagi penyempurnaan skripsi ini. 4. Tanti Novianty, SP, Msi. Selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang

telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Keluarga besar Bapak Agan Dedi (Ibu, Emi, Abah serta adik kecilku Santi dan Yopi) yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama pengumpulan data di tempat penelitian.

6. Keluarga besar Kelompok Tani Ponggang Jaya khususnya Bapak Asep Suryana (ketua kelompok tani), Bapak Edo, Bapak Tatang Carmid, Bapak Uyo, Bapak Dede, Keluarga Bapak Maman, Sobatku Mamat dan Asep.


(21)

7. Bapak Dedi M. Nur selaku Kepala Bagian Sumberdaya Manusia Dinas Pertanian Kabupaten Subang atas sambutan yang ramah dan pemberian izin serta membantu penyediaan informasi penelitian.

8. Teman-teman satu pembimbing : Avnita (terimakasih atas dukungan moril dan motivasinya), Siska, Timbul dan Eda (terimakasih atas kepedulian dan perhatiannya).

9. Bona, Baim dan Sudarlin yang menyediakan failitas komputer serta masukan yang sangat berarti.

10.Teman-teman kost Pioneer Arief (personal advisor), fajar (computer programe consultant) atas pinjaman laptopnya, Jam’an (sangat membantu dalam persiapan slide), Sudarsono, Wawan, Aris, dan Rian.

11.Teman-teman Veteran Tekben : Restu dan Keluarga (terimakasih buat kekeluargaannya serta dukungan materi dan moril), Ole (Ali), Ncep, Maria, Timbul, Riki, Sari (Iie), Nci dan Heda, khususnya Rizki yang bersedia menjadi pembahas seminar. Perjalanan dan perjuangan ini tidak akan memiliki warna dan arti tanpa kalian semua.

12.Teman-teman Ekstensi’13 khususnya Baban (Cimande), mba Endah dan kang Agung (business inspirator), Mrs. Inggit dan Mr. RER yang telah memberikan arti”ketawa itu penting” Nde, Dewi, Iil, Ida, dan temen-temen lainnya.

Semoga segala amal kebaikan yang telah dilakukan menjadi hitungan ibadah dan hanya Allah SWT yang dapat menilai dan membalas semuanya, Amin.

Bogor, Mei 2008


(22)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 8 1.4 Ruang Lingkup Penelitian... 9 1.5 Kegunaan Penelitian ... 10 II TINJAUAN PUSTAKA ... 11 2.1 Pertanian Berkelanjutan ... 11 2.2 High External Input Agriculture (HEIA)... 12 2.3 Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA)... 12 2.4 Pertanian Organik... 13 2.5 Tinjauan Empiris Tentang Usahatani Padi Organik... 14 III KERANGKA PEMIKIRAN ... 17 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 17 3.1.1 Konsep Usahatani ... 17 3.1.1.1 Ukuran Pendapatan dan Keuntungan Usahatani ... 21 3.1.1.2 Pengeluaran Usahatani ... 22 3.1.1.3 Penerimaan Petani... 23 3.1.1.4 Pendapatan Usahatani ... 23 3.I.2 Konsep Pemasaran... 24 3.1.2.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran ... 25 3.1.2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran... 26 3.1.2.3 Efisiensi Pemasaran ... 28 3.1.2.4 Margin Pemasaran dan Farmer’s Share ... 28 3.I.3 Hubungan Karakteristik Responden Terhadap

Manfaat Padi SRI ... 31 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 32 IV METODE PENELITIAN ... 36 4.1Lokasi dan Waktu ... 36 4.2Jenis dan Sumber Data ... 36 4.3Metode Pengambilan Sampel... 37 4.4Metode Analisis Data... 37 4.5Analisis Usahatani... 38 4.5.1Analisis Sistem Usahatani... 38


(23)

4.5.2Analisis Pendapatan Usahatani ... 38 4.6Analisis Pemasaran ... 40 4.6.1 Analisis Margin Pemasaran ... 40 4.6.2 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ... 41 4.7 Uji Chi-square (X2test)... 41 4.8 Definisi Operasional ... 45 V GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ... 49 5.1 Wilayah dan Topografi ... 49 5.2 Sosial Ekonomi Masyarakat... 57

5.3 Gambaran Umum Usahatani ... 53 5.4 Budidaya Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 55 5.4.1 Pengolahan tanah ... 55 5.4.2 Pembibitan ... 57

5.4.2.1 Persiapan Lahan Pembibitan ... 57 5.4.2.2 Perlakuan Benih Sebelum Sebar ... 57 5.4.3 Penanaman (Tandur)... 58 5.4.4 Penyiangan ... 60 5.4.5 Pemupukan ... 60 5.4.6 Pengendalian Hama dan Penyakit... 63 5.4.7 Pengairan Sawah ... 65 5.4.8 Pemeliharaan Pematang Sawah... 67 5.4.9 Panen ... 67 5.4.10 Kegiatan pasca panen... 68 5.5 Karakteristik Responden ... 69 VI ANALSISIS SISTEM USAHATANI PADI RAMAH

LINGKUNGAN METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 71 6.1 Penggunaan Input... 71

6.1.1 Benih ... 71 6.1.2 Pupuk ... 74 6.1.3 Pestisida ... 78 6.1.4 Tenaga Kerja ... 80 6.2Output Usahatani... 83 6.3 Analisis Pendapatan Usahatani ... 84 6.3.1 Penerimaan Usahatani... 84 6.3.2 Biaya Usahatani ... 85 6.3.3 Pendapatan Usahatani ... 89 VII ANALISIS PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN

METODE SRI (System of Rice Intensification)... 92 7.1Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran... 92

7.1.1Petani... 92 7.1.2Pedagang Pengumpul Lokal... 93 7.1.3Pedagang Pengumpul Tingkat Daerah (PPTD)... 94 7.1.4Pedagang Besar non Lokal (Grosir)... 97 7.1.5Pedagang Pengecer (non Lokal)... 97 7.2Analisis Saluran Pasar ... 98


(24)

7.3Margin Pemasaran dan Farmr’s Share... 100 VIII HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

TERHADAP MANFAAT USAHATANI PADI RAMAH

LINGKUNGAN METODE SRI ... 107 IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 112 9.1Kesimpulan ... 112 9.2 Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA ... 115 LAMPIRAN... 117


(25)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Perhitungan Analisis Pendapatan dan Analisis R/C Ratio... 39 2. Luas Tanah Sawah Berdasarkan Sistem Irigasi di Desa Ponggang

(Hektar) ... 51 3. Pemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan di Desa Ponggang

Tahun 2007 (Hektar) ... 52 4. Beberapa Jenis Ternak yang dikembangkan Penduduk di Desa

Ponggang... 54 5. Kandungan Unsur Hara Paad Beberapa Kotoran Hewan ... 61 6. Serangan Beberapa Jenis Hama Pada Usahatani Padi di Desa

Ponggang Musim Tanam Ke III (Periode Agustus-November 2007) 65 7. Sistem Pengairan pada Lahan Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI (HST) ... 66 8. Kebijakan pada Bagi Hasil Sistem Nyeblokan dan Sistem

Ngawesi yang digunakan di Desa Ponggang ... 68 9. Karakteristik Petani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Padi

Konvensional ... 69 10.Varietas Benih yang digunakan Petani Responden di Desa Ponggang

(Perode Tanam Agustus-November) Tahun 2007 ... 73 11.Penggunaan Pupuk Urea, TSP dan Ponska dalam Usahatani Padi

Konvensional Periode Tanam Agustus-November Tahun 2007

(kg/ha) ... 76 12.Penggunaan Pupuk Daun pada Usahatani Padi Ramah Lingkungan

Metode SRI Musim Tanam (MT) Periode Agustus-

November 2007 (ml/ha) ... 77 13.Merek dagang dan Jenis Pupuk Daun pada Usahatani Padi

Konvensional Musim Tanam (MT) Periode Agustus-

November 2007 (Hektar) ... 78 14.Jenis Obat-Obatan Pada Usahatani Padi Konvensional Musim


(26)

15.Perbandingan Kebutuhan Tenaga Kerja pada Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Usahatani Padi Konvensional Musim Tanam (MT) Periode Agustus-November 2007 (HOK/Ha) ... 81 16.Produktivitas Padi Ramah Lingkungan Metode SRI dan Padi

Konvensional Pada Musim Tanam Periode Aguastus-November

Tahun 2007 ... 84 17.Penerimaan Petani Padi Ramah Lingkungan Dan Petani Padi

Konvensional Musim Tanam Peride Agustus-November

Tahun 2007 (hektar)... 85 18.Biaya Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI

Pada Musim Tanam (MT) Periode Agustus-November

Tahun 2007 (Rp/Ha) ... 86 19.Pengeluaran Usahatani Padi Konvensional Musim Tanam (MT)

Periode Agustus-November Tahun 2007 (Rp/Ha)... 88 20.Analisis Pendapatan Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI

dan Usahatani Padi Konvensional Pada Musim Tanam Agustus-

November Tahun 2007 di Desa Ponggang (Rp/Ha) ... 91 21.Fungsi Pemasaran Padi Ramah Lingkungan pada Pedagang

Pengumpul Tingkat Daerah di Desa Ponggang Tahun 2008 ... 96 22.Margin dan Farmer’s share yang diterima Masing-Masing Lembaga

Pemasaran Padi Ramah Lingkungan di Desa Ponggang Bulan

Februari Tahun 2008 (Rp/Kilogram) ... 102 23.Pendapat Petani Responden Terhadap Kelebihan dan Kekurangan

Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI Berdasarkan

Kategori dari Karakteristik Responden ... 108 v


(27)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Kurva Permintaan Asal dan Turunan ... 29 2. Kerangka Operasional Penelitian... 35 3. Pola Saluran Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ... 118 2. Seleksi Benih Padi Ramah lingkungan dengan Perlakuan Larutan

Garam... 119 3. Pembuatan Pupuk Bokashi ... 120 4. Pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL)/Pestisida Nabati ... 122 5. Penggunaan Biaya Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI Pada Musim Tanam (MT) Periode Agustus – November 2007 (Hektar) ... 123 6. Penggunaan Biaya Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode

SRI Pada Luas Rata-Rata 0,29 Ha Musim Tanam (MT) Periode

Agustus – November 2007... 124 7. Rincian Penggunaan Biaya dalam Usahatani Padi Konvensional

di Desa Ponggang Pada Musim Tanam (MT) Periode Agustus-

November Tahun 2007 (Hektar) ... 125 8. Penggunaan Biaya Usahatani Padi Konvensional Pada Luas Rata-

Rata 0,42 Ha Musim Tanam (MT) Periode Agustus –

November 2007... 126 9. Tabel Analisis Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan

Metode SRI di Desa Ponggang (Bulan Februari 2008) ... 127 10.Hubungan Umur dengan Penilaian Responden Terhadap Manfaat

Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 128 11.Hubungan Lamanya Pendidikan Formal dengan Penilaian

Responden Terhadap Manfaat Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 129 12.Hubungan Tingkat Pendapatan Usahatani dengan Penilaian

Responden Terhadap Manfaat Usahatani Padi Ramah

Lingkungan Metode SRI ... 130 13.Hubungan Luas Lahan dengan Penilaian Responden Terhadap


(29)

14.Hubungan Lama Bertani dengan Penilaian Responden Terhadap

Manfaat Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 132 15.Kebutuhan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi Ramah Lingkungan

Metode SRI (HOK/Ha) ... 133 16.Kebutuhan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi Konvensional

(HOK/Ha)... 136 17.Karakteristik Petani Responden Padi Ramah Lingkungan

Metode SRI ... 139 18.Karakteristik Petani Responden Padi Konvensional ... 140 19.Kuesioner Usahatani Padi Ramah Lingkungan Metode SRI ... 141 20.Kuesioner Usahatani Padi Konvensional ... 145


(30)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Swasembada beras tahun 1984 merupakan keberhasilan Indonesia dalam mencukupi kebutuhan pangannya sendiri. Swasembada beras mampu merubah posisi Indonesia dari negara pengimpor menjadi negara pengekspor beras (Krisnamurthi, 2001). Tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan tingginya tingkat inflasi. Kenaikan harga secara umum berdampak pada kenaikan harga input usahatani padi, seingga petani tidak mampu membeli pupuk dan pestisida dalam jumlah yang cukup untuk usahataninya sehingga berdampak pada penurunan produksi beras nasional. Gema keberhasilan swasembada beras tidak dirasakan lagi hingga saat ini, bahkan pemerintah harus mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk.

Sementara itu laju pertumbuhan penduduk terus meningkat yang tentunya diikuti pula oleh peningkatan konsumsi pangan penduduk. Tahun 2001 tingkat konsumsi penduduk Indonesia sebesar 27.427.000 ton beras dengan jumlah penduduk sebesar 209.372.000 jiwa.1 Saat ini penduduk Indonesia sebesar 210 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,6 persen membutuhkan sekitar 54 juta ton GKG pertahun atau setara dengan 35 juta ton beras dengan laju kebutuhan 2-3 persen pertahun. Keadaan di lapang menunjukkan produktivitas padi rata-rata 4,7 ton/ha. Sementara dari luasan lahan yang ada sekitar 11 juta ha, produktivitas padi rata-rata harus mencapai diatas 4,9 ton/ha agar ketahanan pangan tercapai.2

1

http://www.euromonitor.com.2007/20/07. 2


(31)

2

Melihat kondisi demikian, pemerintah melakukan percepatan peningkatan produksi dengan menetapkan sasaran peningkatan produksi beras nasional dua juta ton tahun 2007. Salah satu usaha yang ditempuh pemerintah yaitu melalui pengembangan padi hibrida varietas unggul. Potensi genetik varietas unggul padi hibrida tersebut dapat diaktualisasikan dengan dukungan input produksi yang relatif tinggi seperti penggunaan pupuk anorganik dan racun pestisida. Sementara di sisi lain, kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari penggunaan bahan-bahan kimia terutama yang bersumber dari residu kimia pertanian telah banyak dirasakan dampak negatifnya.

