Kayu bakar yang diperoleh oleh pemanfaat baik yang memikul, menyunggi maupun menggunakan sepeda dan motor biasanya dijual ke Pasar Galean, Pasar
Asem Bagus maupun ke restoran-restoran yang membutuhkannya. Harga per ikat kayu bakar mencapai Rp. 1.500,00 sampai Rp.3.000,00. Sedangkan kayu bakar
yang diangkut dengan truk biasanya langsung dijual ke Pabrik Kapur, Pabrik Batu Merah atau Pabrik Genting dengan harga Rp. 160.000,00 sampai
Rp.200.000,00truk. Sedangkan harga beli dari para pengambil kayu di hutan mencapai Rp.40.000,00 sampai Rp.85.000,00truk.
Pengambilan kayu bakar yang selama ini dilakukan tidak hanya dalam bentuk mengambil ranting-ranting atau cabang-cabang pohon yang sudah kering,
tetapi juga dalam bentuk menebang pohon. Pemanfaatan kayu bakar bila dilakukan dengan cara mengambil ranting-ranting tidak menimbulkan dampak
yang berarti terhadap vegetasi di lokasi pemanfaatan. Namun bila pengambilan dilakukan dengan cara menebang pohon akan menimbulkan perubahan terhadap
vegetasi di lokasi pemanfaatan tersebut. Pengambilan dengan cara tersebut biasanya memerlukan waktu yang lama karena kayu tersebut disimpan terlebih
dahulu agar na mpak seperti kayu kering pada saat pengangkutannya dari kawasan TN Baluran. Selain itu juga, dengan menebang pohon dapat menimbulkan
kelangkaan jenis tegakan dan mengurangi atau menghilangkan habitat satwa. Dalam mengendalikan pengambilan kayu bakar tersebut diantaranya dengan
memberikan penyuluhan dan pemahaman secara intensif kepada masyarakat akan dampak dari perusakan tersebut. Disamping itu, perlu juga patroli lapangan secara
rutinterpadu. Upaya lainnya yaitu adanya koordinasi dengan Perum Perhutani terutama dalam hal pengembangan hutan untuk kayu bakar dan adanya
pengaturan dari pihak TN Baluran mengenai lokasi dan mekanisme pengambilan yang memperhatikan konservasi.
6. Rumput
Seperti halnya kayu rencek, lokasi pemanfaatan rumput juga antara lain di Bunutan, Licin, Alas Malang, Lemabang, Watu Numpuk, Air Tawar, Paleran,
Pengarengan, Tlogo, Gatel, Tekok Abu, Puyangan, Perengan, Sumiang dan sepanjang Batangan-Bekol Lihat Lampiran 5.
Pengembalaan liar di dalam kawasan TN Baluran telah memicu masyarakat di sekitarnya untuk memanfaatkan rumput sebagai pakan ternaknya. Walaupun
telah menggembalakan ternaknya tiap hari ke hutan tetapi tetap saja mereka juga mengambil rumput untuk mencukupi pakannya selama di kandang. Pemanfaatan
rumput umumnya dilakukan oleh masyarakat Desa Sumberwaru, Desa Wonorejo dan Desa Bajulmati. Pemanfaatan tersebut berlangsung sepanjang musim dengan
intensitas pemanfaatan hampir terjadi setiap hari.
Jenis rumput yang biasa dimanfaatkan seperti lamuran Arundellia setosa, merakan Apluda mutica, lamuran putih Dichantium caricosum, kolonjono
Brachiaria sp, gajah- gajahan Scleractine punctata, jarong Shchytarheta jamaincensis, alang-alang Imperata cylindrica dan padi-padian Shorgum
nitidus. Selain dipikul, pemanfaat rumput biasanya mengambil rumput dengan
menggunakan sepeda. Dalam satu sepeda, rumput yang diambil bisa mencapai 1-3 ikat. Rumput tersebut jarang sekali untuk diperjualbelikan tetapi bila rumput
tersebut ditukar dengan barang lain ataupun dijual maka bisa mencapai harga ±
Rp. 2.500,00 sampai Rp 5.000,00ikat. Rumput termasuk kelompok flora yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
pemanfaatan tradisional pada kawasan pelestarian alam Sriyanto 2005. Tetapi walaupun demikian pengambilan rumput dalam kawasan TN Baluran
menyebabkan turunnya potensi persediaan pakan satwa liar herbivor. Selain itu pengambilan rumput juga memicu pemanfaat untuk mengambil sumberdaya hutan
lainnya dari dalam kawasan TN Baluran. Seperti pada jenis sumberdaya hutan yang telah dikemukakan terdahulu, dalam mengendalikan dampak tersebut
Gambar 15. Aksi Pengambilan Rumput dengan Sepeda Gambar 16. Aksi Pengambilan Rumput dengan Cikar
diperlukan pembatasan lokasi dan pengaturan cara dan mekanisme yang aman sehingga potensi sumberdaya hutan tetap lestari.
7. Rambanan