sangatlah penting. Salah satu cara pembinaan pemanfaat madu yaitu adanya budidaya lebah madu di luar kawasan TN Baluran khusunya di desa penyangga
dimana bibitnya berasal dari kawasan TN Baluran. Sehingga dengan cara ini dapat mengurangi atau mungkin menghentikan frekuensi masuknya pengambil madu ke
dalam kawasan TN Baluran karena mereka telah memiliki pekerjaan budidaya lebah madu sebagai kegiatan pembinaan desa penyangga yang dikembangkan di
luar kawasan TN Baluran.
9. Krotoangkrang
Kroto adalah telur semut rangrang. Penyebaran kroto cukup merata dan cukup banyak di TN Baluran, karena itu pemanfaatannya pun dilakukan sepanjang
tahun. Sumberdaya hutan ini dimanfaatkan oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran sebagai makanan burung. Bagi masyarakat Desa Wonorejo biasanya
mereka menga mbil kroto di timurnya Perkebunan Kapuk dan Curah Ulin. Dalam pengambilan kroto, semut rangrangnya tidak di ambil tetapi hanya
telurnya. Telurnya diusahakan terhindarterpisah dari semut rangrang atau dengan kata lain semut rangrangnya diusir terlebih dahulu sehingga didapatkan telur yang
bersih dari semutnya. Dalam pengambilan ini, ada yang menggunakan bantuan galah untuk kroto yang berada di atas pohon. Pada umumnya, masyarakat menjual
kroto dengan harga per ons yaitu Rp 1.500,00 sampai Rp 2.000,00. Sejauh ini pengambilan kroto masih dalam batas-batas yang wajar tanpa
menimbulkan dampak yang berarti terhadap vegetasi di sekitarnya. Tetapi walaupun demikian, hendaklah diantisipasi oleh pengelola TN Baluran karena
tidak menutup kemungkinan pemanfaat kroto untuk mengambil sumberdaya hutan lainnya yang tidak memperhatikan aspek kelestarian.
10. Kemiri Aleurites moluccana
Lokasi pemanfaatan kemiri oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran berada di Sakesah, Biduri, Lembah Kacip dan Gunung Baluran. Pada umumnya
masyarakat mengambil kemiri, selain untuk dikonsumsi sendiri sebagai bumbu dapur, mereka juga menjualnya ke pengepul.
Pemanfaat kemiri biasanya berasal dari Daerah Blangguan dan Sekar Putih. Sebagian lagi ada yang berasal Dari Watukebo. Untuk mengambil kemiri, mereka
harus menempuh jarak ±
10-35 km sehingga mereka harus menginap di dalam kawasan 3-6 hari. Pada umumnya, mereka mencari kemiri secara berkelompok.
Pemanfaatan kemiri dilakukan secara musiman pada Bulan September sampai dengan Bulan November. Berdasarkan wawancara dengan pemanfaat
kemiri, bila musim kemiri telah tiba mereka dapat memperoleh 3.000-4.000 biji kemiri dalam sekali pengambilan ke kawasan TN Baluran. Satu kilogram memuat
± 400 biji kemiri. Umumnya pengambilan buah kemiri dilakukan seperti
pengambilan asam dengan cara “mulung” yaitu memungut buah kemiri yang jatuh namun ada pula yang memanjat dan memotong cabangnya agar diperoleh hasil
yang lebih banyak. Kemudian kulit luarnya dibersihkan dan biji yang masih bertempurung dikeringkan. Setelah itu barulah kemiri siap untuk dijual ke
pengepuljuragannya dengan harga mencapai Rp 4.800,00kg. Pemungutan buah kemiri dengan “mulung” mungkin tidak terlalu
menimbulkan masalah namun pengambilan dengan memotong dahan, merupakan masalah tersendiri untuk kawasan. Memotong dahan berarti merusak bentuk tajuk
yang akan menimbulkan hambatan untuk berbuah pada musim berikutnya. Oleh karena itu, untuk mengendalikan masalah tersebut, hendaklah diperhatikan cara
dan mekanisme pengambilannya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian.
11. Gadung Dischorea hispida