Begitupun dengan pengambilan kayu bakar dengan cara menebang pohon akan menimbulkan perubahan terhadap vegetasi di lokasi pemanfaatan tersebut. Selain
itu pengambilan ikan yang menggunakan peralatan yang dilarang juga akan merusak ekosistem laut.
Oleh karena itu, berdasarkan kriteria-kriteria di atas maka untuk meminimalisir dan mengendalikan potensi kerusakan akibat pemanfaatan
sumberdaya hutan TN Baluran perlu memperhatikan lokasi pemanfaatannya, jenis-jenis yang dimanfaatkan dan cara pengambilannya. Dalam hal ini, perlu
adanya pola pemanfaatan sumberdaya hutan dalam kawasan TN Baluran baik mengenai pengaturan batasan lokasi, cara dan mekanisme pemanfaatan yang
memenuhi kaidah kelestarian, sehingga disamping hutan TN Baluran lestari masyarakatnya pun dapat sejahtera.
C. Nilai Manfaat Sumberdaya Hutan
Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran, sebagian besar dinilai berdasarkan harga pasar atau transaksi setempat.
Beberapa sumberdaya hutan lainnya dinilai dengan nilai relatif. Penyajian data meliputi harga rata-rata tiap sumberdaya hutan, nilai pemanfaatan per tahun,
proporsi nilai suatu sumberdaya hutan terhadap sumberdaya hutan lainnya. Satuan yang digunakan untuk mengetahui volume sumberdaya hutan adalah satuan pada
saat sumberdaya hutan tersebut dijual.
Tabel 18. Rata-rata Harga Tiap Jenis Sumberdaya Hutan TN Baluran
No Jenis Sumberdaya Hutan
Nilai Sumberdaya Hutan Rp Satuan unit
1 Asam
2.683,33 Kilogram
2 Biji Akasia
2.147,78 Kilogram
3 Gadung
2.444,44 Kilogram
4 Gebang
4.173,21 Kilogram
5 Ikan
4.739,05 Kilogram
6 Kelanting
75,00 Kilogram
7 Kemiri
4.411,11 Kilogram
8 Kroto
1.850,00 Ons
9 Madu
21.375,00 Botol
10 Rambanan
2.356,11 Ikat
11 Kayu bakar
2.459,80 Ikat
12 Rumput
4.049,96 Sak
Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran memiliki harga cukup tinggi dan mampu memberikan pendapatan yang
cukup besar bagi pemanfaat sumberdaya hutan. Tabel di atas menunjukkan bahwa
madu memiliki harga jual tertinggi Rp. 21.375,00botol. Sementara itu, kelanting memiliki harga jual terendah yaitu hanya Rp. 75,00kilogram.
Untuk memperoleh nilai pemanfatan setiap sumberdaya hutan dalam satu tahun, penghitungan dilakukan dengan menggunakan rumus :
N = H x V x F x n Dimana : N = Nilai pemanfatan suatu sumberdaya hutan per tahun
H = Harga jual rata-rata sumberdaya hutan per satuan pemanfaatan V = Volume rata-rata pemanfaatan sumberdaya hutan per satu kali
pemanfaatan F = Intensitas pemanfaatan sumberdaya hutan dalam satu tahun
minggu n = Jumlah pemanfaat
Untuk memperoleh proporsi pemanfaatan suatu sumberdaya hutan terhadap sumberdaya hutan lainnya digunakan rumus sebagai berikut :
P =
100 N
N
total
x
Dimana : P = Proporsi persentase nilai pemanfaatan suatu sumberdaya hutan
terhadap sumberdaya hutan lainnya N
= Nilai pemanfaatan suatu sumberdaya hutan per tahun N
total
= Nilai total pemanfaatan seluruh sumberdaya hutan per tahun Dengan menggunakan rumus di atas diperoleh hasil seperti disajikan pada
tabel 19 di bawah ini.
