Perubahan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Input

64 padi, karena menurunkan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Nilai TI dan KPIN sama sekali tidak dipengaruhi oleh konversi lahan sawah yang terjadi karena konversi lahan sawah hanya mempengaruhi faktor domestik sewa lahan dan tenaga kerja. Transfer Faktor TF menunjukkan besarnya perbedaan harga privat dengan harga sosial dari faktor domestik, yaitu lahan, tenaga kerja, peralatan dan modal. Nilai TF yang positif menunjukkan bahwa petani membayar input domestik lebih tinggi dari harga sosialnya. Hal ini disebabkan oleh transfer dari petani ke pemerintah berupa pembayaran pajak. Pajak yang ditetapkan adalah pajak penjualan pada pestisida, dan pajak sewa lahan. Berdasarkan Tabel 11, nilai TF pada usahatani beras di Desa Kondangjaya menurun dari Rp 2.437.126 per hektar pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp 1.033.975 per hektar pada tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh peningkatan biaya faktor domestik privat karena konversi lahan sawah lebih besar dibanding peningkatan biaya faktor domestik sosial dari tahun 2005 ke tahun 2010. Peningkatan biaya faktor domestik privat sebesar 5,4 persen dan peningkatan biaya faktor domestik sosial sebesar 26 persen. Peningkatan biaya faktor domestik sosial disebabkan oleh tingginya harga beras tingkat dunia pada tahun 2010 sebesar 54 persen dari harga tahun 2005. Peningkatan harga beras dunia ini lebih mempengaruhi perubahan nilai TF dibanding konversi lahan sawah yang terjadi.

6.2.2.2. Perubahan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Output

Kebijakan pemerintah terhadap output dilakukan untuk melindungi produsen maupun konsumen output tersebut. Dalam penelitian ini output adalah Gabah Kering Giling GKG yang dikonversi dalam bentuk beras. Kebijakan 65 terhadap output dapat dilihat dari Transfer Output TO dan Koefisien Proteksi Output Nominal KPON. Nilai TO usahatani beras di Desa Kondangjaya pada Tabel 11 adalah sebesar Rp 5.235.738 per hektar pada tahun 2005 dan sebesar Rp -117.315 per hektar pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan privat petani padi di Desa Kondangjaya lebih besar dibanding penerimaan sosialnya di tahun 2005, dan sebaliknya di tahun 2010. Besarnya penerimaan privat dibanding penerimaan sosial pada tahun 2005 menunjukkan petani menerima transfer dari konsumen, karena konsumen membayar beras pada tingkat harga yang lebih tinggi dibanding harga apabila tidak ada distorsi ataupun kegagalan pasar. Penurunan nilai TO sebesar Rp 5.353.052 per hektar pada Tabel 11 dipengaruhi oleh faktor perubahan harga output di tingkat dunia. Harga beras tingkat dunia meningkat sebesar 54 persen dari tahun 2005 ke tahun 2010 sehingga penerimaan sosial meningkat sebesar 62 persen. Nilai KPON menunjukkan seberapa besar perbedaan harga privat output dengan harga sosialnya. Bila nilai KPON lebih besar dari satu, berarti harga domestik lebih tinggi daripada harga tingkat dunia, dan sistem usahatani menerima proteksi pemerintah. Berdasarkan Tabel 11, nilai KPON pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 0,68 dari nilai KPON tahun 2005. Hal ini dipengarui oleh nilai TO tahun 2010 yang lebih kecil juga. Penurunan nilai KPON menunjukkan bahwa rasio harga domestik dengan harga dunia pada tahun 2005 lebih tinggi dibanding pada tahun 2010. Perubahan nilai TO dan KPON tidak dipengaruhi oleh konversi lahan sawah yang terjadi. Hal ini dikarenakan dalam analisis menggunakan Tabel PAM