Perikanan Budidaya Strategi Integrasi Pengembangan Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya (Studi Kasus di Teluk Lampung )

pada perikanan cantrang di Tegal Ernawati dan Sumiyono,2009 perikanan pukat cincin di Kalimantan Barat Hariati et al.,2009 dan ikan pelagis di Selat Sunda Atmaja dan Nugroho, 2005; Amri, 2008. Penurunan potensi sumberdaya dapat diketahui dengan beberapa indikasi yang muncul seperti jumlah tangkapan yang semakin menurun, ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil- kecil dan hilangnya beberapa jenis ikan endemik Hartoto, 2000; Worm,2006; Mateus and Estupinan, 2002 . McPhie dan Campana 2009, menyatakan umur maksimum dan umur saat matang gonad dapat untuk menduga rata- rata pertumbuhan populasi sementara ukuran tubuh ikan sebagai indikasi status suatu sumberdaya. Untuk menjaga kelestarian dan keberlangsungan sumberdaya ikan di Teluk Lampung diperlukan suatu strategi pengelolaan yang tepat dan komprehensip serta terintegrasi.

5.2 Perikanan Budidaya

Hingga saat ini tingkat pemanfaatan usaha perikanan budidaya masih sangat rendah, padahal luas perairan yang sesuai untuk kegiatan budidaya sangat luas, sehingga peluang pengembangan usaha perikanan budidaya di tanah air masih sangat besar. Khususnya di perairan laut, peluang pengembangan masih sangat terbuka di mana Indonesia memiliki perairan laut yang potensial sesuai untuk usaha budidaya laut terluas di dunia. Berdasarkan pada perhitungan sekitar 5 lima km dari garis pantai ke arah laut, maka potensi luas perairan laut Indonesia yang sesuai untuk kegiatan budidaya laut diperkirakan sekitar 24,53 juta ha. Luasan potensi kegiatan budidaya tersebut terbentang dari ujung barat Indonesia sampai ke ujung wilayah timur Indonesia. Pengembangan perikanan budidaya di Indonesia ke depan harus dilakukan dengan memperhatikan Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF, antara lain dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu: kelestarian lingkungan SDA, pengembangannya dilakukan secara berkelanjutan, keamanan pangan food safety, tidak memodifikasi genetik biota genetic modified organism, ecolabelling, dan traceability. Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi lahan yang merupakan peluang untuk mengembangkan kegiatan budidaya laut, yaitu di Kalianda, Tarahan, HanuraTeluk Hurun, Ringgung, Tanjung Putus, Puhawang dan Pulau Sebesi. Pemanfaatan lahan budidaya laut masih kecil bila dibandingkan dengan potensi yang tersedia. Dari lahan yang tersedia untuk kegiatan budidaya laut di Kabupaten Lampung Selatan yaitu seluas 18.775 ha, hanya 1,9 370 ha yang telah digunakan untuk kegiatan budidaya laut. Kegiatan budidaya perikanan laut mariculture dengan beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi di Kabupaten Lampung Selatan telah berkembang pada beberapa lokasi. Kegiatan budidaya laut seperti ikan Kerapu Epinephalus spp dan kerang mutiara sudah mulai dikembangkan melalui proyek budidaya laut yang dirintis oleh BPPL Lampung Selatan. Ada beberapa unit keramba jaring apung KJA yang dikelola oleh pengusaha perikanan di dalam skala usaha besar. Sedangkan untuk masyarakat umum masih terbatas pada pemeliharaan ikan dalam jaring tancap keramba yang dipasang di sekitar perairan pantai, umumnya terdapat disamping rumah-rumah panggung nelayan, ikan yang dipelihara adalah kerapu bebek dan kerapu macan. Usaha keramba ini telah berjalan cukup lama namun perkembangannya sangat lambat hal dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: 1 keterbatasan keterampilan dalam hal penggunaan teknologi; 2 sulitnya mendapat benih dan pakan; 3 masih rendahnya motivasi; dan 4 kurangnya modal untuk usaha. Lokasi budidaya laut untuk proses pembesaran jenis ikan ekonomis penting berupa keramba yang terbuat dari kayu dan jaring nylon sudah sangat berkembang. Nelayan yang berumah di