202
Tabel 56. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Berkelanjutan Terhadap Struktur Perekonomian
Kawasan Tahun 2007 – 2010
Kawasan Tahun Indikator
Pangsa output pertanian Pangsa TK sektor pertanian
Nilai Dasar Simulasi
Perubahan Nilai Dasar
Simulasi Perubahan
Bengkulu 2007 45.27 44.26 -1.01 78.93 77.00 -1.93
2008 45.85 44.83 -1.02 79.37 77.42 -1.95 2009 46.44 45.41 -1.03 79.80 77.84 -1.96
2010 47.03 45.99 -1.05 80.23 78.26 -1.97
Rataan 46.15 45.12 -1.03 79.58 77.63 -1.95
Trend 1.76
1.73 -0.04
1.30 1.26
-0.04
Jambi 2007 46.18 45.41 -0.77 78.59 77.22 -1.37
2008 46.76 45.98 -0.78 78.90 77.54 -1.36 2009 47.32 46.54 -0.78 79.21 77.87 -1.34
2010 47.88 47.10 -0.78 79.51 78.19 -1.32
Rataan 47.04 46.26 -0.78 79.05 77.70 -1.35
Trend 1.70
1.69 -0.01
0.93 0.97
0.05
Sumbar 2007 36.58 36.19 -0.39 68.50 67.18 -1.32
2008 37.21 36.81 -0.40 69.01 67.22 -1.79 2009 37.84 37.42 -0.41 69.07 67.26 -1.81
2010 38.46 38.04 -0.43 69.14 67.31 -1.83
Rataan 37.52 37.11 -0.41 68.93 67.24 -1.69
Trend 1.89
1.85 -0.04
0.64 0.12
-0.52
Implikasi lain dari transformasi struktural yang tidak berkelanjutan adalah peningkatan laju pertumbuhan output dan kesejahteraan masyarakat output
perkapita yang juga tidak berkelanjutan. Laju pertumbuhan output dan output perkapita dari tahun ke tahun juga akan cenderung menurun, seperti terlihat pada
ramalan dampak kebijakan alokasi pengeluaran pemerintah daerah pada pasar output Tabel 57
203
Tabel 57. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Berkelanjutan Terhadap Pasar Output Kawasan Tahun
2007 – 2010
Kawasan Tahun Indikator
Pertumbuhan output Output perkapita juta rupiah
Nilai Dasar Simulasi
Perubahan Nilai Dasar
Simulasi Perubahan
Bengkulu 2007 4.49 5.85 1.37 1.14 1.27 0.13
2008 4.43 5.82 1.39 1.13 1.26 0.13 2009 4.38 5.78 1.40 1.11 1.25 0.14
2010 4.32 5.74 1.42 1.10 1.24 0.14
Rataan 4.40 5.80 1.39 1.12 1.25 0.13
Trend -0.17 -0.11 0.05 -3.25 -2.76 1.50
Jambi 2007 3.46 4.60 1.15 1.23 1.35 0.11
2008 3.22 4.38 1.16 1.23 1.34 0.11 2009 2.99 4.17 1.18 1.23 1.34 0.11
2010 2.76 3.95 1.19 1.23 1.34 0.11
Rataan 3.11 4.28 1.17 1.23 1.34 0.11
Trend -0.70 -0.65 0.05 -0.49 -0.45 0.00
Sumbar 2007 1.89 3.32 1.43 1.33 1.47 0.14
2008 1.51 2.96 1.44 1.33 1.47 0.14 2009 1.14 2.60 1.46 1.33 1.47 0.14
2010 0.79 2.25 1.47 1.33 1.47 0.14
Rataan 1.33 2.78 1.45 1.33 1.47 0.14
Trend -1.11 -1.07 0.04 -0.08 0.00 0.73
Laju pertumbuhan output akan mengalami peningkatan tetapi efektifitas kebijakan dari tahun ketahun cenderung mengalami penurunan terutama pada
kawasan Jambi dan Sumatera Barat. Implikasi dari laju pertumbuhan output yang semakin lambat, maka upaya peningkatan output perkapita menjadi tidak efektif,
dan bahkan untuk kawasan Bengkulu dan Jambi output perkapita cenderung mengalami penurunan dari tahun ketahun. Pada kawasan Sumatera Barat dengan
pangsa output dan tenaga kerja sektor pertanian relatif lebih rendah, maka output perkapita relatif tetap dari tahun ketahun. Indikasi lain yang dapat diambil adalah
meskipun kecenderungan penurunan laju pertumbuhan output dan output
204
perkapita akibat kebijakan relatif lebih rendah dibanding tanpa kebijakan, tetapi kebijakan tetap belum mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan sustainable economic growth, sehingga upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak efektif.
