hal yang tidak diinginkan. Hal ini disebabkan meskipun aparat keamanan yang terdiri dari satuan-satuan Satpol PP dan Polisi setempat senantiasa berpatroli di
kawasan ini, namun fasilitas pos jaga atau pos kemanan belum ada.
5.1.1.2. Kesenjangan Sosial dalam Masyarakat
Berdasarkan wawancara dilapangan, sebelum adanya reklamasi dikawasan ini yaitu sebelum tahun 2005, kondisinya sangat sempit sehingga para pedagang
khususnya PKL juga belum begitu banyak, hanya berkisar 10 sampai 15 orang, sehingga pengunjungpun belum begitu banyak jika dibandingkan setelah adanya
reklamasi. Hal ini membuat kesenjangan sosial dalam masyarakat masih sangat minim. Kawasan pasca reklamasi, menjadi luas sehingga berdasarkan data
sekunder Deperindag Kota Bau-bau, jumlah PKL sampai tahun 2009 lalu telah mencapai hampir 200 orang. Kemudian telah dibangunnya sebuah mall di atas
lahan yang direklamasi yang juga masih dalam kawasan ini, semakin memicu bertambahnya jumlah pedagang, pengunjung dan penduduk sekitar. Masyarakat
baik pedagang maupun pengunjung serta penduduk sekitar yang kian meningkat dengan tingkat ekonomi dan latar belakang yang berbeda-beda, tentu sangat
rentan timbulnya kesenjangan sosial yang akan memicu konflik sosial dan penurunan moral masyarakat.
Berdasarkan wawancara di lapangan, sebagian besar responden mengatakan bahwa kesenjangan sosial dalam masyarakat sebelum dan sesudah reklamasi tidak
terlalu berdampak nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat yang belum memiliki pekerjaan di
sektor jasa perdagangan, angkutan dan penginapan, dan meningkatnya kesempatan berusaha yang sama bagi para pedagang baik pedagang besar maupun
kecil. Hal ini sebagai dampak dari banyaknya pengunjung dengan beragam kelas dan status dalam struktur sosial masyarakat. Tersedianya tempat ruang publik
khususnya Pantai Kamali ini maka secara tidak langung telah menjadi media bagi masyarakat untuk saling berinteraksi antar keluarga, teman, rekan bisnis dan lain-
lain. Hal ini akan mengurangi ketegangan urat syaraf masyarakat akibat rutinitas pekerjaan utama, sehingga dengan sendirinya akan mendorong keakraban antar
masyarakat dari berbagai lapisan yang pada gilirannya akan menurunkan kerentanan konflik sosial.
Namun dilain sisi sebagian kecil responden mengatakan bahwa tidak bisa dipungkiri juga dengan meningkatnya keramaian dikawasan Pantai Kamali telah
memunculkan sifat invidualistik dan persaingan ekonomi sebagaimana masyarakat dikota-kota besar lainnya. Hal tersebut seperti keinginan untuk
menguasai lahan sebagai tempat usaha dagang, persaingan meningkatkan usaha, apalagi tidak sedikit pengguna jasa perdagangan dikuasai oleh pendatang atau
bukan penduduk asli Kota Bau-bau. Meskipun hal ini belum begitu terlihat karena pada umumnya nilai-nilai adat pada masyarakat Kota Bau-bau masih cukup kental
dan adanya ikatan religius diantara masyarakat khususnya di kawasan tersebut. Berdasarkan pemantauan dilapangan juga di kawasan ini adalah lahan yang subur
untuk tumbuhnya gelandangan, pengemis, pengamen dan anak-anak terlantar liar yang mengais rezeki dari para pengunjung. Hal ini belum ada sebelum adanya
reklamasi, yang merupakan dampak umum dari perkembangan kota setelah reklamasi.
5.1.1.3. Konflik Sosial dan Moral Masyarakat
Sebelum direklamasi kawasan ini masih sempit dengan jumlah pedagang maupun pengunjung sedikit sehingga konflik sosial sangat minim, begitu juga
dengan kondisi moral masyarakat masih sangat dipengaruhi adat ketimuran yang penuh dengan adat dan etika. Setelah reklamasi telah memicu bertambahnya
jumlah pedagang, pengunjung, penjual jasa maupun penduduk sekitar ditempat ini. Hal ini dikarenakan telah direklamasinya pesisir Kamali menjadi luas sebagai
area publik space daerah kawasan publik dan didirikannya mall sebagai salah
satu pusat perdagangan di Kota Bau-bau. Berdasarkan wawancara dan pemantauan dilapangan, sebagai area publik
space maka kawasan Pantai Kamali sebagian besar dikunjungi oleh kalangan
remaja atau muda-mudi dan mayarakat diluar Kota Bau-bau. Hal ini tidak bisa dipungkiri sangat rentan terjadinya konflik sosial seperti kenakalan dan
perkelahian remaja, tumbuhnya premanisme dan penurunan moral masyarakat seperti bisnis prostitusi terselubung, pergaulan bebas antar remaja, transaksi
narkoba dan lain-lain. Pelabuhan Murhum Bau-bau berada dekat dengan kawasan Pantai Kamali. Transportasi laut yang semakin lancar yaitu kapal-kapal pelni
yang berlabuh di pelabuhan tersebut, sebagian besar penumpangnya mampir disepanjang pesisir Kamali untuk bersantai sambil menikmati masakan khas
daerah Buton. Hal ini semakin merentankan hal-hal negatif dalam aspek sosial khususnya premanisme, transaksi narkoba dan lain-lain. Namun sebagian besar
responden mengatakan sampai saat ini belum begitu nampak hal-hal yang berbau prostitusi, narkoba, dan sifat-sifat sosial negatif lainnya. Beberapa faktor yang
menghalangi ini adalah cukup intensifnya patroli dari aparat keamanan setempat dan cukup tersedianya fasilitas penerang di kawasan tersebut.
Terlepas dari semua hal-hal negatif tersebut, harus diakui juga dampak positif setelah adanya reklamasi adalah fungsi psikologis. Tersedianya ruang
terbuka publik yang berfungsi pada aspek psikologis dikawasan tersebut telah berdampak positif bagi masyarakat Kota Bau-bau. Hal ini disebabkan berbagai
aktifitas rohani dan jasmani dapat dilakukan seperti olahraga, bersantai menikmati pemandangan pesisir laut Kota Bau-bau, melakukan ibadah shalat Idul Fitri dan
Idul Adha setiap tahun, dan beberapa kegiatan hiburan lainnya yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Kota Bau-bau.
5.1.2. Kondisi Ekonomi
Kondisi eksisting ekonomi sebelum dan sesudah reklamasi dalam penelitian ini mencakup pendapatan masyarakat Pantai Kamali dan Pendapatan asli daerah
Kota Bau-bau. Pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan di Indonesia dewasa ini telah menganut sistem desentralisasi. Dasar desentralisasi
pembangunan perikanan adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti UU No. 221999. Pada pasal 18 ayat 1 dinyatakan
bahwa daerah yang memiliki wilayah laut, diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya laut di wilayah laut. Sedangkan kewenangan daerah dalam
pengelolaan sumberdaya laut dijelaskan pada ayat 3 tiga yang salah satunya adalah pengaturan tata ruang. Kemudian UU No. 32 tahun 2009 tentang PPLH
menimbang pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh