Pengumpulan Data Matriks Analisis Kebijakan Policy Analysis Matrix

28 dihasilkan berupa Gabah Kering Giling GKG yang dikonversi dalam bentuk beras.

4.5.2. Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing

Komponen biaya yang dikeluarkan selama proses produksi terdiri dari komponen biaya domestik dan biaya asing. Pengalokasikan biaya menjadi komponen domestik dan asing dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu Pendekatan Langsung Direct Approach dan Pendekatan Total Total Approach Monke dan Pearson, 1989. Pada penelitian ini digunakan pendekatan total untuk mengalokasikan biaya komponen domestik nontradable dan asing tradable. Pendekatan total mengasumsikan setiap biaya input tradable dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing serta dipergunakan apabila produsen lokal dilindungi, sehingga tambahan penawaran input tradable didatangkan dari produsen lokal. Dalam hal ini, input-input yang tergolong nontradable adalah benih, pestisida, lahan, tenaga kerja, peralatan, dan penggunaan input lainnnya. Sedangkan input tradable antara lain pupuk urea dan pupuk TSP.

4.5.3. Alokasi Biaya Produksi

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu komoditi atau produk baik secara tunai maupun diperhitungkan. Pengalokasian biaya produksi ke dalam komponen asing tradable atau komponen domestik nontradable ditentukan berdasarkan jenis input, penilaian biaya input tradable dan nontradable dalam biaya total input Pearson et al., 2005. Pada usahatani beras ini, input tradable seperti pupuk urea dan pupuk TSP digolongkan ke dalam komponen biaya domestik dan asing. Sedangkan input-input nontradable seperti benih, pestisida, lahan, tenaga kerja, 29 peralatan, dan biaya lainnya digolongkan ke dalam komponen biaya domestik. Alokasi biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Alokasi Komponen Biaya Input-Output dalam Komponen Domestik dan Asing No Uraian Finansial Ekonomi Domestik Asing Pajak Domestik Asing A Penerimaan Output 1 Output Padi 98.9 0.0 1.1 100.0 0.0 B Input Produksi 1 Pupuk a. Urea 92.0 7.8 0.2 92.2 7.8 b. TSP 92.0 7.8 0.2 92.2 7.8 c. Poska 92.0 7.8 0.2 92.2 7.8 d. NPK kujang 92.0 7.8 0.2 92.2 7.8 2 Obat-obatan a. Decis 98.7 0.0 1.3 100.0 0.0 3 Tenaga Kerja 98.3 0.0 1.7 100.0 0.0 4 Penyusutan peralatan 96.8 0.0 3.2 100.0 0.0 5 Sewa lahan 98.0 0.0 2.0 100.0 0.0 6 Pajak bumi dan bangunan 98.5 0.0 1.5 100.0 0.0 7 Jasa traktor 98.3 0.0 1.7 100.0 0.0 Sumber : Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005, diolah 2011

4.5.4. Alokasi Biaya Tataniaga

Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang akibat perubahan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu Gittinger, 1986. Biaya tataniaga dihitung dari seluruh biaya tataniaga dari daerah produsen hingga ke konsumen, atau dari daerah produsen sampai ke pelabuhan ekspor atau dari pelabuhan impor sampai ke konsumen.

4.5.5. Penentuan Harga Bayangan

Harga bayangan adalah nilai ekonomi dari suatu barang atau jasa yang menggambarkan biaya oportunitas biaya oportunitas: nilai barang atau jasa yang 30 dikorbankan untuk alternatif penggunaan yang terbaik terhadap masyarakat Gittinger, 1986. Menurut Pearson et al. 2005, harga sosial harga efisien untuk barang- barang tradable adalah harga internasional harga dunia untuk barang sejenis comparable yang merupakan ukuran social opportunity cost terbaik bagi barang-barang tersebut. Untuk barang-barang impor, harga impor barang tersebut menunjukkan opportunity cost dalam menghasilkan tambahan satu unit produk untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Sedangkan untuk barang-barang ekspor, harga ekspor barang tersebut menunjukan opportunity cost satu unit tambahan produksi domestik untuk diekspor, bukan dikonsumsi dalam negeri.

