58
VI. PERBANDINGAN KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI BERAS SEBELUM
DAN SESUDAH KONVERSI LAHAN SAWAH
Keunggulan kompetitif usahatani beras diukur menggunakan Policy Analysis Matrix
PAM. Pada penelitian ini, keunggulan kompetitif usahatani beras di Kabupaten Karawang ditunjukkan oleh keunggulan kompetitif usahatani
beras di Desa Kondangjaya. Keunggulan kompetitif usahatani beras di Desa Kondangjaya dihitung dari dua termin waktu yang berbeda, yaitu sebelum
terjadinya konversi lahan sawah 2005 dan sesudah terjadinya konversi lahan sawah 2010. Perbandingan keunggulan kompetitif usahatani beras sebelum dan
sesudah konversi lahan sawah dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan tabel PAM tahun 2005 dengan tabel PAM tahun 2010.
6.1. Perbandingan Tabel PAM Usahatani Beras di Desa Kondangjaya Tahun 2005 dan Tahun 2010
Tahun 2005 dianggap sebagai tahun sebelum terjadi konversi lahan sawah di Kabupaten Karawang. Perhitungan keunggulan kompetitif usahatani beras
sebelum terjadinya konversi lahan sawah menggunakan biaya produksi dan penerimaan pada tahun 2005 dengan memperhitungkan inflasi yang terjadi. Hasil
perhitungan menggunakan model PAM untuk usahatani beras di Desa Kondangjaya secara singkat dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Policy Analysis Matrix
PAM Usahatani Beras di Desa Kondangjaya Tahun 2005 RpHa
Uraian Penerimaan
Biaya Input Keuntungan
Tradable Faktor Domestik
Privat 13.010.030
86.388 9.900.921
3.022.720 Sosial
7.774.292 88.207
7.463.795 222.290
Dampak Kebijakan
5.235.738 -1.818
2.437.126 2.800.430
Sumber: Data Primer, diolah 2011
59 Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa usahatani beras di Desa
Kondangjaya pada tahun 2005 memiliki keunggulan kompetitif. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai Keuntungan Privat KP yang bernilai positif, yaitu Rp
3.022.720 per hektar. Besar nilai KP menunjukkan besar penerimaan yang diterima petani setelah membayar semua biaya input produksi. Nilai KP lebih
besar dibanding nilai KS menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pada usahatani beras di Desa Kondangjaya tahun 2005 menguntungkan bagi petani
karena petani menerima keuntungan yang lebih besar dibanding keuntungan yang seharusnya diterima apabila tidak ada kebijakan tersebut. Selisih penerimaan
privat dan sosial sebesar Rp 2.800.430 per hektar dikarenakan harga privat output beras lebih besar dibanding harga sosialnya. Harga privat beras adalah Rp 3.311
per kilogram, sedangkan harga sosialnya adalah Rp 1.978 per kilogram. Perbedaan harga privat dan sosial beras dikarenakan kebijakan pemerintah berupa
penetapan tarif impor sebesar Rp 430 per kilogram pada tahun 2005. Tarif impor menyebabkan supply beras impor berkurang, sehingga permintaan akan beras
domestik meningkat dan harga beras domestik naik. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah berupa tarif impor sebesar Rp 430 per kilogram
menguntungkan bagi petani, karena penerimaan yang diterima pada kondisi aktual lebih besar dibanding yang seharusnya apabila tidak ada kebijakan tersebut.
Selisih biaya input tradable privat dan sosial sebesar Rp -1.818 per hektar menunjukkan bahwa terdapat kebijakan pemerintah berupa subsidi input tradable
pupuk urea dan TSP yang menguntungkan bagi petani karena harga pupuk urea dan TSP menjadi lebih murah dibanding yang seharusnya bila tidak ada kebijakan
tarif impor tersebut. Selisih biaya input nontradable privat dan sosial sebesar Rp