7.2.3. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Berkelanjutan pada Aspek Sosial
Peningkatan aktivitas pembangunan dengan meningkatnya output akan mendorong peningkatan partisipasi atau peran serta masyarakat dalam
pembangunan. Partisipasi dalam pembangunan dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam aktivitas pembangunan dan pada pasar tenaga kerja dapat
dilihat dari sisi penawaran dengan indikator tingkat partisipasi angkatan kerja, dan dari sisi permintaan dengan indikator tingkat pengangguran terbuka. Dampak
kebijakan alokasi pengeluaran pemerintah daerah berkelanjutan pada pasar tenaga kerja dari tahun ketahun disajikan pada Tabel 58.
Pertumbuhan output disamping meningkatkan permintaan tenaga kerja, juga berpotensi mendorong semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja yang
ditawarkan. Kecenderungan laju pertumbuhan output yang menurun yang diikuti dengan peningkatan partisipasi angkatan kerja dari tahun ketahun,
menginidkasikan bahwa peningkatan penawaran tenaga kerja juga didorong oleh perubahan dalam struktur demografi. Laju pertumbuhan penduduk dan
meningkatnya porsi penduduk usia kerja seiring menurunnya rataan jumlah anggota keluarga akan mendorong peningkatan penawaran tenaga kerja terutama
untuk kawasan Bengkulu dan Jambi.
205
Tabel 58. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Berkelanjutan Terhadap Pasar Tenaga Kerja Kawasan
Tahun 2007 – 2010
Kawasan Tahun Indikator
Tingkat parisipasi angkatan kerja Tingkat pengangguran terbuka
Nilai Dasar Simulasi
Perubahan Nilai Dasar
Simulasi Perubahan
Bengkulu 2007
65.35 67.09 1.74 5.52 4.20 -1.32 2008
65.51 67.26 1.76 5.65 4.31 -1.34 2009
65.66 67.44 1.77 5.78 4.43 -1.35 2010
65.83 67.61 1.79 5.91 4.54 -1.37
Rataan 65.59 67.35 1.76 5.72 4.37 -1.35
Trend 0.47
0.52 0.05
0.39 0.34
-0.04
Jambi 2007
58.99 60.37 1.39 3.94 2.87 -1.06 2008
58.92 60.31 1.39 4.14 3.07 -1.07 2009
58.86 60.26 1.40 4.34 3.26 -1.08 2010
58.80 60.20 1.40 4.54 3.45 -1.09
Rataan 58.89 60.29 1.39 4.24 3.16 -1.08
Trend -0.19
-0.17 0.02
0.61 0.58
-0.03
Sumbar 2007
54.60 56.34 1.74 5.77 4.43 -1.34 2008
54.61 56.36 1.76 6.02 4.66 -1.35 2009
54.62 56.40 1.77 6.26 4.89 -1.37 2010
54.64 56.43 1.79 6.50 5.12 -1.38
Rataan 54.62 56.38 1.76 6.14 4.78 -1.36
Trend 0.05
0.09 0.05
0.73 0.69
-0.04
Laju pertumbuhan output yang cenderung menurun menyebabkan permintaan tenaga lebih kecil dibanding peningkatan penawaran tenaga kerja, dan
sebagai implikasinya tingkat pengangguran terbuka juga cenderung akan meningkat dari tahun ketahun. Hal ini mengindikasikan bahwa kecenderungan
alokasi pengeluaran pembangunan yang menurun dari tahun ketahun belum mampu memberikan dampak terhadap sektor tenaga kerja employment effect
yang berkelanjutan, meskipun peningkatan pengangguran terbuka lebih kecil dibanding dengan tanpa adanya kebijakan.