4.5.5.1. Harga Bayangan Output

Menurut Pearson et al. 2005, harga bayangan output tradable yang digunakan adalah harga yang berlaku pada perbatasan negara border price, baik ketika barang tersebut tiba dari luar negeri impor, maupun saat produk akan dikirim ke luar negeri ekspor. Harga bayangan untuk produk yang akan diekspor disebut harga FOB free on board, yaitu harga di pelabuhan yang dikonversikan dengan nilai tukar rupiah lalu dikurangi biaya transportasi dan tataniaga. Harga bayangan untuk output yang diimpor adalah harga CIF cost of insurance freight yang ditambah biaya tataniaga. Lain halnya dengan output nontradable, harga bayangan untuk output nontradable diestimasi dengan mengurangkan divergensi baik karena distorsi kebijakan maupun kegagalan pasar dari nilai privatnya. Jika dampak divergensi sulit diestimasi, selanjutnya dengan mencari harga barang substitusinya untuk dijadikan proxy dari harga sosial barang-barang nontradable. Alternatif lainnya yaitu dengan menggunakan harga barang atau substitusinya di 31 negara tetangga. Pada penelitian ini, output yang dihasilkan adalah beras yang merupakan komoditas impor. Penentuan harga bayangan beras berdasarkan harga CIF yang dikonversikan dengan nilai tukar bayangan SER = Shadow Exchange Rate yang kemudian ditambah dengan biaya transportasi dan tataniaga. Pada penelitian ini didapatkan harga bayangan output adalah sebesar Rp 1.978 per kilogram pada tahun 2005, dan sebesar Rp 3.043,7 per kilogram pada tahun 2010 dengan memperhitungkan inflasi yang terjadi.

4.5.5.2. Harga Bayangan Input

Harga bayangan input ditentukan berdasarkan input tradable dan nontradable . Input tradable dalam penelitian ini merupakan komoditas impor, yaitu pupuk urea dan pupuk TSP. Menurut Pearson et al. 2005, harga bayangan input tradable adalah border price, yaitu harga FOB untuk komoditas ekspor dan harga CIF untuk komoditas impor yang dikenai divergensi perdagangan antar negara biaya tataniaga dan penanganan di pelabuhan. Harga input tradable ditentukan dengan mendekomposisikannya, yaitu membagi biaya memproduksi barang atau jasa nontradable kedalam unsur-unsur biaya input tradable dan biaya faktor domestik tenaga kerja, modal, lahan. Adapun input yang digunakan pada usahatani beras di Desa Kondangjaya meliputi: 1 Pupuk Pupuk yang digunakan pada usahatani beras di Desa Kondangjaya adalah pupuk urea, TSP, Poska, dan NPK Kujang. Pupuk urea dan TSP masih menggunakan input yang diimpor dari negara lain, sehingga pendekatan harga bayangannya berdasarkan harga CIF yang kemudian ditambah dengan biaya tataniaga. Harga CIF didapat dari harga FOB yang ditambah dengan biaya 32 asuransi dan pengapalan kemudian dikalikan dengan harga SER berdasarkan nilai tukar yang berlaku. Pada penelitian ini, harga bayangan pupuk urea adalah sebesar Rp 2.699 per kilogram pada tahun 2005 dan sebesar Rp 3.762,4 per kilogram pada tahun 2010. Harga bayangan pupuk TSP adalah sebesar Rp 2.589 per kilogram pada tahun 2005 dan sebesar Rp 4.833 per kilogram pada tahun 2010. Pupuk Poska dan NPK Kujang tidak memiliki harga internasional dan tidak dikenai distorsi kebijakan pemerintah, sehingga pendekatan harga bayangan yang digunakan adalah harga aktual pada tingkat pedagang besar. Harga bayangan pupuk Poska adalah sebesar Rp 2.075 per kilogram pada tahun 2005, dan sebesar Rp 2.048,5 per kilogram pada tahun 2010. Harga bayangan pupuk NPK Kujang adalah sebesar Rp 1.592 per kilogram pada tahun 2005 dan sebesar 1.858,4 per kilogram pada tahun 2010. 2 Pestisida Pestisida yang banyak digunakan pada petani padi di Desa Kondangjaya adalah Decis. Berdasarkan penelitian terdahulu, harga bayangan pestisida ditentukan dengan menghilangkan divergensi berupa pajak penjualan sebesar sepuluh persen dari harga aktual rata-rata. Harga bayangan pestisida adalah sebesar Rp 66.879 per liter pada tahun 2005 dan sebesar Rp 75.285,2 per liter pada tahun 2010. 3 Benih Benih yang digunakan oleh petani di Desa Kondangjaya adalah benih padi jenis Ciherang. Harga bayangan benih berdasarkan harga beli aktual tingkat pedagang besar, karena tidak ada kegagalan pasar maupun kebijakan pemerintah yang dikenakan pada input ini. Harga bayangan benih adalah sebesar Rp 5.308 33 per kilogram pada tahun 2005, dan sebesar Rp 7.604,6 per kilogram pada tahun 2010. 4 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam usahatani beras di Desa Kondangjaya adalah cangkul, parang, dan sprayer. Sebagian besar petani tidak mengerjakan secara langsung setiap proses produksi, melainkan dikerjakan oleh buruh yang membawa peralatan sendiri. Harga bayangan peralatan dihitung berdasarkan nilai penyusutan per tahun yang nilainya sama dengan harga aktualnya, karena tidak ada kegagalan pasar maupun kebijakan pemerintah atas peralatan pertanian tersebut.

4.5.5.3. Harga Bayangan Faktor Domestik

Setiap faktor domestik memiliki cara yang berbeda-beda dalam penentuan harga bayangannya. Hal ini dikarenakan keadaan pasar setiap faktor domestik di lokasi penelitian berbeda. 1 Tenaga Kerja Tenaga kerja pertanian dianggap homogen, karena semua dianggap sebagai tenaga kerja tidak terampil, dan tidak ada perbedaan upah antara tenaga kerja pria dan wanita. Biaya tenaga kerja dihitung per Hari Orang Kerja HOK dengan satu HOK adalah delapan jam kerja dan memiliki upah yang berbeda-beda di tiap aktivitas produksinya. Tenaga kerja lainnya yang digunakan dalam usahatani ini adalah jasa pembajakan sawah oleh sejumlah buruh dengan tarif sebesar Rp 624.220 per hektar lahan. Harga bayangan tenaga kerja pertanian ditetapkan 75 persen dari harga pasar. Hal ini karena selain jumlah tenaga kerja 34 yang banyak, tenaga kerja ini termasuk tenaga kerja kurang terdidik dengan produktivitas yang rendah Sadikin, 2000. 2 Lahan Harga bayangan lahan ditentukan berdasarkan pendapatan yang diperoleh dari hasil produksi tertinggi komoditas lain apabila lahan tidak digunakan untuk memproduksi komoditas yang diteliti Soetriono, 2006. Di Kecamatan Karawang Timur, tanaman yang ditanam oleh petani selain padi adalah tanaman kacang panjang di Desa Pasir Panjang. Oleh karena itu, harga bayangan lahan merupakan pendapatan yang diterima dari usahatani kacang panjang di daerah ini. Berdasarkan perhitungan, harga bayangan lahan pada penelitian ini adalah sebesar Rp 2.856.333 per hektar per satu musim tanam pada tahun 2005, dan sebesar Rp 2.463.561 per hektar per satu musim tanam pada tahun 2010.

4.5.5.4. Harga Bayangan Nilai Tukar Uang

Harga bayangan nilai tukar uang dihitung berdasarkan rumus menurut Gittinger 1986: = Dimana: SERt = Shadow Exchange Rate tahun ke-t Nilai Tukar Bayangan, RpUS OERt = Official Exchange Rate tahun ke-t Nilai Tukar Resmi, RpUS SCFt = Standard Convertion Factor tahun ke-t Faktor Konversi Standar Nilai SCF ditentukan berdasarkan formulasi sebagai berikut: = Dimana: SCFt = Faktor Konversi Standar tahun ke-t Mt = Nilai Impor tahun ke-t Rp 35 Tmt = Pajak Impor tahun ke-t Rp Xt = Nilai Ekspor tahun ke-t Rp Txt = Pajak Ekspor tahun ke-t Rp Pada penelitian ini, nilai SCF dan SER pada tahun 2005 masing-masing adalah sebesar 99,39 persen dan Rp 9.773. Pada tahun 2010 nilai SCF dan SER masing-masing adalah sebesar 99,47 persen dan Rp 9.130.

