71
di Desa Cipeuyeum adalah sebanyak 31,59 liter atau 105,61 liter per luasan hektar dan kegiatan penyemprotan MOL biasanya dilakukan pada umur tanaman
sebagai berikut: 10 HST, 20 HST, 30 HST, 40 HST, 50 HST, 60 HST dan 70 HST. Adapun cara pembuatan MOL yang biasa dilakukan di Desa Cipeuyeum
dapat dilihat pada Lampiran 2. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pemupukan pada usahatani SRI lebih sering frekuensinya dibandingkan usahatani padi
konvensional. Pemupukan yang diberikan kepada padi metode konvensional di Desa
Cipeuyeum biasanya sampai dua kali pemupukan dalam satu musim tanam. Pupuk yang digunakan ialah pupuk buatan pabrik yaitu urea, TSP dan KCL
namun terdapat pula petani yang menggunakan pupuk Ponska. Dosis yang dianjurkan pemerintah untuk pemupukan per hektar adalah 200–300 kg Urea, 100
kg TSP dan 50 kg KCL. Sedangkan petani padi konvensional di Desa Cipeuyeum menggunakan pupuk kimia dengan rata–rata kebutuhan pupuk urea sebanyak
151,81 kg per hektar, TSP 190,70 kg per hektar dan KCL 31,68 kg per hektar, sedangkan petani padi konvensional lebih banyak dalam penggunaan pupuk
majemuk yaitu Ponska dengan rata–rata kebutuhannya yaitu sebanyak 160,77 kg perhektar.
5.3.7. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit sangat penting dilakukan agar hasil produksi tidak menurun. Dalam pemberantasan hama dan penyakit, budidaya padi
metode SRI berbeda dengan budidaya padi secara konvensional. Penggunaan obat–obatan anorganik seperti pestisida kimia buatan pabrik merupakan
pengendalian kimiawi yang biasa dilakukan petani padi konvensional. Cara ini dianggap paling efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit karena
mengandung racun yang langsung kontak dengan hama atau meracuni hama secara sistemik.
Berbeda dengan petani padi konvensional, petani padi metode SRI menggunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan. Biasanya pestisida nabati
dibuat sendiri oleh petani sama halnya pembuatan MOL. Bahkan petani padi metode SRI di Desa Cipeuyeum tidak membedakan kedua jenis obat–obatan
tersebut, sehingga dalam pengaplikasiannya sering disatukan di dalam satu tengki
55
72
sprayer. Bahan–bahan yang digunakan petani untuk pestisida nabati diperoleh dari bahan–bahan yang terdapat di lingkungan sekitar yang telah diketahui efektif
dalam pengendalian hama dan penyakit pada padi. Bahan–bahan alami yang terdapat di lingkungan Desa Cipeuyeum dan
biasanya dapat dijadikan cairan pestisida alami antara lain daun sirsak, gadung, tembakau dan nimba, bahan- bahan tersebut dapat dijadikan insektisida. Bahan–
bahan alami yang berfungsi sebagai fungisida antara lain mindi dan lada, sedangkan untuk bakterisidanya menggunakan buah picung serta sebagai perekat
dapat digunakan buah labu. Pengendalian hama dan penyakit secara teknik budidaya merupakan
pengendalian secara tidak langsung yang biasa dilakukan oleh petani padi SRI dan petani padi konvensional. Kegiatan ini dilakukan petani melalui pemeliharaan
pematang sawah dan penyiangan gulma. Sehingga diharapkan tidak tidak ada tempat bagi hama atau patogen lain yang hinggap dan berkembang biak di
tempat–tempat tersebut. Selain kedua pengendalian tersebut biasanya petani juga melakukan
pengendalian secara fisik yaitu dengan cara mengumpulkan hama dari pertanaman padi, adapun pengendalian secara fisik yang hanya dilakukan oleh petani padi SRI
ialah dengan sistem perangkap, biasanya petani menanam tanaman genjer di sekeliling pematang sawah, sehingga jika ada serangan keong tidak ke tanaman
padi namun lebih dahulu menyerang tanaman genjer. Pengendalian hama lainnya yang hanya dilakukan oleh petani padi SRI
adalah secara biologis dengan menggunakan predator alami yaitu telur trichogama dengan sistem perangkap. Pengendalian ini dilakukan dengan cara telur serangga
dimasukan ke dalam botol bekas air mineral yang telah diberi terasi, telur ini nantinya berkembang dan akan memakan predator merugikan yang terperangkap
kedalam botol. Pengendalian ini dilakukan pada umur padi 20–30 hari pada saat tanaman padi berbunga fase generatif dan dalam satu hektar sawah biasanya
perangkap ini disebar sekitar 20 botol, sehingga hama sejenis walang sangit dapat dikendalikan.
Pengendalian hama dan penyakit antara budidaya padi SRI dan konvensional menunjukkan perbedaan. Kegiatan pengendalian dan pencegahan
56
73
pada budidaya padi SRI relatif lebih banyak dan sering dibandingkan dengan pengendalian pada konvensional yang hanya dilakukan jika ada serangan hama
atau penyakit dengan pestisida kimia, bahkan tidak hanya hama sasaran yang musnah, organisme lainnya yang bukan sasaran seperti serangga, kupu-kupu dan
sebagainya ikut musnah.
5.3.8. Pengairan Sawah