206
7.2.4. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Berkelanjutan pada Aspek Lingkungan
Perubahan yang terjadi sebagai dampak dari kebijakan pada pasar output dan tenaga kerja, juga akan mempengaruhi permintaan terhadap sumberdaya
lahan dan hutan. Transformasi struktural pada pasar output dan tenaga kerja dengan berkurangnya ketergantungan terhadap sektor pertanian, berpotensi
mengurangi permintaan terhadap sumberdaya lahan. Rata-rata konversi hutan untuk penggunaan lain menurun sehingga porsi hutan kawasan meningkat tetapi
cenderung menurun dari tahun ketahun seperti disajikan pada Tabel 59. Tabel 59. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah
Berkelanjutan Terhadap Deforestasi Kawasan dan Degradasi Zona Penyangga Tahun 2007 – 2010
Kawasan Tahun Indikator
Porsi hutan kawasan Tingkat degradasi zona penyangga
Nilai Dasar Simulasi
Perubahan Nilai Dasar
Simulasi Perubahan
Bengkulu 2007
31.38 32.10 0.71 21.93 21.41 -0.51 2008
28.92 30.09 1.17 21.75 21.23 -0.52 2009
26.22 27.65 1.44 21.57 21.04 -0.53 2010
23.50 25.22 1.72 21.39 20.86 -0.54
Rataan 27.50 28.76 1.26 21.66 21.13 -0.53
Trend -7.89
-6.88 1.01
-0.53 -0.56
-0.02
Jambi 2007
22.04 25.72 3.69 11.81 11.57 -0.23 2008
19.17 22.90 3.73 11.47 11.25 -0.22 2009
16.32 20.08 3.76 11.14 10.93 -0.21 2010
13.21 17.04 3.84 10.80 10.60 -0.20
Rataan 17.68 21.44 3.75 11.30 11.09 -0.22
Trend -8.83
-8.68 0.15
-1.01 -0.98
0.03
Sumbar 2007
42.80 45.91 3.11 11.15 10.79 -0.36 2008
40.80 44.09 3.28 10.93 10.55 -0.38 2009
38.65 42.27 3.62 10.71 10.32 -0.39 2010
36.43 40.41 3.98 10.50 10.09 -0.41
Rataan 39.67 43.17 3.50 10.82 10.44 -0.38
Trend -6.38
-5.50 0.87
-0.66 -0.70
-0.04
207
Transformasi struktural pasar output dan tenaga kerja yang tidak berkelanjutan menyebabkan deforestasi hutan kawasan cenderung meningkat dari
tahun ketahun. Deforestasi yang cenderung meningkat mengindikasikan peningkatan konversi hutan kawasan untuk penggunaan lain mengalami
peningkatan dari tahun ketahun, sehingga porsi hutan kawasan cenderung menurun. Pada sisi lain degradasi hutan zona penyangga masih cenderung
mengalami penurunan dari tahun ketahun dengan laju penurunan lebih besar akibat kebijakan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan dengan alokasi
pengeluaran pembangunan yang cenderung menurun berdampak semakin meningkatnya deforestasi hutan kawasan dan sebaliknya masih mampu
menurunkan degradasi zona penyangga. Untuk mengatasi kecenderungan ini sebagaimana pada aspek ekonomi dan sosial, maka pada aspek lingkungan juga
menuntut adanya perubahan paradigma dalam kecenderungan alokasi pengeluaran. Para pengambil keputusan terutama yang terkait dengan penyusunan
anggaran diharapkan mampu mendorong peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan yang lebih besar dibanding pengeluaran rutin dari tahun ketahun.
Pembangunan sosial ekonomi kawasan akan mendorong peningkatan degradasi taman nasional tetapi relatif kecil dengan laju pertumbuhan cenderung
menurun seperti disajikan pada Gambar 25. Peningkatan degradasi taman nasional dengan laju pertumbuhan yang semakin menurun menyebabkan kebijakan ini
masih layak dalam upaya integrasi pembangunan sosial ekonomi kawasan dan perlindungan taman nasional. Peningkatan degradasi hutan taman nasional yang
rendah akan memudahkan upaya rehabilitasi hutan reforestrasi taman nasional,
208
dan bahkan dengan laju peningkatan yang semakin menurun maka akan memberikan waktu yang cukup untuk pemulihan hutan secara alamiah.
