101
penggunaan tenaga kerja, harus lebih dipertimbangkan untuk kelanjutan usahatani ataupun sebagai perencanaan untuk menentukan langkah dalam melakukan
kegiatan usahatani.
6.2. Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan, apabila nilai selisih tersbut positif maka dapat dikatakan
usahatani menguntungkan. Pendapatan usahatani dianalisis dengan menggunakan konsep pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan
atas biaya tunai diperoleh dari hasil pengurangan dari penerimaan petani terhadap semua komponen biaya yang dikeluarkan secara tunai dalam usahatani. Sementara
pendapatan atas biaya total merupakan penerimaan petani yang dikurangkan dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam usahataninya, termasuk biaya
yang diperhitungkan. Sehingga seringkali hasil akhir dari pendapatan atas biaya total lebih kecil dibandingkan pendapatan tunai. Adapun rincian pendapatan
usahatani padi SRI dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI dan
Usahatani Padi Konvensional pada Musim Tanam MT April–Juli 2009 RpHa
No Uraian
Padi Organik SRI Rp
Padi Konvensional Rp
1 Penerimaan Usahatani
16.071.354,85 11.303.129,95
2 Biaya Usahatani
- Total Biaya Tunai 6.552.816,13
7.400.340,16 - Total Biaya diperhitungkan
5.506.609,45 3.864.238,471
Total Biaya 12.059.425,58
11.264.578,63 3
Pendapatan Atas Biaya Tunai 9.518.538,71
3.902.789,79 4
Pendapatan Atas Biaya Total 4.011.929,27
38.551,32
Berdasarkan data yang diperoleh, hasil panen musim tanam periode April– Juli 2009, penjualan gabah hasil panen padi organik metode SRI menghasilkan
nilai total produksi rata–rata sebesar Rp 16.071.354,85 per hektar. Sementara perolehan penerimaan petani padi konvensional ialah sebesar Rp 11.303.129,95.
Perbedaan jumlah penerimaan pada kedua usahatani tersebut dikarenakan tingkat produktivitas padi yang relatif berbeda. Produktivitas padi organik SRI lebih
tinggi dibandingkan padi konvensional, Penjualan hasil gabah usahatani tersebut merupakan pendapatan kotor yang belum dikurangi oleh biaya–biaya usahatani
65 85
102
yang dikeluarkan. Pada umumnya, usahatani padi organik metode SRI memiliki biaya usahatani yang lebih besar daripada biaya usahatani pada padi konvensional,
terutama pada komponen TKLK dan pengadaan kompos. Tabel 24 menunjukkan bahwa dari segi biaya total biaya usahatani padi organik SRI memiliki biaya yang
lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi konvensional terutama pada total biaya diperhitungkan. Namun dapat diketahui bahwa pendapatan tunai pada
usahatani padi SRI nilainya lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Petani padi organik SRI memperoleh pendapatan atas biaya tunai
sebesar Rp 9.518.538,71 per hektar. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh oleh petani padi konvensional hanya sebesar Rp 3.902.789,79 per
hektar. Hal tersebut dikarenakan rata–rata penerimaan tunai petani padi SRI lebih besar dari petani padi konvensional, sehingga dapat diketahui selisih antara
pendapatan atas biaya tunai padi SRI dan konvensional rata–rata sebesar Rp 5.615.748,92 per hektar, dan nilai tersebut lebih menguntungkan bagi petani padi
SRI jika dibandingkan dengan konvensional. Sama halnya dengan pendapatan atas biaya total pada masing–masing
usahatani, diketahui bahwa pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani padi organik SRI lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total
usahatani padi konvensional. Jika dilihat pada Tabel 23 bahwa petani padi SRI menerima pendapatan atas biaya totalnya sebesar Rp 4.011.929,27 per hektar, hal
tersebut disebabkan oleh besarnya total biaya tunai, sehingga pendapatan atas biaya totalnya menjadi lebih kecil. Sementara pendapatan atas biaya total petani
padi konvensional sebesar Rp 38.551,32 per hektar, hal ini menunjukkan bahwa petani padi konvensional masih mendapatkan keuntungan apabila biaya yang
diperhitungkan tetap dibayarkan, meskipun nilainya rendah.
6.3. Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani