Pola Penggunaan Lahan Kawasan

117 kebutuhan pembiayaan pembangunan melalui kredit usaha besar tumbuh lebih cepat dibanding UKM. Proporsi kredit UKM akan meningkat jika sektor pengeluaran pembangunan wilayah meningkat, karena akan mampu mendorong pertumbuhan UKM pada daerah pedesaan. Ketergantungan kawasan terhadap sektor pertanian yang masih tinggi menyebabkan proporsi kredit produksi lebih banyak teralokasi untuk sektor pertanian. Hal ini terindikasi dengan peningkatan proporsi kredit investasi dan modal kerja yang diikuti dengan meningkatnya proporsi kredit sektor pertanian terutama perkebunan. Perkembangan perkebunan komersial di Provinsi Jambi yang relatif lebih cepat menyebabkan proporsi kredit sektor pertanian pada kawasan ini relatif lebih besar dibanding dengan kawasan lainnya.

5.2. Pola Penggunaan Lahan Kawasan

Penggunaan lahan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi kawasan. Perkembangan penggunaan lahan dapat dijadikan sebagai proksi deforestasi yaitu terjadinya konversi hutan untuk penggunaan lainnya terutama budidaya secara permanen. Penggunaan lahan dan laju deforestasi kawasan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun kecuali pada kawasan Sumatera Barat yang menurun selama periode sentralisasi 1998 – 2000 seperti disajikan pada Tabel 15. Hal ini merupakan implikasi dari krisis yang mendorong ekspansi penggunaan lahan oleh masyarakat, dan berlanjut pada periode desentralisasi kecuali pada kawasan Bengkulu tetapi dengan laju deforestasi yang relatif lebih rendah. 118 Tabel 15. Perkembangan Penggunaan Lahan dan Laju Deforestasi Kawasan pada Periode Sentralisasi dan Desentralisasi No Kawasan dan jenis penggunaan Sentralisasi 1998-2000 Desentralisasi 2001-2003 Perubahan Luas ribu Ha Porsi Luas ribu Ha Porsi Bengkulu 1 Pemukiman 62.99 4.97 66.52 8.26 3.29 2 Lahan kering 215.87 17.03 246.99 30.68 13.65 3 Lahan rumputan 9.62 0.76 10.91 1.35 0.60 4 KolamTambak 2.10 0.17 2.43 0.30 0.14 5 Lahan menganggur 85.75 6.76 101.37 12.59 5.83 6 Lahan kayuan 91.01 7.18 80.66 10.02 2.84 7 Lahan kebun 246.43 19.44 233.43 28.99 9.55 8 Lahan basah 47.33 3.73 48.56 6.03 2.30 9 Lahan rawa 16.48 1.30 14.30 1.78 0.48 Penggunaan lahan 777.58 61.34 805.17 63.52 2.18 Hutan kawasan 490.02 38.66 462.43 36.48 -2.18 Total kawasan 1 267.60 100.00 1 267.60 100.00 Jambi 1 Pemukiman 38.80 2.73 36.82 3.67 0.95 2 Lahan kering 198.17 13.93 203.75 20.33 6.40 3 Lahan rumputan 12.93 0.91 5.75 0.57 -0.33 4 KolamTambak 0.56 0.04 0.42 0.04 0.00 5 Lahan menganggur 60.88 4.28 109.40 10.92 6.64 6 Lahan kayuan 158.07 11.11 81.04 8.09 -3.03 7 Lahan kebun 449.41 31.60 499.25 49.82 18.23 8 Lahan basah 32.01 2.25 32.85 3.28 1.03 9 Lahan rawa 42.24 2.97 32.79 3.27 0.30 Penggunaan lahan 993.08 69.82 1002.07 70.45 0.63 Hutan kawasan 429.31 30.18 420.33 29.55 -0.63 Total kawasan 1 422.40 100.00 1 422.40 100.00 Sumbar 1 Pemukiman 121.84 26.74 28.56 6.27 -20.47 2 Lahan kering 14.30 3.14 112.42 24.68 21.54 3 Lahan rumputan 0.82 0.18 11.76 2.58 2.40 4 KolamTambak 18.40 4.04 0.55 0.12 -3.92 5 Lahan menganggur 137.25 30.12 30.56 6.71 -23.41 6 Lahan kayuan 84.44 18.53 135.74 29.80 11.27 7 Lahan kebun 58.90 12.92 72.20 15.85 2.93 8 Lahan basah 3.28 0.72 60.54 13.29 12.57 9 Lahan rawa 16.48 3.62 3.12 0.69 -2.93 Penggunaan lahan 455.71 48.75 455.46 48.72 -0.03 Hutan kawasan 479.14 51.25 479.38 51.28 0.03 Total kawasan 934.84 100.00 934.84 100.00 Keterangan: Luas kawasan merupakan luas wilayah setelah dikurangi luas TNKS 119 Porsi luas kawasan hutan mengalami penurunan dari tahun 1994 sekitar 47.18 menjadi hanya 37.43 pada tahun 2003. Peningkatan penggunaan lahan ini didorong oleh peningkatan penggunaan lahan untuk budidaya seperti pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan yang meningkat dari 43.22 menjadi 51.83 dari total luas kawasan. Pada sisi lain pemanfaatan lahan yang tidak optimal dan konversi kawasan hutan untuk penggunaan lain telah mendorong semakin meningkatnya porsi lahan menganggur dari 5.54 menjadi 6.58. Ekspansi lahan yang mendorong konversi kawasan hutan menjadi lahan budidaya terutama disebabkan oleh perkembangan perkebunan Tabel 16. Pada kawasan Bengkulu baik sebelum maupun pada periode desentralisasi, konversi hutan lebih dominan didorong oleh meningkatnya penggunaan lahan kering. Sebaliknya pada kawasan Jambi, deforestasi kawasan lebih banyak didorong melalui proses konversi hutan menjadi penggunaan untuk budidaya perkebunan. Hal ini terkait dengan struktur ekonomi masing-masing kawasan terutama dalam pembentukan PDB sektor pertanian. Pada kawasan Bengkulu pangsa sub-sektor pangan terutama pangan lahan kering relatif lebih besar dibanding sub-sektor lainnya, dan pada kawasan Jambi pangsa sub-sektor perkebunan relatif lebih besar. Hal yang berbeda terjadi pada kawasan Sumatera Barat dengan struktur tenaga kerja dan PDB pertanian pada periode sebelum desentralisasi relatif kecil sehingga deforestasi relatif rendah, tetapi implementasi desentralisasi fiskal mendorong terjadinya ekspansi penggunaan lahan terutama perkebunan. 120 Tabel 16. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan Kawasan Sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat No Variabel Jenis penggunaan lahan Lahan Basah Lahan Kering Lahan Perkebunan TambakKolam Lahan Rumputan Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob 1 Intersep -266.466 0.158 5233.582 0.005 1899.348 0.458 -15.139 0.591 99.397 0.698 2 Pertumbuhan output 0.037 0.189 -0.451 0.085 -0.994 0.022 0.003 0.513 -0.039 0.315 3 Pertumbuhan populasi 0.104 0.120 -0.039 0.945 -0.085 0.924 -0.009 0.364 -0.082 0.369 4 Kepadatan penduduk -0.021 0.653 1.218 0.004 -0.401 0.501 -0.001 0.908 0.114 0.028 5 Share sub-sektor pertanian ke-i 0.011 0.834 0.003 0.991 1.409 0.027 -0.008 0.428 0.443 0.150 6 Upah sektor pertanian -0.058 0.249 1.047 0.040 1.744 0.049 -0.011 0.282 0.026 0.742 7 Harga pupuk -0.771 0.005 0.507 0.824 -11.115 0.015 0.062 0.233 -0.727 0.093 8 Tingkat suku bunga 0.004 0.426 -0.050 0.270 0.179 0.028 -0.001 0.407 0.010 0.186 9 Alokasi PP sektor pertanian 0.103 0.231 0.122 0.878 2.095 0.154 0.016 0.287 0.013 0.927 10 Alokasi PP sektor transportasi -0.028 0.128 -0.297 0.106 -0.449 0.159 0.005 0.143 0.000 0.995 11 Proporsi kredit sektor pertanian -0.008 0.103 -0.090 0.069 -0.166 0.058 0.000 0.634 0.005 0.578 12 Dummy “Jambi” 3.165 0.016 -26.955 0.006 -0.555 0.961 -0.136 0.188 -1.187 0.260 13 Dummy “Sumbar” -1.824 0.009 19.582 0.003 -9.708 0.289 -0.127 0.172 1.724 0.059 14 Desentralisasi 0.013 0.917 -1.520 0.248 -0.318 0.884 0.023 0.296 -0.153 0.468 15 Krisis 0.006 0.976 -0.821 0.685 -3.702 0.266 -0.007 