Latar Belakang Analisis Wilayah Untuk Pengembangan Peternakan Sapi Potong Di Kabupaten Cianjur

6 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Peternakan Sapi Potong

Lahan sebagai basis ekologis pendukung pakan dan lingkungan budidaya harus dioptimalkan pemanfaatannya. Lahan yang optimal untuk pengembangan ternak sapi potong adalah lahan yang secara ekologi mampu menghasilkan hijauan makanan ternak yang cukup, berkualitas dan kontinyu. Dengan demikian terdapat hubungan erat antara lahan, ternak dan makanan ternak. Oleh karena itu, pengembangan kawasan agribisnis perlu memperhatikan kesesuaian lahan dan agroklimat yang mendukung keunggulan lokasi yang bersangkutan. Kesesuaian lahan adalah keadaan atau tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007. Kesesuaian lahan pada tingkat ordo dibedakan menjadi dua yaitu Sesuai SuitableS untuk lahan yang sesuai dan Tidak Sesuai Non SuitableN untuk lahan yang tidak sesuai. Kesesuaian lahan untuk ternak terutama ruminansia perlu ditentukan dalam upaya meningkatkan produktivitas baik untuk usaha skala besar, industri peternakan, ataupun usaha kecil peternakan rakyat. Hal ini dikarenakan keberadaan ternak protein hewani senantiasa dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia baik saat sekarang maupun untuk masa yang akan datang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Dalam Lampiran Permentan No. 41 tahun 2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian, pada Bab II tentang Kesesuaian Lahan untuk Peternakan, disyaratkan bahwa lahan yang sesuai untuk ternak secara fisik merupakan dataran rendah dan dataran tinggi sampai berbukit di luar permukiman dengan sistem sanitasi yang cukup. Untuk lahan yang tidak berada di permukiman perlu pula diperhatikan aspek lingkungan yang secara agroklimat sesuai dengan komoditas yang dikembangkan dan sesuai dengan iklim setempat. Berdasarkan kebutuhan lahan untuk peternakan, dikenal istilah usaha peternakan yang berbasis lahan land base agriculture. Usaha peternakan yang berbasis lahan adalah usaha ternak dengan komponen pakannya yang sebagian besar terdiri atas tanaman hijauan rumput dan leguminosa. Oleh karenanya lahan merupakan faktor penting sebagai lingkungan hidup dan pendukung pakan. Pemanfaatan lahan untuk peternakan didasarkan pada posisi bahwa : a lahan adalah sumber pakan ternak, b semua jenis lahan cocok sebagai sumber pakan, c pemanfaatan lahan untuk peternakan diartikan sebagai usaha penyerasian antara peruntukan lahan dengan sistem pertanian, dan d hubungan antara lahan dan ternak bersifat dinamis Suratman et al. 1998. Kawasan budidaya peternakan pada saat ini terasa semakin sulit dijumpai, karena adanya kompetisi penggunaan lahan yang semakin tinggi. Di lain pihak, kebutuhan dan konsumsi daging semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan kesejahteraan penduduk yang semakin baik. Terkait dengan penataan ruang maka kawasan yang diperuntukan bagi usaha peternakan sebaiknya mengacu pada Rencana Tata Ruang dan Wilayah RTRW daerah sesuai dengan Permentan No. 41 tahun 2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian. 7

