responden lainnya berada dalam kategori beban ganda rendah total waktu kerja publik dan domestik 1-15 jam perhari.
Selain mempunyai tanggung jawab pada pekerjaan dan keluarga, responden juga mempunyai tanggung jawab lainnya yakni terhadap orang tua baik
berupa tanggung jawab moril, dana, maupun kesehatan orang tua. Dalam menjalankan beban ganda responden merasa terdapat beberapa kesulitan yang
mereka rasakan, diantaranya ialah rasa lelah setelah pulang bekerja, waktu yang terbatas untuk mengerjakan pekerjaan rumah, terbatasnya waktu untuk mengasuh
anak terutama pada saat anak sakit. Kesulitan-kesulitan ini seringkali menimbulkan stress dalam diri responden, sehingga responden mengatasi
masalah-masalah tersebut dengan cara mengurangi beban kerja rumahtangga dengan bantuan orang-orang yang membantu pekerjaan domestik, tidak jarang
pula responden mengambil cuti apabila anak sedang sakit untuk merawat maupun membawanya ke dokter, selain itu refreshing dilakukan responden untuk
mengatasi rasa lelah dan stress bila sudah menumpuk. Hal ini di dukung dengan pernyataan FS 35 tahun:
“...kesulitan mah pasti ada, apalagi kalau di kantor lagi ada masalah terus di rumah kerjaan numpuk haduuh capeknya bukan
main. Ditambah lagi kalo anak sakit pikiran stres saya jadinya...”
5.2 Ideologi Gender yang Berubah
Peran wanita dalam dunia kerja, tidak lepas dari referensi nilai atau norma yang melingkupinya dalam interaksi sosial, sehingga menjadi pedoman
dalam bersikap atas perilakunya. Ideologi yang tertanam dalam diri seseorang akan melekat sangat kuat, karena tertanam sejak masa kanak-kanak sehingga
mempengaruhi keputusan serta perilaku dalam hidup. Hal ini didukung oleh pernyataan Widanti 2005 bahwa ideologi gender yang disebabkan oleh struktur
serta sifat manusia, pria dan wanita yang dibentuk sejak masa kanak-kanak menjadi kekuatan aktif tenaga materiil manusia juga menyebabkan
pengklasifikasian secara universal antara pria dan wanita. Pengklasifikasian ini membagi peran kerja wanita dan pria dalam dua
sektor yang berbeda. Menurut Saptari dkk 1997 pembagian kerja seksual ialah pembagian kerja yang didasarkan atas jenis kelamin, dimana wanita bertanggung
jawab atas pekerjaan rumahtangga, sedangkan pria bertanggung jawab atas pekerjaan nafkah.
Sementara keadaan yang terjadi di Kelurahan Menteng Bogor adalah ideologi gender yang masih menempatkan wanita hanya sebagai ibu rumahtangga
saja sudah mulai mencair. Hal ini dapat dilihat dari pandangan dari wanita menikah yang bekerja di Kelurahan Menteng Bogor tentang ideologi gender
terhadap kerja yang digambarkan pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden terhadap Ideologi Gender di
Kelurahan Menteng Bogor, Tahun 2009.
No Pernyataan
Jawaban Setuju
Tidak Setuju n
Persen n
Persen
1. Wanita adalah pekerja rumah
15 39
24 62
2. Wanita tidak boleh bekerja di luar rumah
2 5
37 95
3. Pria adalah pencari nafkah
32 82
7 18
4. Pekerjaan wanita ialah di dalam rumah, mengurus
keluarga dan anak 16
41 23
59 5.
Wanita tidak kuat dalam menghadapi persaingan dunia kerja
39 100
6. Wanita hanya dapat melakukan pekerjaan yang
ringan 4
10 35
90 7.
Wanita memiliki kemampuan bekerja yang kurang baik
39 100
8. Wanita yang bekerja di luar rumah bukanlah
seorang istri yang baik 2
5 37
95 9.
Wanita boleh bekerja di luar rumah, namun harus dengan izin suami
39 100
10. Wanita tidak seharusnya membantu suami bekerja
untuk mencari nafkah 8
20 31
80 11.
Pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan domestik membereskan rumah, memasak, mengurus anak
5 13
34 87
12. Posisi tertinggi dalam pekerjaan sebaiknya
dipegang oleh pria 15
39 24
62
Keterangan: Setuju
: Persepsi mengenai stereotipe negatif yang dianut responden mengenai wanita bekerja, ideologi gender kuat dianut
Tidak Setuju : Persepsi positif yang dianut responden mengenai wanita bekerja, ideologi gender tidak kuat dianut
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa responden wanita yang telah menikah dan bekerja di Kelurahan Menteng Bogor, kurang menganut ideologi
gender mengenai persepsi negatif terhadap wanita bekerja. Responden kurang menganut ideologi yang mencakup ketimpangan peran dalam pekerjaan wanita,
serta stereotipe tentang wanita ke dalam wilayah domestik.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 8 dari dua belas pernyataan yang diajukan kepada responden, dimana pernyataan-pernyataan
tersebut menggambarkan persepsi negatif yang dianut responden mengenai wanita bekerja. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa lebih banyak
jumlah responden yang tidak setuju dengan berbagai pernyataan yang tidak membolehkan wanita bekerja mencari nafkah, yakni terdapat 10 pernyataan
dipilih oleh lebih dari 50 persen responden yang tidak disetujui oleh responden. Secara umum wanita sudah meninggalkan tradisi gender yang melarang wanita
untuk bekerja publik. Salah satu contoh yang cukup nyata ialah seluruh responden, yakni 39 orang 100 persen tidak setuju dengan pernyataan “wanita
tidak kuat dalam menghadapi persaingan dunia kerja”. Selain itu juga hal ini ditemukan pada pernyataan “wanita memiliki kemampuan bekerja yang kurang
baik” yang tidak disetujui oleh seluruh responden. Sementara itu 2 pernyataan lain dipilih oleh kurang dari 50 tidak disetujui oleh responden.