0.848 -0.046 0.887 16 Tahun 0.136 0.151 -2.649 0.005 -0.923 0.473 0.008 0.588 -0.054 0.676 Keterangan: Angka ”Tebal” menunjukkan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85 P 0.15 121 Tabel 16. Lanjutan No Variabel Jenis penggunaan lahan Variabel Proporsi lahan pemukiman Lahan Kayuan Lahan Menganggur Lahan rawa-rawa Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob 1 Intersep -948.287 0.339 -940.203 0.288 -213.926 0.684 Intersep -48.258 0.829 2 Pertumbuhan output 0.259 0.099 0.040 0.772 -0.136 0.116 Pertumbuhan output 0.025 0.470 3 Pertumbuhan populasi -0.133 0.700 0.424 0.182 0.015 0.934 Pertumbuhan populasi 0.031 0.703 4 Kepadatan penduduk 0.432 0.048 -0.423 0.018 -0.170 0.099 Kepadatan penduduk 0.000 0.992 5 Share sub-sektor pertanian ke-i 4.945 0.002 0.648 0.008 0.185 0.093 Jumlah rumah tangga 0.008 0.419 6 Upah sektor pertanian -0.254 0.414 0.129 0.638 0.253 0.140 Harga semen 3.733 0.017 7 Harga pupuk -1.969 0.237 -1.989 0.181 -2.416 0.013 Harga kayu balok -0.064 0.000 8 Tingkat suku bunga 0.039 0.192 0.032 0.227 0.044 0.012 Upah minum regional -0.029 0.469 9 Alokasi PP sektor pertanian 1.154 0.048 -0.170 0.730 0.638 0.046 Tingkat suku bunga -0.007 0.303 10 Alokasi PP sektor transportasi 0.147 0.203 0.020 0.846 -0.110 0.089 Alokasi PP transportasi -0.017 0.408 11 Proporsi kredit sektor pertanian 0.098 0.007 -0.024 0.413 -0.020 0.257 Alokasi PP pengemb. wilayah 0.006 0.636 12 Dummy “Jambi” 2.018 0.610 9.008 0.036 4.213 0.080 Dummy “Jambi” -1.800 0.105 13 Dummy “Sumbar” 22.417 0.002 -10.873 0.002 -3.076 0.099 Dummy “Sumbar” -1.579 0.081 14 Desentralisasi -0.519 0.526 1.886 0.020 -0.280 0.529 Desentralisasi 0.117 0.598 15 Krisis 2.222 0.088 0.241 0.831 -0.649 0.347 Krisis 0.099 0.747 16 Tahun 0.451 0.366 0.475 0.285 0.111 0.674 Tahun 0.026 0.820 Keterangan: Angka ”Tebal” menunjukkan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85 P 0.15 122 Peningkatan permintaan terhadap lahan basah didorong oleh meningkatnya kebutuhan seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, tetapi sebaliknya peningkatan harga pupuk dan proporsi kredit sektor pertanian mendorong konversi lahan basah menjadi penggunaan lain. Porsi lahan basah pada kawasan Sumatera Barat lebih tinggi dibanding dengan kawasan lain, dan diikuti oleh kawasan Bengkulu. Kondisi yang sama terjadi pada lahan yang digunakan untuk pangan lahan kering, dimana peningkatan pertumbuhan populasi dan upah tenaga kerja sektor pertanian akan mendorong meningkatnya luas lahan kering. Kenaikan upah sektor pertanian akan menurunkan permintaan tenaga kerja terutama pada perkebunan komersial, dan buruh tani yang menganggur akan kembali mencurahkan tenaganya untuk melakukan budidaya pangan lahan kering guna memenuhi kebutuhan rumah tangga. Peningkatan proporsi kredit sektor pertanian serta aksesibilitas seiring dengan meningkatnya alokasi pengeluaran pembangunan sektor transportasi dan kredit sektor pertanian akan mendorong konversi lahan kering menjadi penggunaan lain. Konversi lahan dari suatu bentuk penggunaan ke bentuk penggunaan lain terutama faktor budidaya tergantung profitabiltas lahan, sehingga komoditas pangan lahan kering yang lebih rendah akan dikonversi menjadi lahan untuk tanaman komersial yang lebih menguntungkan seperti perkebunan. Hal ini diduga menjadi penyebab menurunnya porsi lahan kering akibat meningkatnya aksesibilitas lahan dan kredit sektor pertanian. Perbandingan antar kawasan menunjukkan adanya perbedaan porsi lahan kering antar kawasan dengan porsi terbesar pada kawasan Jambi. 