Menurut Goode dalam Kaltsum 2006, konflik peran ganda adalah kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam menjalankan kewajiban atau tuntutan
peran yang berbeda secara bersamaan. Wanita karir dituntut untuk dapat memberikan unjuk kerja performance yang maksimal dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya baik didalam keluarga, maupun dikantor. Menurut pendapat Bimbaum dalam Hoffman et al 1974 konflik peran
ganda disebabkan kegagalan individu dalam mengkombinasikan atau memadukan secara seimbang antara karier dan rumahtangga. Sementara kemampuan untuk
mengkombinaskan serta melakukan penyesuaian yang serasi dalam menghadapi konflik peran ganda dipengaruhi oleh sosialisasi seseorang. Sosialisasi merupakan
proses dimana seseorang melatih diri untuk peka terhadap tuntutan-tuntutan lingkungannya dan membiasakan diri berprilaku selaras dengan lingkungan
sekitarnya.
2.2 Kerangka Pemikiran
Industrialisasi yang semakin maju membutuhkan tenaga kerja yang besar. Kebutuhan akan tenaga kerja ini tidak hanya membutuhkan tenaga kerja pria,
namun juga tenaga kerja wanita. Sementara itu masih banyak stereotipe yang memandang bahwa pendidikan lebih diutamakan bagi pria, sementara wanita
tidak perlu membutuhkan pendidikan yang tinggi karena pada akhirnya wanita hanya akan bekerja didapur. Anggapan ini muncul dari anggapan masyarakat yang
sudah tertanam sejak dahulu. Seiring dengan pesatnya kebutuhan tenaga kerja akibat dari industrialisasi, saat ini wanita juga sudah banyak yang telah mengeyam
pendidikan sama dengan pria. Hal ini mengakibatkan semakin luasnya kesempatan kerja bagi seorang wanita, serta semakin banyak pula tenaga kerja
wanita yang bekerja produktif di luar rumah. Walaupun saat ini keberadaan wanita dalam dunia kerja sudah
diperhitungkan dan kesempatan pendidikan bagi wanita terbuka lebar, namun masih terdapat ideologi gender yang sangat kuat dalam masyarakat. Ideologi ini
memandang bahwa seorang wanita yang bekerja juga tidak lepas dari tanggung jawab pekerjaan domestik pekerjaan yang berhubungan dengan anak dan
rumahtangga. Ideologi ini mendikotomi kerja secara seksual, yakni pembagian
kerja berdasarkan jenis kelamin. Sementara itu stereotipe yang terdapat di masyarakat Indonesia menuntut wanita untuk bekerja pada dua sektor yakni sektor
domestik kerja rumahtangga dan sektor publik kerja luar rumah. Wanita dituntut untuk berperan ganda yakni melakukan kerja produksi menghasilkan
sesuatu untuk kelangsungan hidup anggotanya dan harus ada kerja reproduksi yang menyangkut apa yang terjadi di dalam rumahtangga, serta dalam
masyarakat. Hal ini menunjukkan pembagian kerja yang tidak seimbang karena selain wanita dituntut untuk mencari nafkah, wanita juga harus mengurus
rumahtangganya. Apabila dalam suatu rumahtangga terdapat pembagian kerja yang tidak
seimbang maka akan menimbulkan beban beban kerja ganda pada wanita. Beban ganda ini akan menimbulkan beberapa dampak beban kerja seperti wanita tidak
selalu ada pada saat-saat yang penting keluarga, tidak semua kebutuhan anggota keluarga dapat dipenuhi, anak tidak mendapatkan perhatian dan asuhan penuh,
urusan rumahtangga terbengkalai, wanita tidak mempunyai waktu untuk mengurus dirinya dan sebagainya. Apabila beban ganda yang terjadi terlampau
berat, maka akan menimbulkan konflik peran yakni kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam menjalankan kewajiban atau tuntutan peran yang berbeda secara
bersamaan. Sementara wanita karir dituntut untuk dapat memberikan kerja performance yang maksimal dalam menyelesaikan tugas-tugasnya baik di dalam
keluarga, maupun di kantor. Konflik peran yang terjadi akan sangat berpengaruh pada perkembangan karier wanita. Walaupun saat ini keberadaan wanita dalam
dunia kerja sudah diperhitungkan dan kesempatan pendidikan bagi wanita terbuka lebar, hal ini tidak dapat menjamin perkembangan karier wanita pasti tinggi. Hal
ini karena setinggi apapun tingkat pendidikan seorang wanita tidak akan berarti apabila wanita mengalami konflik peran. Selain itu saat ini telah banyak wanita
yang menduduki posisi pemimpin. Hal ini menandakan bahwa semakin luasnya kesempatan kerja bagi seorang wanita untuk bekerja, didukung pula oleh
berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai ketenagakerjaan wanita. Namun berbagai kesempatan ini tidak dapat dipergunakan secara maksimal
apabila wanita tersebut mengalami konflik peran. Tingkat pendidikan dan kebijakan pemerintah mengenai kesempatan bekerja yang telah ditempuh wanita
ini akan tidak terpakai apabila terdapat tugas-tugas rumahtangga yang terus membebani pikiran wanita pada saat bekerja dan menghambat wanita untuk
meneruskan pekerjaannya karena tugas rumahtangga yang menantinya di rumah. Secara tidak langsung ideologi gender dapat mempengaruhi karier
seseorang. Sementara itu terdapat dukungan dari luar yang dapat meringankan peran ganda wanita yakni peran dari orang-orang yang membantu pekerjaan
domestik rumahtangga dan dukungan dari suami. Dukungan dari luar ini dapat saja meringankan beban ganda yang ada sehingga karierpun dapat meningkat.
Dukungan dari luar juga dapat tidak berpengaruh pada peningkatan karier wanita, karena kuatnya ideologi gender yang tertanam dalam dalam diri responden,
sehingga akan tetap menimbulkan konflik peran dan karierpun menjadi terhambat.
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Keterangan:
: Garis pengaruh yang diteliti
Ideologi Gender
•
Stereotipe yang dianut responden
Beban Ganda
•
Total waktu kerja publik
•
Total waktu kerja domestik
Konflik Peran Ganda
• Perasaan bersalah
Karier
• Kenaikan upah
• Kenaikan pangkat
• Posisi jabatan
Dukungan dari Luar
Suami •
Dukungan terhadap istri
Orang-orang yang membantu pekerjaan domestik
• Total waktu kerja
• Banyaknya jenis pekerjaan
2.3 Hipotesis Penelitian