Prestasi Akademik dan Non Akademik di SMP Negeri 2 Jatiroto
77 mengartikan gitu kan masih bagus kalau di akademiknya kurang, masih
punya potensi di non akademik dan kita kembangkan tanpa mengesampingkan akademiknya. Nah, pemahaman-pemahaman semacam
itu ke orang tua kan membantu. Dengan semacam itu lalu kita tanggung jawab kan jadinya bagus. Lha..guru-guru pun kan berpikir semacam itu.
Jadi yang namanya, anak saya anak didik saya itu namanya Anggun. Itu kalau dulu begitu masuk sekolah hampir semua guru nyacat mencela
masa depannya semacam apa? Kan gitu. Tapi akhirnya kan, apaya, yaa, membalik semua pendapat, ketika dia lulus di SMP ketika habis tes yang
lain masih bingung mau kemana-kemana anak itu kan, diminta dari SMA
“Terang bangsa” ,Muhammadiyah 1 Solo juga minta.” Wawancara tanggal 03 Oktober 2014, pukul 09.38 WIB, di lapangan basket SMP
negeri 2 Jatiroto Dengan pemahaman
– pemahaman yang diberikan pihak sekolah terhadap orang tua, akhirnya orang tua mengerti bahwa pendidikan bukan hanya dilihat dari
segi akademik saja tetapi juga harus menyeimbangkan dengan pendidikan non akademik. Peserta didik yang memiliki potensi dan nilai psikomotorik tinggi akan
diolah untuk meningkatkan prestasi non akademik peserta didik tanpa mengesampingkan kegiatan akademik. Selaku wali kelas VIIIF, NS
mengemukakan bahwa pada dasarnya dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas pada dasarnya sama, namun untuk jam olah raga dibuat berbeda yaitu
dengan tambahan waktu maupun materi yang berbeda dengan kelas lain. Sehingga teori maupun prakteknya juga memiliki kulitas dan kuantitas yang lebih. Hal
tersebut dikarenakan kemampuan psikomotorik peserta didik yang berbeda dan ditasa rata-rata peserta didik lain, sehingga tingkatannya dibuat lebih dari pada
kelas yang lain. Hal tersebut sangat memudahkan dalam pembinaan dan pengelolaan peserta didik untuk nantinya dikembangkan sesuai dengan potensi
yang dimiliki.
78 Kelas VIIIF yang memang disetting sebagai kelas yang diisi oleh peserta
didik yang memiliki psikomotorik yang bagus dan diampu oleh wali kelas yang memang benar-benar membidangi, sehingga pola pembelajaran di kelas ini juga
berbeda untuk jumlah jam olah raganya baik materi maupun prakteknya. Sehingga pada setiap even olahraga baik ditingkat, rayon maupun Kabupaten pihak SMP
Negeri 2 Jatiroto telah siap dengan situasi yang telah terkondisikan. Upaya peningkatan prestasi non akademik tersebut selanjutnya diwadahi dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan secara disiplin. Pada kenyataan yang terjadi di lapangan dan menurut hasil observasi yang
peneliti lakukan bahwa SMP Negeri 2 Jatiroto terkenal dengan olah raga basketnya yang menjuarai sampai tingkat Karisidenan Surakarta pada ajang
Junior Basket Ball League JRBL Solo series sehingga SMP Negeri 2 Jatiroto ini terkenal dengan prestasi bola basketnya dan juga menjadi icon sekolah. Hal
tersebut kembali diutarakan oleh JDS sebagai berikut : “Nek seng non akademik kalau yang non akademik yang bisa kita
banggakan itu basket seng jadi icon sekolah. Sek kemarin yang jelas prestasine naik. Ini kan kompetisi kita mulainya akhir oktober, nanti kita
ikut kompetisi lagi di Solo
.” Wawancara tanggal 03 Oktober 2014, pukul 08.56 WIB, di ruang guru SMP Negeri 2 Jatiroto
NS selaku wali kelas VIIIF yang juga sebagai guru olahraga mengemukakan bahwa input yang masuk sangat kurang, baik akademiknya
maupun non akademiknya khusunya olah raga, dalam wawancara sebagai berikut: “Mungkin kalau disini, Wonogiri yang di sebelah timur, ndeso, cuman
kalau kita bawa ke solo kita bisa dengan keadaan kita, lokasi kita yang seperti ini. Coba kalau kita bandingkan dengan di Wonogiri kota dengan
fasilitas anak, anak-anak itu disana itu sudah memper layak kan gitu. Lha
79 kita, kita itu di Wonogirinya sebeleh timur, di dalam, tapi kita itu bisa