123 Porsi penggunaan lahan perkebunan berdasarkan hasil estimasi menunjukkan kecenderungan yang menurun, tetapi data aktual menunjukkan terjadinya peningkatan dari 16.62 tahun 1994 menjadi 22.42 tahun 2004. Peningkatan porsi luas lahan perkebunan terjadi seiring meningkatnya peran sub- sektor ini dalam pembentukan output. Peningkatan penggunaan lahan perkebunan seiring meningkatkan upah tenaga kerja sektor pertanian mengindikasikan bahwa kenaikan upah akan mendorong meningkatnya supplai tenaga kerja, sehingga kelangkaan buruh tani perkebunan akan teratasi. Komoditas perkebunan secara finansial memiliki tingkat pengembalian investasi return rate of investment yang lebih tinggi dibanding komoditas lainnya, sehingga kenaikan suku bunga menyebabkan porsinya semakin tinggi. Pada sisi lain budidaya tanaman perkebunan yang bersifat intensif, seperti dalam penggunaan pupuk menyebabkan kenaikan harga pupuk akan mengurangi ekspansi lahan perkebunan. Nilai produktifitas yang lebih tinggi menyebabkan semakin tingginya pangsa output sektor pertanian, sehingga akan diikuti dengan penurunan porsi lahan perkebunan. Penggunaan lahan untuk sektor perikanan berupa tambak dan kolam tidak banyak mengalami perubahan dan porsinya relatif kecil dibanding penggunaan lainnya. Perbedaan nyata hanya terjadi antar kawasan, dimana porsi terbesar terdapat pada kawasan Jambi. Penggunaan lahan untuk sektor peternakan berupa padang pengembalaan menurun seiring dengan menurunnya peran sektor peternakan dalam pembentukan output kawasan, dan meningkatnya harga pupuk. Peningkatan kepadatan penduduk akan diikuti dengan meningkatnya porsi lahan 124 rumput-rumputan karena perkembangan populasi penduduk akan meningkatan permintaan terhadap produk peternakan terutama daging. Penggunaan lahan untuk tanaman kayuan meningkat seiring meningkatnya peran sub-sektor kehutanan dalam pembentukan output kawasan, dan permintaan produk kayu hasil budidaya. Alokasi pembiayaan pembangunan sektor pertanian baik berupa pengeluaran pemerintah maupun kredit juga mencakup sub-sektor kehutanan sehingga akan menjadi pendorong peningkatan budidaya kayu-kayuan baik oleh masyarakat maupun dunia usaha. Peningkatan juga terjadi selama terjadinya krisis ekonomi terutama untuk kawasan Sumatera Barat sebagai kawasan yang memiliki porsi terbesar. Lahan menganggur yang meningkat menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya lahan tidak optimal terutama setelah implementasi kebijakan desentralisasi. Peningkatan lahan menganggur ini didorong oleh semakin meningkatnya peran sektor pertanian dalam pembentukan PDB. Pada sisi lain meningkatnya ekspansi lahan budidaya oleh masyarakat akibat kenaikan harga pupuk dan kepadatan penduduk menyebabkan porsi lahan menganggur semakin berkurang. Kondisi yang sama dengan lahan menganggur juga terjadi pada lahan rawa-rawa yang porsinya menurun akibat kenaikan harga pupuk dan kepadatan serta aksesibilitas terhadap lahan. Porsinya lahan rawa meningkat disamping semakin meningkatnya pangsa sektor pertanian juga akibat kenaikan upah tenaga kerja sektor pertanian dan suku bunga. Kedua jenis bentuk penggunaan lahan ini banyak terdapat pada kawasan Jambi dan Bengkulu. 125 Lahan non-budidaya lain yang mengalami peningkatan adalah lahan pemukiman, dan dipengaruhi oleh harga input untuk pembangunan rumah. Kayu merupakan input utama pembangunan pemukiman terutama pada daerah pedesaan, sehingga peningkatan harga kayu akan mengurangi ekspansi lahan pemukiman. Pada sisi lain peningkatan harga semen akan mendorong peningkatan penggunaan kayu sebagai substitusi dari semen, sehingga luas pemukiman pedesaan tetap akan meningkat, dan mendorong penurunan luas pemukiman perkotaan. Perumahan daerah perkotaan umumnya berlahan kecil dan sebaliknya perumahan pedesaan berlahan luas sehingga peningkatan harga semen tetap menyebabkan meningkatnya luas areal pemukiman. Hal ini diperkuat dari perbedaan antar kawasan dimana kawasan baru berkembang seperti Bengkulu dengan kepadatan penduduk relatif lebih rendah ternyata memiliki porsi lahan pemukiman lebih besar dibanding kawasan Sumatera Barat. Konversi lahan dari suatu penggunaan ke penggunaan lain dapat berupa konversi dari hutan menjadi budidaya, lahan budidaya menjadi pemukiman, lahan hutan dan budidaya menjadi non-budidaya rawa-rawa atau menganggur, atau lahan non-budidaya menjadi pemukiman. Konversi antar berbagai bentuk penggunaan ini berlangsung secara dinamis, dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, serta kebijakan pemerintah daerah. Berdasarkan data aktual dan hubungan antara berbagai bentuk penggunaan lahan hasil estimasi Tabel 17 maka dapat diilustrasikan dinamika pola perubahan penggunaan lahan kawasan yang disajikan pada Gambar 22. 126 Tabel 17. Hasil Estimasi Hubungan Antara Berbagai Jenis Bentuk Penggunaan Lahan Jenis Penggunaan Lahan PWET PDRY PEST PDYK PGRA PWOD PTEM PSWA PHOU PFOR PWET 1.00 -0.29 -0.50 -0.20 -0.01 0.12 -0.04 0.02 0.17 0.72 PDRY -0.29 1.00 0.57 -0.24 -0.12 -0.37 0.01 0.57 -0.43 0.30 PEST -0.50 0.57 1.00 0.13 0.39 -0.28 0.17 0.53 -0.24 -0.77 PDYK -0.20 -0.24 0.13 1.00 -0.21 0.03 0.29 -0.21 -0.35 0.77 PGRA -0.01 -0.12 0.39 -0.21 1.00 0.07 -0.23 0.30 0.32 -0.52 PWOD 0.12 -0.37 -0.28 0.03 0.07 1.00 -0.46 0.15 0.17 0.56 PTEM -0.04 0.01 0.17 0.29 -0.23 -0.46 1.00 -0.07 0.19 0.15 PSWA 0.02 0.57 0.53 -0.21 0.30 0.15 -0.07 1.00 -0.08 -1.22 PHOU 0.17 -0.43 -0.24 -0.35 0.32 0.17 0.19 -0.08 1.00 0.25 PFOR 0.72 0.30 -0.77 0.77 -0.52 0.56 0.15 -1.22 0.25 1.00 Penurunan luas kawasan hutan akan dikonversi menjadi perkebunan, lahan rumput-rumputan dan lahan rawa-rawa. Peningkatan luas penggunaan lahan perkebunan disamping berasal dari konversi hutan juga berasal dari konversi lahan basah dan lahan kayu-kayuan serta pemukiman. Penggunaan lahan rumputan meningkat juga dari hasil konversi lahan basah, lahan kering, lahan tambak dan kolam, serta lahan menganggur. Hal yang sama terjadi pada lahan rawa-rawa yang meningkat disamping berasal dari konversi hutan juga berasal dari lahan menganggur, tambak dan kolam serta pemukiman. Peningkatan kedua bentuk penggunaan lahan ini diduga terjadi dengan sendirinya dimana lahan basah dan kering, lahan tambak dan kolam, serta pemukiman yang ditinggalkan dengan sendirinya berubah menjadi lahan rawa dan rumputan. 127

5.3. Pola Budidaya Komoditas Kawasan