Hipotesis Potensi dan Aktualisasi Perikanan Tangkap

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain meliputi kegiatan: 1 Menganalisis potensi SDI, yaitu melakukan analisis untuk mengetahui besarnya potensi sumber daya perikanan yang ada, tingkat eksploitasi yang telah dicapai serta kemungkinan perkembangannya lebih lanjut sesuai dengan potensi lestari MSY. 2 Inventarisasi dan pengumpulan data, yang terdiri dari data-data mengenai: a. Potensi sumber daya lahan pengembangan budidaya laut b. Keragaan pengembangan budidaya laut, yang mencakup: Kegiatan budidaya laut yang telah dikembangkan, meliputi: ikan, crustacea, molusca, rumput laut dan kekerangan, lokasi budidaya laut yang telah dikembangkan, prospek dan peluang pasar masing-masing komoditas budidaya laut, keragaan areal, produksi, komoditas, dan prasarana pendukung yang telah dibangun dan permasalahan yang menghambat pengembangan budidaya laut. 3 Penentuan kesesuain lahan untuk pengembangan budidaya laut. 4 Penentuan kelayakan usaha perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 5 Pemilihan alat tangkap dan komoditas unggulan. 6 Pengorganisasian dan kelembagaan di dalam pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 7 Melakukan verifikasi model pada wilayah kajian.

1.7 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya memberikan kontribusi dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan guna peningkatan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, penyediaan bahan baku industri, mendorong pertumbuhan industri dalam negeri yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi bagi penerimaan devisa negara. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi dan Aktualisasi Perikanan Tangkap

Sumberdaya ikan merupakan sumber daya yang mampu berkembang biak sehingga bisa diharapkan kelestariannya, sepanjang dilakukan pengelolaan yang baik. Teknologi penangkapan modern termasuk cara pendeteksian ikan kini berkembang sangat cepat dan penggunaan teknologi ini kalau tidak dikontrol dapat membahayakan SDI itu sendiri. Jadi manfaat pengelolaan tidak lain adalah agar terjamin kelestarian SDI sesuai dengan pesan didalam Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab The Code of Conduct for Responsible Fisheries, sehingga diharapkan generasi yang akan datang ikut menikmati dan memperoleh manfaat dari SDI tersebut. Potansi sumberdaya perikanan laut Indonesia menurut data estimasi Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar 5.258.000 ton dengan bagian terbesar adalah jenis ikan pelagis kecil small pelagics yang mencapai 51,7 atau sekitar 3.235.800 ton Dahuri, 2001. Jenis ikan lain yang juga banyak terdapat di perairan Indonesia adalah jenis demersal dan pelagis besar, masing- masing sekitar 28,54 dan 16,83 atau 1.786.400 ton per tahun dan 1.053.500 ton per tahun. Perkembangan produksi perikanan laut dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong berupa peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penangkapan ikan. Peningkatan sarana ini berlangsung bersamaan dengan motorisasi usaha penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap dengan bahan sintetis. Namun demikian sesuai dengan code of conduct for responsible fiheries pada artikel 6.3. bahwa pengembangan armada perikanan harus mempertimbangkan ketersediaan sumber sesuai dengan kemampuan reproduksi demi keberlanjutan pemanfaatannya. Hal ini jangan sampai terjadi kondisi dimana lebih banyak kapal dari pada ikan yang hendak ditangkap yang berakibat kerugian dari segi ekonomi perikanan, karena kapal ikan tidak dapat memperoleh jumlah tangkapan yang memadai sehingga semua pihak tidak memperoleh keuntungan yang layak. Sebagai sumberdaya alam yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi, eksploitasi sumberdaya perikanan laut di Indonesia menunjukkan peningkatan sepanjang tahun. Pada tahun 1995, total pendaratan ikan di Indonesia mencapai 3.292.930 ton, dimana pendaratan ikan mendominasi seluruh pemanfaatan sumberdaya perikanan laut, yaitu 2.752.838 ton, diikuti oleh jenis crustacea 203.441 ton, lalu jenis hewan lunak mollusca 98.445 ton dan jenis ikan lainnya seperti penyu, teripang, ubur-ubur dan lainnya yang mencapai 126.661 ton Dahuri, 2001. Beberapa jenis ikan yang termasuk kelompok ikan pelagis kecil antara lain: Teri, Tembang, Siro, Lemuru, Layang, Kembung, Bawal Putih, Alu-alu, Tetengek, Sunglir, Ikan terbang, Belanak, Julung-julung, Golok-golok dan Ekor Kuning Widodo et al., 1999. Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang dapat pulih secara alami tetapi juga merupakan sumberdaya yang tak terbatas baik jumlah maupun kemampuan regenerasinya. Untuk itu pemenfaatannya harus dilakukan secara rasional yaitu dengan memperhatikan daya dukungnya. Pemanfaatan sumberdaya yang tidak rasional akan menyebabkan menipisnya stok, kepunahan populasi, dan penurunan hasil tangkap per satuan upaya CPUE Naamin et al., 1991. Pembangunan dibidang perikanan terutama dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap didasarkan pada konsep hasil maksimum yang dapat menjamin usaha berkelanjutan maximum sustainable yieldMSY. Hal ini dapat dicapai dengan sistem pengelolaan terpadu dan berkesinambungan yang dilakukan pemerintah bekerjasama dengan para pengusaha perikanan. Berdasarkan kecenderungan produksi hasil tangkapan ikan yang meningkat dan ada data hasil tangkapan yang tidak dicatat pada suatu wilayah perairan, maka nilai dugaan potensi sumberdaya ikan yang dihasilkan dari hasil analisis adalah minimal under estimate. Hasil estimasi dengan pendekatan Surplus Production Model Schaefer nilai MSY masih mungkin dilakukan walaupun memberikan nilai yang lebih tinggi. MSY atau hasil tangkapan yang lestari adalah besarnya jumlah stock ikan tertinggi yang dapat ditangkap secara terus menerus dari suatu sumberdaya tanpa mempengaruhi kelestarian stock ikan tersebut. Jones dalam Badrudin et al., 1991, menyebutkan bahwa prinsip pengelolaan sediaan ikan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1 Pengendalian jumlah upaya penangkapan, dengan mengatur jumlah alat tangkap yang ada sampai pada jumlah tertentu maksimum. 2 Pengendalian alat tangkap, ini dilakukan dengan tujuan agar usaha penangkapan hanya ditujukan untuk menangkap ikan yang telah mencapai umur dan ukuran tertentu. Tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan menurut Dwiponggo 1983, adalah: 1 Tujuan yang bersifat fisik-biologi, yaitu dicapainya tingkat pemanfaatan dalam level maximum sustainable yield MSY 2 Tujuan yang bersifat ekonomi, yaitu tercapainya keuntungan maksimum dari pemanfaatan sumberdaya ikan atau maksimal profit. 3 Tujuan ysng bersifat sosial, yaitu tercapainya keuntungan sosial yang maksimal. Seperti penyerapan tenaga kerja dan menghilangkan konflik kepentingan diantara nelayan atau anggota masyarakat. Upaya pengelolaan perikanan seyogyanya dilaksanakan sedini mungkin. Para petugas perikanan baik di pusat maupun daerah didalam membuat perencanaan pembangunan perikanan perlu memasukkan unsur sumber daya. Pemanfaatan sumberdaya yang tidak rasional akan menyebabkan menipisnya stok, kepunahan populasi, dan penurunan hasil tangkap per satuan upaya CPUE Naamin et al., 1991. Pengelolaan sumberdaya perikanan dalam rangka pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap didasarkan pada konsep hasil maksimum yang dapat manjamin usaha berkelanjutan maximum sustainable yield MSY. Hal ini dapat dicapai melalui sistem pengelolaan terpadu dan berkesinambungan yang dilakukan pemerintah bersama stakeholders terkait. Jika upaya pengelolaan sudah terlambat akan sulit untuk memulai dan memulihkan sumber daya ikan karena masalahnya sudah cukup kompleks. Upaya pengelolaan tidak juga harus menunggu kelengkapan informasi yang diperlukan dalam pengelolaan. Sesuai dengan prinsip kehati-hatian precautionary principle, upaya pengelolaan sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Aplikasi pengelolaan perikanan dalam proses pengaturannya dapat ditempuh melalui dua kelompok metode yang mendasarkan kepada: 1 input control yaitu yang melakukan pengaturan terhadap faktor input masukan perikanan, dan 2 output control, pengaturan terhadap luaran output dari perikanan. Pengaturan melalui input control termasuk diantaranya pembatasan jumlah alat tangkap atau kapal penangkap, penutupan musim tangkap dan penutupan daerah tangkap pada periode tertentu. Pada prinsipnya input control mengatur faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masukan terhadap tingkat eksploitasi. Sedangkan pengaturan melalui output control dilakukan terhadap hasil tangkapannya output misalnya dalam bentuk quota jumlah hasil tangkapan. Pengaturan semacam ini banyak dilakukan di daerah dingin, sedangkan di daerah tropis pengaturan banyak berdasarkan kepada input control. Metode tersebut juga sering dikombinasikan dengan metode teknis, misalnya saja di beberapa negara maju di daerah dingin, disamping ada pengaturan quota juga ada pengaturan ukuran mata jaring yang diberlakukan terhadap alat tangkapnya. Permasalahan perikanan tangkap baik itu berupa permasalahan sosial ataupun kerusakan lingkungan dan menurunnya stok SDI, sebenarnya telah lama timbul sejak manusia menggunakan laut atau perairan umum sebagai sumber untuk mendapatkan bahan pangan. Namun saat itu, bobot permasalahan yang timbul tidak seberat yang dihadapi pada saat sekarang ini, dimana baik konflik sosial yang ditimbulkan akibat adanya kompetisi besar-besaran dalam memperebutkan ikan yang menjadi tujuan tangkapan, maupun kerusakan lingkungan serta punahnya beberapa spesies ikan yang diakibatkannya telah menunjukkan indikator yang sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup generasi mendatang. Ditinjau dari keberlangsungan dan kelestarian lingkungan bahwa segala bentuk aktivitas yang sifatnya merusak lingkungan, sekalipun dalam jumlah yang relatif kecil sebenarnya perlu dihindari termasuk dalam hal ini penggunaan alat tangkap modifikasi dari alat tangkap trawl. Dalam hal yang lebih luas lagi perlu dihindari penggunaan alat tangkap yang kurang ramah lingkungan.

2.2. Potensi dan Aktualisasi Perikanan Budidaya