biaya yang diperlukan relatif rendah dan nantinya diusahakan akan menghasilkan keluaran air olahan dengan COD kurang dari 30 mglt masih lebih baik dari
standar baku mutu yaitu 50 mglt untuk kelas III berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, dan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk penyiraman taman kota atau
dialirkan ke laut. Lingkungan di sekitar IPAL sebaiknya ditanami pepohonan dan diberi
taman sehingga nyaman untuk dilihat. Hal ini diharapkan dapat menghindari adanya kekhawatiran dan pandangan bahwa IPAL merupakan tempat yang
kumuh dan kotor. IPAL tersebut juga nantinya diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat pendidikan untuk penanaman kesadaran terhadap lingkungan bagi para
pelajar, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Konservasi padang lamun merupakan alternatif kebijakan terakhir dengan
bobot nilai 0,224 untuk meminimumkan dampak lingkungan di Pantai Kamali. UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya pada pasal 3 dan 4 menyatakan bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber
daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia. Hal ini merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat.
Hancurnya ekosistem padang lamun di Pantai Kamali akibat pembangunan reklamasi dan sedimentasi yang berlebihan di kawasan tersebut telah semakin
melangkakan biota-biota perairan yang dulunya cukup banyak dijumpai diwilayah ini. Konservasi padang lamun merupakan solusi yang cukup signifikan untuk
segara di implementasikan jika sumberdaya alam hayati dan ekosistem perairan khususnya lamun ingin di pulihkan kembali. Azkab 2003 mengatakan lamun
dapat dijumpai pada kedalaman 0,5 - 20 meter setelah bakau, dan sebelum terumbu karang. Kondisi ekosistem padang lamun, bakau, dan terumbu karang
sangat mempengaruhi kelestarian kawasan pesisir, namun ironisnya sampai saat ini belum ada penetapan ukuran baku ambang batas kerusakan ekosistem lamun,
jika dibanding mangrove dan terumbu karang.
Ekosistem di wilayah pesisir tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait baik secara biogeofisik maupun secara sosial-ekonomi, dan kelangsungan hidup suatu
ekosistem juga sangat tergantung pada aktifitas manusia di darat yang dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat setempat. Berdasarkan penelitian Park et al. 2008
pada padang lamun Marina Zostera terbesar seluas 13,6 km
2
yang ada di muara Sungai Nakdong di pantai selatan Korea, yang bertujuan untuk mengetahui
peranan ekologi padang lamun Marina Zostera di muara tersebut pasca pemulihan dari reklamasi berskala besar untuk pelabuhan dan kompleks industri pada akhir
tahun 1980-an, menyimpulkan bahwa cakupan habitat alami padang lamun marina Zostera menurun secara signifikan pasca reklamasi, namun adanya pemulihan
padang lamun telah memainkan peran ekologi yang nyata dikawasan tersebut. Di sisi lain, adanya faktor antropogenik seperti budidaya tiram mutiara dan aktifitas
lalu lintas kapal-kapal perikanan yang padat di wilayah tersebut dapat menyebabkan penurunan lamun. Habitat alami Marina Zostera memerlukan
manajemen yang efektif dan pemantauan jangka panjang. Hal ini bertujuan untuk melindungi dan melestarikan komponen yang tak ternilai ini terhadap muara
sungai. Dengan demikian, alternatif kebijakan konservasi padang lamun di Pantai
Kamali yang bertujuan untuk melestarikan dan menggunakan sumber daya ekosistem lamun yang berkelanjutan, memerlukan pengelolaaan secara terpadu
yang memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumber daya alam jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut khususnya lamun dilakukan melalui penilaian secara
menyeluruh comprehensive assesment, merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna
mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan
dinamis dangan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah area pesisir Pantai Kamali stakeholder serta
konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada di Kota Bau-bau. Pelestarian ekosistem padang lamun khususnya dengan konservasi merupakan
suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegiatan tersebut
sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan Pantai Kamali.