Pelestarian taman nasional yang menjadi tanggung jawab utama Balai Taman Nasional Kerinci Seblat Balai TNKS sebagai pengelola akan lebih efektif
terutama dalam upaya pemberantasan aktivitas perambahan taman nasional oleh masyarakat sekitar. Peningkatan kesejahteraan akan mengurangi konflik vertikal
antara pengelola taman nasional dan kebutuhan ekonomi masyarakat, sehingga pencegahan ilegal loging lebih mudah.
Bengkulu Jambi Sumbar 5.0
5.5 6.0
6.5 7.0
7.5 8.0
8.5
20 07
20 10
20 07
20 10
20 07
20 10
Tahun T
ing k
a t Deg
rad as
i Nilai dasar
Kebijakan
Bengkulu Jambi Sumbar 0.0
0.2 0.4
0.6 0.8
1.0
200 7-
8 200
8- 9
200 9-
1 200
7- 8
200 8-
9 200
9- 1
200 7-
8 200
8- 9
200 9-
1 Tahun
La ju
D e
gr a
d as
i Nilai dasar
Kebijakan
a. Tingkat Degradasi b. Laju Degradasi
Gambar 25.
Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Berkelanjutan Terhadap Taman Nasional
Tahun 2007 – 2010
Efektivitas dampak kebijakan alokasi pengeluaran pembangunan cenderung semakin menurun dari tahun ketahun mengikuti kecenderungan alokasi
209
pengeluaran pembangunan Tabel 56 sampai 59. Kecenderungan dari tahun ketahun yang tidak menunjukkan suatu keberlanjutan manfaat dampak kebijakan
sesuai diharapkan baik pada aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kecenderungan dari tahun ketahun ini mencakup peningkatan pengangguran
terbuka, ketergantungan ekonomi pada sektor pertanian baik pada pasar output maupun tenaga kerja, dan deforestasi hutan kawasan, serta penurunan laju
pertumbuhan output. Kondisi ini mengindikasikan bahwa untuk mencapai pembangunan keberlanjutan dari tahun ketahun, maka alokasi pengeluaran
pembangunan setiap tahun harus mengalami peningkatan.
7.3. Ramalan Dampak Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
Tahun 2007 – 2010 Kecenderungan alokasi pengeluaran pembangunan yang meningkat dapat
dilakukan dengan meningkatkan realokasi pengeluaran rutin dan sektor prioritas. Peningkatan realokasi pengeluaran rutin masing-masing sebesar 2 dengan tiga
skenario kebijakan, yaitu: 1.
Realokasi 25 pengeluaran rutin untuk peningkatan 20 alokasi sektor sumberdaya manusia dan 5 sektor pengeluaran pembangunan lainnya
diasumsikan sebagai nilai dasar. 2.
Realokasi 27 pengeluaran rutin untuk peningkatan 21 alokasi sektor sumberdaya manusia dan 6 sektor pengeluaran pembangunan lainnya.
3. Realokasi 29 pengeluaran rutin untuk peningkatan 22 alokasi sektor
sumberdaya manusia dan 7 sektor pengeluaran pembangunan lainnya.
