membandingkan masing-masing nilai dengan batas-batas kelayakan, yaitu: NPV 0; Net BC 1, dan IRR 8. Hasil kelayakan usaha disajikan pada Tabel 38.
Tabel 38. Hasil analisis finansial kelayakan usaha perikanan
No. KomoditasAlat
Tangkap IRR
NPV df 15 BC
PBP A.
Komoditas Perikanan Budidaya
1 Vaname Sederhana
2.61 40.061.075,16
1.46 1,00
2 Vaname Semi Intensif
6.01 325.740.152,44
1.6 1,00
3 Vaname Intensif
8.91 889.587.773,06
1.49 1,00
4 Windu Sederhana
3.18 49.458.712,27
1.66 1,00
5 Windu Semi Intensif
5.45 294.335.390,45
1.85 1,00
6 Windu Intensif
2.83 270.771.212,94
1.44 1,00
7 Rumput Lut
- 376.141.242,95
3.19 1,00
8 Kerapu Macan
- 436.475.352,97
2.17 1,00
9 Bandeng
- 94.888.117,18
1.35 1,00
Justifikasi Kelayakan 0,14
1,00 3 thn
B. Komoditas Perikanan Tangkap
10 Pancing Rawai
26.84 42.197.079 1,24
2,5 11
Pancing Ulur 20.41
34.818.970 1,12 2,7
12 Jaring Lingkar
25.85 279.075 1,288
- 13
Jaring Insang 39.69
38.773.513 1,63 2,53
Justifikasi Kelayakan 14
1,00 3 thn
Hasil analisis kelayakan usaha menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan masih layak untuk diusahakan, karena
berdasarkan hasil analisis finansial dengan discount rate 15 menunjukkan nilai NPV positif, Net BC lebih besar dari satu, dan IRR diatas tingkat suku bunga
yang wajar Lampiran 12 – Lampiran 24.
4.4.6 Strategi integrasi pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya
Dengan menggunakan teknik AHP pada sub model strategi, hirarki untuk pemilihan alternatif strategi integrasi pengembangan perikanan tangkap dan
perikanan budidaya terdiri atas fokus, faktor, tujuan dan alternatif dapat ditentukan prioritasnya. Elemen faktor penting yang mempengaruhi integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya adalah 1 SDI, 2 potensi lahan budidaya laut, 3 SDM, 4 teknologi, 5 permodalan, 6 pasar,
7 kebijakan pemerintah, 8 sarana dan prasarana; 9 informasi, dan 10
kelembagaan. Elemen tujuan yang hendak dicapai adalah 1 peningkatan produksi ikan, 2 perluasan lapangan kerja, 3 perluasan kesempatan berusaha,
4 peningkatan pendapatan daerah, 5 peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan 6 peningkatan konsumsi ikan. Untuk pencapaian tujuan tersebut alternatif
strategi yang ditawarkan adalah 1 optimalisasi perikanan tangkap, 2 optimalisasi perikanan budidaya, dan 3 pengembangan perikanan tangkap
berbasis budidaya.
Hasil analisis pakar menunjukkan Gambar 24 bahwa faktor informasi 0,1329, sarana dan prasarana 0,1295, kelembagaan 0,1246, kebijakan
pemerintah 0,1157 dan pasar 0,0987 masing-masing menempati urutan 1, 2, 3, 4 dan 5, artinya faktor tersebut merupakan faktor determinatif dalam integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Mengingat masih
rendahnya pengetahuan dan pemahaman stakeholders tentang integrasi pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya khususnya untuk
alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya, maka penyampaian informasi yang tepat dan memadai menjadi faktor terpenting.
Gambar 28. Hasil analisis strategi integrasi pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Analisis AHP tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan skala prioritasnya, tujuan yang hendaknya menjadi prioritas tujuan integrasi pengembangan
perikanan tangkap dan perikanan budidaya adalah peningkatan produksi ikan
STRATEGI INTEGRASI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DAN PERIKANAN BUDIDAYA
0,2927, peningkatan pendapatan nelayan 0,2016, peningkatan pertumbuhan ekonomi 0,1841, perluasan kesempatan berusaha 0,1232 dan perluasan
lapangan kerja 0,1013. Tujuan untuk peningkatan produksi ikan sebagai prioritas pertama integrasi pengembangan perikanan tangkap dan perikanan
budidaya mengindikasikan bahwa secara umum pengembangan jenis perikanan tangkap berbasis budidaya mampu meningkatkan produksi ikan dari sektor
budidaya laut untuk mendukung produksi dari sektor perikanan tangkap, sehingga permintaan ikan akan tetap terpenuhi secara kontinue karena ditunjang
oleh adanya supplai benih dari kegiatan budidaya laut untuk ditebar. Peningkatan produksi ikan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
nelayan dan pembudidaya di Kabupaten Lampung Selatan.