Salah satu tujuan jangka panjang pembangunan Kota Bau-bau adalah menjadikan Kota Bau-bau sebagai gerbang wisata untuk kawasan Indonesia timur
Bappeda Kota Bau-bau, 2004. Konservasi padang lamun dikawasan Pantai Kamali dapat menurunkan tingkat pencemaran pesisir dan kerusakan lingkungan
diwilayah ini. Hal ini juga sangat erat kaitannya dengan salah satu program Kota Bau-bau yaitu menjadikan Sungai Bau-bau sebagai tempat pariwisata air yang
meliputi kegiatan pertandingan perahu naga dan menikmati keindahan penorama Sungai Bau-bau dari atas perahu. Program pariwisata air di Sungai Bau-bau pada
gilirannya akan berdampak pada peningkatan PAD Kota bau-Bau. Konservasi padang lamun disamping dapat menurunkan tingkat pencemaran
pesisir juga diharapkan dapat menghidupkan kembali biota-biota pantai seperti ikan baronang, kepiting, udang dan lain-lain yang sudah langka ditemui di
kawasan Pantai Kamali. Hal ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan yang mencari biota-biota tersebut di kawasan ini, sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan tingkat perekonomian dan kesejahteraan nelayan di kawasan Pantai Kamali khususnya dan di Kota Bau-bau umumnya.
Gambar 6. Mall Umna Rijoli dan sedimentasi
Gambar 7. Sedimentasi di muara Sungai Bau-bau
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1.
Kondisi sosial setelah reklamasi mengenai jaminan rasa aman masih cukup baik, kesenjangan sosial dalam masyarakat belum terlalu kelihatan dan konflik
sosial serta moral masyarakat masih bisa dikendalikan, sedangkan kondisi ekonomi setelah reklamasi yaitu adanya areal publik dan pembanguna mall di
Pantai Kamali cukup berkontribusi pada peningkatan PAD Kota Bau-bau, begitupun juga dengan pendapatan masyarakat pengguna kawasan Pantai
Kamali yaitu terjadinya peningkatan penghasilan mereka akibat semakin meningkat jumlah pengunjung yang datang di kawasan tersebut.
2. Kualitas perairan Pantai Kamali setelah reklamasi khususnya kekeruhan, TSS,
oksigen terlarut, nitrat dan fosfat telah melewati ambang batas baku mutu air laut yang diizinkan. Begitupun juga dengan kondisi ekosistem Pantai Kamali
setelah adanya reklamasi yaitu semakin tingginya sedimentasi di Muara Sungai Bau-bau, musnahnya padang lamun dan terumbu karang serta semakin
menurunnya kualitas ekosistem estuaria di kawasan tersebut. 3.
Prioritas alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi yang meminimumkan dampak lingkungan di Kota Bau-bau adalah 1 regulasi yang
ketat terhadap pembuangan pada badan sungai dengan bobot nilai 0,420, 2 pembuatan IPAL setiap kegiatan dengan bobot nilai 0,356 dan 3 konservasi
padang lamun dengan bobot nilai 0,224. 6.2. Saran
1. Meskipun kondisi sosial setelah reklamasi masih cukup baik, belum terlalu
signifikan dan masih bisa dikendalikan namun perlunya di antisipasi sejak saat ini demi keamanan dikawasan pantai Kamali khusunya dan Kota Bau-bau
umumnya. Adapun kondisi ekonomi adalah perlunya Pemkot Bau-bau menggodok secepatnya mengenai perda tentang pajak penghasilan dan
parkiran di kawasan Pantai Kamali agar adanya reklamasi semakin berkontribusi signifikan khususnya pada PAD Kota Bau-bau. Namun
demikian Pemkot Bau-bau masih belum menghitung kerugian akibat kerusakan lingkungan.
2. Pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi yang meminimumkan dampak
lingkungan dalam waktu dekat dapat dilakukan dengan mengeluarkan regulasi yang ketat atau perda oleh Pemkot Bau-bau tentang pembuangan pada badan
Sungai Bau-bau. 3.
Penelitian selanjutnya tentang penghitungan ekonomi setelah reklamasi sangat diperlukan untuk dibandingkan dengan biaya kerugian atas lingkungan
diwilayah tersebut valuasi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
American publik health association APHA. 1976. Standard Metods for the Examination of Waterand Wastewater.4
th
edition . American Public Health
Association. Washington DC. 1193 p. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Amdal Kegiatan Terpadu Reklamasi
Pantai Kota Bau-bau. 2003. Bappeda Kota Bau-bau. Bau-bau. APEKSI. 2006. Dokumentasi Best Practices Kota-Kota–Jilid 3.Jakarta.
Arifuddin, 2009. Alternatif Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Nelayan
Berwawasan Lingkungan Di Muara Angke, Jakarta Utara Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Azkab, M.H. 21 Oktober 2003. Ekosistem Lamun Produsen Organik Tertinggi. Kompas.
Baharuddin. 2006. Model Pengaruh Gelombang Terhadap Pantai Bau-bau, Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 1991 – 2005 Tesis. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor Bappenas. 2004. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Jakarta. Basir. 2005. Skenario Modelling Kebijakan Reklamasi Kawasan Pantura
Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan. Studi Kasus Kecamatan Penjaringan DKI Jakarta Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Bengen, D.G. 2004. Perspektif Dampak Ekologi Reklamasi di Wilayah Pesisir.
Di Dalam: Makalah Lokakarya Pengelolaan Reklamasi di Wilayah Pesisir, 14 Juni 2004. Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta. Biro Pusat Statistik Kota Bau-bau. 2009. Bau-bau dalam Angka. Biro Pusat
Statistik. Bau-bau. Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA. 359 p. Buggy, C.J., and Tobin, J.M. 2006. Spatial distribution of nine metals in surface
sediment of an urban estuary prior to a large scale reclamation project .
Marine Pollution Bulletin.52:969-987. Cahyadi, F. 23 Februari 2008. Reklamasi Pantai Jakarta Hancurkan Daya Dukung
Ekologi Kota. Kompas.
Dahuri R, J.Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Pramita. Jakarta.
Depdagri. 1999. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. ________ 2004. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta.
Dewi, E.S. 2006. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di
Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dharmayanti, I. 2006. Kajian Reklamasi Pantai Dadap Kabupaten Tangerang Sebuah Analisa Persepsi Stakeholder Tesis. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. DKP Pusat. 2007. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Jakarta. DLH. 2004. Kepmen LH No. 179 Tahun 2004 tentang Ralat Atas Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta.
_____ 2001. PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Drakel, A. 2004. Dampak Reklamasi Pantai Terhadap Kualitas Perairan Pesisir di Kota Ternate, Propinsi Maluku Utara Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Dunn, W.N. 1999. Analisa Kebijakan Publik. Kerangka Analisa dan Prosedur
Perumusan Masalah. Yogyakarta: PT. Hamindita Graha Widya. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. IPB. Bogor.
Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jilid Empat Belas. Cipta Adi Pustaka. Jakarta.
Haeruddin. 2006. Analisis Terpadu Sedimen Dalam Penetapan Status Pencemarann Perairan Estuaria Wakak-Plumbon Kabupaten Kendal, Jawa
Tengah Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hamid, A. 1996. Peranan Faktor Lingkungan Perairan Terhadap Pertumbuhan
Enhalus Acoroides L.F Royle Di Teluk Grenyang Bojonegara, Kabupaten Serang. Jawa Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Harrison. 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Mangrove di Kawasan Pesisir Kapet Batulicin Kotabaru Kalimantan Selatan Tesis.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hartami, 2008. Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Untuk Kawasan
Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kanto, M.I.B. 1995. Penentuan Sampel. Metode Penelitian Survei. LP3S. Jakarta. Karauwan, M.A.J. 2007. Kajian pengelolaan ekosistem pesisir di sekitar kawasan
reklamasi teluk manado provinsi sulawesi utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kelurahan Wale Kota Bau-bau. 2009. Profil Kelurahan Wale Kecamatan Wolio Tahun 2009. Kelurahan Wale Kota Bau-bau. Bau-bau.
