Motif Kegiatan Reklamasi Pantai

kehilangan sumber makanannya sehingga nelayan kesulitan mendapatkan ikan disekitar perairan Pantai Dadap. Disamping itu, kegiatan reklamasi Pantai Dadap ini juga berpotensi menimbulkan banjir akibat tertahannya air dari hulu sungai perancis. Bila musim hujan tiba, air dari hulu sungai tertahan oleh timbunan lumpur di muara dan tumpah ruah ke pemukiman penduduk. Demikian juga dengan kasus Reklamasi di Pulau Serangan – Bali. Pulau Serangan yang luasnya 111,9 Ha dan berpenduduk 3253 jiwa 85 penduduknya sebagai nelayan, merupakan daerah pariwisata sejak tahun 1970. Reklamasi di Pulau Serangan dimulai awal tahun 1990-an, dengan masuknya investor yang akan membangun resort Bali Turtle Island Development BTID. Pembebasan lahan mulai dilakukan, BTID melakukan AMDAL, serta pengerukan dan penimbunan dimulai untuk menambah luasan lahan Serangan hampir empat kali lipat. Proyek BTID menimbulkan permasalahan bagi lingkungan dan masyarakat. Permasalahan utama adalah hilangannya mata pencaharian masyarakat akibat rusaknya lingkungan dan penimbunan. Perubahan area laut terjadi di Pulau Serangan, yang menyebabkan abrasi pantai di beberapa lokasi juga terjadinya penumpukan lumpur dan sampah, yang berdampak pada kerusakan ekosistem hutan bakau, terumbu karang dan padang lamun serta ekosistem penyu Moinarski, 2002. Proyek BTID juga berdampak pada kehidupan sosial. Dalam proses pembebasan tanah, terjadi intimidasi-intimidasi bahkan sampai pelanggaran HAM dengan sistem ganti rugi yang tidak wajar, disamping itu, kesucian pura Pura Sakenan di ganggu oleh proyek BTID. Kehidupan sosial budaya berubah secara drastis dengan kehilangan budaya nelayan Serangan, sementara budaya baru sulit dicari karena umumnya masyarakat kurang berpendidikan. Indriasar 2003 dalam Dharmayanti 2006 menyatakan bahwa kegiatan reklamasi juga dilakukan hampir di 70 kota-kota pantai di dunia. Seperti di Hongkong, Bangkok Thailand, Manila Philipina, Tokyo dan Osaka Jepang, Pearl River Delta Infrastructure dan Victoria Harbour, Amsterdam dan Sidney Australia, Ho Chi Minth City Vietnam serta Singapura. Bahkan di Belanda pun yang ketinggian daratannya di bawah permukaan air laut, reklamasi bisa dilakukan mencapai sepertiga dari wilayahnya, dengan bantuan teknologi. Sebagai contoh negara tetangga kita Singapura, telah berhasil melakukan reklamasi. Di Singapura, reklamasi merupakan satu-satunya jalan untuk memperluas wilayahnya. Laju pertambahan penduduk di Singapura yaitu 1.3 per tahun. Turis dan tenaga asing terus bertambah. Tahun 2002, sekitar 4 juta penduduk mendiami Singapura, dan diperkirakan akan naik menjadi lima juta penduduk sepuluh tahun yang akan datang. Selain untuk menampung penduduk, Singapura juga memerlukan lahan untuk industri. Di Jurong, sedang dibangun industri Petrokimia, sedang Changi akan dijadikan kawasan industri teknologi tinggi. Reklamasi di Singapura terlihat jelas, luas Singapura yang asalnya 580 km 2 pada tahun 1960-an, kini bertambah menjadi 760 km 2 . Lebih luas dari DKI Jakarta yang hanya 661,52 km 2 . Salah satu contoh kegiatan reklamasi yang sedang direncanakan adalah reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dalam sepuluh tahun terakhir, di wilayah pantai utara Jakarta terutama di Kawasan Ancol sudah terlihat proyek-proyek reklamasi.