Jadwiga 2008, menyatakan bahwa AHP dan analisa kelayakan usaha sangat baik digunakan dalam pengambilan keputusan termasuk dalam
menentukan jenis perlakuan terhadap lingkungan budidaya . Selain itu m
odel atau software sudah lazim digunakan dalam penentuan prioritas untuk
memaksimalkan keuntungan atau efisiensi dari dua kegiatan perikanan atau lebih yang berlangsung pada waktu atau lokasi yang sama
Morten et al, 2009.
Seperti penelitian Pascoe and Mardle 2001, yang menyatakan bahwa untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi dan menjagakestabilan pekerja dilakukan
analisis menggunakan bioekonomi model
Pada hirarki penentuan alternatif strategi diperoleh hasil bahwa prioritas alternatif strategi yang dibutuhkan untuk integrasi pengembangan perikanan
tangkap dan perikanan budidaya adalah pengembangan perikanan tangkap bersisi perikanan budidaya 0,4685, selanjutnya diikuti oleh optimalisasi
perikanan budidaya 0,3434 dan optimalisasi perikanan tangkap 0,1880.
Menurut pakar pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya adalah alternatif strategi yang berada pada prioritas pertama dalam integrasi
pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini dimungkinkan karena kondisi sumberdaya perikanan
tangkap yang sudah menurun dan ketersediaan lokasi potensial untuk budidaya laut. Untuk dapat melaksanakan integrasi pengembangan perikanan tangkap dan
perikanan budidaya memerlukan upaya yang lebih besar terutama dalam hal pengorganisasian, pembuatan aturan dan pembinaan pelaksanaanya. Karena
dalam
Pakar atau key person memilih pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya sebagai alternatif pertama dalam rangka integrasi pengembangan
perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Selatan. Alternatif Kedua dan Ketiga secara berurutan adalah optimalisasi perikanan
budidaya dan optimalisasi perikanan tangkap. Hal ini sesuai dengan hasil analisis terhadap kesesuaian lahan untuk budidaya dan kajian terhadap sumberdaya ikan
di perairan Lampung Selatan. Untuk optimalisasi pengembangan perikanan budidaya dari 7 tujuh alternatif lokasi yang dianalisis hanya 2 dua diantaranya
yang dinyatakan layak. Kedua lokasi tersebut adalah lokasi yang sudah terdapat kegiatan perikanan budidaya dengan Karamba Jaring Apung, sehingga
optimalisasi perikanan budidaya yang perlu dilaksanakan lebih banyak pada penataan dan pengendalian lingkungan budidaya. Demikian juga dengan
sumberdaya perikanan di perairan Lampung Selatan telah menunjukkan indikasi fully exploited sampai dengan over expolitasi, hanya kelompok pelagis oseanik
kecil dan ikan demersal yang berada pada kedalaman 200 m yang masih mungkin ditingkatkan upaya penangkapannya. Sehingga untuk optimalisasi
perikanan tangkap di Kabupaten Lampung Selatan lebih bersifat pada pengendalian upaya penangkapan dan peningkatan armada dan alat tangkap
untuk mencapai perairan yang lebih jauh ke arah lautan lepas atau keluar dari perairan Teluk Lampung.
Implementasi perikanan tangkap berbasis budidaya dengan kegiatan penebaran benih ikan sebagai kegiatan utamanya dapat menjadi salah satu
upaya pengendalian tekanan terhadap sumberdaya perikanan dan mewujudkan keberlanjutan usaha penangkapan ikan di perairan Kabupaten Lampung Selatan.
Kegiatan perikanan budidaya baik oleh unit kerja pemerintah maupun oleh swasta dan perbenihan rakyat atau UPR mendukung penyediaan benih ikan
yang akan ditebar. Dalam hal pemanfaatanya perlu ditetapkan aturan penangkapan di lokasi pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya.
Lokasi yang dapat disarankan sebagai lokasi pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya adalah perairan Pulau Sebesi. Karena secara biofisik
perairan ini sesuai untuk pengembangan perikanan budidaya akan tetapi dengan adanya status kawasan ini sebagai kawasan perlindungan laut maka hanya
kegiatan tertentu yang tidak mempengaruhi fungsi perlindungannya atau ramah lingkungan yang dapat dikembangkan. Kegiatan perikanan tangkap berbasis
budidaya adalah salah satu kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan
ramah lingkungan karena tidak ada intervensi yang intensif terhadap sumberdaya dan kualitas lingkungan seperti halnya perikanan tangkap dan perikanan
budidaya pada umumnya.
4.4.7 Kelembagaan