III. KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis Pembiayaan Pembangunan
Pada suatu pembangunan berkelanjutan, sistem ekonomi untuk memberikan kesejahteraan tidak dapat beroperasi tanpa dukungan dari sistem
ekologi Sanim, 2004. Lingkungan hidup adalah barang publik sehingga intervensi pemerintah dalam mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas
lingkungan hidup merupakan suatu keharusan. Menurut Munasinghe 1993, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memiliki tiga tujuan
ekonomi, sosial dan lingkungan dan melalui keputusan publik public decision harus disepakati proporsinya seperti disajikan pada Gambar 9.
Menurut Reynolds et al. 2003, keberlanjutan secara mendasar ditentukan oleh manusia, dan salah satu indikatornya adalah kemampuan menghasilkan
TUJUAN EKONOMI EFISENSIPERTUMUHAN
TUJUAN EKOLOGI SUMBERDAYA ALAM
TUJUAN SOSIAL KEMISKINANPEMERATAAN
- Partisipasi - Konsultasi
- Pluarlisme - Distribusi pendapatan
- Ketenaga kerjaan - Target pembinaan
- Perbaikan lingkungan - Penilaian lingkungan
- Internalisasi lingkungan
Sumber: Munasinghe 1993
Gambar 9. Hubungan Tiga Tujuan dalam Pembangunan Berkelanjutan
49
output sepanjang waktu. Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan sumberdaya seperti hutan mempertimbangkan tiga domain yaitu karakteristik sosial ekonomi,
sikap publik dalam proses pengambilan keputusan, dan sikap masyarakat dalam merespon suatu kebijakan Wellstead et al., 2003. Penilaian pelaku atau agen
pemerintah yang tersebar pada seluruh sektor dan tingkat pemerintahan lokal akan mempengaruhi kondisi suatu sumberdaya seperti hutan Ellefson et al., 2003.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam belanja dan pajak yang digunakan untuk mencapai tujuan sosial yang terdiri dari tujuan alokasi
allocational, distribusi distributional dan stabilisasi stabilitation. Tujuan alokasi yaitu mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam masyarakat seperti
menyediakan barang publik, regulasi eksternalitas dan mempengaruhi belanja sektor swasta, tujuan distribusi yaitu mempengaruhi distribusi pendapatan dalam
masyarakat, dan tujuan stabilisasi yaitu mempengaruhi pertumbuhan output, inflasi dan tingkat pengangguran Fogiel, 1992.
Berdasarkan klasifikasi kebijakan, kriteria keharusan intervensi pemerintah bagi kepentingan publik disebut sebagai primary option policy dan
dari sisi manfaat intervensi kebijakan tersebut diklasifikasikan dalam The Second Best Policy. Intervensi pemerintah dalam mencapai keseimbangan ketiga tujuan
pembangunan dapat dilakukan dengan lebih mengoptimalkan implementasi peran yang dimiliki terutama dalam alokasi sumberdaya pembiayaan pembangunan.
Menggunakan asumsi pembangunan dengan dua sektor yaitu ekonomi E dan sektor lainnya yang terdiri dari sosial dan lingkungan SL. Pembangunan untuk
50
masing-masing sektor ditujukan untuk memaksimumkan kesejahteraan welfare dengan fungsi sebagai berikut:
W = ωE, SL
1 Tujuan pencapaian kesejahteraan W maksimala dihadapi pada kendala
pengeluaran, yaitu penerimaan pemerintah Gr baik yang berasal dari pajak maupun non-pajak yang dipengaruhi oleh output Y dan jumlah populasi N
maka fungsi kendala adalah: Gr = f Y, N
2 Pengeluaran pemerintah Ge terdiri dari pengeluaran rutin Ce dan pengeluaran
pembangunan De dan menggunakan asumsi bahwa anggaran berimbang balance budget sehingga Ge = Gr maka fungsi kendala untuk pengeluaran
pembangunan dapat ditulis dalam bentuk persamaan: De = f Y, N – Ce – eE – sSL
3 Persamaan Lagrangian maksimisasi welfare adalah:
ζ = ωE, SL + λ fY, N - Ce - eE - sSL 4
Turunan pertama First Order Condition dari fungsi lagrangian adalah:
E e
SL ,
E atau
e E
SL ,
E E
∂ ω
∂ =
λ =
λ −
∂ ω
∂ =
∂ ζ
∂
5
SL s
SL ,
E atau
s SL
SL ,
E SL
∂ ω
∂ =
λ =
λ −
∂ ω
∂ =
∂ ζ
∂
6
sSL eE
Ce N
, Y
f =
− −
− =
λ ∂
ζ ∂
7 Dari persamaan 5 dan 6 diperoleh:
SL E
e s
atau SL
s SL
, E
E e
SL ,
E ∂
∂ =
∂ ω
∂ =
∂ ω
∂
8
51
Selanjutnya masukkan persamaan 8 ke persamaan 7 diperoleh:
SL E
E Ce
N ,
Y f
e ∂
∂ +
− =
9 Persamaan 9 menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan sektor ekonomi
mengalami peningkatan jika output Y dan populasi N meningkat tetapi sebaliknya mengalami penurunan jika pengeluaran rutin Ce meningkat. Pembagi
pada persamaan sebelah kanan bagian bawah menunjukkan adanya hubungan substitusi antara sektor pengeluaran pembangunan. Persamaan secara ringkas
dapat ditulis dalam bentuk fungsi: e = f Ce, Y, N
10 Otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 revisi
UU. No. 22 Tahun 2000 memberi kewenangan fiskal luas bagi daerah termasuk penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah RAPBD. Berdasarkan
publikasi statistik keuangan pemerintah daerah maka keuangan pemerintah terdiri dari realisasi penerimaan dan pengeluaran daerah. Penerimaan pemerintah daerah
mencakup sisa perhitungan tahun sebelumnya, pendapatan asli daerah PAD, dana perimbangan serta penerimaan lain dan pinjaman daerah. PAD bersumber
dari sumber-sumber pendapatan daerah seperti pajak, restribusi, bagian laba usaha BUMD dan penerimaan lain, sedangkan dana perimbangan bersumber dari bagi
hasil pajak dan non-pajak serta dana alokasi umum dan khusus. Pada sisi lain pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran rutin dan pembangunan.
Pengeluaran rutin digunakan untuk belanja pegawai, barang dan lainnya, biaya pemeliharaan dan perjalanan dinas serta bantuan keuangan dan lain-lain.
Pengeluaran pembangunan terdiri dari 21 sektor dengan rincian sebagai berikut:
52
1. Industri yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk program bimbingan
dan penyuluhan industri serta program pengembanganpengawasan industri. 2.
Pertanian dan Kehutanan yaitu pengeluaran pembangunan untuk pertanian rakyat seperti peningkatan produksi, penyuluhan dan pelestarian hutan.
3. Sumberdaya Air dan Irigasi yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk
pengembangan sumberdaya air dan irigasi. 4.
Tenaga Kerja yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk pengembangan keterampilan pekerja.
5. Perdagangan, Pengembangan Usaha Daerah dan Koperasi yaitu pengeluaran
pembangunan seperti untuk program peningkatan perdagangan regional, program pengembangan usaha koperasi dan pembinaan kelembagaan.
6. Transportasi yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk pembangunan dan
pengembangan sarana transportasi darat, laut, sungai, danau dan udara. 7.
Pertambangan dan Energi yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk pengembangan pertambangan rakyat.
8. Pariwisata dan Telekomunikasi Daerah yaitu pengeluaran pembangunan
seperti untuk pengembangan pariwisata dan jasa telekomunikasi daerah. 9.
Pembangunan Daerah dan Pemukiman yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk otonomi daerah bawahan, pembangunan kota dan desa.
10. Lingkungan Hidup dan Tata Ruang yaitu pengeluaran pembangunan seperti
untuk penyelematan hutan, tanah, air dan inventarisasi sumberdaya. 11.
Pendidikan, Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, Pemuda dan Olahraga yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk
pendidikan, pendidikan luar sekolah dan kedinasan. 12.
Kependudukan dan Keluarga Berencana yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk program KB dan keluarga sejahtera.
53
13. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Anak dan Remaja yaitu
pengeluaran pembangunan seperti untuk kesehatan, kesejahteraan sosial dan peranan wanita.
14. Perumahan dan Pemukiman yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk
perumahan dan pemukiman, penataan kota dan bangunan. 15.
Agama yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk pelayanan kehidupan beragama dan pembinaan pendidikan agama.
16. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yaitu pengeluaran pembangunan seperti
untuk pengembangan IPTEK dan sistem informasi statistik. 17.
Hukum yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk pembinaan penataan perundang-undangan, tertib hukum dan pembinaan aparatur.
18. Aparatur Pemerintah dan Pengawasan yaitu pengeluaran pembangunan seperti
untuk pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan. 19.
Politik, Penerangan, Komunikasi dan Media Massa yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk program pendidikan berpolitik, pengembangan
operasional penerangan dan pengembangan siaran TV dan media massa lain. 20.
Keamanan dan Ketertiban Umum yaitu pengeluaran pembangunan seperti untuk program pembinaan ketertiban masyarakat.
21. Subsidi Pembangunan Kepada Pemerintah Daerah yaitu pengeluaran
pembangunan seperti untuk bantuan pembangunan desa. Pembiayaan pembangunan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian
juga membutuhkan peran swasta. Kredit perbankan merupakan salah satu bentuk investasi swasta dimana besarnya kredit dipengaruhi oleh suku bunga r. Pada
sisi lain salah satu peran pemerintah adalah untuk mempengaruhi alokasi sumberdaya oleh swasta sehingga investasi pemerintah dalam bentuk pengeluaran
pembangunan akan mempengaruhi perilaku kredit. Berdasarkan hal tersebut maka
54
perilaku investasi swasta dalam bentuk alokasi kredit Ci merupakan fungsi dari suku bunga r dan alokasi pengeluaran pembangunan terkait e
i
De Ci = f r, e
i
De 11 Persamaan 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga r
maka kredit akan menurun dan sebaliknya peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah pada sektor tertentu akan diikuti dengan meningkatnya kredit pada
sektor yang sama. Posisi kredit perbankan dalam publikasi Statistik Ekonomi - Keuangan Daerah dapat diklasifikasikan menurut jenis penggunaan, yaitu kredit
modal kerja, investasi dan konsumsi serta menurut sektor ekonomi seperti sektor pertanian, pertambangan, perindustrian dan jasa dunia usaha. Keberpihakan
perbankan dalam penyaluran kredit tidak hanya berdasarkan sektor ekonomi tetapi juga dapat dilihat dari lembaga penerima kredit seperti keberpihakan pada usaha
kecil dan menengah UKM. Secara ringkas pengelompokaan kredit perbankan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Gambar 10.
Sumber: Hasil olahan data Bank Indonesia 2004 Gambar 10. Klasifikasi Alokasi Kredit Perbankan dalam Penelitian
Kredit Perbankan
Penggunaan Sektor
Modal Kerja Investasi
Konsumsi
Sektor Produktif Sektor Pertanian
Kelompok Kreditor
Kredit UKM
55
Perubahan Penggunaan Lahan
Lahan merupakan faktor produksi input factor dalam berbagai aktivitas manusia termasuk pertanian dalam arti luas, kehutanan, tempat tinggal,
komersial dan industri serta pertambangan Hartwick and Olewiler, 1986. Penggunaan lahan secara garis besar dapat dibagi atas penggunaan lahan untuk
pertanian, penggunaan lainnya dan lahan hutan. Pada negara berkembang seperti Indonesia dimana perluasan pertanian agricultural expansion, pembalakan hutan
forest logging dan pembangunan industri pada waktu yang bersamaan mendorong semakin meningkatnya dinamika penggunaan lahan. Dampak dari
setiap aktivitas penggunaan lahan secara individual lebih mudah diprediksi tetapi sulit diprediksi jika berupa kombinasi dampak variasi penggunaan lahan dalam
kerangka tataguna lahan. Penggunaan lahan land use merupakan cara yang ditempuh oleh manusia
untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan lahan dan sumberdaya Meyer, 1995 dalam Moser, 1996. Secara ringkas penggunaan lahan menunjukkan tempat
manusia bekerja Turner dan Meyer 1994. Skole 1994 selanjutnya memperluas pengertian penggunaan lahan menjadi areal bekerja manusia pada suatu jenis
permukaan lahan, yang berarti areal aktivitas manusia yang menghasilkan produk primer yang selanjutnya menjadi faktor penentu sosial ekonomi. Penggunaan
lahan berhubungan dengan fungsi atau tujuan di mana lahan tersebut digunakan oleh populasi sekitar dan dapat didefinisikan sebagai aktivitas manusia yang
secara langsung berkaitan dengan lahan, menggunakan sumberdaya tersebut dan memilik dampak terhadap mereka FAO 1995.
56
Konsep dan definisi dari penggunaan lahan untuk pertanian dan penggunaan lain World Bank, 1997 adalah:
1. Wet Land adalah lahan pertanian yang dibagi menjadi bagian dan dipisahkan
oleh parit atau tanggul untuk menahan air dengan tanaman utama adalah padi sawah tanpa memperhatikan status lahan tersebut.
2. Dry LandGardenfor Crop Cultivation adalah lahan yang tidak diairi dan
ditanami dengan tanaman semusim dan terletak terpisah dengan pekarangan sekitar rumah.
3. Temporary Fallow Land adalah lahan yang untuk sementara tidak
dimanfaatkan. 4.
Estates Land adalah lahan yang ditanami dengan tanaman komersial seperti karet, kelapa sawit dan kopi.
5. MeadowGrassland adalah lahan yang digunakan untuk pengembalaan ternak
seperti Sapi dan Kerbau. 6.
Woodland adalah lahan yang ditumbuhi dengan tanaman kayu-kayuan atau bambu baik yang tumbuh dengan sendirinya maupun yang ditanam dengan
tujuan untuk produksi kayu tetapi tidak termasuk hutan alam. 7.
Pond and Dyke adalah lahan yang digunakan untuk usaha perikanan secara luas termasuk kolam dan tambak.