2.2.3. Reklamasi Pantai Kamali Kota Bau-bau

Posisi Kota Bau-bau dari segi geostrategis merupakan posisi yang dilalui jalur pelayaran nasional dan internasional, sehingga Kota Bau-bau pada prinsipnya juga ikut memainkan peranan yang cukup besar terhadap kawasan Asia. Sebab posisi dan jalur yang dipakai serta sumber potensi perdagangan hasil laut yang cukup besar terhadap percaturan pasar di Asia dan Asia Tenggara. Hal ini menunjukan geliat kota yang ramai dan penuh dengan tekanan persaingan yang akan menimbulkan manusia dengan tingkat stress tinggi sehingga potensi konflik besar terjadi. Karakter kota perdagangan jelas membuat suasana masyarakat dengan karakter yang keras. Embrio ini sudah terlihat karena kota Bau-bau menjadi tempat eksodus masyarakat Ambon akibat konflik yang terjadi beberapa waktu lalu. Oleh karena itu Pemko Bau-bau mengambil inisiatif yaitu membuat ruang multi fungsi untuk dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat. Bentuk inisiatif tersebut salah satunya melakukan reklamasi pantai Kamali sebagai ruang publik yang dapat memberikan suasana nyaman dan aman. Pantai ini disebut sebagai Pantai Kamali karena berada di pesisir pantai bekas bangunan “Kesultanan Buton Butuni” Apeksi, 2006. Kota Bau-bau merupakan kota perdagangan dan transportasi laut yang tergolong sangat aktif. Sehingga untuk mewujudkan sebagai kota yang nyaman, aman dan asri, Pemko yang melibatkan stakeholder segera mengambil tindakan untuk menanggulangi berbagai permasalahan Apeksi, 2006.

2.3. Dampak Umum Reklamasi

Aktivitas reklamasi, baik reklamasi pantai, sungai atau rawa yang bertujuan untuk mengubah badan airlahan basah menjadi daratanlahan kering dengan jalan penimbunan atau pengeringan secara umum dapat membawa dampak terhadap ekosistem perairan, apalagi jika aktivitas tersebut tanpa adanya perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pemantauan yang baik Pratikno, 2004. Pekerjaan reklamasi yang didalamnya meliputi tiga tahap pekerjaan, yaitu: tahap pra- konstruksi mencakup aktivitas survei dan perencanaan serta pembebasan lahan dan pemukiman kembali, tahap konstruksi terdiri atas aktivitas mobilisasi personal, persiapan lahan reklamasi dan pelaksanaan reklamasi dan tahap pasca- konstruksi pematangan tanah dan pengembangan mempunyai beberapa potensi dampak pada ekosistem perairan yang disebabkan oleh beberapa sumber dampak. Dampak-dampak tersebut perlu dikaji dengan seksama pada tahap penyusunan rencana kerja serta perlu dipersiapkan langkah-langkah mitigasi sehingga dampak tersebut khususnya yang bersifat negatif dapat diminimalkan. Pratikno 2004 dan Bengen 2004 menyebutkan, terdapat beberapa isu utama yang berkaitan dengan kegiatan reklamasi di kawasan pesisir yang meliputi hal-hal seperti hilangnya habitat alami yang berdampak pads penurunan keanekaragaman hayati, penurunan pendapatan nelayan, terjadinya erosi pantai, banjir, pencemaran perairan pesisir, juga isu-isu teknis seperti terjadinya penurunan tanah dan korosi yang terjadi pada pondasi-pondasi bangunan di atas kawasan reklamasi. Dengan direklamasinya suatu wilayah pesisir maka akan terjadi perubahan akses ke laut bagi masyarakat setempat, sehingga yang diuntungkan dengan adanya reklamasi hanya orang-orang yang memiliki lahan di lokasi tersebut, sedangkan masyarakat pada umumnya nelayan-nelayan kecil dan