4.6. Matriks Analisis Kebijakan Policy Analysis Matrix

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis matriks kebijakan Policy Analysis Matrix. Tujuan dari penggunaan sebuah tabel PAM untuk analisis suatu usahatani memungkinkan seseorang untuk menghitung tingkat keuntungan privat, yaitu sebuah ukuran daya saing usahatani pada tingkat harga pasar atau harga aktual. Tujuan kedua dari analisis PAM adalah menghitung tingkat keuntungan sosial sebuah usahatani yang dihasilkan dengan menilai output dan biaya pada tingkat harga efisiensi social opportunity cost. Tujuan lain dari analisis PAM adalah menghitung transfer effects, sebagai dampak dari suatu kebijakan. Tiga tujuan utama dari metode PAM pada hakekatnya ialah memberikan informasi dan analisis untuk membantu pengambil kebijakan pertanian dalam ketiga isu sentral diatas Pearson et al., 2005. Tabel PAM terdiri dari matriks yang disusun berdasarkan hasil analisis finansial privat dan analisis ekonomi sosial. Penerimaan dan biaya produksi pada harga finansial dan harga sosial dibagi menjadi komponen tradable asing dan nontradable domestik. Input yang digunakan seperti pupuk, pestisida, benih, peralatan, lahan dan lain-lain dipisahkan menjadi input yang dapat diperdagangkan dan faktor domestik Pearson et al., 2005. 36 Matriks PAM terdiri dari tiga baris dan empat kolom Tabel 4. Baris pertama mengestimasi keuntungan privat yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga yang berlaku, yang mencerminkan nilai-nilai yang dipengaruhi kebijakan pemerintah. Baris kedua mengestimasi keunggulan ekonomi dan daya saing komparatif, yaitu perhitungan penerimaan dan biaya berdasarkan harga sosial shadow price atau nilai ekonomi yang sesungguhnya terjadi di pasar tanpa adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan baris ketiga merupakan selisih antara baris pertama dan kedua yang menggambarkan divergensi Pearson et al., 2005. Tabel 4. Matriks Analisis Kebijakan Keterangan Pendapatan Biaya Keuntungan Input Tradable Faktor Domestik Nilai Finansial Harga Privat A B C D Nilai Ekonomi Harga Bayangan E F G H Dampak Kebijakan dan Distorsi Pasar Divergensi I J K L Keterangan: Keuntungan Privat = D = A – B – C Keuntungan Sosial = H = E – F – G Transfer Output = I = A – E Transfer Input = J = B – F Transfer Faktor = K = C – G Transfer Bersih = L = D – H Rasio Keuntungan Privat = C A – B Rasio Biaya Sumberdaya Domestik = G E – F Koefisien Proteksi Nominal = output tradable = A E = Input tradable = B F Koefisien Proteksi Efektif = A – B E – F Koefisien Keuntungan = A – B –C E – F – G atau DH Subsidy Rasio untuk Produsen = D – H atau LE Sumber: Pearson et al., 2005 Dari matriks PAM dapat dilakukan beberapa analisis, yaitu: 1 Analisis Keungulan Komparatif 37 Keunggulan komparatif dilihat dari keuntungan usahatani beras pada harga sosial. Keunggulan komparatif dianalis berdasarkan keuntungan sosial dan rasio biaya sumberdaya domestik. a Keuntungan Sosial KS Keuntungan sosial merupakan indikator daya saing atau efisiensi dari sistem usahatani pada kondisi tidak ada efek divergensi baik akibat kebijakan pemerintah maupun distorsi pasar Monke dan Pearson, 1989. Keuntungan sosial dirumuskan sebagai berikut: KS H = E – F – G Keterangan: E = Penerimaan sosial F = Biaya input tradable sosial G = Biaya input nontradable sosial Jika keuntungan sosial lebih besar dari nol KSH0 dan nilainya makin besar, maka sistem usahatani beras makin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi. Sebaliknya, jika keuntungan sosial kurang dari nol KSH0, maka sistem usahatani tidak mampu berjalan dengan baik tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. b Rasio Biaya Sumberdaya Domestik BSD Rasio biaya sumberdaya domestik merupakan indikator keunggulan komparatif yang menunjukkan jumlah sumberdaya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu satuan devisa atau kemampuan sistem komoditi dalam membiayai biaya faktor domestik pada harga sosial Monke dan Pearson, 1989. BSD menggambarkan efisiensi ekonomi suatu pengusahaan komoditas. BSD dirumuskan sebagai berikut: 38 BSD = = Jika rasio biaya sumberdaya domestik kurang dari satu BSD1 dan nilainya semakin kecil berarti sistem komoditas makin efisien secara ekonomi, mempunyai daya saing yang makin tinggi dan mampu berjalan tanpa bantuan atau intervensi pemerintah. Sebaliknya jika BSD1 berarti sistem komoditas tidak mampu berjalan tanpa bantuan pemerintah. Kegiatan ini akan memboroskan sumberdaya domestik yang langka karena memproduksi komoditi dengan biaya sosial yang lebih besar daripada biaya impornya. Jika tidak ada pertimbangan lain, maka melakukan impor akan lebih efisien dibandingkan dengan memproduksi sendiri. 