57
8. House Compounding and Surronding adalah lahan yang digunakan untuk
bangunan dimana di sekitar dipagari baik tanaman atau bukan, dan jika sekitar bangunan tidak ada jarak yang jelas maka dimasukkan sebagai halaman.
Pada tingkat yang sangat dasar maka perubahan penggunaan lahan berarti perubahan kuantitatif pada skala spasial bentuk penggunaan lahan suatu kawasan.
3.1.2.1. Penggunaan Lahan Pertanian
Menggunakan asumsi perekonomian dengan dua faktor produksi yaitu sumberdaya lahan R dan input lain yaitu tenaga kerja L dan kapital K yang
digunakan untuk menghasilkan dan memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Fungsi produksi sebagai berikut:
Y = ƒR, LK
12 Untuk menghasilkan sejumlah output Y maka produksi dibatasi dengan biaya
C yang terdiri dari biaya lahan dan biaya lainnya. C = rR + vLK
13 Persamaan Lagrangian minimisasi biaya adalah:
ζ = ƒR, LK + λ C - rR - vLK 14
Turunan pertama First Order Condition dari fungsi lagrangian adalah:
R r
LK ,
R f
atau r
R LK
, R
f R
∂ ∂
= λ
= λ
− ∂
∂ =
∂ ζ
∂
15
LK v
LK ,
R f
atau v
LK LK
, R
f LK
∂ ∂
= λ
= λ
− ∂
∂ =
∂ ζ
∂
16
LK v
rR C
− −
= λ
∂ ζ
∂
17 Dari persamaan 15 dan 16 dapat diperoleh:
58
LK v
LK ,
R f
R r
LK ,
R f
∂ ∂
= ∂
∂
atau
LK R
r v
∂ ∂
=
18 kemudian masukkan persamaan 18 dalam 17 sehingga:
LK LK
R r
rR C
∂ ∂
+ =
atau
LK LK
R r
rR C
∂ ∂
= −
19 Persamaan C = rR + vLK maka vLK = C - rR dan substitusi ke 18 diperoleh:
LK LK
R r
LK v
∂ ∂
=
20 Untuk memperoleh persamaan perubahan penggunaan lahan
∂R maka dengan menyusun kembali persamaan 20 diperoleh:
r LK
v LK
LK R
∂ =
∂
21 Jika diasumsikan
f n
G LF
LF
LF
+ =
= ∂
dan
gF L
LF v
+ ω
=
Dimana G
LF
menunjukkan pertumbuhan input lain diluar lahan yang terdiri dari pengunaan tenaga kerja n dan kapital k. Pada sisi lain vLK menunjukkan
biaya input lain diluar lahan biaya tenaga kerja ωL dan biaya kapital πK,
maka persamaan 21 juga dapat ditulis dalam bentuk:
r K
L k
n R
π +
ω +
= ∂
22 atau dalam bentuk fungsi
R = ƒn, k, ωL, πK, r
23 Fungsi pada persamaan 23 menunjukkan bahwa perubahan penggunaan
lahan dipengaruhi oleh pertumbuhan tenaga kerja n dan kapital k, biaya tenaga kerja
ωL, dan biaya kapital πK serta sewa lahan r. Pertumbuhan tenaga kerja berlangsung seiring pertumbuhan penduduk, sedangkan pertumbuhan kapital
berlangsung seiring pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja dan kapital
59
berkaitan dengan struktur tenaga kerja dan ekonomi serta dengan asumsi bahwa pertanian memiliki pengaruh besar terhadap penggunaan lahan maka digunakan
pangsa PDB dan tenaga kerja sektor pertanian. Rent atau nilai lahan sebagai biaya oppotunitas kawasan hutan dapat menggunakan proksi nilai produksi sub-sektor
pertanian dan selanjutnya model dikembangkan dengan memasukkan aspek kelembagaan dan kebijakan sehingga model pada persamaan 23 menjadi
R = ƒn, k, ωL, πK, r, I, P
24
Penggunaan Lahan Non-Pertanian
Penggunaan lahan non-pertanian menggunakan pendekatan minimisasi biaya pengembangan bangunan dan pemukiman Cost Minimization Approach.
Pendekatan minimisasi biaya dapat digunakan dalam pengembangan model penggunaan lahan untuk pemukiman dan perumahan. Jika diasumsikan
pengembangan pemukiman menggunakan tiga input yaitu bahan bangunan B, tenaga kerja L dan lahan H sehingga fungsi produksi untuk pengembangan
kawasan pemukiman adalah:
H ,
L ,
B f
ρ =
Ω
25 Sedangkan fungsi biaya untuk pengembangan kawasan adalah:
C = υB + ωL + σH 26
dimana Ω merupakan unit produksi fisik bangunan, ρ nilai bangunan, υ
merupakan harga input bahan bangunan ω upah tenaga kerja dan σ nilai lahan
dengan kendala pengembangan pemukiman adalah pendapatan keluarga ιK
dimana ι pendapatan perkapita dan K jumlah anggota keluarga. Persamaan
lagrangian minimisasi biaya adalah:
60
] K
H ,
L ,
B f
[ H
L B
ι −
ρ λ
− σ
+ ω
+ υ
= ζ
27 Turunan pertama dari persamaan 27 adalah:
f B
B
= λρ
− υ
= ∂
ζ ∂
28
f L
L
= λρ
− ω
= ∂
ζ ∂
29
f H
H
= λρ
− σ
= ∂
ζ ∂
30
K H
, L
, B
f =
ι −
ρ =
λ ∂
ζ ∂
31 Dari turunan pertama persamaan 28 sampai 30 diperoleh:
H L
B
f f
f λ
σ =
λ ω
= λ
υ =
ρ
32
K ,
L ,
B ,
, ,
, f
H ι
σ ω
υ ρ
=
33 1
λ merupakan biaya opportunitas yang dapat diintepretasikan sebagai biaya yang harus dibayarkan karena hilangnya kesempatan untuk menghasilkan output lain
dan sebagai proksi digunakan pangsa PDB sektor pertanian. Penggunaan lahan pemukiman dan perumahan merupakan fungsi dari faktor demografi, ekonomi,
harga input upah tenaga kerja dan bahan bangunan, kebijakan dan kelembagaan.
Pilihan Komoditas Budidaya
Perubahan penggunaan lahan pada level rumah tangga mikro menunjukkan pilihan komoditas budidaya yang dipengaruhi baik oleh faktor
internal maupun eksternal usaha tani. Keputusan rumah tangga petani dalam memilih komoditas antara usaha tani komersial dan sub-sisten berbeda sehingga
digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan subsisten Subsistence Approach dan pendekatan pasar Market Approach Scriecu, 2000.
