Terumbu Karang Kerusakan Habitat Alami Kawasan Pantai Kamali 1. Sedimentasi
Dari hasil analisis pendapat para pakar dengan menggunakan metode AHP pada Tabel 13, terlihat bahwa Bapedalda dengan bobot nilai 0,216 adalah
stakeholder yang paling berpengaruh terhadap penentuan alternatif kebijakan
pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan. Stakeholder yang menjadi prioritas kedua adalah DKP
dengan bobot nilai 0,153, stakeholder prioritas ketiga adalah Bappeda dengan bobot nilai 0,146, stakeholder prioritas keempat yaitu DTK dengan nilai 0,130,
disusul masyarakat sebagai stakeholder prioritas kelima dengan bobot nilai 0,101, kemudian PU dan Perguruan tinggi adalah stakeholder yang sama-sama menjadi
prioritas keenam dengan bobot nilai 0,075, lalu LSM sebagai stakeholder prioritas ketujuh dengan bobot nilai 0,066 dan Dispenda adalah stakeholder yang
mempunyai peran paling rendah dengan bobot nilai 0,039. Kesimpulan yang didapat dari hasil pembobotan ini adalah Bapedalda
merupakan stakeholder yang mempunyai tingkat kepentingan tertinggi terhadap penentuan kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau
yang meminimumkan dampak lingkungan. Hal ini disebabkan Bapedalda adalah salah satu instansi daerah yang mempunyai landasan konstitusional diantaranya,
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 17 mengenai kewenangan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya masing-
masing, pasal 22 mengenai kewajiban daeran melestarikan lingkungan hidup, UU. No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup
PPLH pada pasal 9 dan 10 yaitu rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup RPPLH kabupatenkota yang memperhatikan keragaman
karakter dan fungsi ekologis, sebaran penduduk, sebaran potensi sumberdaya alam, kearifan lokal, aspirasi masyarakat dan perubahan iklim yang kemudian di
atur oleh perda kabupatenkota dalam salah satu perencanaannya adalah pemeliharaan dan perlindungan kualitas danatau fungsi lingkungan hidup. Lalu
diperkuat lagi dalam pasal 30 ayat 1 huruf a di undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa instansi lingkungan hidup adalah salah satu anggota dalam
komisi penilai analisis mengenai dampak lingkungan amdal. Oleh karena itu, Bapedalda Kota Bau-bau memiliki kewenangan yang lebih besar dalam penentuan
prioritas kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan.
DKP Kota Bau-bau merupakan stakeholder kedua yang mempunyai peran dalam penentuan alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi
di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan. Hal ini diperjelas dalam landasan konstitusional yaitu UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pada pasal 17 dan 22, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada pasal 34 yang menyatakan reklamasi
dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat danatau nilai tambah wilayah pesisir ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi, dimana
pelaksanaannya wajib menjaga dan memperhatikan keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat, keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir, kemudian. Stakeholder
yang menempati urutan ketiga dalam penentuan prioritas kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang
meminimumkan dampak lingkungan adalah Bappeda. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada pasal 10 sampai dengan
pasal 29 menegaskan tentang hal ini, yaitu Kepala Bappeda menyiapkan rancangan Rencana jangka panjang daerah RPJP Daerah, menyelenggarakan
Musrenbang Jangka Panjang Daerah, menyusun rancangan akhir RPJP Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Daerah, menyiapkan rancangan
awal Rencana jangka menengah daerah RPJM Daerah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan Daerah,
kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan Daerah, menyusun rancangan RPJM Daerah dengan menggunakan rancangan
rencana dan strategi Renstra - Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD dan berpedoman pada RPJP Daerah, menyelenggarakan Musrenbang Jangka
Menengah Daerah, menyusun rancangan akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Daerah, menyiapkan rancangan awal Rencana
Kerja Pembangunan Daerah RKPD sebagai penjabaran dari RPJM Daerah, mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan menggunakan rencana
kerja Renja-SKPD, menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKPD,
menyusun rancangan akhir RKPD berdasarkan hasil Musrenbang, menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari
masing-masing pimpinan SKPD sesuai dengan tugas dan kewenangannya, menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan
SKPD. Dinas Tata Ruang adalah stakeholder yang menempati urutan keempat
dalam penentuan alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan. Landasan
konstitusionalnya adalah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 14 yaitu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemkot merupakan
urusan yang berskala kota yang salah satunya meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, pasal 17 yaitu hubungan dalam bidang pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah salah satunya adalah penyerasian lingkungan dari tata ruang serta
rehabilitasi lahan, pasal 18 yaitu kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut yang salah satunya meliputi pengaturan tata ruang, pasal 22
yaitu kewajiban daerah dalam menyelenggarakan otonomi salah satunya adalah menyusun perencanaan dan tata ruang daerah, pasal 189 yaitu proses penetapan
rancangan perda yang berkaitan dengan tata ruang daerah menjadi perda dikoordinasikan dulu dengan menteri yang membidangi urusan tata ruang.