210
Hasil simulasi ramalan dampak kebijakan menunjukkan bahwa setiap skenario peningkatan level realokasi akan meningkatkan alokasi pengeluaran
pembangunan. Peningkatan alokasi sektoral tidak hanya terjadi pada sektor prioritas tetapi diikuti dengan sektor-sektor pengeluaran lain seperti disajikan pada
Tabel 60. Tabel
60. Ramalan Dampak Peningkatan Realokasi Rutin Terhadap
Alokasi Pengeluaran Pembangunan Masing-masing Sektor
Kawasan Skenario
kebijakan Alokasi sektor pengeluaran pembangunan
Jumlah Sumberdaya
Manusia Transportasi
Pengemb. Wilayah
Sektor-sektor lain
Bengkulu P3_20R_25 18.03 8.44 4.80 16.09 47.35
P3_21R_27 18.80 8.85 4.97 16.31 48.93 P3_22R_29 19.56 9.24 5.14 16.52 50.45
Peningkatan 0.76 0.40 0.17 0.21 1.55
Jambi P3_20R_26 16.44 11.85 3.85 15.18 47.31
P3_21R_27 17.16 12.16 3.98 15.34 48.65 P3_22R_29 17.89 12.46 4.11 15.50 49.96
Peningkatan 0.72 0.31 0.13 0.16 1.32
Sumbar P3_20R_27 18.76 11.00 4.91 12.69 47.36
P3_21R_27 19.52 11.41 5.08 12.91 48.92 P3_22R_29 20.28 11.80 5.24 13.12 50.44
Peningkatan 0.76 0.40 0.17 0.21 1.54
Peningkatan realokasi pengeluaran rutin sebesar 2 akan meningkatkan alokasi pengeluaran pembangunan yang bervariasi bagi masing-masing kawasan
dengan besaran antara 1.32 - 1.55. Peningkatan setiap persen sektor prioritas akan meningkatkan alokasi sektor sumberdaya manusia antara 0.72 – 076,
sedangkan sisanya akan terbagi pada sektor-sektor lainnya. Peningkatan alokasi semua sektor pengeluaran pembangunan ini akan mendorong terjadinya
perubahan kecenderungan dampak kebijakan pada aspek ekonomi, sosial dan
211
lingkungan seperti terlihat dari hubungan alokasi pengeluaran pembangunan dengan ketiga aspek pembangunan berkelanjutan.
7.3.1. Ramalan Dampak Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Ekonomi
Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan yang diikuti dengan peningkatan alokasi sektor-sektor dalam pembangunan terutama sektor
sumberdaya manusia menyebabkan perubahan kecenderungan pada pasar output. Penurunan pangsa output sektor pertanian akan diiringi dengan peningkatan laju
pertumbuhan output, sehingga output perkapita akan mengalami peningkatan seperti disajikan pada Tabel 61.
Tabel 61.
Ramalan Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Ekonomi Tahun 2007–2010
Kawasan Alokasi Aspek
ekonomi Pengeluaran
pembangunan Sektor
SDM Pangsa output
pertanian Pertumbuhan
output Output PDB
perkapita
Bengk ul
u 47.35
18.03 45.12 5.80 1.25
48.93 18.80
45.03 5.93 1.26 50.45
19.56 44.95 6.05 1.27
Trend -0.17 0.25 1.01
Elastisitas -0.06 0.08 0.33
Ja m
bi 47.31
16.44 46.26 4.28 1.34
48.65 17.16
46.19 4.38 1.35 49.96
17.89 46.12 4.49 1.36
Trend -0.13 0.21 0.96
Elastisitas -0.05 0.08 0.36
Sumb ar
47.36 18.76
37.11 2.78 1.47 48.92
19.52 37.02 2.92 1.47
50.44 20.28
36.94 3.04 1.48
Trend -0.17 0.26 0.87
Elastisitas -0.06 0.09 0.28
212
Transformasi struktural pada pasar output dengan kecenderungan menurunnya pangsa output sektor pertaniann seiring meningkatnya alokasi
pengeluaran pembangunan dan sektor sumberdaya, akan berpotensi untuk meningkatkan laju pertumbuhan output yang berkelanjutan. Kecenderungan
peningkatan laju pertumbuhan akan mendorong peningkatan output perkapita masyarakat, sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat akan berjalan seiring
meningkatnya alokasi pengeluaran pembangunan dan sektor sumberdaya manusia. Hal ini mengindikasikan bahwa alokasi pengeluaran pembangunan pemerintah
yang berkelanjutan, berpotensi untuk meningkatkan laju pertumbuhan output dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.
Respon peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan untuk masing- masing kawasan relatif sama, dan hal ini dapat diindikasikan dari nilai elastisitas.
