Selain itu pengambilan rumput juga memicu pemanfaat untuk mengambil sumberdaya hutan la innya dari dalam kawasan TN Baluran. Oleh karena itu,
dalam pengambilan rambanan juga perlu pengaturan yang sesuai dengan konservasi.
8. Madu
Madu merupakan salah satu sumberdaya hutan yang juga dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran. Umumnya pemanfaatan ini dilakukan
oleh masyarakat Desa Wonorejo yang berbatasan langsung dengan TN Baluran. Lokasi pemanfaatan madu di dalam kawasan TN Baluran antara lain di timurnya
Rawo Jambe, Kali Kepuh, Palokan, Curah Ulin, Glingseran, Gunung Lengker, Bekol.
Pemanfaatan madu biasanya dilakukan pada musim tumbuhan berbunga antara Bulan Juni sampai Bulan Agustus. Berdasarkan wawancara, pada
musimnya hampir tiap hari sebagian masyarakat mencari madu ke dalam kawasan TN Baluran. Berdasarkan wawancara, dalam sehari pencari madu bisa
mendapatkan madu 2-3 botol. Tetapi adakalanya juga dalam sehari tersebut mereka tidak mendapatkan madu sama sekali. Pengambilan madu menggunakan
asap untuk mengusir lebahnya. Setelah didapat madu tersebut kemudian diperas, disaring untuk diambil airnya dan dimasukkan ke botol. Satu botol madu dijual
dengan harga Rp 20.000,00 sampai Rp 25.000,00.
Pengambilan madu juga memicu pemanfaat untuk mengambil sumberdaya hutan lainnya yang dikhawatirkan merusak kelestarian potensi sumberdaya hutan.
Selain itu, karena dalam pengambilannya menggunakan asap sebagai pengusir lebah maka tidak menutup kemungkinan juga terjadinya kebakaran hutan.
Sehingga untuk menghindari hal yang demikian, pembinaan daerah penyangga
Gambar 18. Bekas Pengambilan Madu
sangatlah penting. Salah satu cara pembinaan pemanfaat madu yaitu adanya budidaya lebah madu di luar kawasan TN Baluran khusunya di desa penyangga
dimana bibitnya berasal dari kawasan TN Baluran. Sehingga dengan cara ini dapat mengurangi atau mungkin menghentikan frekuensi masuknya pengambil madu ke
dalam kawasan TN Baluran karena mereka telah memiliki pekerjaan budidaya lebah madu sebagai kegiatan pembinaan desa penyangga yang dikembangkan di
luar kawasan TN Baluran.
9. Krotoangkrang
Kroto adalah telur semut rangrang. Penyebaran kroto cukup merata dan cukup banyak di TN Baluran, karena itu pemanfaatannya pun dilakukan sepanjang
tahun. Sumberdaya hutan ini dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran sebagai makanan burung. Bagi masyarakat Desa Wonorejo biasanya
mereka menga mbil kroto di timurnya Perkebunan Kapuk dan Curah Ulin. Dalam pengambilan kroto, semut rangrangnya tidak di ambil tetapi hanya
telurnya. Telurnya diusahakan terhindarterpisah dari semut rangrang atau dengan kata lain semut rangrangnya diusir terlebih dahulu sehingga didapatkan telur yang
bersih dari semutnya. Dalam pengambilan ini, ada yang menggunakan bantuan galah untuk kroto yang berada di atas pohon. Pada umumnya, masyarakat menjual
kroto dengan harga per ons yaitu Rp 1.500,00 sampai Rp 2.000,00. Sejauh ini pengambilan kroto masih dalam batas-batas yang wajar tanpa
menimbulkan dampak yang berarti terhadap vegetasi di sekitarnya. Tetapi walaupun demikian, hendaklah diantisipasi oleh pengelola TN Baluran karena
tidak menutup kemungkinan pemanfaat kroto untuk mengambil sumberdaya hutan lainnya yang tidak memperhatikan aspek kelestarian.
10. Kemiri Aleurites moluccana
Lokasi pemanfaatan kemiri oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran berada di Sakesah, Biduri, Lembah Kacip dan Gunung Baluran. Pada umumnya
masyarakat mengambil kemiri, selain untuk dikonsumsi sendiri sebagai bumbu dapur, mereka juga menjualnya ke pengepul.
Pemanfaat kemiri biasanya berasal dari Daerah Blangguan dan Sekar Putih. Sebagian lagi ada yang berasal Dari Watukebo. Untuk mengambil kemiri, mereka