2 Analisis Keungulan Kompetitif Keunggulan kompetitif dilihat dari keuntungan usahatani beras pada harga privat. Keunggulan komparatif dianalis berdasarkan keuntungan privat dan rasio biaya privat. a Keuntungan Privat KP Keuntungan privat merupakan indikator daya saing dari sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada Monke dan Pearson, 1989. Jika nilai keuntungan lebih dari nol KPD0, maka sistem komoditas memperoleh profit di atas normal yang mempunyai implikasi bahwa komoditas itu mampu berekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau ada komoditas alternatif yang lebih menguntungkan. Suatu sistem komoditas tidak akan menguntungkan jika nilai KPD0. Keuntungan privat didapat dengan rumus berikut: 39 KP D = A − B – C Keterangan: A = Penerimaan privat B = Biaya input tradable privat C = Biaya input nontradable privat b Rasio Biaya Privat RBP Rasio biaya privat adalah rasio biaya domestik terhadap nilai tambah terhadap harga privat. Nilai RBP mencerminkan berapa banyak sistem komoditas tersebut dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif yakni break event setelah membayar keuntungan normal D=0 Monke dan Pearson, 1989. Jelas bahwa perusahaan lebih menyukai D0 dan ini dapat diraih jika C A-B. Maka usaha penanganan biaya faktor domestik dan biaya input tradable bertujuan memaksimumkan profit. Dengan demikian RBP menunjukkan kemampuan sistem komoditas membiayai faktor domestik pada harga privat. Apabila nilai rasio biaya privat kurang dari satu RBP1, maka sistem komoditas tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat. Semakin kecil nilai RBP, maka komoditas tersebut semakin memiliki daya saing keunggulan kompetitif. Monke dan Pearson 1989 merumuskan nilai Rasio Biaya Privat sebagai berikut: RBP = C A − B = Biaya faktor domestik pr ivat Pener imaan pr ivat − Biaya input pr ivat 3 Dampak Kebijakan Pemerintah Dampak kebijakan pemerintah terdiri dari kebijakan input, kebijakan output, dan kebijakan input-output. a Kebijakan Input 40 Kebijakan input adalah kemampuan pemerintah mempengaruhi input suatu kegiatan produksi. Kebijakan input terdiri atas transfer input, koefisien proteksi input nominal, dan transfer faktor. i Transfer Input Transfer Input adalah selisih antara biaya input tradable pada harga privat dengan biaya input tradable pada harga sosial. Nilai TI menunjukkan adanya kebijakan kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradable Monke dan Pearson, 1989. Jika nilai TI positif TI0 menunjukkan harga sosial input asing yang lebih rendah. Akibatnya produsen harus membayar input lebih mahal. Sebaliknya, jika TI bernilai negatif TI0 hal ini menunjukkan adanya subsidi pemerintah terhadap input asing, sehingga petani tidak membayar penuh korbanan sosial social opportunity yang seharusnya dibayarkan. Transfer input dirumuskan sebagai berikut: TI J = B – F Keterangan: B = Biaya input tradable privat F = Biaya input tradable sosial ii Koefisien Proteksi Input Nominal KPIN Koefisien proteksi input nominal merupakan indikator yang menunjukkan tingkat proteksi pemerintah terhadap harga input domestik. KPIN adalah rasio antara biaya input tradable yang dihitung berdasarkan harga privat dengan biaya input tradable yang dihitung berdasarkan harga bayangan dan merupakan indikasi adanya transfer input Monke dan Pearson, 1989. Apabila nilai KPIN kurang dari satu KPIN1 maka kebijakan pemerintah bersifat protektif terhadap input dan produsen menerima subsidi atas input asing yang tradable sehingga produsen 41 dapat membeli dengan harga yang lebih rendah. Apabila nilai KPIN lebih dari satu KPIN1 maka terdapat proteksi terhadap produsen input asing tradable, yang menyebabkan sektor yang menggunakan input tersebut akan merasa dirugikan dengan tingginya biaya produksi. KPIN dirumuskan sebagai berikut: KPIN = B F = Biaya input pr ivat Biaya input sosial iii Transfer Faktor TF Transfer faktor menunjukkan besarnya