ngalahain mereka. Jadi yang membuat prestasi semacam ini memang kita kompak, terus ya kenyataannya kalau jadi bukti ya, kalau dari basket yang
notaben disini dari SD disini kan belum ngerti sama sekali tentang basket tapi kenyataannya bisa diolah, trus diadu sama tempat yang di Solo, basket
kan kandangnya, itu kita bisa. Artinya kan mudah-mudahan yang lain juga akan berpikir sama
.” Wawancara tanggal 03 Oktober 2014, pukul 09.38 WIB, di lapangan basket SMP Negeri 2 Jatiroto
Pada kenyataan yang terjadi dilapalangan dan sesuai dengan hasil wawancara menunjukan bahwa prestasi yang paling menonjol terlihat pada
ekstrakurikuler olahraganya terutama basket, maupun atletik. Hal tersebut dikarenakan bahwa SMP Negeri 2 Jatiroto memiliki 2 guru olah raga yang
mengampu di sekolah ini telah benar-benar memimiki kualifikasi yang baik serta telah memiliki sertifikat kepelatihan. Sehingga SMP Negeri 2 Jatiroto merupakan
sekolah yang terkenal dengan olahraganya. Seperti dijelaskan oleh JDS dalam wawancara yang peneliti lakukan yang menjelaskan bahwa NS selaku guru olah
raga dan sekaligus pembina tim basket SMP Negeri 2 Jatroto telah memiliki sertifkat kepelatihan, sehingga benar-benar layak untuk membidangi hal tersebut.
Tidak begitu dengan kegiatan ekstrakurikuler lain yang prestasinya naik turun. Menurut NS dengan adanya dua kelas unggulan ini pihak sekolah dengan mudah
mengelola dan serta membina peserta didik untuk nantinya diajukan sebagai wakil apabila terdapat even-even perlombaan sehingga apa yang diinginkan dapat
terwujud dan semua bisa diwadahi dengan baik. Pendapat senada juga diutarakan JDS sebagai berikut:
“Terus seng rodok yang agak kita paksa itu kan kelas VIIIA. ini nanti kalau ada lomba-lomba akademik tinggal ngambil dari VIIIA. kalau
dikelompokan gitu kan nilai kompetitifnya kan tinggi. ” Wawancara
tanggal 03 Oktober 2014, pukul 08.56 WIB, di ruang guru SMP Negeri 2 Jatiroto
80 Pendapat JDS juga diperkuat oleh S dalam petikan wawancara yang
mengatakan bahwa kelas VIII dengan pengelompokan kelasnya memang disetting untuk menghadapi perlombaan dan berbagai peningkatan prestasi peserta didik
baik akademik maupun non akademik. Kelas VIIIA yang merupakan unggulan dalam bidang akademik yang kelasnya diisi oleh peserta didik yang meiliki nilai
pelajar tinggi memang disetting untuk menghadapi perlombaan dalam bidang akademik, sehingga pihak sekolah langsung memilih peserta didik dari kelas
VIIIA. Untuk kelas VIIIF disetting untuk kejuaraan olah raga, sehingga peserta didik yang nilai psikonotoriknya bagus dikumpulkan dan dibina di kelas VIIIF
untuk selanjutnya diwakilkan dalam menghadapi kejuaraan olahraga seperti POPDA. Sedangkan untuk lomba
– lomba lain seperti lomba agama, lomba seni, pramuka, PMR dan lain sebagainya itu baru baru diambilkan dari semua kelas
yang menonjol siswanya. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti terhadap NS yang mengatakan sebagai berikut:
“Jadi kalau di kondisi kelas itu kan lihat karakter anak, kan bisa kelihatan. Jadi di kelas olahraga yang menonjol di psikomotorik kan harus
bagaimana caranya nyetting kelas dengan pembelajaran apa yang sesuai, kan gitu. Cuma dari saya sendiri, motivasi anak juga ndak harus fokus di
olahraga. Cuma dari olahraga itu saya bisa minjem olahraga sebagai alat untuk buat karakter anak, yang paling saya seneng kan itu, banyak
kejadian anak nakal itu masuk di VIIIF. Jadi dirubahlah yang awalnya sekolah males-malesan itu saya tarik ke basket ketika udah enjoy di
basket, anak yang awalnya males-malesan jadi sregep rajin sekolah. Tetap kita VIIIF muaranya kepelajaran akademik juga, intinya seperti itu.
jadi tetep tujuan utama saya dan sekolah bukan hanya fokus di prestasi non akademik saja, tapi tujuan orang tua yang kesini menyekolahkan anak
bukan cuma buat basket saja, jadi tetep di kademiknya saya utamakan, akademik, karakter itu saya tekankan.