61
3.1.3.1. Pendekatan Subsisten
Pendekatan ini menggunakan asumsi tidak ada pasar dan tujuan individu adalah untuk memuaskan kebutuhan pokok melalui produksi pertanian Angelsen
et al., 1999. Problem ekonomi adalah minimisasi usaha tenaga kerja dalam mencapai target subsisten tertentu sehingga implikasinya adalah tidak ada nilai
barang konsumsi atau “full belly version of clearing field” Dvorak, 1992. Fungsi produksi untuk pertanian subsisten adalah:
F ,
H ,
L Af
X =
34 Dimana X unit produksi fisik, A level teknologi, L tenaga kerja, H luas
areal dan F input pupuk. Fungsi produksi diasumsikan “concave” tetapi “positive decreasing marginal productivity” untuk seluruh input serta seluruh
input normal komplementer. Karena tidak ada pasar maka hutan dapat ditanami melalui sistem “first come first served” Angelsen et al., 1999. Biaya mencakup
biaya pembukaan dan penanaman areal baru seperti biaya transportasi input dan output. Fungsi biaya direpresentasikan dalam bentuk fungsi yang ”convex” yaitu
L + hH dengan kendala sN = pX – qF dimana target subsisten adalah konsumsi subsisten tertentu yaitu pendapatan perkapita s dikali jumlah populasi N dan
jika p harga output dan q harga pupuk, maka problem minimisasi metode lagrangian adalah:
[ ]
sN qF
F ,
H ,
L pAf
H h
L −
− λ
− +
= ζ
35 dimana
λ merupakan parameter lagrangian, derivasi menghasilkan:
f pA
1 L
L
= λ
− =
∂ ζ
∂
36
62
f pA
h H
H H
= λ
− =
∂ ζ
∂
37
q f
pA L
F
= −
λ =
∂ ζ
∂
38
sN qF
F ,
H ,
L pAf
= −
− =
λ ∂
ζ ∂
39 Dari penyusunan kembali persamaan 36 sampai 38 maka dapat diperoleh
persamaan sebagai berikut:
F H
H L
f q
f h
f 1
pA λ
= λ
= λ
=
40
sN ,
qF ,
L ,
A ,
p f
H =
41 1
λ pada FOC
1
diintepretasikan sebagai shadow wage atau biaya opportunitas sosial dan merupakan variabel endogen dalam model. Pada saat optimum maka
Marginal Cost MC untuk ketiga input sama dengan harga output p dikali dengan level teknologi A Angelsen et al., 1999. Efek perubahan variabel
eksogen terhadap luas areal tanam adalah: peningkatan harga output p atau kemajuan teknologi A menyebabkan petani secara atraktif memenuhi target
subsistennya dengan berproduksi pada luas areal yang lebih kecil, sedangkan turunnya harga pupuk q akan mendorong petani lebih banyak menggunakan
pupuk dan mengurangi penggunaan input lahan dan tenaga kerja.
3.1.3.2. Pendekatan Pasar
Pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sempurna dimana tenaga kerja sebagai eksogenus dapat disewa pada tingkat upah tertentu
w, sehingga level populasi menjadi endogen dan kesempatan tenaga kerja memilih antara sektor pertanian dan non-pertanian menjadi lebih besar. Keputusan
63
untuk ekspansi lahan dapat ditentukan melalui suatu problem maksimum profit dimana rumah tangga memaksimalkan profit atau land rent:
] H
h L
[ w
qF F
, H
, L
pAf Maks
+ −
− =
π
42 Turunan pertama dari problem maksimisasi profit pada persamaan 42 adalah:
w pAf
L
L
= −
= ∂
π ∂
43
h pAf
H
H H
= −
= ∂
π ∂
44
q pAf
F
F
= −
= ∂
π ∂
45 Penyusunan kembali persamaan 43 sampai 45 diperoleh persamaan berikut:
F H
H L
f q
f wh
f w
pA λ
= λ
= λ
=
46
sN ,
qF ,
L ,
A ,
w ,
p f
H =
47 Meskipun FOC kedua pendekatan sama persamaan 41 dan 47 interpretasi
dampak perubahan eksogen terhadap ekspansi lahan pertanian antara keduanya berbeda. Perbandingan statik kedua pendekatan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7.
Efek Peningkatan Variabel Eksogen Terhadap Ekspansi Penggunaan Lahan Pertanian Menggunakan Pendekatan
Subsisten dan Market
No Variabel Eksogen
Pendekatan Subsisten Market
1 Harga Output p
Menurun Meningkat
2 Harga Input lain q
Meningkat Menurun
3 Upah Tenaga Kerja w
NA Menurun
4 ProduktivitasTeknologi A
Menurun Meningkat
5 Populasi N
Meningkat Meningkat
6 Biaya “Clearing dan Acces hH
Menurun Menurun
Keterangan: NA = tidak dapat diaplikasikan dalam model not-applicable
Perbedaan dampak perubahan variabel eksogen kedua pendekatan disebabkan karena pada pendekatan subsisten menggunakan asumsi variabel
64
populasi dan shadow wage sebagai endogen sedang pada pendekatan pasar tingkat upah eksogen dan populasi endogen atau dengan kata lain profitabilitas pada
subsisten tidak diperlukan. Peningkatan harga output dan kemajuan teknologi akan meningkatkan profitabilitas pertanian sehingga meningkatkan luas tanam.
Peningkatan harga pupuk dengan asumsi pupuk dan lahan komplementer akan menurunkan luas areal tanam, semakin baiknya aksesibilitas menuju kawasan
hutan akan meningkatkan ekspansi lahan pertanian. Hubungan antara beberapa variabel dengan ekspansi komoditas pertanian disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Peningkatan Variabel Eksogen Terhadap Ekspansi Penggunaan Lahan Pertanian
Variabel Pengaruh peningkatan variabel
pada bentuk model Keterangan
Analisis Simulasi- empiris
Harga output pertanian
Meningkat Meningkat Analisis level usahatani sub-sisten
menunjukkan pengaruh kuat pendapatan Harga input
pertanian Indeterminan Meningkat
menurun Peningkatan harga pupuk mendorong
ekstensifikasi pertanian. Upah luar UT
kesempatan kerja Menurun Menurun Upah
dan kesempatan
mempengaruhi ekspansi lahan
Ketersediaan kredit
Indeterminan Meningkat Kredit finansial mendorong ekspansi
lahan pertanian. Kemajuan
teknologi Indeterminan Kecil
Teknologi menurunkan ekspansi lahan pertanian.
