Padang Lamun Kerusakan Habitat Alami Kawasan Pantai Kamali 1. Sedimentasi

stony coral dan algae berkapur calcareous algae. Terumbu karang mempunyai respon spesifik terhadap lingkungan sekitarnya dan mengalami pertumbuhan yang pesat pada kedalaman rata-rata 2 – 15 meter. Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi distribusi vertikalnya Nybakken, 1992. Berdasarkan wawancara di lapangan dan penelusuran pustaka terkait, ekosistem terumbu karang di Kota Bau-bau khususnya di kawasan Pantai Kamali telah rusak bahkan hilang sebagai akibat dari segala aktifitas masyarakat di wilayah pesisir kota tersebut dan reklamasi kawasan Pantai Kamali pada tahun 2004 lalu. Hal ini berdasarkan hasil analisis citra landsat TM tahun 1990 yang menyatakan bahwa terdapat 2,1 hektar terumbu karang Gambar 5 sampai tahun 1990 di kawasan tersebut. Hal ini kemudian didukung juga dari hasil updeting data spasial MCRP silika Bapedalda Sultra dalam Laporan Kondisi Substrat Pesisir Sultra tahun 2007 lalu yang menegaskan bahwa ekosistem terumbu karang sangat langka ditemukan lagi di kawasan tersebut. Dalam ekosistem terumbu karang terdapat kumpulan kelompok biota dari berbagai tingkatan trofik yang mempunyai sifat saling tergantung erat. Biota tersebut meliputi berbegai jenis ikan karang, seperti ikan kerapu dan ikan baronang, teripang, bulu babi, beberapa jenis rumput laut dan beberapa jenis moluska yang bernilai komersil Nybakken,1992. Hilangnya berbagai jenis biota- biota pesisir seperti ikan baronang, kepiting dan lain-lain di kawasan Pantai Kamali merupakan dampak dari telah hancur dan punahnya ekosistem terumbu karang di kawasan ini. Biota-biota tersebut selama ini sering dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat di kawasan Pantai Kamali yang berprofesi sebagai nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat Kota Bau-bau pada umumnya juga sering memanfaatkan kawasan Pantai Kamali sebagai tempat refresing seperti misalnya memancing ikan dan mencari biota-biota pesisir lainnya. Veron 1989 dalam Panggabean 2007 menyatakan ekosistem terumbu karang sangat rapuh dan peka bila terjadi perubahan pada lingkungan akan mempengaruhi kondisinya. Daya pemulihan ini tergantung pada daerah kerusakan dan sumber-sumber yang potensial untuk pembentukannya kembali. Daya pemulihan ini juga tidak terlepas dari penyebab kerusakan pada karang tersebut. Tingkat pencemaran pesisir yang semakin tinggi dan reklamasi di kawasan Pantai Kamali telah menyebabkan punahnya ekosistem terumbu karang yang pernah ada di wilayah tersebut. Berdasarkan laporan Bapedalda Kota Bau-bau di kawasan Pantai Kamali tahun 2008 lalu menyebutkan bahwa presentase penutupan karang hidup tinggal 9,38 dan karang mati sudah 63,64 . Kriteria analisis data untuk kondisi terumbu karang yang di tetapkan oleh Bapedalda Kota Bau-bau dalam laporan tersebut: 76-100 Excellent, 51-75 Good, 26-50 Fair, 0-25 Poor Bapedalda Bau-bau, 2008. Hal ini menegaskan bahwa kondisi terumbu karang di kawasan Pantai Kamali termasuk kategori Poor atau buruk dan sangat langka sebagai akibat dari tekanan oleh adanya aktifitas pembangunan pesisir reklamasi dan sedimentasi dari muara sungai yang ada di Kota Bau-bau. Berdasarkan bentuk koloni, karang yang ada di sekitar pesisir dan laut Kota bau-bau masih terdapat bentuk yang lengkap yaitu : Masif Massive, Bercabang Branching, Mengerak Encrusting, dan Lembaran Foliaceous Bapedalda Bau-bau, 2008. Jenis dan jumlah bentuk life form yang terdapat di sekitar pesisir dan laut Kota Bau-bau seperti Acropora Branching, Acropora Encrushting, dan sebagainya dapat dilihat pada Lampiran 9. Kawasan Pantai Kamali dikedalaman 3 meter memiliki 32 Live Form dan delapan jenis individu terumbu karang Bapedalda Bau-bau, 2008. Jenis-jenis ikan karang yang ditemukan di Pantai Kamali : Acanthurus sp, Zebrasoma scopas, dan sebagainya dapat dilihat pada Lampiran 10, kemudian kategori jenis ikan karang tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Matriks perbandingan sebelum dan sesudah reklamasi terhadap kondisi kualitas air dan lingkungan di kawasan Pantai Kamali dapat dilihat secara ringkas dalam Tabel 15. Tabel 15. Matriks perbandingan sebelum dan sesudah reklamasi terhadap kondisi kualitas air dan lingkungan di kawasan Pantai Kamali. Parameter Sebelum reklamasi Sesudah reklamasi Kualitas air Kekeruhan Alami Meningkat TSS Alami Meningkat signifikan Oksigen terlarut Normal Menurun signifikan Nitrat Normal Meningkat signifikan Fosfat Normal Meningkat signifikan Kualitas lingkungan Estuaria Sedimentasi Belum ada penumpukan Penumpukan sedimentasi di muara Sungai Bau-bau Muara Sungai Bau-bau Belum terjadi pendangkalan Terjadinya pendangkalan di muara Sungai Bau-bau Padang lamun Menurun Semakin menurun Terumbu Karang Menurun Semakin menurun Biota-biota pantai Menurun Semakin menurun Sumber : Bapedalda Bau-bau dan Sultra, 2001-2009. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem utama pesisir dan laut dengan beragam biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, serta memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Hilangnya ekosistem terumbu karang di kawasan Pantai Kamali akan berdampak pada penurunan fungsi ekologis ekosistem tersebut sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut yang ada di kawasan ini. Penurunan fungsi ekologis ekosistem terumbu karang di kawasan Pantai Kamali akan mengakibatkan penurunan fungsi terumbu karang secara ekonomis. Fungsi ekonomis ekosistem terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan kontruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi dan sebagai daerah wisata serta rekreasi yang menarik. Hal ini selanjutnya akan berdampak negatif terhadap pendapatan nelayan yang mencari ikan di kawasan ini. Dampak negatif tersebut adalah menurunnya tingkat perekonomian dan kesejahteraan nelayan khususnya di kawasan Pantai Kamali dan umumnya di pesisir Kota Bau-bau. Estimasi keuntungan ekonomi dari terumbu karang Indonesia setiap tahunnya sekitar 1,6 milyar US Dollar, selain itu terumbu karang Indonesia juga di kenal sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan pada tahun 1997 Hopley dan Suharsono ,2000 dalam Dewi, 2006.