” Wawancara tanggal 03 Oktober 2014, pukul 09.38 WIB, di lapangan basket SMP Negeri 2 Jatiroto
81 Hal tersebut terwujud dengan pengelolaan kelas yang berjalan dengan
bagus serta manajemen sekolah yang menyeimbangkan prestasi peserta didik baik dari ranah akademik maupun non akademik. Seperti yang dijelaskan kembali oleh
S sebagai berikut: “Dari tahun 2002 sampai sekarang kita tu terkenal dengan prestasi
akademiknya kan gitu, dari situ kita juga ngrubah bahwa kita itu gag Cuma unggul di akademik saja, tapi kita juga pinter non akademik.
Makanya kita dulu kita sering menjuarai lomba-lomba itu sering. Jadi kita tu ndak sekolah gur sinau tok gitu lho sekolah Cuma belajar saja.
” Wawancara tanggal 2 Oktober 2014, pukul 09.21 WIB, di ruang guru
SMP Negeri 2 Jatiroto SMP Negeri 2 Jatiroto juga melakukan pengembangan dan penambahan
struktur program pengajaran. Dalam hal ini pihak SMP Negeri 2 Jatiroto menambah jam pelajaran yang telah ditetapkan oleh pihak Dinas Pendidikan
Kabupaten Wonogiri dari 38 jam pelajaran per minggu menjadi 42 jam pelajaran per minggu. Seperti yang dijelaskan dalam wawancara yang dilakukan oleh
peneliti terhadap SHM selaku guru yang juga menjabat sebagai wakil kepala sekolah urusan kurikulum sebagai berikut:
“Untuk mempertahankan prestasi ya ditekankan untuk tata tertibnya. Masalahnya nek kalau tidak ditertibkan anak yo semakin gag tanggung
jawab gitulah. Terus disiplin ya harus ditingkatkan, jadi kedisiplinan anak- anak disini itu ditekankan sekali. Terus mata pelajaran, pebelajaran disini,
untuk sekolah-sekolah sini sekolah-sekolah di Wonogiri itu jam satu sudah pulang, bahkan ada yang belum jam satu sudah ada yang pulang,
sedangkan di SMP sini 42 jam jadi jam setengah 2 baru pulang. Itu juga menjadi upaya untuk meminimalisir hal-hal yang tidak penting diluar
sekolah dan untuk mempertahankan prestasi juga. Jadi jamnya dari sana ketetapan Dinas kan 38 jam, disini kita bikin jadi 42 jam.
” Wawancara tanggal 03 Oktober 2014, pukul 10.03 WIB, di ruang guru SMP Negeri 2
Jatiroto
82 Adanya penambahan waktu pelajaran di SMP Negeri 2 Jatiroto
memberikan tambahan jumlah jam pelajaran pada beberapa mata pelajaran tertentu. Dengan demikian waktu belajar peserta didik di SMP Negeri 2 Jatiroto
menjadi lebih lama dan jam pulang sekolah juga lebih lama dibandingkan dengan sekolah-sekolah lainnya.
Selain itu sekolah juga menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler disore hari sebagai wadah dari kegiatan non akademik seperti basket, voly, tenis meja,
futsal, pramuka, PMR, MTQ dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan sesuai jadwal yang telah dibuat. Selain hal tersebut, adanya jam tambahan berupa les-les
yang diberikan sekolah yang dilaksanakan sepulang sekolah dan telah terjadwal di setiap kelasnya, juga menambah waktu belajar peserta didik. Hal ini menunjukkan
banyaknya waktu belajar siswa di sekolah dan juga merupakan upaya dari pihak sekolah untuk meminimalisir hal-hal negatif di lingkungan rumah.