Residu bahan kimia tidak hanya mencemari lingkungan seperti air dan tanah, tetapi juga banyak residu pestisida yang tertinggal pada produk tanaman pangan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan bila mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Penelitian Maastricht Ageing Belanda menyimpulkan bahwa unsur kimia dan pestisida yang terkandung dalam makanan konsumsi sehari-hari dapat menyebabkan gangguan kesadaran (cognitive dysfunction) seperti sulit mengeja, membaca, menulis, membedakan warna, termasuk berbicara (830 responden, 629 orang terpapar pestisida). Lebih berbahaya lagi, resiko terhadap gangguan fisik otak akan semakin besar. Bagi wanita, pestisida menjadi salah satu penyebab kanker payudara (sangat rawan).3

Pertanian alternatif banyak berkembang saat ini sebagai dalam usaha mengalihkan konsekuensi-konsekuensi negatif pertanian konvensional, beberapa format sistem pertanian berkelanjutan telah direkomendasikan sebagai pertanian

3


(32)

3

alternatif untuk mencapai tujuan sistem produksi pertanian yang dapat menguntungkan secara ekonomi dan aman secara lingkungan. Selain itu, berkembangnya slogan Back to Nature di berbagai negara dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya hidup sehat, merubah gaya hidup sebagian masyarakat modern termasuk pola konsumsi yang mensyaratkan pangan aman dikonsumsi dan bergizi tinggi. Akibatnya permintaan produk-produk pangan yang bebas penggunaan bahan kimia dalam produksinya atau dikenal sebagai produk organik meningkat termasuk komoditi beras. Situasi pasar dunia produk organik di negara-negara Eropa cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 1997 meningkat kurang lebih 1.5 persen, dan kenaikan pangsa pasar produk organik 3 persen sampai 10 persen cukup realistik (Thimm, 1991 dalam Sutanto 2006). Sementara perdagangan produk organik di Amerika Serikat meningkat lebih dari 20 persen dengan potensi segmen konsumen baru sebesar 25 sampai 35 persen dan pangsa pasar mencapai dua persen (Sutanto, 2006). Pertumbuhan pasar beras organik Indonesia sendiri sekitar 22 persen per tahun dan pada tahun 2005 pasar beras organik mencapai Rp 28 milyar.

Melihat potensi yang besar dari pasar beras organik, pemerintah bertekad untuk menjadi produsen terbesar dunia produk pertanian organik melalui program “Go Organic 2010”. Untuk melaksanakan program tersebut, Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengambangan Usaha, Departemen Pertanian melakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Memasyarakatkan pertanian organik kepada konsumen, petani pelaku pasar, serta masyarakat luas.


(33)

4

2. Memfasilitasi percepatan penguasaan, penerapan, pengembangan dan penyebarluasan teknologi pertanian.

3. Memberdayakan potensi dan kekuatan masyarakat untuk mengembangkan infrastruktur pendukung pertanian organik.

4. Merumuskan kebijakan, norma, standar teknis, sistem dan prosedur yang kondusif untuk pengembangan pertanian organik.

Berkembangnya pertanian yang berbasis pada bahan-bahan organik dalam penggunaan input produksi menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Pihak yang mendukung pengembangan pertanian organik bertolak pada keperihatinannya terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan pertanian, dan kesejahteraan petani secara mikro. Sementara kelompok yang kontra diwakili para peneliti padi di berbagai negara bertitik tolak dari kekhawatirannya terhadap keberlanjutan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani sacara menyeluruh. Pandangan dari golongan kontra menyatakan bahwa secara teknis sistem organik tidak mampu mendorong produktivitas dan bahkan cenderung menurun. Hal ini tidak relevan dengan keberlanjutan ketahanan pangan. Sistem pertanian organik akan lebih menguntungkan bila diterapkan pada komoditas bernilai ekonomi tinggi.4

Konsep padi organik sebenarnya sudah sejak lama dikenal oleh petani sebagai sistem pertanian tradisional, hingga pemerintah mengenalkan paket teknologi pertanian yang mengutamakan penggunaan input produksi anorganik sebagai upaya peningkatan produktivitas pangan nasional. Penerapan pertanian organik mengacu pada standar organik yang berlaku seperti standar pangan

4


(34)

5

organik SNI 01-6729-2002, sementara ditingkat internasional standar yang digunakan yaitu IFOAM Basic Standard (IBS) atau Codex Alimentarius Commission (CAC) (CAC/GL-32-1999). Proses produksi pertanian organik mengacu pada dua standar tersebut agar produk yang dihasilkan dapat diklaim sebagai produk organik. Sistem pertanian organik murni sulit diupayakan dalam budidaya tanaman padi karena pada umumnya ditanam pada hamparan lahan yang luas dengan sumber irigasi yang sama. Mengacu pada istilah yang digunakan dalam standar nasional SNI tentang pangan organik, sistem pertanian yang belum sepenuhnya menghilangkan residu kimia dalam proses produksinya lebih tepat menggunakan istilah pertanian ramah lingkungan.

1.2 Perumusan Masalah

Ketergantungan petani pada pupuk anorganik dan obat-obatan kimia menyebabkan usahatani semakin beresiko terhadap berkurangnya pendapatan yang diterima petani. Resiko tersebut tidak dapat dihindari petani karena input produksi termasuk faktor eksternal yang tidak dapat dikuasai petani dan berpengaruh langsung terhadap biaya dan pendapatan petani (Suratiyah, 2006). Kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005 berdampak pada kenaikan harga-harga secara umum termasuk biaya input produksi usahatani. Lebih lanjut disusul kebijakan pemerintah meningkatkan HET (Harga Eceran Tertinggi) pupuk yang menyebabkan biaya usahatani meningkat. Kondisi tersebut menyebabkan berkurangnya pendapatan petani yang sebelumnya memperoleh pendapatan Rp


(35)

6

73.218,68 perbulan menjadi Rp 63.193,05 perbulan dari luas lahan rata-rata 0.3 ha.5

Saat ini banyak dikembangkan format pertanian alternatif yang menerapkan konsep pertanian organik di berbagai daerah. Konsep pertanian organik dianggap mampu meningkatkan kemandirian petani dalam usahataninya karena memanfaatkan input produksi dari lingkungan (berbasis pada kearifan lokal). Salah satunya adalah konsep pertanian yang diusahakan oleh sebagian petani khususnya kelompok tani Ponggang Jaya di Desa Ponggang, kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang. Format pertanian yang dikembangkan di Desa Ponggang sudah mengarah pada pertanian organik yang hanya menggunakan bahan-bahan organik sebagai input produksinya. Namun, residu bahan kimia belum sepenuhnya bisa hindari karena masih satu areal dengan pengusahaan padi konvensional termasuk penggunaan saluran irigasi. Oleh karena itu, penggunaan istilah yang sesuai dengan format pertanian yang di usahakan Kelompok Tani Ponggang Jaya menggunakan istilah pertanian ramah lingkungan dan teknik budidayanya dikenal sebagai metode SRI (System of Rice Intensification).

