Pendapatan Masyarakat Kawasan Pantai Kamali

Namun hal yang sangat urgen beberapa tahun terakhir ini adalah semakin meningkatnya sedimen setelah adanya reklamasi di muara Sungai Bau-bau yang berasal dari hulu dan sepanjang sungai tersebut. Hal ini disebabkan terjadinya perpindahan sedimen yang sebelumnya tertampung pada wilayah reklamasi. Sungai Bau-bau termasuk air permukaan yang merupakan salah satu sumber mata air bagi PDAM Kota Bau-bau dalam melayani kebutuhan air bersih untuk masyarakat. Kondisi tersebut, memperlihatkan bahwa kegiatan berbagai sektor yang cukup banyak dan cenderung tidak terkendali akan dapat menurunkan kualitas perairan khususnya Pantai Kamali dan muara Sungai Bau-bau. Di lain pihak perairan Pantai Kamali juga merupakan tempat rekreasi dalam melakukan kegiatan mencari ikan oleh masyarakat Kota Bau-bau. Berdasarkan hal ini maka Pemkot Bau-bau telah mengambil kebijakan yang menyangkut peningkatan kualitas perairan di kawasan ini. Salah satunya dengan mengetahui sejauhmana tingkat ketercemaran perairan pantai oleh berbagai ragam jenis pencemar yaitu dengan membandingkan hasil pemantauan tahunan perairan pantai dan muara sungai oleh Bapedalda Kota Bau-bau dengan Kepmen LH No. 179 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Pada penelitian ini khususnya parameter kualitas air menfokuskan dengan membandingkan hasil parameter kualitas air sebelum dan setelah reklamasi. Hasil parameter sebelum reklamasi yang diamati adalah tahun 2001 dan 2003, sedangkan setelah reklamasi pada tahun 2006, 2008 dan 2009. Perbandingan parameter kualitas air sebelum dan sesudah reklamasi ini meliputi kualitas fisik dan kimia yang jumlah sampelnya setiap tahun ada dua yaitu muara Sungai Bau- bau dan perairan Pantai Kamali. Hasil pengamatan parameter kualitas air sebelum dan sesudah reklamasi tersebut kemudian dibandingkan dengan PP RI No. 21 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air dan Kepmen LH No. 179 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Tabel 14. Tabel 14. Hasil pemantauan perairan Pantai Kamali Kota Bau-bau tahun 2001- 2009 dibandingkan dengan Kepmen LH. No. 179 Tahun 2004. P ar ame te r S at u an Lokasi Pemantauan B M A K el as I V B M L Pra Reklamasi Pasca Reklamasi 2001 2003 2006 2008 2009 M u ar a S B P K M u ar a S B P K S B P K M u ar a S B P K M u ar a S B P K Fisika Suhu C 28 27 27 28 - - 29,7 31,0 29,6 29,4 alami alami Arus mdet 0,22 0,14 - - - - 0,12 0,16 0,12 0,16 - - Total Padatan mgl 48,3 48,7 662 631 - - - - - - - - Kekeruhan NTU - - 0,7 0,5 - - 1,20 0,60 6,76 0,24 - 5 TDS - - - - 112 135 1124 1116 - - 2000 2000 TSS - - - - 5,22 - - - 37,0 23,1 400 20 Konduktifitas - - - - - - 63,2 62,7 68,2 93,2 - - Kimia pH 7,5 7 7,7 7,6 7,15 8,01 8 7 7,66 7,91 5 - 9 7- 8,5 DO 7,29 5,53 5,84 6,13 - - 5,69 4,78 2 1 5 BOD 5 2,57 1,1 4,82 4,99 2,86 5,58 5,49 4,83 5 4 12 10 COD 53,8 93,8 18,25 15,72 27,14 27,45 10,3 11,6 4 3,2 100 - Nitrat 0,096 0,57 2,02 1,71 3,48 9,12 - - - - - 0,008 Fosfat 0,087 0,017 - - 0,24 0,48 - - - - 5 0,015 Sumber : Bapedalda Kota Bau-bau 2001-2009 Ket : Angka miring = angka yang telah melewati baku mutu - = Tidak di analisiskendala teknis PK= Pantai Kamali SB= Sungai Bau-bau BMA = Baku Mutu Air PP RI No. 21 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air BML = Baku Mutu Air Laut Kepmen LH No. 179 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut

5.2.1.2. Kualitas Fisik

Kondisi fisik perairan berdasarkan hasil pemantauan sebelum dan sesudah reklamasi di muara Sungai Bau-bau dan Pantai Kamali menunjukkan nilai kekeruhan, TSS dan konduktifitas pada muara sungai dan nilai TSS dan konduktiftas pada Pantai Kamali sesudah reklamasi telah melewati ambang batas baku mutu lingkungan khususnya pada Kepmen LH No. 179 tahun 2004. Tingginya kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut misalnya lumpur dan pasir halus, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain Apha, 1976; Davis dan Cornwell, 1991. Kekeruhan dapat menurunkan produksi primer perairan karena mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga proses fotosintesis akan berlangsung pada air yang lebih tipis. Lioyd 1985 dalam Effendi 2003 menyatakan bahwa peningkatan kekeruhan sebesar 5 NTU di danau dan sungai dapat mengurangi produktifitas primer berturut-turut sebesar 75 dan 3 - 13 . Kekeruhan yang tinggi juga dapat mematikan organisme perairan karena mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, seperti misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik. Dalam penelitian ini, nilai kekeruhan pasca reklamasi tahun 2009 lalu pada muara Sungai Bau-bau adalah 6,76 NTU. Nilai kekeruhan ini telah melewati ambang batas baku mutu air berdasarkan Kepmen LH No. 179 tahun 2004 yaitu 5 NTU. Pengambilan sampel air di muara sungai tersebut sebelum reklamasi pada tahun 2003 lalu untuk nilai kekeruhan adalah 0,7 NTU, dan nilai tersebut masih dibawah ambang batas baku mutu air berdasarkan Kepmen LH tersebut. Berdasarkan kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan reklamasi yang telah dilakukan pada kawasan Pantai Kamali sedikit banyaknya telah mempengaruhi tingkat kekeruhan pada muara sungai tersebut. Adanya jeti yang dibangun tegak lurus pantai dan adanya kegiatan reklamasi untuk pendirian mall dimuara sungai tersebut telah mempengaruhi tingginya tingkat kekeruhan. Hal ini disebabkan tertahannya bahan-bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut yang berukuran lebih besar misalnya lumpur dan pasir halus serta lapisan atas permukaan tanah yang terbawa oleh arus di muara sungai. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan senyawa logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman dan hewan. Zat organik diketahui juga dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung pertumbuhan bakteri tersebut. Kondisi tersebut secara tidak langsung dapat menambah kekeruhan air karena bakteri adalah zat organik tersuspensi, sehingga pertambahannya akan menambah pula kekeruhan air. Aktifitas masyarakat misalnya membuang sampah di hulu dan sepanjang Sungai Bau-bau juga telah mempengaruhi tingginya tingkat kekeruhan di sungai tersebut. Nilai zat padat tersuspensi atau TSS di muara Sungai Bau-bau setelah reklamasi pada tahun 2009 lalu adalah 37,0 mgL. Nilai ini telah melewati ambang batas baku mutu air berdasarkan Kepmen LH No. 179 tahun 2004 yaitu