Aksesibilitas jalan
Meningkat Meningkat
Pembangunan infrastruktur jalan raya meningkatkan ekspansi lahan
Kepemilikan properti
Meningkat Kecil Klaim
sewa lahan masa akan datang
akan mendorong petani untuk ekspansif Harga kayu
Indeterminan Meningkat Secara empiris lemah tetapi cenderung
berhubungan positif Sumber: Angelsen and Kaimowitz, 1999
Output dan Tenaga Kerja
Menurut Pearce dan Warford 1993 pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dari waktu ke waktu level GDP perkapita atau peningkatan
level konsumsi riil perkapita. Pada negara berkembang pembangunan pertanian
65
merupakan hal yang penting terutama berkaitan dengan output, tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Terdapat enam karakteristik dari pembangunan pertanian
yaitu eksploitasi sumberdaya resources exploitation, konservasi conservation, lokasi location, penyebaran diffution dan tingginya biaya input high-payoff
input serta model penerapan inovasi induced innovation model Hayami dan Ruttan, 1985. Pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia selama kurun waktu
1960-2001 mencapai 3.75 pertahun tetapi angka tersebut belum mampu mengambarkan kinerja sektor pertanian dan perubahan dalam kebijakan
makroekonomi yang menyertainya Arifin, 2003. Penentuan GDP menggunakan pendekatan penawaran agregat dimana
output Y merupakan fungsi dari kapital pertenaga kerja KL, perubahan teknologi Tc, kapasitas produksi KP dan kekuatan monopoli MS atau dalam
bentuk fungsi: Y
= f KL, Tc, KP, MS 48
KL = f wr, P, Ω, MI
49 Dimana w tingkat upah, r suku bunga, P harga output,
Ω elastisitas substitusi padat modal atau padat karya dan MI kekuatan monopsoni. Berdasarkan
persamaan 47 dan 48 maka penawaran agregat adalah: Y
= f Tc, KP, MS, wr, P, Ω, MI
50 Menurut Fleisher dan Kniesner 1995 tenaga kerja merupakan aspek
penting dalam suatu perekonomian karena menyangkut tiga dimensi utama yaitu sebagai faktor produksi a factor of production, sebagai sumber pendapatan a
66
sources of income dan sebagai sumberdaya manusia a human resource. Ukuran dari tenaga kerja terkait dengan ukuran populasi dan fraksi yang berpartisipasi
dalam pasar tenaga kerja. Pertumbuhan populasi terjadi akibat perubahan alamiah kelahiran dan kematian dan net-imigrasi sehingga variasi dari pertumbuhan
populasi terjadi karena adanya perubahan tingkat kelahiran dan migrasi McConnel dan Brue, 1995. Jasa tenaga kerja yang tersedia dalam suatu
perekonomian tergantung pada empat faktor yaitu ukuran dan komposisi demografis populasi, tingkat partisipasi angkatan kerja yaitu persentase penduduk
umur kerja yang secara aktual bekerja, jumlah jam kerja persatuan waktu tertentu dan kualitas dari angkatan kerja. Penentuan total jasa tenaga kerja yang tersedia
dapat dilihat pada Gambar 11 berikut:
Degradasi Zona Penyangga dan Taman Nasional
Pengembangan model degradasi zona penyangga dan taman nasional menggunakan pendekatan model deforestasi. Degradasi dalam penelitian
berdasarkan pada perubahan tutupan lahan land cover yang mencakup lahan yang secara resmi merupakan bagian dari taman nasional. Menurut Andersen
Sumber: McConnel dan Brue 1995
Gambar 11. Penentuan Total Jasa Tenaga Kerja Tersedia
Kelahiran Kematian
Net-Migrasi Populasi
TPAK
Jam Kerja Jumlah Tk
Kualitas TK Total Jasa TK Tersedia
67
1996 tidak ada konsensus atau kesepakatan tentang model empiris deforestasi terutama variabel eksplanatori pada level makro. Pada teori ekonomi level rumah
tangga mikro, ekspansi lahan pertanian dapat digunakan sebagai proksi deforestasi dan perubahan dalam parameter keputusan pelakunya Scriecu, 2001.
Selanjutnya Scriecu 2000 menyatakan tidak ada model khusus tentang deforestasi tetapi perubahan penggunaan lahan dapat dijadikan sebagai proksi
deforestasi dengan kerangka konseptual proses deforestasi seperti Gambar 12.
Pendekatan model deforestasi menurut Angelsen dan Kaimowitz 1999 mencakup lima bentuk variabel yaitu:
- Besaran dan lokasi deforestasi magnitude and location of deforestation sebagai variabel dependen.
DEFORESTASI
Pelaku deforestasi: variabel pilihan
Parameter keputusan dan karakteristik pelaku
Kelembagaan Infrastruktur Pasar Teknologi
Variabel kebijakan dan faktor trend atau struktural Sumber
deforestasi
Penyebab deforestasi level
lokal
Penyebab deforestasi level
makro
Sumber: Kaimonitz dan Angelsen 1998
Gambar 12. Kerangka Konseptual Penyebab Deforestasi
68
- Pelaku deforestasi agents of deforestation yang terdiri dari individu, rumah tangga atau perusahaan yang ikut dalam perubahan penggunaan lahan
- Variabel pilihan choice variables berupa keputusan alokasi lahan yang menentukan tingkat deforestasi oleh seluruh pelaku utama dan kelompok.
- Parameter keputusan pelaku agents’ decision parameters yaitu variabel yang secara langsung mempengaruhi keputusan palaku tetapi berasal dari eksternal.
- Variabel makro ekonomi dan instrumen kebijakan macroeconomic variables and policy instruments yaitu variabel yang mempengaruhi secara tidak
langsung terhadap pembabatan hutan.
Kerangka Operasional Sub-Model Alokasi Fiskal
Anggaran pembangunan sebagaimana sumberdaya lainnya bersifat terbatas dan hubungan antara sektor pengeluaran pembangunan bersifat substitusi.
Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan untuk sektor tertentu akan diikuti dengan perubahan alokasi pengeluaran sektor lain. Berdasarkan karakteristik
alokasi pengeluaran pembangunan yang terbatas dan saling bersubstitusi antar sektor, maka digunakan model Seemingly Unrelated Equations SUE. Agregasi
sektor pengeluaran pembangunan dalam penelitian dari 22 sektor pengeluaran menjadi 10 sektor disajikan pada Gambar 13.
69
Variabel eksplanatori untuk masing-masing sektor pengeluaran pembangunan terdiri dari variabel model empiris dasar dan variabel terkait
lainnya seperti kelembagaan desentralisasi, kawasan, krisis dan tahun.
YEAR ,
KRIS ,
INST ,
ORIF ,
REVS ,
GEXS f
eDe
ij i
=
51
∑ =
i i
i ij
De De
eDe
52
dimana: eDe
i
= Alokasi pengeluaran pembangunan sektor ke-i. GEXS = Struktur pengeluaran pemerintah
REVS = Struktur penerimaan pemerintah ORIFi = Faktor orientasi pembangunan
INSTi = Faktor kelembagaan ke-j pada sektor ke-i KRIS =
Krisis YEAR = Tahun
Pertanian dan Kehutanan Industri
Perdagangan, Pengembangan Usaha Daerah dan Koperasi Transportasi
Tenaga Kerja Pendidikan, Kebudayaan dan Kepercayaan, Pemuda dan Olahraga
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Anak dan Remaja
Kependudukan dan Keluarga Berencana
Lingkungan Hidup dan Tata Ruang
Lain-lain Sumberdaya air dan irigasi
Pembangunan Daerah dan Pemukiman Perumahan dan Pemukiman
Gambar 13.
Klasifikasi Alokasi Pengeluaran Pembangunan dalam Penelitian
Pertanian Dunia Usaha
Transportasi SDM
Kesejahteraan Sosial
Lingkungan IPTEK
Irigasi Lainnya
Pembangunan Wilayah
70
Kerangka operasional untuk alokasi pengeluaran pembangunan dapat dilihat pada Gambar 14.
Sub-Model Alokasi Kredit
Alokasi kredit perbankan sebagai sektor pembiayaan pembangunan merupakan respon dari kebijakan pengeluaran pembangunan pemerintah daerah,
dan perubahan sosial ekonomi masyarakat. Pada penelitian alokasi kredit mencakup alokasi kredit sektor pertanian, alokasi kredit untuk Usaha Kecil dan
Menengah UKM serta alokasi kredit sektor produktif yaitu investasi dan modal kerja. Seluruh alokasi kredit saling berkaitan sehingga digunakan persamaan
rekursif. Bentuk persamaan rekursif dalam penelitian terdiri dari variabel endogen yang pada persamaan selanjutnya akan menjadi variabel eksplanatori. Kerangka
operasional alokasi kredit perbankan disajikan pada Gambar 15.