Pada kenyataan yang terjadi di lapangan menunjuan bahwa peran keluarga khususnya orang tua sangat kurang dalam memberikan pengawasan langsung
terhadap anak-anaknya sehingga motivasi anak juga kurang maksimal. Hal ini dikarenakan orang tua peserta didik di SMP Negeri 2 Jatiroto yang kebanyak
buruh yang merantau dan para petani yang mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah sehingga pentingnya pengawasan belajar juga sangat kurang. Seperti
yang di jelaskan oleh SHM salah satu guru di SMP Negeri 2 Jatiroto dalam wawancara sebagai berikut:
“Untuk meminimalisir, kegiatan sekolah diperbanyak. Jadi anak biar dirumahnya waktunya hanya sedikut, jadi untuk, mainnya itu sedikit, ya
83 berkurang misalnya les, ekstra, itu diperbanyak, kelompok belajar bersama
, itu diperbanyak, di kontrol, apalagi yang kelas IX masalahe kalo ndak seperti itu, anak disini tu banyak yang ditinggal orang tuane merantau, jadi
pengawasan dari orang tua dan keluarga secara langsung itu kurang, jadi anak tu kalo diluar cenderung ke kegiatan yang tidak terprogram seperti
itu lho mas.” Wawancara tanggal 03 Oktober 2014, pukul 10.03 WIB, di ruang guru SMP Negeri 2 Jatiroto
Pendapat senada juga diutarakan oleh JDS dalam petikan wawancara yang menjelaskan bahwa latar belakang keluarga juga berpengaruh terhadap motivasi
peserta didik, sehingga sekolah berupaya mengadakan usaha dengan selalu memberikan tugas-tugas rumah oleh guru. Selain itu SMP Negeri 2 Jatiroto juga
mengupayakan dengan membuat program belajar kelompok yang tersusun dangan jadwal yang telah ditentukan. Berikut petikan wawancara yang dilakukan peneliti
kepada JDS : “Motivasi-motivasi anak untuk belajar, itu pengaruhnya. Tingkat
pendidikan orang tua kan yo mempengaruhi motivasi anak. meskipun secara langsung ndak ada, ning itu juga merupakan kendala. Latar
belakang pendidikan, pekerjaan. Ya…maaf misalnya buruh… anak yo gur sedikit banyak terpengaruhi meskipun itu tidak kita pakai alasan. Tapi
kenyataannya seperti itu. Kita mengupayakan selalu ada tugas-tugas dan membentuk kelompok belajar itu dirumah.
” Wawancara tanggal 03 Oktober 2014, pukul 08.56 WIB, di ruang guru SMP Negeri 2 Jatiroto
Kelompok belajar ini diwajibkan bagi seluruh peserta didik baik kelas VII, VIII dan IX. Dalam pembentukan kelompok belajar ini setiap kelas dibagi
menjadi 6 kelompok belajar, dan setiap kelompok belajar terdiri dari 5 sampai 6 orang dengan 1 ketua kelompok. Pengelompokan ini berdasarkan letak lokasi
rumah peserta didik yang berdekatan atau yang masih dalam satu desa dengan tujuan peserta didik mudah menjangkau rumah yang dijadikan tempat untuk
belajar. Hal ini merupakan program sekolah dan salah satu upaya sekolah untuk selalu meningkatkan prestasi peserta didik. Kegiatan belajar kelompok ini selalu
84 dikoordinasi oleh guru yang bertanggung jawab, yaitu guru wali kelas masing-
masing dengan menyertakan presensi yang wajib diisi oleh peserta didik ketika melakukan belajar kelompok. Sehingga kegiatan ini tetap dapat dikontrol. AR
salah seorang peserta didik mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : “Kalau rutin sehari-hari biasanya, makan terus belajar main bentar trus
belajar kelompok kurikulum 2013 kan cara belajar dirubah, kan dibikin kelompok biasanya dikasih tugas-tugas gitu. Terus kelompok dibuat
perkelompok yang rumahnya deket dari daerahnya yang deket-deket gitu.
” Wawancara tanggal 15 Oktober 2014, pukul 10.23 WIB, di ruang tamu
SMP Negeri 2 Jatiroto Dengan demikian setiap saat dan setiap waktu yang dilalui oleh peserta
didik dapat mempunyai nilai tambah dalam menimba ilmu baik di sekolah maupun di luar sekolah. Peserta didik di SMP Negeri 2 Jatiroto memahami
bahwa belajar tidak selamanya dengan guru. Penuturan kembali diutarakan oleh seorang peserta didik, PTD menggambarkan bahwa peserta didik di SMP Negeri
2 Jatiroto mempunyai budaya belajar mandiri yang baik dengan melakukan belajar kelompok secara disiplin, sebagaimana wawancara berikut:
“Kami selalu belajar kelompok. Sekolah membentuk kelompok belajar untuk kerja kelompok di rumah, kita bareng-bareng bersama-sama
ngerjain mengerjakan tugas dari bapak ibu guru. Ya, senang, bisa belajar dengan temen-temen. Kita mecahin masalah bareng temen-temen.
” Wawancara tanggal 16 Oktober 2014, pukul 09.53 WIB, di ruang tamu
SMP Negeri 2 Jatiroto Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas diupayakan untuk mengaktifkan
seluruh peserta didik. Sehingga suasana belajar mengajar tidak pasif dan monoton. Dengan diterapkannya sistem pembelajaranpendidikan seperti di atas,
proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Jatiroto telah mendapat penilaian berhasil
85 dengan baik, walaupun menurut SMP Negeri 2 jatiroto sendiri masih jauh dari
harapan.