Usahatani padi ramah lingkungan metode SRI menjadi pertanian alternatif yang mampu mengakomodasi permasalahan petani kecil dalam usahataninya khususnya masalah pengadaan input produksi. Permasalahan muncul ketika penggunaan bahan-bahan organik di daerah pengembangan pertanian ramah lingkungan meningkat, sementara upaya meningkatkan ketersediaan bahan-bahan organik melalui pengadaan sarana dan fasilitas belum optimal. Peningkatan biaya tidak dapat dihindari ketika ketersediaan input produksi mulai terbatas. Lebih

5


(36)

7

lanjut, belum adanya pasar yang menerima padi ramah lingkungan dengan harga layak sesuai dengan kualitas produk sehat dan aman dikonsumsi membuat pengusahaan padi ramah lingkungan menjadi sangat rentan terhadap rendahnya pendapatan yang diterima petani. Disisi lain biaya usahatani yang dibutuhkan pada pengusahaan padi ramah lingkungan relatif lebih besar dari usahatani padi konvensional, terutama saat awal pengembangan. Masalah-masalah tersebut merupakan gambaran permasalahan dalam usahatani dan pemasaran hasil produksi yang dihadapi petani padi ramah lingkungan khususnya petani padi di Desa Ponggang.

Beberapa masalah lain yang ditemukan dalam usahatani padi ramah lingkungan sebagai berikut6:

1. persepsi tentang produktivitas padi ramah lingkungan yang lebih rendah 2. kendala pada fasilitas seperti akses jalan bagi lahan yang luas untuk

mengangkut bahan organik.

3. kebutuhan tenaga kerja yang lebih banyak dan jumlah bahan organik yang besar.

4. kebutuhan modal usahatani yang lebih besar terutama diawal pengembangan.

5. kompetisi memperoleh bahan-bahan organik semakin tinggi, baik untuk usahatani maupun usaha lainnya.

Sejak awal dikembangkan pada tahun 2005, usahatani padi ramah lingkungan metode SRI masih dilakukan oleh petani di Desa Ponggang hingga

6


(37)

8

saat ini. Hal ini menunjukkan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI mampu memberikan insentif bagi petani untuk terus bertahan pada pertanian ramah lingkungan metode SRI daalam mengusahakan lahan sawahnya. Meskipun demikian, pro-kontra tentang kelebihan dan kekurangan dari usahatani padi ramah lingkungan metode SRI tetap ada. Oleh karena itu, penelitian tentang padi ramah lingkungan di Desa Ponggang penting dilakukan sebagai format pertanian alternatif dari pengusahan padi konvensional yang ada. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengusahaan padi ramah lingkungan dan padi konvensional terhadap pendapatan petani ?

2. Bagaimana pemasaran hasil produksi padi ramah lingkungan yang dikembangkan di Desa Ponggang ?

3. Bagaimana persepsi petani terhadap kelebihan dan kekurangan padi ramah lingkungan metode SRI?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis usahatani padi ramah lingkungan dan usahatani padi konvensional.

2. Menganalisis saluran dan lembaga pemasaran padi ramah lingkungan. 3. Menganalisis margin masing-masing pelaku pasar dan farmer’s share pada

pemasaran padi ramah lingkungan.

4. Menganalisis hubungan karakteristik responden dengan persepasinya mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.


(38)

9

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut :

ƒ Penggunaan istilah pertanian ramah lingkungan dalam penelitian mengacu pada definisi yang digunakan dalam standar SNI 01-6729-2002 sebagai pertanian yang mengarah pada pertanian organik namun belum sepenuhnya menghilangkan residu kimia.

ƒ Penggunaan data usahatani padi konvensional digunakan sebagai bahan perbandingan dalam analisis pendapatan usahatani padi ramah lingkungan metode SRI.

ƒ Efisiensi pemasaran didasarkan pada efisiensi operasional dimana pemasaran akan efisien bila penggunaan biaya pemasaran rendah dan petani memliliki bagian (share) paling besar terhadap harga yang diterima konsumen akhir. Analisis menggunakan pendekatan margin pemasaran dan farmer’s share.

ƒ Harga-harga yang digunakan dalam analisis pendapatan maupun pemasaran adalah harga yang berlaku saat penelitian dilakukan.

ƒ Istilah manfaat dalam menganalisis hubungan karakteristik petani terhadap persepsinya tentang kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan didefinisikan bermanfaat jika kelebihan yang dirasakan petani dari teknik budidaya padi ramah lingkungan metode SRI lebih banyak dibanding kekurangan yang dimilikinya.


(39)

10

1.5 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan referensi bagi pihak yang memerlukan informasi tentang usahatani padi khususnya padi ramah lingkungan.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan institusi terkait dalam menetapkan kebijakan pertanian khususnya padi ramah lingkungan.

3. Sebagai sumber informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan usahatani, baik usahatani padi ramah lingkungan maupun usahatani padi konvensional.

4. Sebagai proses pembelajaran bagi penulis dalam mengkaji dan pemecahan masalah yang dihadapi.


(40)

11

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertanian Berkelanjutan

Reijntjes, dkk (2004) mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam.

Model pertanian berkelanjutan terus berkembang saat ini. Menurut Fahmi, dkk (2004) penerapan model pertanian berkelanjutan berkembang dengan berbagai variasi sebutan seperti pertanian selaras alam, pertanian ramah lingkungan, Pertanian Pengendalian Hama Terpadu (PPHT), pertanian organik dan berbagai sebutan lainnya. Gagasan model pertanian berkelanjutan sendiri dikembangkan dalam rangka membangun kembali sistem pertanian yang mampu menjaga, memelihara dan melindungi keberlanjutan alam serta dalam rangka menegakkan kembali kedaulatan petani yang telah dihancurkan oleh pertanian modern (revolusi hijau). Sach (1987) dalam Reijntjes, dkk (2004) menambahkan ada dua kekeliruan penilaian yang telah dilakukan sebelum pengenalan revolusi hijau sebagai berikut :

• Tidak terduganya peningkatan harga pupuk kimia dan bahan baku minyak serta penurunan harga-harga di pasar dunia internasional sebagai akibat produksi biji-bijian yang berlebihan. Perubahan ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi ditingkat konsumen, sementara harga ditingkat produsen lebih rendah. Sehingga yang diuntungkan adalah ditingkat supplier pupuk buatan dan bahan bakar minyak.


(41)

12

• Tidak terduganya ketergantungan yang semakin meningkat terhadap pestisida dan pupuk buatan. Input tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat yang membahayakan manumur.