Setiap persen peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan akan berpotensi untuk mengurangi pangsa output sektor pertanian antara 0.5–0.6, meningkatkan
laju pertumbuhan output 0.8–0.9. Secara umum semakin cepat transformasi struktural dalam pasar output akan semakin besar peningkatan laju pertumbuhan
output, tetapi tidak menjamin respon yang sama terhadap output perkapita. Hal ini terlihat respon peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan terhadap pangsa
output sektor pertanian yang relatif sama antar, tetapi respon peningkatan output perkapita relatif lebih besar pada kawasan Bengkulu. Kondisi yang sama terlihat
dengan respon terhadap laju pertumbuhan output yang relatif sama antara kawasan Bengkulu dan Jambi, tetapi respon terhadap output perkapita lebih besar
pada kawasan Bengkulu. Variasi ini disebabkan pangsa output sektor pertanian
213
yang relatif lebih besar pada kawasan Bengkulu, sedangkan nilai output total
relatif lebih kecil dibanding kawasan lainnya. 7.3.2. Ramalan Dampak Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran
Pembangunan Terhadap Aspek Sosial
Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan yang diikuti dengan peningkatan alokasi sektor-sektor dalam pembangunan terutama sektor
sumberdaya manusia menyebabkan perubahan kecenderungan pada pasar tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja akan mengalami peningkatan, dan
sebaliknya tingkat pengangguran terbuka dan pangsa tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan seperti disajikan pada Tabel 62.
Tabel 62.
Ramalan Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Sosial Tahun 2007–2010
Kawasan Alokasi Aspek
sosial Pengeluaran
pembangunan Sektor
SDM Tingkat partisipasi
angkatan kerja Tingkat
pengangguran Pangsa TK sektor
pertanian
Bengkul u
47.35 18.03 67.35
4.37 77.63
48.93 18.80 67.48
4.25 77.52
50.45 19.56 67.61
4.14 77.40
Trend 0.26 -0.23 -0.23
Elastisitas 0.08 -0.07 -0.07
Jambi 47.31 16.44
60.29 3.16
77.70 48.65 17.16
60.39 3.07
77.62 49.96 17.89
60.50 2.98
77.55
Trend 0.21 -0.18 -0.16
Elastisitas 0.08 -0.07 -0.06
Sumb ar
47.36 18.76 56.38
4.78 67.24
48.92 19.52 56.51
4.66 67.14
50.44 20.28 56.64
4.55 67.04
Trend 0.26 -0.23 -0.20
Elastisitas 0.08 -0.07 -0.06
214
Transformasi struktural seiring meningkatnya alokasi pengeluaran pembangunan dan sektor sumberdaya pada pasar output akan diikuti pasar tenaga
kerja dengan kecenderungan penurunan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Peningkatan laju pertumbuhan output berkelanjutan yang didorong terutama oleh
sektor non-pertanian, berpotensi mengurangi pengangguran terbuka meskipun diiringi meningkatnya partisipasi angkatan kerja atau penawaran pada pasar
tenaga kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan yang cenderung meningkat akan diiringi dengan meningkatnya
partisipasi kerja, menurunnya pangsa tenaga kerja sektor pertanian dan tingkat pengangguran terbuka.
Respon peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan yang diikuti dengan peningkatan alokasi sektor sumberdaya manusia antar kawasan relatif
sama. Setiap persen peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan akan berpotensi meningkatkan penawaran tenaga kerja sebesar 0.08, menurunkan
tingkat pengangguran sebesar 0.07, serta mampu mendorong penurunan pangsa tenaga kerja sektor pertanian antara 0.06 – 0.07. Elastisitas yang lebih besar
terhadap perubahan struktural pada tenaga kerja kawasan Bengkulu sangat terkait dengan perubahan struktural yang terjadi pada pasar output.
7.3.3. Ramalan Dampak Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Lingkungan
Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan yang diikuti dengan peningkatan alokasi sektor-sektor dalam pembangunan terutama sektor
sumberdaya manusia menyebabkan perubahan kecenderungan pada pasar input
215
terutama dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan hutan. Porsi hutan kawasan akan mengalami peningkatan akibat berkurangnya konversi hutan untuk
penggunaan lain, dan pada sisi lain degradasi hutan zona penyangga akan cenderung menurun seperti disajikan pada Tabel 63.
Tabel 63.