pinggir-pinggir pantai, umumnya memanfaatkan lahan perairan pantai sebagai tempat keramba. Usaha pembesaran ikan tersebut merupakan suatu cara untuk menabung uang bagi keluarga nelayan di daerah ini. Kegiatan budidaya laut yang berkembang dan diusahakan nelayan di Kabupaten Lampung Selatan dengan cara sederhana yaitu menggunakan keramba untuk membesarkan benih ikan karang yang bernilai ekonomi penting seperti kerapu. Perkembangan produksi budidaya di Lampung Selatan memiliki trend yang positif naik, walaupun berfluktuasi setiap tahunnya Tabel 10. Perkembangan produksi budidaya laut ini juga diikuti oleh perkembangan RTP budidaya laut yang jumlahnya juga mengalami kenaikan Tabel 12. Jenis ikan yang dibudidayakan di lampung Selatan masih didominasi oleh kerapu, yaitu kerapu bebek dan kerapu macan, di mana dari tahun 2002-2006 jumlah benih yang ditanam semakin bertambah Tabel 16. Di samping itu berkembang pula usaha budidaya rumput laut. Namun kegiatan budidaya di Kabupaten Lampung Selatan yang ada dan berkembang bukanlah penebaran benih ikan, melainkan kegiatan budidaya laut dalam keramba jaring apung, yaitu benih-benih dibesarkan di lahan-lahan yang berpotensi untuk kegiatan budidaya laut dalam keramba jaring apung. Sejalan dengan hal itu, di bidang perikanan budidaya diperlukan adanya kesadaran baru dari masyarakat dan stakeholder, untuk memposisikan pola pikir dan persepsinya, agar perikanan budidaya memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Untuk itu, masyarakat dan stakeholder perikanan budidaya, harus mampu memperluas cakupan komponen kegiatan usaha perikanan budidaya dari hulu sampai ke hilir, sehingga aktivitas ekonomi perikanan budidaya mencakup pula berbagai kegiatan manufaktur dan jasa yang berhubungan langsung dengan kegiatan bisnis perikanan budidaya. Dengan kata lain, kegiatan perikanan budidaya harus mencakup pula kegiatan industri sarana produksi, pengolahan dan pemasaran hasil dalam suatu kesisteman yang tangguh. Dalam kerangka itu dipandang perlu melakukan revitalisasi perikanan budidaya sebagai upaya percepatan pembangunan perikanan. Kegiatan pengembangan budidaya laut masih memerlukan suatu perubahan budaya dari pelaku perikanan. Hal ini karena kegiatan budidaya merupakan kegiatan kultivasi yang membutuhkan perhatian, waktu yang lebih lama, input yang banyak, dan biaya yang lebih mahal. Di sisi lain ketidaktentuan hasil panen merupakan kendala yang mungkin terjadi. Pengembangan perikanan budidaya berjalan sangat lambat dikarenakan adanya berbagai permasalahan yang dihadapi, diantaranya: 1 Kendala lingkungan: sumber daya lahan yang terbatas atau sulit dikembangkan untuk budidaya, terbatasnya jumlah dan kualitas air yang tersedia, dan bencana alam, seperti banjir dan tsunami. 2 Kendala sosial ekonomi dan budaya: terbatasnya sarana dan prasarana produksi, fluktuasi harga produk perikanan yang dihasilkan sehingga menyulitkan perencanaan bisnis khususnya dalam membuat prediksi biaya hasil output produksi, dan masih rendahnya kualitas SDM perikanan. 3 Kendala kelembagaan: keterbatasan pelayanan penyuluhan oleh pemerintah, organisasi petani ikan belum berkembang dengan baik oleh karena kualitas SDM masih sangat rendah, dan masih lemahnya dukungan dari lembaga keuangan bank dan non bank dalam hal dukungan permodalan dan pengembangan usaha. 4 Kendala teknologi: penyediaan teknologi pembenihan yang belum sepenuhnya memadai karena belum terpecahkannya masalah transportasi benih, terbatasnya penyediaan pakan buatan, rendahnya penguasaan teknik pembasmian penyakit di tingkat petani, belum adanya tata ruang pengembangan budidaya laut, belum tercukupinya pasokan benih dan sarana produksi lain seperti pakan dan obat-obatan, serta belum terkendalinya masalah lingkungan dan penyakit.

5.3 Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Perikanan Budidaya