2.2 High External Input Agriculture (HEIA)

HEIA merupakan sistem pertanian modern yang menggunakan input anorganik dengan jumlah tinggi atau sistem pertanian konvensional. Sistem ini mengkonsumsi sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan posfat dalam tingkat yang membahayakan. Sistem pertanian ini berorientasi pada pasar dan membutuhkan modal besar (Reijntjes, dkk., 2004). 2.3 Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA)

Sistem pertanian LEISA adalah pertanian yang telah memperhatikan lingkungan dalam penggunaan input. Meskipun demikian, sistem pertanian ini tetap memanfaatkan teknologi modern, termasuk menggunakan benih hibrida berlabel, melaksanakan konservasi tanah dan air, serta pengolahan tanah yang berasaskan konservasi (Sutanto, 2006). Sebagian besar input usahatani yang dimanfaatkan berasal dari lahan, desa, wilayah atau negara sendiri dan diupayakan tindakan yang tepat untuk menjamin dan menjaga keberlanjutan. Penerapan pertanian LEISA dibeberapa daerah telah dilakukan pemerintah dengan cara mengurangi penggunaan input anorganik seperti urea, TSP dan KCl serta menambahkan bahan organik ke areal usahatani. Hasil produksi yang diperoleh dapat melebihi produksi pertanian modern. Pertanian padi ramah lingkungan metode SRI yang menjadi objek penelitian termasuk dalam konsep pertanian LEISA.


(42)

13

2.4 Pertanian Organik

Berkembangnya berbagai macam istilah dari pertanian berkelanjutan terkadang menimbulkan persepsi yang salah dalam mendefinisikannya. Oleh karena itu penerapan pertanian berkelanjutan diberbagai daerah memiliki pengertian yang berbeda. Istilah dalam pertanian berkelanjutan ini harus dipahami dengan baik. Saat ini dimasyarakat sering mengistilahkan pertanian organik adalah pertanian alami. Pengertian dari dua istilah ini berbeda. Pertanian alami adalah model pertanian yan terbebas dari penggunaan pupuk kimia atau bahan agrokimia yang lain. Sistem ini berkembang dengan mengandalkan kekuatan alam yang terdiri atas sumberdaya matahari, air, bahan tanaman untuk kompos. Sehingga pertanian alami bersifat harmonis dengan kondisi ekologi.

Fukuoka dalam Fahmi, dkk. (2004) mengartikan pertanian organik sebagai praktek bertani secara alami tanpa pupuk buatan dan pestisida. Sedikit mungkin mengolah tanah namun hasilnya sama besar jika dibandingkan dengan pemakaian zat-zat kimia sintetik. IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movement) mendefinisikan pertanian organik sebagai:

1. Memproduksi pangan dalam jumlah yang mencukupi. 2. Mengupayakan sistem budidaya yang alami.

3. Mempertahankan siklus biologis tanaman.

4. Mengupayakan penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui, serta 5. Memungkinkan produsen memperoleh pengembalian yang cukup dalam


(43)

14

2.5 Tinjauan Empiris Tentang Usahatani Padi Ramah Lingkungan

Penelitian sebelumnya banyak yang menggunakan istilah pertanian organik dalam penelitian mereka. Beberapa diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rohmani (2000), Nainggolan (2001), Kusumah (2004) dan Fitriadi (2005). Informasi yang diperoleh dari penelitian terdahulu bila ditinjau secara empiris pada umumnya memberikan kesimpulan yang sama. Informasi dari penelitian yang dilakukan ditempat yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total yang diperoleh dari usahatani padi konvensional, sementara pendapatan atas biaya tunai padi organik lebih rendah.

Menurut Kusumah (2004) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Perbandingan Usahatani dan Pemasaran antara Padi Organik dan Padi Anorganik (Kasus: Kelurahan Mulyahrja, Kecamatan Bogor Selatan) hal tersebut disebabkan karena dalam usahatani padi organik penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga, sehingga biaya yang dikeluarkan kecil. Lain halnya dengan usahatani padi anorganik atau konvensional yang banyak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga, petani harus membayar upah dari penggunaan tenaga kerja tersebut yang berdampak besarnya total biaya yang dikeluarkan. Namun dari hasil uji z yang dilakukan Kusumah (2004) menyimpulkan perubahan sistem usahatani dari usahatani anorganik ke uahatani padi organik yang dilakukan oleh petani Mulyaharja tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan mereka.

Produktivitas padi organik dibandingkan dengan padi anorganik menunjukkan kesimpulan yang berbeda dalam penelitian sebelumnya. Penelitian


(44)

15

yang dilakukan oleh Rohmani (2000) yang berjudul ” Analisis Sistem Usahatani Padi Organik. Suatu studi perbandingan kasus Desa Segaran, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah” menunjukkan bahwa produktivitas padi organik lebih rendah dibandingkan padi yang diusahaakan secara anorganik. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Kusumah (2004), dimana rata-rata hasil produksi petani padi organik dikelurahan Mulyaharja sebesar 4.006,03 kg sementara padi anorganik memperoleh hasil 4.854,20 kg.

Berbeda halnya dengan hasil yang diperolah Fitriadi (2005) dalam penelitiannya yang berjudul ” Analisis Pendapatan dan Margin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan (Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya)”. Produksi padi organik mampu melebihi produksi padi yang diusahakan secara anorganik atau konvensional dengan produksi rata-rata 7.415,91 kg sementara rata-rata produksi padi anorganik hanya sebesar 3408,30 kg. Hal serupa diungkapkan pula dalam penelitian Nainggolan (2001) yang berjudul ”Analisis Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat”.

Bila dikaitkan dengan dua tempat penelitian sebelumnya yang memperoleh kesimpulan berbeda yaitu Desa Segaran dan Desa Mulyaharja, Kusumah mengungkapkan bahwa hasil produktivitas yang berbeda disebabkan karena kondisi lahan yang diusahaakan padi organik tersebut berbeda. Lahan yang digunakan di Desa Sukagalih dan kecamatan Tempuran telah melalui masa konversi lahan, usahatani yang dilakukan sudah berlangsung lama. Sementara usahatani padi organik yang dilakukan oleh petani Desa Segaran dan kelurahan Mulyaharja masih dalam tahap permulaan.


(45)

16

Berdasarkan hasil produksi pada penelitian sebelumnya, sistem usahatani konvensional yang dilakukan oleh petani di kecamatan Tempuran dan Desa Sukagalih sudah tidak lagi efisien. Artinya penggunaan input kimia seperti pestisida, pupuk urea, KCl dan TSP serta pupuk anorganik lainnya tidak lagi memberikan tambahan hasil yang optimal bagi produktivitas tanaman padi sementara harga input tersebut cenderung terus meningkat. Meskipun produktivitas padi organik di kelurahan Mulyaharja dan Desa Segaran lebih rendah dari produktivitas padi anorganik, petani padi organik tetap memperoleh pendapatan yang lebih tinggi seperti halnya yang telah dijelaskan sebelumnya. Hal ini didukung dengan nilai R/C ratio usahatani padi organik yang diperoleh dari penelitian tersebut semuanya menunujukkan hasil yang positif.

Penelitian yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal alat analisis yang digunakan terutama dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriadi (2005). Beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya diantaranya yaitu pemilihan tempat untuk penelitian dan variabel persepsi yang digunakan untuk melihat hubungan karakteristik responden terhadap pendapatnya tentang kelebihan dan kekurangan usahatani padi ramah lingkungan.


(46)

17

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Usahatani

Usahatani bukanlah sekedar kumpulan tanaman dan hewan, dimana orang bisa memberikan input atau apa saja dan kemudian mengharapkan hasil langsung. Namun, usahatani merupakan suatu jalinan yang kompleks yang terdiri dari tanah, tumbuhan, hewan, peralatan, tenaga kerja, input dan pengaruh-pengaruh lingkungan yang dikelola oleh seseorang yang disebut petani sesuai dengan kemampuannya dan aspirasinya (Reintjntjes, dkk. 2004). Sementara Suratiyah (2006) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahaakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin.