Tabel 19. Nilai Sumberdaya Hutan yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Penyangga per Tahun
No Jenis SumberdayaHutan
Nilai Pemanfaatan Rp Proporsi
1 Asam
24.503.474,44 4,00
2 Biji Akasia
58.656.774,32 9,57
3 Gadung
1.682.776,77 0,27
4 Gebang
55.377.219,05 9,03
5 Ikan
38.248.000,00 6,24
6 Kelanting
8.390.520,00 1,37
7 Kemiri
3.476.054,16 0,57
8 Kroto
10.948.800,00 1,79
No Jenis SumberdayaHutan
Nilai Pemanfaatan Rp Proporsi
9 Madu
60.420.000,00 9,86
10 Rambanan
67.948.537,78 11,08
11 Kayu bakar
147.691.760,10 24,09
12 Rumput
135.682.362,30 22,13
Jumlah 613.026.278,90
100
Kayu bakar adalah sumberdaya hutan dengan nilai pemanfaatan terbesar yaitu Rp.147.691.760,10thn. Nilai ini mencakup 24,09 dari total pemanfaatan
sumberdaya hutan. Oleh karena pemilikan ternak yang cukup banyak di sekitar TN Baluran mengakibatkan rumput dan rambanan sebagai pakan ternak tersebut
memiliki nilai proporsi yang cukup besar setelah kayu bakar. Rumput dengan nilai proporsi 22,13 dan rambanan dengan nilai 11,08. Sebaliknya, madu yang
memiliki jumlah pemanfaat yang sedikit 2,93, nilai pemanfaatannya menduduki urutan keempat besar Rp.60.420.000,00thn. Hal ini disebabkan nilai
madu paling tinggi dibandingkan dengan sumberdaya hutan lainnya. Dari nilai pemanfaatan tersebut, akan diketahui tingkat ketergantungan
masyarakat pemanfaat terhadap kawasan TN Baluran. Tingkat ketergantungan ini ditentukan berdasarkan nilai kontribusi sumberdaya hutan terhadap pendapatan
total Hufschmidt et al. 1987 : K
r
=
Keterangan : K
r
= Tingkat ketergantungan relatif Ph
= Pendapatan dari sumberdaya hutan Rpthn P
= Pendapatan total Rpthn Pendapatan total diperoleh dari pendapatan di luar sumberdaya hutan dan
pendapatan dari sumberdaya hutan. Pendapatan di luar sumberdaya hutan dari seluruh pemanfaat dalam penelitian ini sebesar Rp. 275.616.000,00thn.
Sedangkan pendapatan dari sumberdaya hutan dalam hal ini nilai manfaat sumberdaya hutan tabel 18 sebesar Rp. 613.026.278,90thn. Sehingga kontribusi
relatif yang dapat diberikan dari sumberdaya hutan terhadap peningkatan pendapatan pemanfaat sumberdaya hutan secara umum dapat dikatakan cukup
besar yaitu 68,98 dari total pendapatan. Sedangkan berdasarkan 100
x P
Ph
∑
pengelompokkan pendapatan, tingkat ketergantungan relatif pemanfaat yang berpendapatan rendah 58,97, pemanfaat berpendapatan menengah 64,59
dan pemanfaat berpendapatan tinggi 77,39. Untuk menghitung kontribusi nominal absolut berdasarkan
pengelompokkan pendapatan pemanfaat dihitung sebagai berikut : K
a
=
n Ph
Keterangan : K
a
= Kontribusi nominal absolut Rpthn Ph
= Pendapatan dari sumberdaya hutan Rpthn n
= Jumlah pemanfaat dalam satu kelompok pendapatan Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh bahwa kontribusi nominal
absolut pemanfaat berpendapatan rendah Rp. 1.601.333,33thn, pemanfaat berpendapatan menengah Rp. 3.526.986,67thn dan pemanfaat berpendapatan
tinggi Rp. 7.739.800,00thn.