KLH. 2009. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Kosasi, S. 2002. Sistem Penunjang Keputusan Decision Support System “Konsep dan Kerangka Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan Berbasis
Teknologi Informasi”, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional RI. Jakarta.
LANSKAP. 2008. Reklamasi Pantai Dadap. lanskapmailyahoo.co.id. Jakarta. Laporan Akhir Bapedalda Kabupaten Buton, 2001. Studi Potensi dan Status
Pencemaran Perairan Muara Sungai dan Kawasan Pelabuhan Bau-bau. Bapedalda Kab.Buton. Bau-bau.
Laporan Hasil Retribusi Daerah Kota Bau-bau Tahun 2002-2009. 2009.Hasil Retribusi Daerah kota Bau-bau 2002-2009. Dispenda Kota Bau-bau. Bau-
bau. Laporan Kondisi Substrat Pesisir Sultra. 2007. Updeting Data Spasial MCRP
Silika. Bapedalda Sultra. Kendari Laporan Pemantauan Pencemaran Pesisir dan Laut Kota Bau-bau. 2008.
Pencemaran Pesisir dan Laut Kota Bau-bau. Bapedalda Kota Bau-bau. Bau- bau.
Laporan Status Lingkungan Hidup Kota Bau-bau. 2006. Studi Potensi dan Status Pencemaran Perairan Muara Sungai dan Kawasan Pelabuhan Bau-bau.
Bapedalda Kota Bau-bau. Bau-bau.
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Bau-bau. 2009. Status Lingkungan Hidup Kota Bau-bau. Bapedalda Kota Bau-bau. Bau-bau.
Li, K., Liu, X., Zhao, X., Guo, W. 2010. Effects of Reclamation Projects on Marine Ecological Environment in Tianjin Harbor Industrial Zone
. Procedia Environmental Sciences. 2:792-799.
Lourdes O. M., Annie G.D., and Elizabeth M.R. 2005. The Environmental Costs of Coastal Reclamation in Metro Cebu, Philippines Research Report
. Department of Economics, University of San Carlos, P del Rosario St Cebu
City 6000. Philippines. Mackereth. F.J.H., Heron, J. And Talling, J.F. 1989. Water Analysis. Freshwater
Biological Association . Cumbria. UK. 120 p.
Mall Umna Rijoli Bau-bau. 2009. Profil Umna Rijoli Bau-bau. Mall umna Rijoli Kota Bau-bau. Bau-bau.
Marimin. 2002. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Manajemen. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor. Moinarski, L. 2002. Pulau Serangan: Dampak Pembangunan pada Lingkungan
dan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Malang dan Australian Consortium for in-Country Indonesian Studies. Australia.
Mutia, H.Z.N.A. 2007. Kualitas Fisika-Kimia Sedimen Serta Hubungannya Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Estuari Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nybakken, J.W. Terj., 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan kedua. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.
Novita, C.R.H. 2006. Biokumulasi Pb, Cd dan Cu Dalam Lamun Enhalus acoroides Di Perairan Teluk Banten. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor Novotny, V. and Olem, H. 1994. Water quality, Prevention, Identification, and
Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York. 1054
p. Panggabean, A.S. 2007. Keterkaitan Faktor Lingkungan Perairan Terhadap
Kondisi Karang dan Keanekaragaman Ikan Di Pulau Pamegaran dan Kuburan Cina Kepulauan seribu, Jakarta. Tesis. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor