Dampak Umum Reklamasi TINJAUAN PUSTAKA

oleh masyarakat yang dahulunya menempati atau memanfaatkan kawasan sebelum direklamasi, seperi perikanan, kegiatankegiatan kemasyarakatanbudaya, serta budidaya perairan. Tanpa adanya pengaturan kegiatan baik dalam cara maupun lokasinya, maka beberapa kegiatan dapat saling merugikan sehingga akan menimbulkan permasalahan jangka panjang baik sosial, ekonomi, maupun terkait dengan hal-hal yang bersifat teknis. Sebaliknya dengan pengaturan yang baik akan diperoleh optimalisasi ruang dan sumberdaya bagi kepentingan semua pihak. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi akibat reklamasi antara lain: perubahan ekosistem, perubahan sosial ekonomi, penataan ruang dan alokasi sumberdaya di areal hasil reklamasi, permasalahan hukum atas status dan pengaturan penguasaan lahan, perijinan, perubahan batas administrasi, teknologi reklamasi yang digunakan dan lain-lain. Permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja tetapi terkait dan menjadi tanggung jawab berbagai pihak terkait.

2.4. Model Kebijakan Kawasan Pesisir

Kebijakan adalah dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan. Islamy dalam Harrison 2000 mendefinisikan bahwa suatu keputusan adalah suatu pilihan terhadap berbagai alternatif yang bersaing mengenai sesuatu hal. Salah satu faktor penyebab sulitnya mengambil keputusan kebijakan adalah adanya kesulitan dalam memperoleh informasi yang cukup serta bukti-bukti yang sulit disimpulkan. Analisa parsial terhadap suatu permasalahan sering kali tidak dapat memberikan jawaban. Permasalahan yang kompleks perlu dipandang sebagai suatu sistem, sehingga untuk mempelajarinya perlu pendekatan sistem. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan akan lebih mudah dengan menggunakan suatu model tertentu. Model kebijakan policy model adalah sajian yang disederhanakan mengenai aspek-aspek terpilih dari situasi problematis yang disusun untuk tujuan- tujuan khusus. Model-model kebijakan tersebut yaitu model deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolik, model prosedural, model pengganti, dan model perspektif. Perumusan kebijakan mengenal banyak model namun tidak ada satupun model yang dianggap baik. Hal ini karena masing-masing model memfokuskan perhatiannya pada aspek yang berbeda. Menurut Forester dalam Dunn 1999, persoalan kebijakan tidak terletak pada menggunakan atau membuang model, tetapi terletak pada pemilihan diantara berbagai alternatif. Pendekatan sistem dengan teknik simulasi akan menghemat biaya dan waktu dalam pengkajian alternatif kebijakan. Sistem alam nyata yang kompleks dan dahulu tidak mungkin diselesaikan dengan model analisis, sekarang dapat diselesaikan dengan model simulasi yang diterapkan secara luas dalam mempelajari sistem dinamik yang kompleks. Keberadaan suatu sumberdava dikawasan pesisir sangat potensial dalam memberikan keuntungan bagi masyarakat. Suatu kebijakan perlu diambil dalam pengelolaan dan pembangunan di kawasan pesisir. Oleh karena itu keberadaan sumberdaya tersebut perlu dinilai secara ekonomis sebagai suatu pertimbangan dalam pembuatan suatu keputusan atau kebijakan pengelolaan suatu wilayah pesisir. Dalam pembuatan suatu kebijakan, dapat digunakan analysis hierarchy process AHP yaitu suatu pendekatan analisis yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu permaslahan yang tidak terstruktur.