Gambar 21. Tingkat Ketergantungan Pemanfaat Sumberdaya Hutan Desa Penyangga TN Baluran Berdasarkan Kelompok
Pendapatan
59 65
77 41
35 23
20 40
60 80
100 120
pendapatan rendah pendapatan menengah
pendapatan tinggi
Kelompok Pendapatan Total Pemanfaat Tingkat Ketergantungan
Sumberdaya Hutan Non Sumberdaya Hutan
Berdasarkan gambar 21 di atas, terlihat bahwa pemanfaat berpendapatan tinggi memiliki tingkat ketergantungan paling tinggi baik secara relatif maupun
secara absolut dengan pendapatan yang diperolehnya dari sumberdaya hutan lebih besar dibandingkan pendapatan di luar sumberdaya hutan sehingga untuk
menangani masalah tersebut dapat dilakukan pembinaan usaha di sektor lain selain di bidang kehutanan yang memiliki trade-off pada lahan yang sama dengan
kehutanan.
D. Persepsi Para Pihak Mengenai Pemanfaatan Sumberdaya Hutan D. 1. Persepsi Masyarakat Pemanfaat Sumberdaya Hutan
Persepsi masyarakat tentang TN Baluran merupakan wujud dari pemahaman mereka yang terolah menurut sejarah kedatangan dan aktivitasnya selama
bertahun-tahun. Persepsi ini dipengaruhi oleh pengalaman, penilaian, kepercayaan, sikap, keadaan sosial dan ekonomi serta harapannya di masa depan.
Persepsi juga melibatkan pengertian kesadaran, makna atau suatu penghargaan terhadap obyek tersebut. MacKinnon et al. 1993, menyatakan bahwa
keberhasilan pengelolaan kawasan dilindungi banyak bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan kepada kawasan tersebut oleh
masyarakat sekitar. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui persepsi masyarakat desa penyangga TN Baluran khususnya para pemanfaat sumberdaya
hutan dalam rangka keberhasilan pengelolaan TN Baluran. Persepsi masyarakat diketahui dengan melakukan wawancara kepada
pemanfaat sumberdaya hutan TN Baluran yang memiliki ketergantungan dengan kawasan tersebut. Pertanyaan diawali dengan pengetahuan tentang TN Baluran di
dekat tempat tinggalnya. Pengetahuan yang dimaksud tidak dibatasi pada istilah taman nasional saja tetapi tergantung dari istilah yang diketahui. Selanjutnya
menyangkut persepsi mereka tentang larangan- larangan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan TN Baluran. Selain itu, ditanyakan mengenai harapan- harapan
mereka dengan keberadaan TN Baluran. Secara tidak langsung, persepsi masyarakat juga meliputi persepsi sumberdaya alam di dalamnya, dan tentang
pengelola atau petugas-petugas taman nasional.