Alokasi Pengeluaran Pembangunan Sektor ke-i
Alokasi Pengeluaran
Rutin
Faktor Demografi -
Pertumbuhan penduduk -
Kepadatan penduduk -
Struktur umur penduduk
Faktor Ekonomi -
Pertumbuhan output -
Struktur ekonomi -
Struktur tenaga kerja
Faktor lain -
Kebijakan desentralisasi -
Kelembagaan kawasan -
Waktu krisis dan tahun
Gambar 14.
Kerangka Operasional Sub-model Alokasi Pengeluaran Pembangunan
71
Sub-Model Penggunaan Lahan
Perubahan pola penggunaan lahan dari satu alternatif penggunaan ke alternatif penggunaan lainnya berlangsung dinamis. Untuk merepresentasikan
situasi pilihan digunakan modifikasi model statistik dikrit Discrete Statistical Models atau Discrete Choice Models McFadden, 1978, Hensher, 1981 dan
Anas,1982 dalam Brissoulis, 2003. Model penggunaan lahan didiskripsikan sebagai suatu fungsi tertentu untuk setiap bentuk pilihan penggunaan lahan.
Bentuk matematika model logit dan probit Kitamura et al., 1997 dan Morita et al., 1997 dalam analisis perubahan penggunaan lahan selanjutnya dimodifikasi
menjadi porsi bentuk penggunaan lahan yaitu ∑
=
i ij
Vij exp
Vij exp
P
53
Ci X
Vij
k jk
ik
+ ⎟
⎠ ⎞
⎜ ⎝
⎛ ∑ θ
=
54
dimana: P
ij
= Porsi bentuk penggunaan lahan ke-j pada areal ke-i. V
ij
= Utilitas bentuk penggunaan lahan ke-j pada areal ke-i X
jk
= Variabel eksplanatori ke-k untuk bentuk penggunaan ke-j θ
ik
= Koefisien regresi berganda variabel ekplanatori ke-k
Alokasi pengeluaran pembangunan terkait
Faktor Demografi
Faktor Ekonomi
Kebijakan desentralisasi
Kelembagaan kawasan
Waktu krisis dan tahun
Alokasi kredit pertanian
Alokasi kredit UKM
Alokasi kredit produktif
Suku Bunga
Alokasi kredit pertanian
Alokasi kredit pertanian
Alokasi kredit UKM
Gambar 15. Kerangka Operasional Sub-model Alokasi Kredit
72
Model penggunaan lahan dalam penelitian mencakup penggunaan lahan pertanian dan non-pertanian pemukiman dan perumahan. Sumberdaya lahan
sebagaimana sumberdaya lainnya bersifat terbatas sehingga peningkatan suatu alternatif penggunaan lahan akan menyebabkan turunnya penggunaan lahan untuk
alternatif lainnya sehingga digunakan model Seemingly Unrelated Equations SUE. Perubahan penggunaan lahan berlangsung dinamis yang berarti
mengandung dimensi waktu sehingga tahun sebagai variabel trend dapat diintroduksi sebagai eksogen. Aspek kebijakan berupa alokasi pengeluaran
pembangunan dan kredit serta aspek kelembagaan berupa kebijakan desentralisasi fiskal yang diduga menjadi pendorong eksploitasi sumberdaya guna peningkatan
Pendapatan Asli Daerah PAD. Kerangka operasional model alokasi penggunaan lahan pertanian dan non-pertanian seperti Gambar 16.
VARIABEL EMPIRIS DASAR 1.
Pertumbuhan penduduk 2.
Pendapatan perkapita 3.
Produktivitas lahan pertanian 4.
Tingkat upah UMR 5.
Harga semenkayu LAHAN NON-PERTANIAN
MINIMISASI COST 1.
Lahan Rawa-rawa 2.
Temporary Faalow Land 10. Pemukiman dan Perumahan
Porsi alternatif penggunaan lahan ke-i
LAHAN BUDIDAYA MAXIMISASI OUTPUT
3. Lahan Basah
4. Lahan Kering
5. Perkebunan rakyat
6. Padang rumput
7. Kolam dan tambak
8. KayuanBambu
VARIABEL TERKAIT 1.
Kelembagaan desentralisasi 2.
Kebijakan alokasi fiskal kredit 3.
Waktu tahun dan krisis VARIABEL EMPIRIS DASAR
1. Pertumbuhan Ekonomi
2. Pangsa sub-sektorsektor pertanian
3. Pertumbuhan Penduduk
4. Pangsa Tenaga Kerja Pertanian
5. Harga Input Pupuk
6. Upah TK Sektor Pertanian
Gambar 16.
Kerangka Operasional Sub-Model Dinamika Pola Penggunaan Lahan
PORSI LAHAN TIDAK
DIGUNAKAN LUAS LAHAN
TOTAL TERSEDIA
PROKSI DEFORESTASI
KAWASAN
73
Sub-Model Pilihan Komoditas
Perubahan penggunaan lahan pada level rumah tangga mikro terjadi akibat adanya konversi lahan dari suatu jenis komoditas menjadi komoditas
lainnya. Perubahan jenis komoditas menunjukkan pilihan komoditas rumah tangga dan pada penelitian dibatasi pada komoditas dengan proses produksi
sangat tergantung pada lahan yaitu pangan dan perkebunan. Keputusan rumah tangga usaha tani terhadap suatu komoditas akan berpengaruh pada komoditas
lainnya sehingga model pilihan komoditas juga menggunakan sistem Seemingly Unrelated Equations. Model pilihan komoditas yang diproksi melalui porsi luas
areal sebagai variabel endogen dengan variabel ekplanatori terdiri dari variabel model empiris dasar dan variabel terkait kesesuaian dan potensi lahan, alokasi
pembiayaan, dummy kawasan, kelembagaan, krisis dan tahun sebagai variabel trend.
YEAR ,
KRIS ,
DESE ,
DKAW ,
ALPP ,
L ,
L ,
Px ,
Py f
PLAK
i p
k i
=
55
100 x
LKAW LAK
PLAK
i i
=
56
dimana: PLAK
i
= Porsi luas areal komoditas ke-i. Py
= Harga output komoditas ke-i Px =
Harga input
L
k
= Produktifitas
sebagai proksi kesesuaian lahan
L
p
= Potensi lahan untuk komoditas ke-i ALPP
= Alokasi pembiayaan pembangunan terkait KAW
= Kawasan DESE =
Desentralisasi KRIS =
Krisis YEAR =
Tahun
74
Kerangka operasional dalam sub-model pilihan komoditas budidaya pada Gambar 17.
Sub-Model Struktur Output
Pola penggunaan lahan dan pilihan komoditas akan mempengaruhi struktur output dalam perekonomian terutama sektor pertanian sebagai pengguna
lahan terbesar dalam produksi kawasan. Sektor ekonomi dibagi dalam lima sub- sektor yaitu pangan dan holtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan
kehutanan. Penggunaan lahan baik antar bentuk penggunaan maupun antar komoditas bersubstitusi dan kompetitif satu sama lainnya sehingga hubungan
antar sub-sektor dalam pertanian juga substitusi. Peningkatan penggunaan lahan untuk suatu jenis komoditas akan meningkatkan pangsa suatu sub-sektor jika
biaya opportunitas lebih kecil nilai komoditas tersebut. Sebaliknya jika biaya
Pilihan Komoditas ke-i
Komoditas Perkebunan ke-i Karet, Kelapa Sawit, Kopi, Kelapa,
Kulit Manis Komoditas Pangan ke-i
Padi Sawah, Padi Ladang, Jagung, Kacang Kedele, Kacang Tanah, Ubi Jalar dan Ubi Kayu
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Harga output Harga Input Lain
- Pupuk
- Tenaga Kerja Upah
- Kapital Suku Bunga
- Kesesuaian dan potensi lahan
Kebijakan Pembiayaan Pembangunan
- Alokasi Kredit Pertanian
- Alokasi PP. Pertanian
- Alokasi PP. Sumberdaya Air
- Alokasi PP. Transportasi
Kelembagaan Pemerintahan -
Desentralisasi Waktu
- Krisis
- Trend Tahun
Gambar 17. Kerangka Operasional Sub-Model Pilihan Komoditas
75
opportunitas lebih besar akibat adanya konversi dari komoditas lain, maka akan mendorong peningkatan pangsa sub-sektor.
Sifat substitusi dan kompetitif antara bentuk penggunaan lahan dan antar sub-sektor tersebut, maka dalam penelitian digunakan model Seemingly Unrelated
Equations SUE. Nilai output yang dihasilkan dalam perkeonomian juga dipengaruhi oleh pasar input, kebijakan, dan kelembagaan serta untuk melihat
kecenderungan digunakan tahun sebagai variabel trend. Model empiris dasar pangsa masing-masing sub-sektor dalam pertanian adalah:
YEAR ,
KRIS ,
DESE ,
DKAW ,
ALPP ,
PLAK ,
LUSE ,
SSNA f
SSAG
i i
i i
=
57
100 x
GDP DPSS
SSAG
i i
=
58 ∑
=
i
SSAG SSAG
59
SSAG 100
SSNA −
=
60
dimana: SSAG
i
= Share sub-sektor pertanian ke-i. SSAG = Share sektor pertanian Struktur ekonomi
SSNA = Share sektor non-pertanian PUSEi = Porsi penggunaan lahan ke-i
PLAK
i
= Porsi luas areal komoditas ke-i ALPP = Alokasi pembiayaan pembangunan terkait
KAW = Kawasan
DESE = Desentralisasi
KRIS = Krisis
YEAR = Tahun
Sub-Model Ekonomi dan Tenaga Kerja
Pertumbuhan output yang dikembangkan dalam penelitian menggunakan pendekatan penawaran agregat dengan menggunakan Produk Domestik Bruto
76
PDB sebagai ukuran perkembangan ekonomi atas kelompok pertanian dan non- pertanian. Pertumbuhan output dipengaruhi oleh struktur ekonomi dan tenaga
kerja, modal, teknologi, kapasitas produksi, tingkat upah dan suku bunga. Tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja sektor pertanian L, modal terdiri dari
pengeluaran pemerintah G dan investasi swastakredit C, dan harga pupuk r dan upah tenaga kerja w, kapasitas produksi dan perubahan teknologi masing-
masing menggunakan penggunaan lahan R
i
dan produktivitas T
i
. Perkembangan tenaga kerja baik dari sisi pertumbuhan maupun struktur
tidak hanya terkait dengan perkembangan penduduk tetapi juga terkait dengan perkembangan ekonomi, perubahan dalam kebijakan dan kelembagaan.
Pertumbuhan tenaga kerja yang tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi menyebabkan semakin kecilnya kesempatan kerja yang tersedia atau
menyebabkan semakin tingginya pengangguran. Pendapatan keluarga yang rendah menyebabkan semakin banyak anggota keluarga yang ikut aktif dalam bekerja
guna meningkatkan pendapatan keluarga sehingga mendorong semakin tingginya partisapasi kerja TPAK. Motivasi untuk membuka lapangan pekerjaan
tergantung ketersediaan sumberdaya manusia baik kuantitas maupun kualitas termasuk sumberdaya manusia yang memiliki jiwa wirausaha. Hal ini
menyebabkan kebijakan dalam alokasi pendidikan dan pembinaan tenaga kerja akan berpengaruh dalam perubahan struktur ketenagakerjaan. Desentralisasi
diharapkan mampu meningkatkan aktivitas perekonomian daerah sehingga mampu menyediakan berbagai kesempatan kerja dan mengurangi tingkat
pengangguran yang relatif tinggi terutama akibat krisis. Berdasarkan hal tersebut
77
maka variabel eksplanatori dalam model empiris tenaga kerja dapat dikelompokkan atas tiga yaitu variabel pertumbuhan dan struktur demografi dan
ekonomi, kebijakan dan kelembagaan serta waktu. Kerangka operasional yang menunjukkan hubungan variabel ekonomi dan tenaga kerja pada Gambar 18.
Sub-Model Degradasi Zona Penyangga dan Taman Nasional
Model empiris dasar menunjukkan bahwa penggunaan lahan dipengaruhi oleh perkembangan sosial ekonomi kawasan. Meningkatnya tekanan terhadap
lahan berupa konversi hutan untuk penggunaan lain dan berkurangnya sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya peralihan pemanfaatan sumberdaya ke
kawasan lindung seperti taman nasional. Hal ini menyebabkan tekanan lebih besar terhadap taman nasional yang mendorong meningkatnya kerusakan degradasi
taman nasional. Berdasarkan hal tersebut maka analisis dalam penelitian
Pengeluaran Pemerintah
Kredit Perbankan
Pertumbuh- an Ouput
Penggunaan Lahan
Struktur Output
Struktur Tenaga Kerja
Output Perkapita
Dependency Ratio
Partisipasi Kerja
Pengangguran Terbuka
DESENTRALISASI
KRISIS
TREND TAHUN
Gambar 18. Kerangka Operasional Sub-Model Ekonomi dan Tenaga Kerja
78
dilakukan secara bertingkat dan model persamaan simultan yang sesuai digunakan adalah model rekursif Recursive Model.
Variabel endogen dalam persamaan simultan disusun bertingkat untuk melihat keterkaitan antara degradasi hutan zona penyangga dengan basis data
tahun 1985 dengan degradasi hutan TNKS. Variabel ekplanatori dikelompokkan atas variabel spesifik sesuai dengan masing-masing persamaan dalam model serta
variabel agregat yang untuk setiap persamaan dalam model sama yaitu variabel trend tahun, kelembagaan desentralisasi, kebijakan periode kerjasama dan
krisis. Hubungan dalam bentuk model rekursif triangular antara variabel endogen dalam blok tutupan hutan kawasan dan tingkat degradasi TNKS pada Gambar 19.
Hubungan Antara Sub Model Penelitian
Hubungan antara sub-model Gambar 20 merupakan suatu siklus dan menunjukkan hubungan alokasi pembiayaan pembangunan dengan perkembangan
taman nasional.