2.2. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Ternak Sapi

Potong Perkembangan ternak ruminansia dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berpengaruh terhadap kualitas bibit ternak anak keturunan yang dihasilkan. Namun penampilan performa produksi dan produktivitas lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hardjosubroto 1990 dan Gunawan et al. 2008 menyatakan bahwa faktor genetik ternak menentukan kemampuan seekor ternak, sedangkan faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi ternak dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Pengaruh lingkungan secara langsung antara lain adalah tingkat produksi melalui metabolisme basal, konsumsi makanan, gerak laju makanan, kebutuhan pemeliharaan, reproduksi pertumbuhan, dan produksi susu, sedangkan pengaruh lingkungan yang tidak langsung berhubungan dengan kualitas dan ketersediaan makanan Anderson et al. 1985. Faktor lingkungan adalah faktor yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap tingkat produksi. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap fisiologi ternak antara lain faktor iklim. Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah, karena faktor ini dapat menyebabkan perubahan keseimbangan yaitu keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi, dan keseimbangan tingkah laku ternak Esmay 1982. Persoalan regulasi panas pada ternak mempunyai kepentingan ekonomis. McDowell 1974 menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan suhu lingkungan yang optimum. Suhu lingkungan berhubungan dengan ketinggian suatu tempat . Menurut Pane 1970, semakin tinggi letak daerah dari permukaan laut maka akan semakin rendah suhu udara hariannya. Suhu lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan ternak berbeda-beda antar jenis ternak. Zona termonetralsuhu nyaman lingkungan untuk sapi Eropa berkisar 13 –18 o C McDowell 1974 dan 4 –25 o C Yousef 1985. Sapi Frisian Holstein FH menunjukkan penampilan produksi terbaik apabila ditempatkan pada suhu lingkungan 18,3 o C dengan kelembaban 55 Yani et al. 2007. Hubungan besaran suhu dan kelembaban udara disebut Temperature Humidity Index THI dan aplikasi THI dapat menunjukkan pengaruh suhu dan kelembaban terhadap tingkat stress pada ternak. Ternak yang mengalami stress biasanya akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan tingkah laku behaviour. Stress panas yang lama berlangsung pada ternak biasanya akan berdampak pada peningkatan konsumsi air minum, penurunan produksi susu, peningkatan volume urin, dan penurunan konsumsi pakan. Selain suhu dan kelembaban, curah hujan, dan kemarau yang panjang juga berpengaruh terhadap kehidupan ternak. Jumlah dan pola curah hujan per tahun berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Panjangnya musim kemarau menunjukkan tingkat ketersediaan air sebagai media yang menunjang kehidupan dengan bahan dasar dari tanah. Faktor topografi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak adalah ketinggian tempat dan kelerengan slope. Persentase kemiringan ternyata menjadi faktor pembatas karena semakin tinggi persentase semakin mempersempit peluang ternak untuk berkembang Rusmana et al. 2006. 8

2.3. Kesesuaian Hijauan Makanan Ternak

Sapi potong termasuk salah satu ternak ruminansia dan merupakan herbivora. Ternak herbivora memerlukan hijauan sebagai makanannya. Sapi potong memerlukan hijauan makanan ternak lebih dari 60 dari seluruh bahan makanan yang dikonsumsi, baik dalam bentuk segar maupun bahan kering. Oleh karena itu, penyediaan hijauan makanan ternak yang cukup dan mempunyai kualitas yang bermutu tinggi perlu mendapat perhatian utama. Dengan demikian lokasi untuk pengembangan peternakan ruminansia perlu pula didukung oleh ketersediaan pakan yang berkualitas. Iklim adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu hijauan. Di daerah tropika basah yang wilayahnya banyak terjadi erosi, maka dapat mengakibatkan defisiensi mineral dalam tanaman. Selain itu drainase yang kurang baik juga sering meningkatkan proses ekstraksi mineral, terutama unsur mikro, misalnya Mn atau Co, yang menyebabkan tingginya konsentrasi unsur tersebut dalam jaringan tanaman. Diketahui pula bahwa bila pH meningkat maka jumlah Fe, Mn, Cu, Zn, dan Co yang digunakan oleh tanaman menurun, sebaliknya jumlah Mo dan Se meningkat. Selain itu, kadar mineral antar spesies tanaman sering berbeda cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian dari 58 spesies rerumputan yang tumbuh di lahan yang sama menunjukkan kisaran konsentrasi mineral BK: abu sebesar 4,0 –12,2; Ca sebesar 0,07–0,55; dan P sebesar 0,05 –0,37. Pada umumnya daun-daun leguminosa lebih banyak mengandung mineral dibandingkan dengan rumput. Selain itu, dengan semakin menuanya tanaman, maka kadar mineral juga semakin menurun, yang dikarenakan oleh proses pengenceran alamiah ataupun karena pemindahan mineral ke sistem akar. Umumnya mineral-mineral yang bersifat demikian antara lain adalah P, K, Mg, Cl, Cu, Co, Fe, Se, Zn, dan Mo Parakkasi 1990. Kekurangan pakan hijauan di musim kemarau, merupakan masalah yang rutin setiap tahun bagi petani yang memelihara ternak ruminansia. Dalam ransum ternak ruminansia, rumput lebih banyak digunakan karena selain lebih murah juga lebih mudah diperoleh. Di samping itu, rumput mempunyai produksi yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap tekanan defoliasi pemotongan dan renggutan. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak, ketersediaan dan kontinuitas hijauan makanan ternak sangat diperlukan. Untuk itu perlu diwujudkan adanya lahan yang digunakan sebagai kebun hijauan makanan ternak dan padang penggembalaan. Standar teknis perluasan areal padang penggembalaan menurut Ditjen PSP 2013 adalah sebagai berikut: a lahan untuk membangun padang penggembalaan adalah pada tanah yang relatif subur; b kemiringantopografi lahan padang penggembalaan maksimal 15; c kemiringantopografi lahan untuk perluasan areal kebun hijauan makanan ternak maksimum 40 d luas padang penggembalaan minimal 10 ha per hamparan; e rumput yang ditanam adalah jenis rumput injakan serta 20 sampai dengan 25 dari luas padang penggembalaan ditanami rumput potong.