Rahim dan Hastuti (2007) mendefinisikan ilmu usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output). Petani sebagai manajer atau juru tani harus dapat mengatur, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan usahataninya baik secara teknis maupun ekonomis. Menurut Suratiyah


(47)

18

(2006) faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani adalah faktor alam, tenaga dan modal. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya seperti ketersediaan air, suhu dan lain-lain.

a. Faktor Iklim

Faktor iklim sangat penting terkait dengan komoditas yang diusahakan dalam usahatani. Tiap daerah memiliki iklim yang berbeda sehingga komoditas yang ditanam harus disesuaikan dengan iklim dimana komoditas tersebut akan ditanam. Hal ini dilakukan agar komoditas yang ditanam memiliki produktivitas tinggi serta memberikan manfaat lebih baik bagi manusia. Iklim juga berpengaruh pada cara mengusahakan serta teknologi yang cocok dengan iklim tersebut.

b. Faktor Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak dan usahatani secara keseluruhannya. Tanah punya sifat istimewa antara lain bukan merupakan barang produksi, tidak dapat diperbanyak, dan tidak dapat dipindah-pindah. Oleh karena itu, tanah dalam usahatani memiliki nilai terbesar.

c. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang bergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja dapat berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk. Selain itu tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga, khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Hal ini terkait dengan kemampuan rumah tangga petani yang dari segi finansial memiliki keterbatasan modal. Tenaga kerja dalam usahatani


(48)

19

memiliki karakteristik yang berbeda dengan tenaga kerja dibidang yang lain. Menurut Tohir (1983) dalam Suratiyah (2006) karakteristik tenaga kerja dalam uahatanai sebagai berikut.

1) Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata.

2) Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas. 3) Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan.

4) Beraneka ragam coraknya dan kadangkala tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan menjadi tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja keluarga adalah tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga petani yang melakukan usahatani, sehingga dalam perhitungan usahatani, biayanya digolongkan menjadi biaya diperhitungkan. Sementara tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang digunakan untuk mencukupi kekurangan tenaga kerja keluarga.

Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani perlu dilakukan secara efisien agar usahatani layak dilakukan. Menurut ILO (International Labour Organization) yang dikutip dalam Hernanto (1991) dalam Kusumah (2004) efisiensi tenaga kerja perlu diukur dalam menyelesaikan proses produksi. Salah satunya dengan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas adalah perbandingan antara masukan (input) dan hasil keluaran (output). Faktor produksi yang efisien adalah setiap tenaga kerja yang digunakan dapat mencapai tingkat produksi yang tinggi. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlah untuk


(49)

20

seluruh usahatani. Dengan demikian petani dapat menentukan apakah menggunakan tenaga kerja keluarga saja atau mengambil dari luar keluarga dengan sistem pembayaran yang disepakati. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah HKO (hari kerja orang). Kelemahan dari pemakaian HKO adalah masing-masing daerah memiliki HKO yang berbeda, sehingga perlu disesuaikan lagi HKO yang berlaku.

d. Modal

Menurut Suratiyah (2006) tanah serta alam sekitarnya dan tenaga kerja adalah faktor produksi asli, sedangkan modal dan peralatan merupakan substitusi faktor produksi tanah dan tenaga kerja. Dengan modal dan peralatan, faktor produksi tanah dan tenaga kerja dapat memberikan manfaat yang jauh lebih baik bagi manusia serta dapat menghemat penggunaan dari dua faktor produksi tersebut. Oleh karena itu modal dibagi menjadi dua, yaitu land capital saving dan labour capital saving.

Modal dikatakan land capital saving bila dengan penggunaan modal tersebut dapat menghemat penggunaan lahan, tetapi produksi dapat dilipatgandakan tanpa harus memperluas areal (misalnya penggunaan pupuk,benih nggul, pestisida) dan labour capital saving. Sementara labour capital saving jika dengan penggunaan modal tersebut dapat menghemat penggunaan tenaga kerja (misalnya penggunaan mesin traktor). Modal berdasarkan fungsinya dibagi menjadi dua yaitu modal tidak tetap dan modal tetap. Modal tidak tetap hanya dipakai dalam satu kali proses produksi, maka keseluruhan nilai modal tidak tetap dibebankan dalam proses produksi yang bersangkutan. Semetara modal tetap perlu diperhitungkan dahulu karena tidak semua nilai modal tetap dibebankan


(50)

21

pada proses tersebut, biasanya diperhitungkan nilai penyusutannya. Hernanto (1991) dalam Kusumah (2004) mengelompokkan alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman dan ternak termasuk dalam modal tidak tetap. Sementara tanah dan bangunan termasuk dalam modal tetap.

3.1.1.1 Ukuran Pendapatan dan Keuntungan Usahatani

Istilah yang digunakan dalam melihat ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani bermacam-macam, sehingga perlu dilakukan penyeragaman istilah agar tidak membingungkan. Oleh karena itu dibawah ini diuraikan beberapa istilah yang digunakan untuk ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani (Soekartawi, 1986 ).

1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain dari pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. 2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari

penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi.

3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk


(51)

22

tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran utuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.

8. Penampilan usahatani kecil dinilai dengan mengukur penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

3.1.1.2 Pengeluaran Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap atau fixed cost diartikan sebagai


(52)

23

biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Menurut Soekartawi (1986) biaya tetap adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi, petani harus membayarnya berapapun jumlah komoditas yang dihasilkan usahataninya. Sementara biaya tidak tetap atau variable cost merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh atau terganutng pada input yang digunakan dalam produksi. Penentuan biaya tetap dengan biaya tidak tetap tergantung pada sifat dan waktu pengambilan keputusan tersebut. Misalnya keputusan untuk menyewa lahan adalah biaya variabel atau biaya tidak tetap terkait dengan keputusan petani menyewa tambahan lahan, namun lahan yang telah disewa adalah biaya tetap.

3.1.1.3 Penerimaan Petani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Menurut Suratiyah (2006) penerimaan atau pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali (Rp).

Pendapatan kotor = jumlah produksi (Y) x harga per satuan (Py) 3.1.1.4 Pendapatan Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan usahatani meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih.

Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut. Pd = TR – TC


(53)

24

TC = FC + VC dimana :

Pd : pendapatan usahatani

TR : total penerimaan (total revenue) TC : total biaya (total cost)

FC : biaya tetap (fixed cost) VC : biaya variable (variable cost)

Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py : harga Y

3.I.2 Konsep Pemasaran

Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran (Radiosunu, 1983 dalam Rahim dan Hastuti 2007). Kotler (1997 ) dalam Fitriadi (2005) menambahkan adanya kebutuhan dan keinginan manusia menimbulkan permintaan terhadap produk tertentu yang didukukung oleh kemampuan membeli. Produk tersebut diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia sehingga timbul proses pertukaran untuk memperoleh produk yang diinginkan atau dibutuhkan dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya.

