108
Tabel 11. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Daerah Sekitar TNKS Selama Periode Sentralisasi 1998 – 2000 dan Desentralisasi
2001 – 2003
No Kawasan dan
sektor Sentralisasi 1998-2000
Desentralisasi 2001-2003 Perubahan
Alokasi Nilai
Juta Alokasi
Nilai Juta
Alokasi
Bengkulu
1 Pertanian
2 237.92 1.57
5 139.60 1.30
-0.27 2
Industri dan dunia Usaha 2 347.81
1.64 5 267.30
1.33 -0.31
3 Transportasi
12 174.03 8.53
18 228.94 4.61
-3.91 4
Pengembangan wilayah 16 063.66
11.25 11 747.86
2.97 -8.28
5 Sumberdaya manusia
6 344.19 4.44
11 551.19 2.92
-1.52 6
Riset dan pengembangan 369.31
0.26 1 264.40
0.32 0.06
7 Kesejahteraan sosial
3 170.85 2.22
6 407.51 1.62
-0.60 8
Lingkungan 2 360.62
1.65 1 612.94
0.41 -1.25
9 Sumberdaya air
246.01 0.17
5 008.32 1.27
1.09 10
Lainnya 7 198.77
5.04 29 328.15
7.42 2.38
Pembangunan 52 513.18
36.78 95 556.21
24.18 -12.60
Rutin 90
253.98 63.22
299 672.10 75.82 12.60
Jumlah 142 767.17
100.00 395 228.30
100.00 Jambi
1 Pertanian
2 534.35 1.93
2 368.83 0.68
-1.25 2
Industri dan dunia Usaha 1 883.46
1.43 7 042.30
2.03 0.60
3 Transportasi
10 933.20 8.32
33 418.48 9.64
1.32 4
Pengembangan wilayah 8 691.34
6.61 14 993.90
4.32 -2.29
5 Sumberdaya manusia
6 074.26 4.62
8 159.02 2.35
-2.27 6
Riset dan pengembangan 421.69
0.32 1 768.69
0.51 0.19
7 Kesejahteraan sosial
1 543.39 1.17
5 541.11 1.60
0.42 8
Lingkungan 2 782.96
2.12 2 611.64
0.75 -1.36
9 Sumberdaya air
580.45 0.44
5 647.29 1.63
1.19 10
Lainnya 6 536.46
4.97 18 621.07
5.37 0.40
Pembangunan 41 981.56
31.94 100
172.31 28.88
-3.06 Rutin
89 466.42 68.06 246
666.01 71.12 3.06 Jumlah
131 447.99 100.00
346 838.32 100.00
Sumbar
1 Pertanian
2 032.62 1.55
3 736.41 1.10
-0.46 2
Industri dan dunia Usaha 1 992.32
1.52 3 838.24
1.13 -0.40
3 Transportasi
16 014.57 12.25
31 641.30 9.28
-2.97 4
Pengembangan wilayah 13 728.44
10.50 9 247.60
2.71 -7.79
5 Sumberdaya manusia
7 617.47 5.83
12 797.89 3.75
-2.07 6
Riset dan pengembangan 282.54
0.22 885.25
0.26 0.04
7 Kesejahteraan sosial
1 969.17 1.51
3 607.26 1.06
-0.45 8
Lingkungan 2 924.61
2.24 2 698.59
0.79 -1.45
9 Sumberdaya air
95.80 0.07
2 204.37 0.65
0.57 10
Lainnya 4 851.22
3.71 18 120.94
5.32 1.60
Pembangunan 51 508.73
39.40 88 777.86
26.04 -13.36
Rutin 79 208.72
60.60 252 139.81
73.96 13.36 Jumlah
130 717.45 100.00
340 917.67 100.00
109
Penurunan alokasi pengeluaran pembangunan diikuti dengan menurunnya alokasi pengeluaran seluruh sektor dalam pengeluaran pembangunan, kecuali
sektor industri dan dunia usaha, sektor riset dan pengembangan serta sektor transportasi khusus kawasan Jambi. Peningkatan alokasi sektor transportasi pada
kawasan Jambi mengindikasikan masih adanya kesadaran bagi pemerintah daerah setempat bahwa untuk meningkatkan aktivitas ekonomi melalui peningkatan
infrastruktur jalan. Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan sektor riset dan pengembangan seluruh kawasan mengindikasikan adanya upaya peningkatan
produktivitas, sedangkan peningkatan alokasi sektor industri dan dunia usaha sebagai upaya mendorong transformasi struktural pada pasar output dan tenaga
kerja guna mengurangi ketergantungan terhadap sektor pertanian. Alokasi pengeluaran pembangunan antar sektor dan perubahan antar