5.3. Prioritas Alternatif Kebijakan

Untuk penentuan prioritas alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan melalui wawancara dengan para pakar dengan menggunakan metode AHP. Pada metode AHP ini dilakukan pembobotan nilai yang berpengaruh terhadap pemilihan kriteria, berdasarkan peran stakeholder yang meliputi stakeholder ekonomi, sosial dan lingkungan. Hasil wawancara dengan stakeholder yang terlibat dalam penentuan alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan mendasari pembobotan setiap level dalam metode ini. Stakeholder yang terkait meliputi Bapedalda, DKP, Bappeda, DTK, PU, Dispenda, Perguruan Tinggi, LSM dan masyarakat.

5.3.1. Tingkat Stakeholder yang Akan Menentukan Alternatif Kebijakan

Hasil analisis data penilaian tingkat kepentingan masing-masing kelompok stakeholder level 2 terhadap aspek level 3 dapat dilihat data selengkapnya pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai prioritas kelompok stakeholder No Stakeholder Bobot Kepentingan Prioritas 1 Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Bapedalda 0,216 1 2 Dinas Kelautan dan Perikanan DKP 0,153 2 3 Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda 0,146 3 4 Dinas Tata Ruang DTR 0,130 4 5 Masyarakat 0,101 5 6 Dinas Pekerjaan Umum PU 0,075 6 7 Perguruan Tinggi 0,075 6 8 Lembaga Swadaya Masyarakat LSM 0,066 7 9 Dinas Pendapatan Daerah Dispenda 0,039 8 Dari hasil analisis pendapat para pakar dengan menggunakan metode AHP pada Tabel 13, terlihat bahwa Bapedalda dengan bobot nilai 0,216 adalah stakeholder yang paling berpengaruh terhadap penentuan alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan. Stakeholder yang menjadi prioritas kedua adalah DKP dengan bobot nilai 0,153, stakeholder prioritas ketiga adalah Bappeda dengan bobot nilai 0,146, stakeholder prioritas keempat yaitu DTK dengan nilai 0,130, disusul masyarakat sebagai stakeholder prioritas kelima dengan bobot nilai 0,101, kemudian PU dan Perguruan tinggi adalah stakeholder yang sama-sama menjadi prioritas keenam dengan bobot nilai 0,075, lalu LSM sebagai stakeholder prioritas ketujuh dengan bobot nilai 0,066 dan Dispenda adalah stakeholder yang mempunyai peran paling rendah dengan bobot nilai 0,039. Kesimpulan yang didapat dari hasil pembobotan ini adalah Bapedalda merupakan stakeholder yang mempunyai tingkat kepentingan tertinggi terhadap penentuan kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan. Hal ini disebabkan Bapedalda adalah salah satu instansi daerah yang mempunyai landasan konstitusional diantaranya, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 17 mengenai kewenangan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya masing- masing, pasal 22 mengenai kewajiban daeran melestarikan lingkungan hidup, UU. No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup PPLH pada pasal 9 dan 10 yaitu rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup RPPLH kabupatenkota yang memperhatikan keragaman karakter dan fungsi ekologis, sebaran penduduk, sebaran potensi sumberdaya alam, kearifan lokal, aspirasi masyarakat dan perubahan iklim yang kemudian di atur oleh perda kabupatenkota dalam salah satu perencanaannya adalah pemeliharaan dan perlindungan kualitas danatau fungsi lingkungan hidup. Lalu diperkuat lagi dalam pasal 30 ayat 1 huruf a di undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa instansi lingkungan hidup adalah salah satu anggota dalam komisi penilai analisis mengenai dampak lingkungan amdal. Oleh karena itu, Bapedalda Kota Bau-bau memiliki kewenangan yang lebih besar dalam penentuan