Kemudian UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang pada pasal 11 yang menegaskan wewenang Pemerintah Kota Pemkot dalam penyelengaraan
penataan ruang meliputi pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kota dan kawasan strategis kota. Wewenang
Pemkot dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah dan kawasan strategis kota meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian dimana hal ini mengacu
pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat Pantai Kamali merupakan
produsen yang merasakan dampak langsung penurunan lingkungan di kawasan Pantai Kamali, karenanya masyarakat tersebut merupakan stakeholder yang
mempunyai peran penting dalam pengelolaan Pantai Kamali pasca reklamasi. Masyarakat Pantai Kamali adalah stakeholder yang menempati urutan kelima
dalam penelitian ini. Masyarakat di kawasan Pantai Kamali sangat penting untuk diikutsertakan dalam penentuan kebijakan kedepannya agar menjadi subjek-
subjek dalam proses pembangunan nasional umumnya dan daerah khususnya tentang alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi di Kota
Bau-bau yang meminimumkan dampak lingkungan. Hal ini dukung juga oleh pernyataan Siahaan 2004 dalam Arifuddin, 2009 yaitu masyarakat merupakan
sumberdaya yang penting bagi tujuan pengelolaan lingkungan. Bukan saja diharapkan sebagai sumberdaya yang bisa didayagunakan untuk pembinaan
lingkungan, tetapi lebih dari pada itu. Komponen masyarakat juga bisa memberikan alternatif penting bagi lingkungan hidup seutuhnya.
Hal ini juga mempunyai landasan konstitusional melalui UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH pada pasal 10 ayat 2 yaitu penyusunan RPLH harus
melibatkan masyarakat, pasal 18 ayat 1 yaitu KLHS dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat, pasal 25 huruf c yaitu dokumen amdal harus memuat juga
saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha danatau kegiatan, pasal 26 ayat 1 yaitu dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan
melibatkan masyarakat, pasal 30 ayat 1 yaitu keanggotaan komisi penilai amdal
terdiri atas wakil dari unsur-unsur yang salah satunya adalah wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak, pasal 39 yaitu pengumuman
keputusan izin lingkungan harus mudah diketahui oleh masyarakat, pasal 53 ayat 2 yaitu setiap orang yang melakukan penanggulangan pencemaran danatau
kerusakan lingkungan hidup akibat perbuatannya sendiri dilakukan salah satunya dengan pemberian informasi peringatan pencemaran danatau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat, pasal 62 ayat 2 yaitu sistem informasi yang dikembangkan
oleh pemerintah
untuk mendukung
pelaksanaan dan
pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup wajib dipublikasikan kepada masyarakat, dan pasal 70 yaitu mempertegas dengan jelas
peran masyarakat yang intinya masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian ditambah lagi dengan pasal 91 tentang hak gugat masyarakat yang intinya masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri danatau untuk
kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup.
Dinas Pekerjaan Umum PU menduduki urutan keenam dalam penentuan alternatif kebijakan pengelolaan Pantai Kamali hasil reklamasi yang
meminimumkan dampak lingkungan. Hal ini salah satunya di dukung oleh visi jangka panjang departemen pekerjaan umum sampai tahun 2025 yang berbunyi
“Menjamin Ketersediaan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum yang Handal untuk Kehidupan yang Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan. Kata-kata
berkeanjutan disini bermakna pendekatan pembagunan yang berwawasan lingkungan dimana pertumbuhan ekonomi bisa disinergikan dengan kelestarian
lingkungan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan atau instrumen- instrumen lain yang dianggap mampu meminumkan dampak lingkungan yang
negatif. Dalam penelitian ini instansi perguruan tinggi PT menduduki urutan yang sama dengan PU dalam penentuan altenatif kebijakan pengelolaan Pantai
Kamali hasil reklamasi yaitu urutan keenam. Perguruan tinggi diketahui juga memiliki kewajiban dalam menerapkan tanggung jawab Tri Darma perguruan
tinggi yaitu, pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. LSM merupakan salah satu stakeholder yang mempunyai peran terhadap
penanggulangan degradasi kualitas lingkungan di Pantai Kamali, Kota Bau-bau. Peran ini adalah dalam hal melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan
tentang efektifitas penerapan ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, upaya penyadaran terhadap kualitas dan pemeliharaan
lingkungan pada masyarakat, kondisi sosial ekonomi masyarakat dipesisir Kamali dan yang sama pentingnya juga adalah LSM dapat menempuh hak class actions
serta legal standing yang dapat ditempuh oleh LSM dalam menyelesaikan sengketa-sengketa lingkungan. Lebih jauh lagi Santoso 2001 dalam Arifuddin
2009 mengemukakan bahwa keberadaan LSM lingkungan dilandasi suatu kepedulian tentang suatu masalah lingkungan tertentu, hak hukum dari LSM
sebagai penunjang pengelolaan lingkungan hidup dijamin secara tegas berdasarkan UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 19 dan UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.