periode dipengaruhi oleh orientasi pembangunan dan kebijakan alokasi pengeluaran rutin seperti disajikan pada Tabel 12. Secara umum kecenderungan
arah perubahan data aktual dan hasil estimasi menunjukkan arah yang sama kecuali beberapa sektor pengeluaran pembangunan. Perbedaan arah diduga
disebabkan oleh arah perubahannya sama pada dua kawasan, tetapi secara rata- rata keseluruhan selama kurun waktu penelitian arah perubahan berbeda. Faktor
lain yang diduga menjadi penyebab perbedaan arah perubahan adalah fluktuasi alokasi pengeluaran pembangunan seperti sektor pertanian yang sampai awal
krisis masih meningkat tetapi menurun pada saat krisis dan kembali meningkat pada periode desentralisasi sehingga hasil estimasi menunjukkan kecenderungan
meningkat dan secara rata-rata menurun.
110
Tabel 12. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi Sektor Pengeluaran Pembangunan
No Variabel Sektor pengeluaran pembangunan
Pertanian Industri dan Bisnis
Sumberdaya Air Lingkungan
Pengembangan Wilayah Koefisien Prob
Koefisien Prob Koefisien Prob
Koefisien Prob Koefisien Prob
1 Intersep
-60.426 0.705 -364.408 0.076
-131.057 0.241 -181.766 0.461
821.987 0.459 2
Rasio rutin – pembangunan 0.096
0.579 -0.565 0.014 -0.245 0.049 -0.064 0.809 -1.576 0.195
3 Struktur penerimaan
4.864 0.644
21.684 0.107 11.037 0.139 5.734 0.724 -41.511 0.571
4 Dummy
“Jambi” -0.206 0.280 -0.165 0.481 -0.277 0.042 0.154 0.596 0.199 0.879
5 Dummy
“Sumbar” -0.242 0.204 -0.004 0.986 0.102 0.433 0.320 0.274 -0.596 0.647
6 Desentralisasi -0.797 0.038 -0.031 0.946 1.048 0.000 -1.491 0.014 -3.189 0.217
7 Krisis 0.046
0.886 -0.597 0.145 -0.269 0.234 0.311 0.532 6.355 0.009
8 Tahun 0.031
0.699 0.184 0.074 0.066 0.240 0.092 0.459 -0.407 0.464
No Variabel Sektor pengeluaran pembangunan
Transportasi Sumberdaya Manusia
Kesejahteraan Sosial Riset Pengembangan
Sektor lain Koefisien Prob
Koefisien Prob Koefisien Prob
Koefisien Prob Koefisien Prob
1 Intersep
1697.501 0.061 434.465 0.405
115.868 0.587 -25.729 0.688
-384.226 0.456 2
Rasio rutin – pembangunan -3.736 0.001 -0.962 0.096 -0.676 0.007 -0.105 0.139 -0.415 0.456
3 Struktur
penerimaan 81.021 0.167 9.771 0.775 -4.953 0.725 0.098 0.981
-85.935 0.018
4 Dummy “Jambi”
2.295 0.034 0.473 0.442 -1.190 0.000 -0.059 0.439 -1.558 0.016
5 Dummy
“Sumbar” 0.293 0.774 0.437 0.476 -0.877 0.002 0.228 0.006 -0.097 0.872
6 Desentralisasi 4.173 0.046 -0.402 0.735 0.639 0.200 0.146 0.327 1.726 0.153
7 Krisis -4.240 0.023 0.737 0.484 0.122 0.777 -0.035 0.790 -0.612 0.556
8 Tahun -0.840 0.063 -0.215 0.412 -0.056 0.600 0.013 0.683 0.197 0.446
Keterangan: Angka ”Tebal” menunjukkan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85 P 0.15
111
Peningkatan alokasi pengeluaran rutin akan mendorong penurunan alokasi pengeluaran pembangunan hampir seluruh sektor pengeluaran pembangunan
seperti sektor industri dan dunia usaha, sumberdaya air dan irigasi, transportasi, pengembangan sumberdaya manusia dan kesejahteraan sosial. Implikasi
peningkatan alokasi pengeluaran rutin ini menyebabkan semakin menurunnya ransangan pemerintah pada sektor-sektor tersebut, sehingga diduga akan
mempengaruhi angka beban ketergantungan, penawaran dan permintaan tenaga kerja sektoral dan pertumbuhan output, serta kesejahteraan masyarakat.