Tabel 20. Persepsi Pemanfaat Sumberdaya Hutan
No Persepsi Pemanfaat Sumberdaya Hutan
Jumlah Persentase
1 Pengetahuan mengenai keberadaan TN Baluran
Ø Mengenal istilah taman nasional Ø Tidak mengenal istilah taman nasional
92 58
61,33 38,67
2 Larangan-larangan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan TN
Baluran Ø Pemanfaatan sumberdaya hutan merupakan kegiatan yang
tidak diperbolehkan Ø Pemanfaatan sumberdaya hutan merupakan kegiatan yang
diperbolehkan 38
111 25,33
74,00 3
Harapan dengan Keberadaan TN Baluran Ø Mengemukakan harapan
Ø Tidak mengemukakan harapan 130
20 86,67
13,33
Sebagian besar pemanfaat sumberdaya hutan yang diwawancarai 61,33 mengetahui adanya taman nasional tetapi mereka belum paham arti dari TN
Baluran bahkan ada yang tidak mengenal istilah taman nasional. Mereka menganggap bahwa TN Baluran sebagai hutan lindung dengan pengertian fungsi
perlindungan yang belum mereka ketahui. Sebanyak 74,00 pemanfaat sumberdaya hutan menyatakan bahwa
kegiatan yang mereka lakukan pemanfaatan hasil hutan TN Baluran merupakan kegiatan yang diperbolehkan karena mereka mengambil sumberdaya hutan tanpa
merusak kawasan tersebut. Larangan- larangan yang mereka ketahui dan merusak kawasan antara lain larangan untuk menebang pohon, larangan membunuh satwa
atau berburu seperti rusa, banteng, burung, ayam hutan dan sebagainya serta larangan merambah hutan. Mereka mengakui hanya melakukan pemungutan
sumberdaya hutan yang aman dan tidak melakukan pengrusakan apapun. Bahkan mereka berpendapat, “tidak ada salahnya mengambil sumberdaya hutan yang
kami butuhkan daripada dibiarkan di lantai hutan tidak bermanfaat ”. Sedangkan 25,33 pemanfaat sumberdaya hutan mengakui bahwa kegiatan yang mereka
lakukan tersebut merupakan kegiatan yang tidak diperbolehkan. Tetapi mereka tetap melakukannya karena terbentur dengan masalah ekonomi. Mereka sangat
mengantungkan hidupnya dari kawasan TN Baluran. Selain persepsi-persepsi yang telah disebutkan di atas, pemanfaat
sumberdaya hutan 86,67 mengemukakan harapannya dengan keberadaan TN Baluran. Dengan kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan, tidak mungkin
masyarakat desa penyangga TN Baluran terlepas dari kawasan tersebut. Mereka sangat menggantungkan hidupnya pada kawasan TN Baluran sehingga mereka
berharap bahwa kawasan TN Baluran bisa memberikan manfaat agar kesejahteraan masyarakat meningkat tanpa adanya suatu penghalang. Masyarakat
berharap pengelola atau petugas TN Baluran dapat memperhatikan kepentingan masyarakat. Pada umumnya pemanfaat sumberdaya hutan juga mengemukakan
bahwa hubungan mereka dengan pengelola atau petugas taman nasional sangatlah kaku, para pemanfaat sumberdaya hutan memandang petugas taman nasional
sebagai petugas yang disegani dan penghalang mereka untuk memasuki kawasan dan memanfaatkan sumberdaya hutan yang ada di taman nasional. Oleh karena
itu, mereka berharap pengelola atau petugas taman nasional dapat bersosialisasi dengan masyarakat sehingga dapat bertukar informasi mengenai pengelolaan TN
Baluran. Mereka pun bersedia jika suatu saat diminta oleh pihak pengelola untuk kerjasama dalam pengembangan pengelolaan taman nasional. Karena mereka
mengakui bahwa kelestarian TN Baluran merupakan tanggungjawab bersama bukan hanya petugas atau pengelola TN Baluran saja. Selain itu, masyarakat
menanggapi bahwa bantuan yang pernah diberikan kepada Desa Wonorejo dan Desa Sumberwaru baik itu berupa ternak maupun bantuan dalam pengembangan
usaha ekonomi yang lainnya sangatlah berarti bagi masyarakat desa penyangga TN Baluran.
Pemerintah desa penyangga TN Baluran pun pada umumnya mengharapkan agar pengelola atau petugas TN Baluran memperhatikan masyarakatnya karena
bagaimana pun TN Baluran berbatasan dengan kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kawasan tersebut. Suatu kerjasama antara
pemerintahan desa dengan pihak pengelola taman nasional sangatlah mereka harapkan. Pemerintahan desa berpendapat bahwa segala sesuatu yang menyangkut
masyarakatnya akan lebih baik jika dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan pemerintah desa. Oleh karena itu, peran Pemda setempat dalam hal ini pemerintah
desa merupakan bagian penting dalam pengelolaan TN Baluran.
D. 2. Persepsi Pengelola TN Baluran