2.5. Analisis Kebijakan

Analis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang bersifat deskriptif, evaluatif dan prespektif. Analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu social terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argument untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan Dunn, 2000. Analisis kebijakan adalah salah satu diantara sejumlah banyak faktor didalam system kebijakan. Suatu sistem kebijakan policy system atau seluruh pola institusional dimana didalamnya kebijakan dibuat, mencakup hubungan timbale balik antara tiga unsur yaitu : kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subjektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Gamber 3 merupakan gabungan tiga unsur didalam sistem kebijakan Thomas dalam Dunn, 2000. Gambar 2. Tiga unsur sistem kebijakan Kebijakan publik public policies merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah yang diformulasikan didalam berbagai bidang termasuk lingkungan hidup. Masalah kebijakan tergantung pula pada pola keterlibatan pelaku kebijakan policy stakeholders yang khusus, yaitu para individu atau kelompok individu yang mempunyai andil didalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Lingkungan kebijakan policy environment yaitu konteks khusus dimana kejadian-kejadian disekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya mengambil keputusan kebijakan adalah sulitnya memperoleh informasi yang cukup serta bukti-bukti yang sulit disimpulkan. Karena itu dalam pengambilan keputusan akan lebih mudah bila menggunakan model tertentu. Model kebijakan adalah sajian yang disederhanakan melalui aspek-aspek terpilih dari situasi problematik yang disusun untuk tujuan-tujuan khusus. Model-model kebijakan tersebut yaitu model deskriptif, model normative, model verbal, model simbolik, model prosedural, model pengganti dan model perspektif. Setiap model kebijakan yang ada tidak dapat diterapkan untuk semua perumusan kebijakan karena masing-masing model menfokuskan pada aspek- aspek yang berbeda. Menurut Forrester dalam Dunn 2000, persoalan kebijakan tidak terletak pada menggunakan atau membuang model, persoalannya hanyalah terletak pada pemilihan diantara berbagai alternatif. Pelaku Lingkungan Kebijakan Kebijakan Publik Menurut Dunn 2000 proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktifitas intelektual yang dilakukan didalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktifitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai rangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan.

2.6. Aspek Kegagalan Kebijakan

Policy Failure Aspek kegagalan dalam merumuskan kebijakan failure dapat diindikasikan dengan masih banyaknya kebijakan pembangunan yang tidak holistik, termasuk UUD 1945 yang tidak menyentuh aspek perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup; kebijakan tentang tenurial dan property rights yang tidak memberikan jaminan hak pada masyarakat adat; kebijakan yang sentralistik dan seragam; dan kebijakan-kebijakan yang tidak mendukung pemerintah yang terbuka atau open government Indonesian Center for Environmental Law ICEL dalam kajian kebijakan yang terbatas kebijakan yang dihasilkan pemerintahan transisi di tahun 1998-1999 pengelolaan sumber daya alam dengan menggunakan delapan tolak ukur yaitu delapan elemen yang harus terintegrasi dalam setiap kebijakan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam, termasuk pemanfaatan sumberdaya alam. Menemukan fakta bahwa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan pemerintahan transisi belum mendukung, good environmental governance. Kedelapan elemen tersebut adalah: 1 Pemberdayaan, pelibatan masyarakat dan akses publik terhadap informasi; 2 Transparansi; 3 Desentralisasi yang demokratis; 4 Pengakuan terhadap keterbatasan daya dukung ekosistem dan keberlanjutan; 5 Pengakuan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal; 6 Konsistensi dan harmonisasi; 7 Kejelasan clarity; 8 Daya penerapan dan penegakan implementability and enforceability Santoso, 2001.

2.7. Analisis AHP

Analysis hierarchy process AHP dikembangkan pertama kali oleh Thomas L. Saaty seorang ahli matematika dari University of Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP adalah suatu pendekatan analisis yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang tidak terstruktur. Analisis ini biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur kuantitatif, maupun masalah- masalah yang memerlukan pendapat judgement. AHP banyak digunakan untuk pengambilan keputusan pada persoalan yang mengandung banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pihak yang terlihat aktor dalam situasi konflik Saaty, 1993. Kelebihan dari AHP ini adalah kemampuannya jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau tidak berkerangka. Situasi ini terjadi jika data, informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama sekali. Data yang diperlukan kalaupun ada hanyalah bersifat kualitatif yang mungkin didasari oleh persepsi pengalaman ataupun intuisi. Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, tiga prinsip dasar AHP yang dapat dijadikan acuan yakni : a. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur terpisah-terpisah. b. Pembedaan prioritas dan sintesis penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya dengan cara penilaian berpasangan. c. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan situasi criteria yang logis. Tahap paling penting dalam AHP ini adalah tahap penilaian pasangan judgement antar faktor pada suatu tingkat hierarki. Penilaian ini dilakukan dengan memberikan bobot numerik atau verbal berdasarkan perbandingan pasangan antar faktor yang satu dengan faktor yang lain. Selanjutnya melakukan analisis untuk menentukan faktor mana yang paling tinggi atau paling rendah peranannya terhadap level atas dimana faktor tersebut berada. Penilaian diperoleh