Alokasi masing-masing sektor pengeluaran tidak mengalami perubahan nyata dari tahun ke tahun, kecuali sektor industri dan dunia usaha, dan sektor
sumberdaya air dan irigasi yang cenderung mengalami peningkatan nyata. Perbedaan antar periode baik periode krisis maupun implementasi desentralisasi
fiskal yang tidak nayat mengindikasikan belum adanya perubahan paradigma dalam alokasi pengeluaran pemerintah daerah untuk lebih menyesuaikan alokasi
anggaran dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Alokasi pengeluaran pembangunan secara umum cenderung menurun dengan meningkatnya alokasi
pengeluaran rutin, kecuali sektor pertanian yang tetap meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan ekonomi kawasan terhadap sektor
pertanian yang relatif tinggi mendorong pemerintah daerah untuk tetap mempertahankan alokasi sektor ini dan cenderung untuk menurunkan alokasi
sektor pengeluaran pembangunan lainnya. Upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD dilakukan dengan
meningkatkan alokasi pengeluaran pembangunan sektor industri dan dunia usaha,
112
dan sumberdaya air dan irigasi. Peningkatan alokasi sektor industri dan dunia usaha dilakukan untuk menggali sumberdaya ekonomi non-pertanian dan
peningkatan nilai tambah, sedangkan peningkatan alokasi sektor sumberdaya air dan irigasi adalah untuk meningkatkan produktivitas komoditas pertanian
terutama pangan. Kedua kebijakan diharapkan mampu meningkatkan output sektor non-pertanian, sehingga akan meningkatkan penerimaan pemerintah daerah
dari pajak dan restribusi. Pada kawasan Sumatera Barat alokasi pengeluaran pembangunan sektor
transportasi merupakan yang tertinggi dibanding kawasan lainya, sedangkan sektor sumberdaya air dan irigasi serta sektor lainnya merupakan yang terendah.
Pada kawasan Jambi sektor pengeluaran riset dan pengembangan merupakan yang terbesar, sedangkan untuk kawasan Bengkulu adalah sektor kesejahteraan sosial.
Hal ini sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan dimana mobilitas masyarakat kawasan Sumatera Barat sebagai kawasan yang lebih dahulu
berkembang membutuhkan prasarana transportasi yang lebih besar untuk membuka aksesibilitas masyarakat, sedangkan kawasan Jambi dengan tingkat
kesejahteraan output perkapita terendah dan relatif lebih lambat berkembang membutuhkan anggaran yang lebih besar untuk pembinaan keluarga dan
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Perbedaan antar periode menunjukkan terjadinya penurunan alokasi
pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan lingkungan, dan sebaliknya untuk pembangunan infrastruktur baik irigasi dan transportasi mengalami peningkatan.
Hal ini mengindikasikan bahwa selama periode desentralisasi upaya untuk
113
meningkatkan infrastruktur pendukung produksi pangan dengan dukungan peningkatan infrastruktur transportasi. Peningkatan juga diduga akibat
meningkatnya kebutuhan anggaran untuk memperbaiki berbagai fasilitas irigasi dan jalan raya yang mengalami kerusakan selama periode krisis ekonomi, dan
perubahan harga-harga yang mendorong kenaikan biaya pembangunan dan pemelihaaan infrastruktur. Hal ini terlihat dengan penurunan alokasi pengeluaran
pembangunan sektor transportasi pada periode krisis yang berimplikasi menurunnya aggaran pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi.
Perbedaan alokasi antar periode baik krisis maupun desentralisasi ternyata tidak banyak mendorong perubahan kecenderungan alokasi pengeluaran masing-
masing sektor dari tahun ke tahun. Alokasi sektor pembangunan yang mengalami peningkatan nyata dari tahun hanya sektor industri dan dunia usaha, dan
sebaliknya alokasi sektor transportasi mengalami penurunan. Peningkatan alokasi sektor industri dan dunia usaha terkait dengan upaya mendorong peingkatan PAD
dan perubahan struktur ekonomi, sedangkan penurunan alokasi sektor transportasi terkait dengan upaya peningkatan aksesibilitas lebih dominan untuk pemeliharaan
dibanding dengan pembangunan sarana transportasi. 5.1.2.
Distribusi Kredit Perbankan Kawasan Alokasi pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan yang
cenderung turun mengindikasikan semakin rendahnya intervensi pemerintah, sehingga dibutuhkan peran lebih besar sektor swasta. Perilaku pembiayaan sektor
swasta sangat terkait dengan orientasi pembangunan daerah seperti perilaku
114
pembiayaan sektor riel berupa penyebaran kredit perbankan baik berdasarkan sektor, kelompok sasaran maupun jenis penggunaan. Perkembangan nilai kredit,
pertumbuhan dan proporsinya untuk sektor pertanian, investasi dan modal kerja, serta usaha kecil dan menengah UKM disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Perkembangan Nilai dan Penyebaran Kredit pada Periode Sentralisasi dan Desentralisasi
No Jenis Kredit
Sentralisasi 1998 – 2000 Desentralisasi 2001 – 2003
Bengkulu Jambi Sumbar Bengkulu
Jambi Sumbar 1 Total
kredit a.
Nilai juta
302.54 355.87 406.91 378.91 447.41 703.22 b.
Pertumbuhan -5.43 1.04 8.48 17.98 15.59 30.05
2 Kredit sektor pertanian
a. Nilai
juta 197.23 267.48 205.11 177.01 178.19 297.24
b. Pertumbuhan
-12.45 -6.28
-12.78 3.98
2.14 53.59
c. Proporsi
65.19 75.16 50.41 46.72 39.83 42.27 3
Kredit Investasi dan Modal Kerja a.
Nilai 263.21 313.35 313.57 264.33 286.85 461.87
b. Pertumbuhan
-7.91 -2.72
0.74 9.50
5.84 34.31
c. Proporsi
87.00 88.05 77.06 69.76 64.11 65.68 3
Kredit Usaha Kecil dan Menengah a.
Nilai 94.81 79.03 241.75 139.94 203.20 284.75
b. Pertumbuhan
11.46 8.61 2.99 15.86 38.45 15.83 c.
Proporsi 31.34 22.21 59.41 36.93 45.42 40.49
Nilai kredit yang disalurkan sektor perbankan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik pada periode sentralisasi 1998 – 2000 maupun pada periode
desentralisasi 2001 – 2003, kecuali kawasan Bengkulu yang mengalami penurunan selama periode sentralisasi. Berdasarkan sektor, pertumbuhan nilai
kredit pada periode sentralisasi tidak diikuti oleh meningkatnya nilai kredit sektor pertanian sehingga proporsi kredit sektor pertanian menurunan, dan pada periode
desentralisasi meskipun nilai kredit meningkat tetapi pertumbuhannya lebih
115
rendah dibanding nilai kredit non-pertanian, sehingga proporsi kredit sektor pertanian tetap turun. Kondisi kedua periode ini menyebabkan proporsi kredit
sektor pertanian menurun dari sekitar 60 pada periode sentralisasi menjadi sekitar 50 pada periode desentralisasi. Kondisi yang sama terjadi pada
penyebaran kredit berdasarkan penggunaan dimana proporsi kredit investasi dan modal kerja cenderung mengalami penurunan dari sekitar 70 menjadi sekitar
60, sebagai implikasi laju pertumbuhan kredit produksi ini yang lebih rendah dibanding pertumbuhan kredit konsumsi.
Kondisi berbeda terjadi pada penyebaran kredit berdasarkan kelompok sasaran, dimana proporsi kredit usaha kecil dan menengah UKM mengalami
peningkatan kecuali pada kawasan Sumatera Barat. Pertumbuhan nilai kredit UKM yang lebih tinggi dibanding kredit usaha besar merupakan implikasi dari
meningkatnya jenis usaha kecil dan menengah, serta adanya perhatian yang lebih besar dari pemerintah daerah pada sektor ini. Hal ini akan terlihat pada perilaku
penyebaran kredit dimana peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk industri dan dunia usaha akan mendorong peningkatan proporsi kredit UKM
seperti disajikan Tabel 14. Proporsi kredit produksi investasi dan modal kerja cenderung mengalami
penurunan disebabkan oleh peningkatan kesejahteraan rasio pertumbuhan output terhadap pertumbuhan populasi, dan alokasi pengeluaran pembangunan sektor
industri dan dunia usaha serta aksesibilitas masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya kesejahteraan rakyat akibat berkembangnya
aksesibilitas masyarakat terhadap perekonomian akan mendorong semakin
116
meningkatnya kredit konsumsi. Laju pertumbuhan kredit konsumsi yang lebih cepat dibanding kredit investasi dan modal kerja akan menyebabkan semakin
kecilnya penyebaran kredit sektor industri dan dunia usaha. Peningkatan output perkapita dari tahun ke tahun termasuk setelah implementasi desentralisasi fiskal
menyebabkan proporsi kredit sektor produksi semakin menurun seiring meningkatnya kredit konsumsi.
Tabel 14. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Kredit Perbankan
No Variabel Proporsi kredit produksi
Prporsi kredit UKM Proporsi kredit pertanian
Koefisien Prob Koefisien
Prob Koefisien Prob
1 Intersep
8328.123 0.000 8252.988 0.319
-1408.027 0.653 2
Tingkat suku
bunga -0.004 0.954 0.313 0.195 0.002 0.980
3 Kredit produksi
- -
-1.613 0.063 1.793 0.000
4 Kredit UKM
- -
- -
0.001 0.995
5 Rasio pert. output - populasi
-0.821 0.038 -1.516 0.303
- -
6 Output perkapita
15.686 0.314
- -
7 Pangsa
output pertanian
0.794 0.481 0.961 0.801 -0.465 0.752 8
Alokasi PP. pertanian -
- -
- -1.450
0.570 9
Alokasi PP industri -2.149 0.133 6.087
0.243 -
- 10
Alokasi PP transportasi -0.650 0.040 -1.783 0.105 -0.111 0.785
11 Alokasi PP peng. wilayah
-0.270 0.374
1.841 0.083 -0.376 0.438
12 Dummy “Jambi”
1.342 0.897
24.601 0.493
-0.271 0.985
13 Dummy “Sumbar”
-1.120 0.479
-0.342 0.950
5.275 0.023
14 Desentralisasi
-6.605 0.043 -2.538 0.830 4.594 0.356
15 Krisis
1.360 0.678 -10.410 0.356 -2.862 0.498
16 Tahun
-4.145 0.000 -4.065 0.322 0.675 0.664 Keterangan: Angka ”Tebal” menunjukkan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85 P 0.15
Laju pertumbuhan kredit sektor produksi untuk UKM lebih rendah dibanding usaha besar, sehingga peningkatan proporsi kredit sektor produksi
tidak diikuti dengan meningkatnya proporsi kredit UKM. Pada sisi lain peningkatan aksesibilitas melalui peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan
sektor transportasi akan mendorong perkembangan usaha besar, sehingga
117
kebutuhan pembiayaan pembangunan melalui kredit usaha besar tumbuh lebih cepat dibanding UKM. Proporsi kredit UKM akan meningkat jika sektor
pengeluaran pembangunan wilayah meningkat, karena akan mampu mendorong pertumbuhan UKM pada daerah pedesaan.
Ketergantungan kawasan terhadap sektor pertanian yang masih tinggi menyebabkan proporsi kredit produksi lebih banyak teralokasi untuk sektor
pertanian. Hal ini terindikasi dengan peningkatan proporsi kredit investasi dan modal kerja yang diikuti dengan meningkatnya proporsi kredit sektor pertanian
terutama perkebunan. Perkembangan perkebunan komersial di Provinsi Jambi yang relatif lebih cepat menyebabkan proporsi kredit sektor pertanian pada
kawasan ini relatif lebih besar dibanding dengan kawasan lainnya.
5.2. Pola Penggunaan Lahan Kawasan