subsidi terhadap input nontradable. Jika nilai transfer faktor positif TF0 menunjukkan bahwa terjadi subsidi negatif pada input nontradable Monke dan Pearson, 1989. Sedangkan jika nilai transfer faktor negatif TF0, berarti terdapat subsidi positif pada input nontradable. Pada matriks PAM transfer faktor dirumuskan sebagai berikut: TF K = C – G Keterangan: C = Biaya input nontradable privat G = Biaya input nontradable sosial b Kebijakan Output Kebijakan output adalah kemampuan pemerintah mempengaruhi output suatu kegiatan produksi. Kebijakan output terdiri atas transfer output dan koefisien proteksi output nominal. i Transfer Output TO Transfer Output merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga privat finansial dengan penerimaan yang dihitung atas harga sosial bayangan. Nilai TO menunjukkan terdapat kebijakan pemerintah pada output sehingga ada perbedaan antara harga output privat dan sosial Monke dan Pearson, 1989. Nilai Transfer Output yang positif TO0 menunjukkan bahwa 42 ada insentif masyarakat terhadap produsen, artinya harga yang dibayarkan oleh konsumen pada produsen lebih tinggi dari seharusnya, atau ada kebijakan pemerintah berupa subsidi output yang menyebabkan harga privat output yang diterima oleh produsen lebih tinggi dari harga sosialnya. Formula Transfer Output: TO I = A – E Keterangan: A = Penerimaan privat E = Penerimaan sosial ii Koefisien Proteksi Output Nominal KPON Koefisien Proteksi Output atau Nominal Protection on Tradable Output adalah rasio penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial yang merupakan indikator dari tingkat proteksi pemerintah terhadap output Monke dan Pearson, 1989. Jika nilai KPON lebih dari satu KPON1 berarti telah terjadi penambahan penerimaan akibat adanya kebijakan yang mempengaruhi harga output efek divergensi, begitu pula sebaliknya. KPON dirumuskan sebagai berikut: KPON = A E = Pener imaan pr ivat Pener imaan Sosial c Kebijakan Input-Output: Kebijakan input-output adalah pemerintah yang mempengaruhi input dan output produksi. Kebijakan input-output dapat dilihat dari nilai Koefisien Proteksi Efektif, Transfer Bersih, Koefisien Keuntungan dan Rasio Subsidi Produsen. i Koefisien Proteksi Efektif KPE Koefisien Proteksi Efektif KPE merupakan indikator dari dampak keseluruhan kebijakan input dan output terhadap sistem produksi komoditas 43 dalam negeri. Nilai KPE menggambarkan seberapa besar kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik secara efektif Monke dan Pearson, 1989. Apabila nilai KPE1 berarti pemerintah melindungi produsen secara efektif dengan menaikkan harga output atau input yang diperdagangkan di atas harga efisiensinya. Sebaliknya jika nilai KPE1 artinya kebijakan pemerintah tersebut tidak berjalan secara efektif. KPE dirumuskan sebagai berikut: = = ii Transfer Bersih TB Transfer Bersih TB merupakan selisih antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya. NT menggambarkan dampak kebijakan pemerintah secara keseluruhan terhadap penerimaan petani, apakah merugikan atau menguntungkan petani Monke dan Pearson, 1989. Nilai TB yang positif TB0 menunjukkan tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah terhadap input dan output. Rumus transfer bersih: TB L = D – H Keterangan: D = Keuntungan privat H = Keuntungan sosial iii Koefisien Keuntungan KK Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih yang benar-benar diterima produsen dengan keuntungan bersih sosial. KK menunjukkan pengaruh keseluruhan dari kebijakan yang menyebabkan perbedaan antara keuntungan privat dan sosial Monke dan Pearson, 1989. Jika nilai KK1, maka yang terjadi adalah kebijakan pemerintah membuat keuntungan yang 44 diterima oleh produsen lebih kecil bila dibandingkan tidak ada kebijakan, dan sebaliknya apabila KK bernilai negatif. Koefisien keuntungan dapat dirumuskan: = = iv Nilai Rasio Subsidi bagi Produsen RSP Rasio subsidi produsen menunjukkan tingkat penambahan dan pengurangan penerimaan total karena adanya kebijakan pemerintah. RSP memungkinkan untuk membuat perbandingan antara besarnya subsidi perekonomian bagi sistem komoditi pertanian Monke dan Pearson, 1989. RSP yang bernilai negatif RSP0 artinya kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya sosial opportunity cost untuk berproduksi. Rumus RSP adalah sebagai berikut: = 45

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Keadaan Umum Kabupaten Karawang

Keadaan umum Kabupaten Karawang mendeskripsikan karakteristik dan profil Kabupaten Karawang. Keadaan umum Kabupaten Karawang dideskripsikan melalui penjelasan mengenai letak geografis, batas administratif, pemerintahan dan jenis tanah.

5.1.1. Letak Geografis dan Batas Administratif

Secara geografis, Kabupaten Karawang terletak antara 107° 02 - 107° 40 BT dan 5° 56 - 6° 34 LS. Kabupaten Karawang termasuk daerah dataran yang relatif rendah, mempunyai variasi kemiringan wilayah 0–2 , 2–15, 15–40 dan diatas 40 dengan suhu rata-rata 27°C. Luas wilayah Kabupaten Karawang ±1.753,27 km 2 atau 175.327 hektar, dan merupakan 3,73 dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Karawang memiliki dataran dan pantai yang luas terhampar di bagian utara, dan di bagian tengah terdapat perbukitan. Di bagian selatan merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian ±1.291 di atas permukaan laut dan mengandung sumberdaya potensial. Secara administratif, Kabupaten Karawang berbatasan dengan empat kabupaten dan satu laut lepas. Di sebelah utara Kabupaten Karawang berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah timur Kabupaten Karawang berbatasan dengan Kabupaten Subang, dan di sebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Bekasi. Pada bagian selatan, Kabupaten Karawang berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur. Sedangkan di bagian tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Posisi geografis dan sumberdaya yang ada menjadikan Kabupaten Karawang mempunyai daya tarik bagi tumbuhnya kegiatan pembangunan. 46

5.1.2. Pemerintahan

Kabupaten Karawang terdiri dari 30 kecamatan dengan jumlah desa seluruhnya 297 desa dan 12 kelurahan. Jumlah desa terbanyak terdapat di Kecamatan Talagasari, Jatisari, dan Tempuran yaitu 14 desa, dan yang paling sedikit adalah Kecamatan Majalaya dan Ciampel, yaitu sebanyak tujuh desa Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Desa dan Luas Area per Kecamatan di Kabupaten Karawang Tahun 2009 Kecamatan Jumlah Desa Kelurahan Luas Area ha Karawang Barat 8 3.368 Karawang Timur 8 2.977 Majalaya 7 3.009 Klari 13 5.937 Telukjambe Barat 10 7.336 Telukjambe Timur 9 4.013 Ciampel 7 11.013 Pangkalan 8 9.437 Tegalwaru 9 8.634 Rengasdengklok 9 3.146 Jayakerta 8 4.124 Kutawaluya 12 4.867 Batujaya 10 9.189 Tirtajaya 11 9.225 Pakisjaya 8 6.448 Pedes 12 6.084 Cilebar 10 6.420 Cibuaya 11 8.718 Cikampek 10 4.760 Purwasari 8 2.944 Tirtamulya 10 3.506 Jatisari 14 5.328 Banyusari 12 5.530 Kotabaru 9 3.045 Cilamaya Kulon 12 6.318 Cilamaya Wetan 12 6.936 Telagasari 14 4.572 Lemahabang 11 4.691 Rawamerta 13 4.943 Tempuran 14 6.348 Total 309 175.327 Sumber: Laporan Distanhut Kabupaten Karawang, 2009