Deforestasi Kawasan
Degradasi Buffer Zone
Rasio Buffer Zone-TNKS
Degradasi TNKS
Degradasi Buffer Zone
Rasio Buffer Zone-TNKS
Faktor Makro
Gambar 19.
Kerangka Operasional Sub-Model Degradasi Taman Nasional
Faktor ekonomi
Desentra- lisasi
Krisis Trend
Tahun Faktor
demografi Faktor
mikro
79
Alokasi Pengeluaran Pembangunan sektor ke-i Alokasi kredit
Investasi modal kerja
Usaha kecil menengah
Sektor Pertanian Pertanian
Industri dunia usaha
Sumberdaya air SDM
RISTEK Transportasi
Pembangunan wilayah
KESRA Sektor lainnya
Lingkungan
PENGGUNAAN LAHAN 1.
Lahan Budidaya - Lahan basah
- Lahan kering - Perkebunan
- Padang pengembalaan - Lahan tanaman kayu-kayuan
- Kolam dan tambak
2. Lahan non-budidaya
- Lahan sementara menganggur - Lahan rawa-rawa
- Lahan pemukiman dan perumahan 3.
Total penggunaan lahan 4.
Luas hutan kawasan
PILIHAN KOMODITAS Porsi luas areal budidaya pangan,
perkebunan dan perikanan ke-i STRUKTUR OUTPUT
1. Share sub-sektor pangan
2. Share sub-sektor perkebunan
3. Share sub-sektor peternakan
4. Share sub-sektor perikanan
5. Share sub-sektor kehutanan
6. Share sektor pertanian
7. Share sektor non-pertanian
PERTUMBUHAN OUTPUT DAN TENAGA KERJA
1. Pertumbuhan output
2. Output perkapita
3. Dependency Ratio
4. Partisipasi Kerja
5. Struktur tenaga kerja
6. Tingkat pengangguran terbuka
DEGRADASI TNKS 1.
Degradasi zona penyangga 2.
Rasio tutupan hutan zona penyangga - TNKS 3.
Degradasi TNKS
Gambar 20. Hubungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan dan Kredit Perbankan dengan Degradasi Taman Nasional Kerinci Seblat
80
Alokasi pengeluaran pemerintah terutama untuk pembangunan akan mempengaruhi secara langsung perilaku kredit perbankan, penggunaan lahan dan
pola budidaya serta pasar output dan tenaga kerja pada suatu kawasan. Perkembangan sosial ekonomi masyarakat kawasan sekitar selanjutnya akan
mempengaruhi upaya pelestarian taman nasional, seperti kemiskinan dan pengangguran pedesaan akan menyebabkan masyarakat melakukan eksploitasi
sumberdaya hutan dalam taman nasional. Kegiatan ilegal loging akan lebih marak jika tingkat kesejahteraan dan pendidikan masyarakat sekitar yang rendah
dimanfaatkan oleh pihak luar terutama para pemilik modal.
Model Persamaan Struktural dan Metode Estimasi
Suatu sistem yang menjelaskan gabungan variabel dependen dimana variabel endogen pada suatu persamaan menjadi eksplanatori pada persamaan lain
disebut dengan sistem persamaan simultan System of Simultaneous Equations Koutsoyiannis, 1977. Suatu model disebut sebagai rekursif jika struktur
persamaan dapat diurutkan dimana pada sisi kanan persamaan pertama hanya mengandung variabel predetermined dan sisi kanan persamaan kedua
mengandung predetermined berupa varibel endogen pada persamaan pertama dan selanjutnya.
u ;
y ,
y ;
x x
, x
f y
u ;
y ;
x x
, x
f y
u ;
x x
, x
f y
3 2
1 k
2 1
3 2
1 k
2 1
2 1
k 2
1 1
K K
K =
= =
61 Ciri-ciri utama dari model rekursif adalah dapat diestimasi menggunakan
OLS tanpa menyebabkan bias persamaan simultan. Menurut Koutsoyiannis
81
1977 sistem persamaan ini juga disebut sebagai Triangular Systems karena koefisien variabel endogen
β berbentuk triangular segitiga, seperti berikut:
3 n
n 3
2 12
1 31
2 32
1 31
3 2
n n
2 2
22 2
21 1
21 2
1 n
2 n
2 12
1 11
1
u X
X X
u X
X X
u X
X X
+ γ
+ +
γ +
γ +
Υ β
+ Υ
β =
Υ +
γ +
+ γ
+ γ
+ Υ
β =
Υ +
γ +
+ γ
+ γ
= Υ
L L
L L
L L
62 Menurut Pindyck dan Rubinfield 1998 Seemingly Unrelated Equations
SUE merupakan suatu sistem persamaan yang banyak dipakai dalam permodelan bisnis dan ekonomi. Sistem persamaan ini memiliki serangkaian
variabel endogen yang diduga sebagai suatu kelompok dengan hubungan konseptual tertutup satu sama lainnya, seperti contoh;
t 2
t 2
2 1
t 2
t 1
t 1
2 1
t 1
u P
Q u
P Q
+ β
+ β
= +
α +
α =
63 Persamaan menjelaskan serangkaian persamaan permintaan untuk produk
yang saling terkait. Jika disturbance disturbance setiap persamaan tidak berkorelasi dan tidak ada keterkaitan serta dapat menggunakan estimasi Ordinary
Least Square OLS. Jika error term berkorelasi maka estimator yang efisien dapat dihasilkan dengan menggunakan metode estimasi yang lebih rumit yaitu
Seemingly Unrelated Equations SUE. Bentuk umum model SUE dimana variabel endogen memiliki keterkaitan erat satu sama lainnya sebagai berikut:
m n
m 2
m 1
m m
m 2
n 2
2 2
1 2
1 2
1 n
1 2
1 1
1 1
u X
... ..........
X X
u X
... ..........
X X
u X
. ...
.......... X
X
+ θ
+ +
δ +
β +
α =
ω +
θ +
+ δ
+ β
+ α
= ω
+ θ
+ +
δ +
β +
α =
ω M
M M
M M
64
dimana ω
1
... ω
m
menunjukkan bobot persentase variabel endogen persamaan ke- m,
α
m
intersep persamaan ke-m, β
m
, δ
m
dan θ
m
koefisien variabel eksplanatori ke-
82
n untuk persamaan ke-m, dan X
mn
variabel ekspalanatori ke-n persamaan ke-m dan u
m
merupakan error term untuk persamaan ke-m. Secara umum metode estimasi untuk masing-masing bentuk sistem persamaan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9.
Metode Estimasi untuk Masing-masing Bentuk Sistem Persamaan
Metode Estimasi Model Persamaan
Tidak ada endogen sebagai ekplanatori
Endogen sebagai variabel ekplanatori
Persamaan tunggal dari suatu sistem persamaan
Metode kuadart terkecil least squares persamaan
reduced form Two-Stage Least Squares
2SLS dan estimator k- class
Seluruh persamaan dari suatu sistem persamaan
Seemingly Unrelated Equations
Three Stage Least Squares 3SLS
Sumber: Intriligator et al., 1996
IV. METODE PENELITIAN