Ramalan Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Lingkungan Tahun 2007–2010
Kawasan Alokasi Aspek
lingkungan Pengeluaran
pembangunan Sektor
SDM Porsi hutan
kawasan Tingkat degradasi
zona penyangga Tingkat degradasi
TNKS
Bengkulu 47.35 18.03
28.76 21.13
5.64 48.93 18.80
29.07 21.09
5.66 50.45 19.56
29.26 21.05
5.68
Trend 0.50
-0.08 0.03
Elastisitas 0.16 -0.03
0.01
Ja m
bi 47.31 16.44
21.44 11.09
8.08 48.65 17.16
21.77 11.07
8.09 49.96 17.89
22.08 11.06
8.10
Trend 0.65
-0.03 0.02
Elastisitas 0.24 -0.01
0.01
Su m
ba r
47.36 18.76 43.17
10.44 7.94
48.92 19.52 43.40
10.41 7.96
50.44 20.28 43.59
10.38 7.98
Trend 0.42
-0.06 0.03
Elastisitas 0.14 -0.02
0.01
Perubahan-perubahan pada aspek sosial dan ekonomi akibat peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan dan sektor sumberdaya manusia, selanjutnya
akan mempengaruhi kecenderungan pada pemanfaatan sumberdaya lahan dan hutan. Kecenderungan transformasi struktural pada pasar output pangsa output
sektor pertanian dan pasar tenaga kerja pangsa tenaga kerja sektor pertanian akan mendorong penurunan ketergantungan terhadap sumberdaya lahan. Konversi
kawasan hutan akan cenderung mengalami penurunan, sehingga porsi hutan
216
kawasan akan berpotensi untuk meningkat. Peningkatan porsi sumberdaya pada hutan kawasan akan cenderung mengurangi tekanan terhadap zona penyangga,
sehingga degradasi hutan zona penyangga juga berpotensi menurun seiring peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan.
Respon peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan terhadap porsi hutan kawasan dan degradasi zona penyangga antar kawasan lebih bervariasi.
Respon terbesar terhadap deforestasi terjadi pada kawasan Jambi dan hal ini diduga karena kebijakan akan berpotensi menurunkan ekspansi lahan budidaya
terutama perkebunan oleh masyarakat. Pada kawasan Jambi, sub-sektor perkebunan merupakan sub-sektor uatma dalam pembentukan output sektor
pertanian, sehingga penurunan ketergantungan pada sektor primer ini akan memberikan dampak yang lebih besar. Pada sisi lain, respon penurunan degradasi
zona penyangga pada kawasan Bengkulu yang relatif lebih besar terkait dengan tingkat kesejahteraan masyarakat pada kawasan ini yang relatif lebih rendah
dibanding kawasan lain. Pada aspek lingkungan lain terutama dalam upaya perlindungan kawasan
konservasi, ekspansi pembangunan melalui peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan berpotensi mendorong menurunnya tutupan hutan taman nasional.
Degradasi taman nasional meningkat seiring meningkatnya ekspansi pembangunan kawasan, tetapi peningkatan relatif kecil dengan laju yang semakin
menurun seperti disajikan pada Gambar 26.
217
Bengkulu Jambi Sumbar
2 4
6 8
10
47 .4
48 .9
50 .5
47 .3
48 .7
50 .0
47 .4
48 .9
50 .4
PDEX Ti
n g
k a
t
0.0 0.1
0.2 0.3
0.4
La ju
Tingkat DEGTN Laju DEGTN
Gambar 26. Ramalan Respon Degradasi Taman Nasional Terhadap
Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan
Gambar 26 menunjukkan luas tutupan hutan taman nasional relatif tidak mengalami perubahan berarti akibat peningkatan alokasi pengeluaran
pembangunan. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan dan pengetahuan masyarakat, serta penyediaan kesempatan kerja pada sektor
pertanian melalui transformasi struktural dalam perekonomian akan berdampak relatif kecil terhadap kawasan konservasi. Peningkatan degradasi hutan taman
nasional yang relatif kecil dengan laju yang cenderung menurun akan memudahkan proses reforestasi baik melalui rehabilitasi hutan maupun reboisasi
kawasan lindung. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pelestarian melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama pada zona penyangga kawasan
218
akan lebih efektif mendorong kelestarian taman nasional. Konflik antara manajemen taman nasional dengan masyarakat lokal dapat diminimalisir terutama
terkait dengan pemanfaatan sumberdaya lahan dan hutan untuk tujuan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
7.4. Ikhtisar