Kualitas Fisik Kondisi Ekonomi
Nilai parameter pH untuk semua pengamatan setiap tahun masih dalam kisaran yang memenuhi baku mutu perairan baik PP No. 82 tahun 2001 maupun
Kepmen LH No. 179 tahun 2004. Parameter nitrat berdasarkan pemantauan sudah melewati ambang batas baku mutu sebelum adanya reklamasi yaitu pada tahun
2003 lalu yang masing-masing untuk muara Sungai Bau-bau dan Pantai kamali adalah 2,02 dan 1,71 mgl, namun hasil pemantauan setelah adanya reklamasi
pada tahun 2006 lalu semakin naik menjadi 3, 48 mgl di muara Sungai Bau-bau dan 9, 12 mgl di Pantai Kamali.
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman adan algae. Nitrifikasi yang merupakan proses
oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Noventy dan Olem 1994 dalam
Effendi 2003 menyatakan proses nitrifikasi atau oksidasi nitrit menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter sangat dipengaruhi oleh beberapa
paremeter,yang diantaranya adalah nilai pH yang optimum bagi proses nitrifikasi adalah 8 – 9, dimana pada pH
6, reaksi akan berhenti. Kemudian bakteri yang melakukan nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen dan bahan padatan lain.
Kisaran pH 7 – 8 di muara Sungai Bau-bau dan Pantai Kamali adalah salah satu faktor yang menyebabkan semakin meningkatnya kandungan nitrat di tempat
tersebut. Hal ini ditunjang lagi dengan meningkatnyas sedimen yang berada di muara Sungai Bau-bau membuat bakteri yang melakukan nitrifikasi semakin
meningkat. Kadar nitrat di Pantai Kamali pada tahun 2006 lalu telah mencapai angka 9,12 mgl. Kadar Nitrat yang lebih dari 5 mgl menggambarkan terjadinya
pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mgl dapat mengakibatkan terjadinya
eutrofikasi perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat blooming.
Hasil pemantauan parameter fosfat telah melewati ambang batas baku mutu berdasarkan Kepmen LH No. 179 tahun 2004 sebelum reklamasi pada tahun 2001,
dan kemudian semakin meningkat pasca reklamasi tahun 2006 lalu. Batas baku mutu untuk kandungan fosfat berdasarkan Kepmen LH No. 179 tahun 2004
adalah 0,015 mgl. Kandungan fosfat di muara sungai Bau-bau dan Pantai Kamali
pada tahun 2001 masing-masing sebesar 0,087 dan 0,017 mgl. Kandungan fosfat semakin meningkat setelah reklamasi tahun 2006 lalu, yaitu untuk muara Sungai
Bau-bau 0,24 mgl dan Pantai Kamali 0,48 mgl. Kedua stasiun pengamatan tersebut telah melewati batas baku mutu air laut oleh Kepmen LH No. 179 tahun
2004. Senyawa fosfor anorganik terlarut yang biasa terdapat diperairan adalah
ortofosfat dan polifosfat. Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae aquatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktifitas
perairan. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah indutri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Fosfor banyak digunakan sebagai pupuk, sabun
atau detergen, bahan industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan sebagainya Effendi, 2003. Tingginya kandungan fosfat di
muara Sungai Bau-bau dan Pantai Kamali akibat banyaknya limbah domestik berupa sabun dan deterjen dari masyarakat sepanjang dan hulu sungai tersebut.
Hal ini sesuai hasil penelitian Erftemeijer, 1993 dalam Sutiknowati, 2008 mengatakan pola penyebaran vertikal konsentrasi fosfat cenderung meningkat
dengan bertambahnya kedalamanketebalan sedimen di padang lamun pantai di sekitar Makasar. Semakin menebalnya sedimen di muara Sungai Bau-bau akibat
perubahan dan perpindahan sedimen yang sebelumnya tertampung pada wilayah reklamasi telah berdampak pada kandungan fosfat yang melewati ambang batas
Kepmen LH No. 179 tahun 2004 di perairan tersebut.
5.2.2. Kerusakan Habitat Alami Kawasan Pantai Kamali 5.2.2.1. Sedimentasi
Sedimen adalah kepingan material hasil pelapukan yang berasal dari batuan atau pengikisan daratan yang ditransportasikan dan diendapkan oleh air. Sedimen
terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik berasal dari proses pembusukan tumbuhan atau hewan yang ada dan bercampur dengan lumpur,
sedangkan bahan anorganik berasal dari pelapukan batuan yang terdiri atas kerikil, pasir, lumpur dan liat.
Barnes 1969 dalam Baharuddin 2006 menyatakan jenis sedimen terbagi berdasarkan sumbernya yaitu sedimen yang bersumber dari limpasan sungai yang
jenisnya banyak mempengaruhi morfologi pantai di sekitar muara sungai disebut sedimen of inlents
dan sedimen yang bersumber dari darat yang terangkut ke laut oleh angin dan drainase atau penguraian sisa-sisa organisme disebut pyroclastic
sediment . CHL 2002 dalam Baharuddin 2006 mengklasifikasikan sedimen
berdasarkan ukuran butirnya Skala Wentworth yakni lempung, lanau, pasir, kerikil, koral pebble, cobble, dan batu boulder.
Berdasarkan hasil pemantauan, wawancara dan penelusuran pustaka terkait, sedimentasi yang terakumulasi di muara Sungai Bau-bau yang telah menyebabkan
pendangkalan muara sungai tersebut jika ditinjau dari aspek oseanografi fisika sebagian besar tidak bersumber dari adanya reklamasi. Sedimentasi yang berasal
dari reklamasi yang berupa pasir hitam untuk bahan timbunan hanya pada saat tahap kontruksi pembangunan reklamasi saja yaitu pada tahun 2004 dan 2005. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Baharudin 2006 yang menyatakan bahwa tingginya sedimen di muara Sungai Bau-bau dengan ketebalan 0,65 m, bila
dibandingkan dengan seluruh Pantai Bau-bau berasal dari hulu dan sepanjang Sungai tersebut dan pengaruh jeti yang dibangun tegak lurus terhadap garis pantai,
sehingga menyebabkan sedimen tertahan pada daerah ini. Pemanfaatan wilayah pesisir dengan adanya reklamasi pada Pantai Kamali
dan pembangunan mall di samping depan muara Sungai Bau-bau di satu sisi tidak bisa di pungkiri juga telah menyebabkan perubahan atau pertambahan garis pantai
semakin menjorok ke laut. Pengerukan dan penimbunan dalam proses reklamasi Pantai kamali telah menyebabkan perubahan arus laut sekitarnya yang pada
akhirnya telah mengubah pola sedimentasi di wilayah ini. Dampak negatif dari hal ini adalah adanya pembangunan reklamasi menyebabkan proses sedimentasi yang
seharusnya berada pada area reklamasi, semakin memanjang ke laut atau terjadinya perubahan sedimen yang sebelumnya tertampung pada wilayah
reklamasi. Dampak negatif selanjutnya adalah hancurnya habitat alami pantai seperti padang lamun dan biota-biota air lainnya akibat adanya penimbunan
pantai. Tingkat sedimen dan abrasi pada garis pantai sangat bergantung pada sumber sedimen dan transpor sedimen yang disebabkan pula oleh pola
hidrodinamika pantai. Pola hidrodinamika pantai sendiri dipengaruhi oleh bentuk pantai.