Menurut Beierlein dan Michael (1991) dalam Rahim dan Hastuti (2007) pemasaran adalah semua kegiatan yang membantu memuaskan kebutuhan konsumen dengan mengkoordinasi aliran barang dan jasa ke konsumen atau produsen. Kotler (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Definisi pemasaran oleh Limbong dan Sitorus (1987) dalam Fitriadi (2005) pemasaran adalah segala usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke


(54)

25

tantgan konsumen. Ditinjau dari segi ekonomis, kegiatan pemasaran bersifat produktif karena memberikan nilai tambah dari kegiatan suatu barang.

Pemasaran komoditas pertanian dikenal pula dengan istilah tataniaga pertanian. Menurut Dahl and Hammond (1977) tataniaga petanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam mengalirkan barang atau jasa dari petani produsen (tingkat usahatani) sampai ke pengguna akhir. Tataniaga menjembatani gap antara petani produsen dengan konsumen akhir. Sementara Rahim dan Hastuti (2007) mendefinisikan tataniaga pertanian saebagai proses aliran komoditas yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu (time utility), guna tempat (place utillity), dan guna bentuk (form utility) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan salah satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran.

3.1.2.1 Fungsi-Fungsi Pemasaran

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) dalam Fitriadi (2004) fungsi pemasaran merupakan kegiatan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa dari titik produsen ke titik konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran komoditas pertanian yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemasaran pada prinsipnya terdapat tiga fungsi pemasaran, yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan fisik, dan fungsi fasilitas atau pelancar (Dahl and Hammond, 1977). 1) Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian, penjualan, dan fungsi

pengumpulan.

2) Fungsi fisik terdiri dari fungsi penyimpanan, pengangkutan dan fungsi pengolahan.


(55)

26

3) Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standardisasi, fungsi keuangan, fungsi penanggungan resiko dan fungsi intelijen pemasaran (informasi pasar). 3.1.2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) lembaga pemasaran merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran.

Memilih secara tepat saluran pemasaran yang digunakan dalam pemasaran komoditas pertanian merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan, karena dapat menentukan efisiensi pemasaran yang dilakukan. Menurut Kotler ( 2005) saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran pemasaran terbentuk karena produsen tidak menjual barangnya secara langsung kepada konsumen akhir, sehingga diperlukan adanya perantara untuk menutupi gap tersebut. Kotler (2005) mendefinisikan beberapa istilah lembaga yang terlibat dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir sebagai berikut :


(56)

27

1) Pedagang, yaitu perantara yang membeli, memiliki dan menjual barang tersebut. Lembaga yang termasuk dalam pedagang seperti pedagang besar dan pengecer.

2) Agen, yaitu mencari pelanggan dan mungkin melakukan negosiasi atas nama produsen tetapi memiliki barang tersebut. Contohnya adalah pialang, perwakilan produsen dan agen penjualan.

3) Fasilitator yaitu lembaga yang membantu dalam proses distribusi, tetapi tidak memiliki barangnya dan juga tidak melakukan negosiasi pembelian atau penjualan. Contohnya seperti perusahaan angkutan, pergudangan independen, bank dan agen iklan.

Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil komoditas pertanian bergantung pada beberapa faktor, antara lain : pertama, jarak antara produsen dan konsumen. Saluran pemasaran akan semakin panjang dengan semakin jauhnya jarak antara produsen dan konsumen. Kedua, cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat rusak harus segera diterima oleh konsumen, dengan demikian menghendaki saluran yang pendek. Ketiga, skala produksi. Bila produksi dalam skala kecil maka tidak akan menguntungkan bila produsen langsung menjual ke pasar. Keempat, posisi keuangan pengusaha. Pedagang yang memiliki modal yang kuat akan dapat melaksanakan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan pedagang yang memiliki modal kecil, sehingga cenderung memperpendek saluran pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2007).


(57)

28

3.1.2.3 Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran komoditas pertanian merupakan rasio yang mengukur keluaran suatu sistem/produksi komoditas pertanian atau proses untuk setiap unit masukan untuk membandingkan sumberdaya yang digunakan terhadap keluaran (output) yang dihasilkan selama berlangsungnya proses pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2007). Rahim dan Hastuti (2007) menambahkan efisiensi pemasaran didefinisikan sebagai peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan cara sebagai berikut: pertama, output tetap konstan sedangkan input mengecil; kedua, output meningkat sedangkan input tetap konstan; ketiga, output meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan input; dan keempat, output menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan input.

Menurut Rahim dan Hastuti (2007) pemasaran yang efisien diperoleh dari efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional dianalisis dengan menggunakan pendekatan margin pemasaran dan farmer’s share sementara untuk efisiensi harga menggunakan pendekatan integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga. Analisis efisiensi pemasaran dalam penelitian ini hanya menggunakan pendekatan efisiensi dimana pemasaran akan efisien bila memiliki biaya pemasaran yang rendah dan masing-masing lembaga pemasaran tidak dirugikan (mendapat keuntungan yang layak)

3.1.2.4 Margin Pemasaran dan Farmer’s share

Teori harga menyebutkan bahwa penjual dan pembeli bertemu langsung sehingga harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan secara agregat. Dengan demikian, tidak ada perbedaan harga baik di tingkat produsen


(58)

29

(petani) maupun konsumen, namun kenyataan di lapang tidak demikian. Banyak kendala yang dihadapi pelaku pasar untuk bertemu langsung dalam melakukan transaksi, sehingga diperlukan perantara yang menyampaikan produk dari produsen ke konsumen akhir. Dengan demikian, harga produk ditingkat produsen atau petani akan berbeda dengan harga yang diterima oleh pengguna akhir. Dahl and Hammond (1977) mendefinisikan margin pemasaran sebagai perbedaan antara harga di tingkat yang berbeda dalam sistem pemasaran. Margin pemasaran adalah perbedaan antara harga di tingkat petani (Pf) dan harga di tingkat pengecer

(Pr). Secara grafis margin tataniaga dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Permintaan Asal dan Turunan

Sumber: Hammond dan Dahl, 1977

Keterangan:

Pr : harga ditingkat pengecer Sr : penawaran ditingkat pengecer Dr : permintaan ditingkat pengecer Pf : harga ditingkat petani

Sf : penawaran ditingkat petani Df : penawaran ditingkat petani

Qrf : jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer

Sudiyono ( 2001) dalam Rahim dan Hastuti (2007) mengemukakan bahwa terdapat dua cara dalam mendefinisikan margin pemasaran. Pertama, margin

0

Qrf Q

Pf Pr MP

P

Sr Sf

Dr


(59)

30

pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Kedua, margin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Dengan demikian, efisiensi pemasaran dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan margin pemasaran.

Margin pemasaran diperoleh dari selisih harga jual ditingkat produsen (petani) dengan harga jual ditingkat konsumen. Margin yang diterima lembaga pemasaran masih mengandung biaya-biaya pemasaran (margin biaya total) dan keuntungan pemasaran (margin keuntungan). Sementara besarnya bagian yang diterima petani akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan farmer’s share.

Secara matematis margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2007) :

M =

= m j i Cij 1 , +

∑∏

= n j 1 π dimana :

M : margin pemasaran

Cij : biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j

Πij : keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j m : jumlah jenis biaya pemasaran

n : jumlah lembaga pemasaran

Secara operasional, margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : MP = Pr – Pf

dimana :

MP : margin pemasaran (Rp) Pr : harga di tingkat pengecer (Rp)

Pf : harga di tingkat produsen/petani (Rp)

Nilai margin yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat adalah perbedaan harga pada dua tingkatan sistem pemasaran dikalikan


(1)

D. Penggunaan tenaga kerja

Kebutuhan Tenaga Kerja (HOK) TKDK TKLK No

Periode

L P T M L P T M

Upah (Rp/HOK)

1 Pengolahan tanah I

• membajak • memopok • ………. 2 Pembibitan 3 Pengolahan tanah II • membajak • mojokan • meratakan 4 Menaplak 5 Menanam/tandur 6 Pemeliharaan • penyiangan I • ngagarok • pemupukan I • penyemprotan (………) • penyiangan II • ngagarok • pembersihan pematang : 9 nyopak 9 ngabutik • ……… • ……… 7 Panen 8 Mengangkut hasil panen

9

10

Keterangan : L = laki-laki; P = perempuan; T = ternak; M = mesin Lamanya jam kerja untuk satu HOK :

• Laki-laki = ...jam • Perempuan = ...jam • Ternak = ...jam • Mesin = ...jam


(2)

Lampiran 19 (

lanjutan

)

E. Peralatan yang digunakan dalam usahatani padi ramah lingkungan SRI

No. Jenis alat Jumlah

(buah) Harga beli (Rp)

Umur ekonomi

(th)

Estimasi nilai sisa (Rp) 1 Cangkul

2 Parang 3 Handsprayer 4 Garokan 5 Caplakan 6 Karung 7 Terpal 8 Garukan/perata

tanah

9 ……….

F. Pengeluaran usahatani lainnya

No. Jenis pengeluaran Jumlah (Rp) 1 Pajak

2 Sewa

lahan/……… 3 Ulu-ulu

Total

G. Penerimaan hasil produksi

No. Produksi Total produksi (kg)

Harga (Rp/Kg) 1 Gabah Kering Panen

(GKP)

2 Gabah Kering Giling (GKG)


(3)

a)

SD

c)

SMU e)

lainnya

:…

b)

SLTP d)

perguruan tinggi :...

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi ” Analisis Pendapatan dan Marjin Pemasaran Padi Ramah Lingkungan Metode SRI (System Of Rice Intensification)

(Kasus Desa Ponggang, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa-Barat)” oleh Muhammad Ubaydillah (A14105569), Mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

KUESIONER USAHATANI PADI KONVENSIONAL (INPUT KIMIA)

*) coret yang tidak perlu

B. Karakteristik Petani Responden 23. Nama : 24. Jenis kelamin : L / P* 25. Umur : 26. Pendidikan terakhir :

27. Pengalaman bertani padi konvensional :………..tahun

28. Luas lahan yang diusahakan : ………….ha dari total:………ha 29. Status pengusahaan lahan : pemilik/……….*

30. Sifat usahatani : utama / sampingan* 31. Pekerjaan diluar usahatani :…….

32. Pendapatan rata-rata diluar usahatani : ………(Rp/bulan) 33. pengeluaran rata-rata diluar usahatani :...(Rp/bulan) 34. Jumlah tanggungan keluarga (termasuk responden) :………….

35. Varietas yang digunakan :……….(hibrida/persarian terbuka)* 36. Luas lahan untuk semai :...m2

37. Musim tanam :……….

38. Sumber modal usahatani : sendiri / pinjam ke petani lain / lainnya……* 39. Kemana hasil panen dijual ? ( tengkulak

lokal/lainnya………)*

40. Permasalahan yang sering dihadapi dalam usahatani padi konvensional (budidaya, teknologi, modal, hama, lainnya...)


(4)

Lampiran 20 (

lanjutan

)

B. Penggunaan input usahatani padi konvensional

No. Uraian Satuan Jumlah fisik

Harga per satuan

Nilai total

(Rp) Keterangan 1 Pupuk kimia

Pupuk padat • Urea

• TSP

• KCl

• …

• …

• …

Kg Kg Kg Kg Kg Kg Pupuk cair

• PPC

• …

• …

• …

Liter / cc* Liter / cc* Liter / cc* Liter / cc* 2 Pestisida

kimia Pestisida

padat

• Furadan • ...

Kg / ...* Kg / ...* Kg / ...* Pestisida cair

• ... • ... • ... • ...

Liter / cc* Liter / cc* Liter / cc*

3 Benih Kg 4 ...


(5)

C. Penggunaan tenaga kerja

Kebutuhan Tenaga Kerja (HOK) TKDK TKLK No

Periode

L P T M L P T M

Upah (Rp/HOK)

1 Pengolahan tanah I

• membajak • memopok • ………. 2 Pembibitan 3 Pengolahan tanah II • membajak • mojokan • meratakan 4 Menaplak 5 Menanam/tandur 6 Pemeliharaan • penyiangan I • ngagarok • pemupukan I • penyemprotan (………) • penyiangan II • ngagarok • pembersihan pematang : 9 nyopak 9 ngabutik • ……… • ……… 7 Panen 8 Mengangkut hasil panen

Keterangan : TKDK (tenaga kerja dalam keluarga) ; TKLK (tenaga kerja luar keluarga)

L = laki-laki; P = perempuan; T = ternak; M = mesin Lamanya jam kerja untuk satu HOK :

• Laki-laki = ...jam • Perempuan = ...jam • Ternak = ...jam • Mesin = ...jam

Catatan : ... ... ... ...


(6)

Lampiran 20 (

lanjutan

)

D. Peralatan yang digunakan dalam usahatani padi konvensional

No. Jenis alat Jumlah (buah)

Harga beli (Rp) Masa pakai (th)

Estimasi umur ekonomis (th) 1 Cangkul

2 Kored 3 Parang 4 Handsprayer 5 Garokan 6 Capalakan 7 Karung 8 Terpal

9 Garukan/perata tanah

E. Pengeluaran usahatani lainnya

No. Jenis pengeluaran Jumlah (Rp) Keterangan 1 Pajak

2 Sewa lahan 3 Ulu-ulu 4

5

Total

F. Penerimaan hasil produksi

No. Produksi Total produksi (kg)

Harga (Rp/Kg) 1 Gabah Kering Panen

(GKP)

2 Gabah Kering Giling (GKG)


Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat

2 21 241

Analisis Pendapatan Usahatani Padi Metode System Of Rice Intensification (SRI) dan Padi Konvensional di Desa Kebonpedes, Sukabumi

0 5 87

Pengembangan Sistem Kendali Irigasi Untuk Budidaya Padi Sri (System Of Rice Intensification) Yang Ramah Lingkungan

0 8 45

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 5 120

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 12

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 7

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 18

Analisis Dampak Adopsi Metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

0 0 2