Hasil tersebut menandakan bahwa para responden tidak terlalu menganut ideologi gender mengenai stereotipe negatif pada wanita yang bekerja.
Melemahnya stereotipe yang tertanam pada wanita, akan memotivasi para wanita untuk bekerja lebih bebas, sehingga wanita juga mampu untuk mengerjakan
pekerjaan publik yang selama ini lebih banyak dikerjakan oleh pria. Seseorang dikatakan ideologi gender kuat apabila responden masih menganggap bahwa
wanita seharusnya tidak boleh bekerja di luar rumah. Seseorang dikatakan ideologi gender lemah apabila responden sudah menyetujui bahwa wanita boleh
bekerja di luar rumah. Hasil yang didapatkan berdasarkan penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pandangan Wanita Bekerja Terhadap Ideologi Gender di Kelurahan Menteng Bogor, Tahun
2009.
Ideologi Gender Jumlah orang
Persentase
Kuat 4
10 Lemah
35 90
Total 39
100
Data pada Tabel 9 menggambarkan bahwa sebagian besar responden 35 wanita menikah yang bekerja 90 persen di Kelurahan Menteng Bogor lemah
ideologi gendernya, yang berarti membolehkan wanita bekerja mencari nafkah.
Sementara itu ada 4 orang lainnya 10 persen responden yang termasuk dalam kategori ideologi gender kuat, berarti hanya 10 persen responden yang
menganggap wanita tidak boleh bekerja di luar rumah. Hasil tersebut menyatakan bahwa pandangan mengenai ideologi gender
yang mencakup ketimpangan peran dalam pekerjaan wanita, serta stereotipe tentang wanita ke dalam wilayah privat domestik sudah tidak dianut lagi oleh
sebagian besar wanita pekerja di Kelurahan Menteng. Sebagian besar 90 persen wanita pekerja di sana mendukung kegiatan wanita dalam sektor publik, hal ini
juga didukung oleh suami dan anggota keluarga mereka. Hasil penelitian yang menyatakan lebih besar jumlah responden yang
kurang menganut ideologi gender, tidak menandakan bahwa nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat hilang. Melemahnya ideologi gender hanya terjadi pada
taraf wanita untuk memperoleh kesempatan bekerja, belum sepenuhnya ideologi gender tersebut melemah, nampak bahwa tetap ada norma yang mendasar
esensial yang berlaku dalam keluarga, hal ini didukung oleh pernyataan pada Tabel 8 halaman 34, nomor 4 dan 9. Pernyataan tersebut ialah “Pekerjaan wanita
ialah di dalam rumah, mengurus keluarga dan anak” Tabel 8, halaman 34, nomor 4 disetujui oleh 41 persen responden. Sementara itu pernyataan “Wanita boleh
bekerja di luar rumah, namun harus dengan izin suami” Tabel 8, halaman 34, nomor 9 disetujui oleh 100 persen responden. Kedua pernyataan tersebut
merupakan pernyataan mendasar yang memiliki nilai kuat dalam ideologi gender dan kedua pernyataan ini banyak disetujui oleh sebagian besar reponden.
Hasil tersebut menggambarkan bahwa terdapat nilai-nilai gender yang masih dipegang erat oleh responden, nilai yang tercermin dari pernyataan 4 dan 9
ialah wanita boleh bekerja publik serta mempunyai kesempatan yang luas untuk berkarier namun wanita belum bisa meninggalkan kewajiban untuk mengerjakan
maupun bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestiknya. Banyaknya aktivitas dan kegiatan seorang wanita dalam peran publik
tidak menjadi suatu permasalahan selama wanita tersebut bekerja dengan baik dan tidak menyalahi aturan serta norma yang berlaku di masyarakat. Selain itu
tuntutan ekonomi yang semakin mendesak memaksa wanita untuk turut turun dalam sektor publik, sehingga wanita harus melawan ideologi yang selama ini
membebani wanita hanya dengan tugas domestik saja serta wanita yang bekerja dianggap menyalahi norma. Makin majunya pendidikan mengakibatkan semakin
banyak wanita yang berpotensi untuk kerja di sektor publik. Hal ini mengakibatkan wanita memiliki keinginan yang besar untuk aktualisasi diri dan
mengaplikasikan ilmu yang telah dimiliki sehingga norma ideologi gender tentang wanita kerja yang seharunya bekerja domestik saja diabaikan.
5.3 Hubungan Ideologi Gender Terhadap Beban Ganda