itu, mereka berharap pengelola atau petugas taman nasional dapat bersosialisasi dengan masyarakat sehingga dapat bertukar informasi mengenai pengelolaan TN
Baluran. Mereka pun bersedia jika suatu saat diminta oleh pihak pengelola untuk kerjasama dalam pengembangan pengelolaan taman nasional. Karena mereka
mengakui bahwa kelestarian TN Baluran merupakan tanggungjawab bersama bukan hanya petugas atau pengelola TN Baluran saja. Selain itu, masyarakat
menanggapi bahwa bantuan yang pernah diberikan kepada Desa Wonorejo dan Desa Sumberwaru baik itu berupa ternak maupun bantuan dalam pengembangan
usaha ekonomi yang lainnya sangatlah berarti bagi masyarakat desa penyangga TN Baluran.
Pemerintah desa penyangga TN Baluran pun pada umumnya mengharapkan agar pengelola atau petugas TN Baluran memperhatikan masyarakatnya karena
bagaimana pun TN Baluran berbatasan dengan kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kawasan tersebut. Suatu kerjasama antara
pemerintahan desa dengan pihak pengelola taman nasional sangatlah mereka harapkan. Pemerintahan desa berpendapat bahwa segala sesuatu yang menyangkut
masyarakatnya akan lebih baik jika dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan pemerintah desa. Oleh karena itu, peran Pemda setempat dalam hal ini pemerintah
desa merupakan bagian penting dalam pengelolaan TN Baluran.
D. 2. Persepsi Pengelola TN Baluran
Para petugas atau pengelola TN Baluran mengetahui adanya pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan masyarakat desa penyangga di dalam kawasan
TN Baluran. Hal ini mereka anggap sebagai tindakan yang jelas tidak diperbolehkan. Karena dapat mengancam kelestarian dan menimbulkan kerusakan
sumberdaya taman nasional. Mereka pun mengemukakan berbagai konteks kerusakan yang terjadi selama ini dengan adanya pemanfaatan sumberdaya hutan,
diantaranya ekosistem dan habitat satwa menjadi rusak, menimbulkan kebakaran hutan, memicu perburuan liar, memicu pencurian dan penjarahan sumberdaya
hutan baik kayu maupun non kayu yang tidak terkendali. Dalam skala pemanfaatan yang ringan, petugas atau pengelola akan
memberikan pengarahan dan peringatan terhadap pengambil sumberdaya hutan,
tetapi jika pemanfaatan yang dilakukan dalam skala yang berat seperti pengambil kayu rimba, pengambil daun gebang, dan pengambil yang tidak terkendali maka
petugas tidak segan untuk memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Tetapi walau bagaimana pun dengan melihat kondisi masyarakat ada sebagian
pelanggaran yang masih ditolerir oleh petugas misalnya untuk pengambil rumput, rambanan, kayu bakar, biji akasia, asam, ikan, kroto dan sumberdaya hutan
lainnya yang dipungut secara aman tanpa merusak fungsi kawasan itu sendiri. Berbagai upaya terus dilakukan oleh pihak pengelola dalam rangka
mengurangi pengambilan sumberdaya hutan antara lain adanya patroli, pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat maupun pembinaan daerah
penyangga. Pembinaan daerah penyangga yang selama ini pernah dilakukan diantaranya :
a. Tahun 2000, adanya bantuan ternak kambing pada dua desa yaitu Desa Sumberwaru Dusun Blangguan dan Desa Wonorejo Dusun Kendal.
Bantuan ini ternyata tidak mengurangi pengambilan sumberdaya hutan karena untuk mendapatkan pakan ternak tersebut masih bergantung pada kawasan TN
Baluran. Terlebih lagi dengan ternak tersebut volume penggembalaan justru meningkat.
b. Tahun 2002, dikembangkan lagi pembinaan daerah penyangga yang tidak memicu aktivitas dalam kawasan TN Baluran yaitu pengembangan kesenian
dalam bentuk bantuan peralatan musik yang diberikan kepada kelompok musik yang telah ada organisasinya dan membutuhkan bantuan dalam rangka
pengembangannya. Desa yang mendapatkan bantuan tersebut yaitu Desa Sumberwaru dengan bantuan alat musik hadrah dan Desa Wonorejo dengan
bantuan alat musik band. Bantuan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengembangkan budaya yang ada, sebagai wadah untuk menggalang prestasi,
adanya terobosan baru bagi masyarakat untuk dapat meningkatkan tingkat sosial ekonominya sehingga tidak bergantung terhadap potensi TN Baluran
serta sebagai sarana promosi potensi dan manfaat TN Baluran. Pada tahun yang sama juga adanya bantuan mesin pompa air untuk Desa Sumberwaru
yang diberikan kepada kelompok tani yang telah dibentuk wadah
organisasinya. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengurangi aktivitas masyarakat dalam mengambil sumberdaya hutan di kawasan TN Baluran.
c. Tahun 2003, jenis bantuan daerah penyangga untuk Desa Wonorejo yang diberikan berupa bantuan pembuatan gudang dan pengadaan peralatan serta
bahan pembuatan pupuk bokashi serta bantuan peralatan dan bahan pengembangan usaha pembuatan keripik singkong dan tempe. Hal ini
merupakan terobosan baru yang dapat dikomersilkan mengingat di desa penyangga kawasan TN Baluran banyak ternak dan tanaman singkong.
Bantuan tersebut juga dapat mengurangi penggembalaan di kawasan TN Baluran dan mendukung upaya peningkatan produksi pertanian. Selain itu
juga menjaring lapisan masyarakat yang pengangguran dan dapat dijadikan sebagai media promosi potensi pariwisata khususnya obyek wisata TN
Baluran melalui kemasannya.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
1. Pada kelompok umur, persentase pemanfaat sumberdaya hutan terbesar didominasi oleh pemanfaat dengan usia 28-55 tahun yaitu sebesar 84,00.
Pemanfaat sumberdaya hutan sebanyak 90,66 memiliki jumlah anggota keluarga 3-6 orang. Sebagian besar pemanfaat sumberdaya hutan berlatar
belakang Sekolah Dasar baik tamat maupun tidak tamat sebesar 70,00. Pemanfaat sumberdaya hutan tertinggi bermata pencaharian sebagai buruh
tani 59,33. Sebanyak 46,00 pemanfaat sumberdaya hutan memiliki pendapatan di luar sumberdaya hutan sebesar Rp. 30.000,00 sampai Rp.
90.000,00bulan. 2. Jenis-jenis sumberdaya hutan dan persentase pemanfaat desa penyangga TN
Baluran antara lain kayu bakar 20,74, rumput 18,09, rambanan 15,16, biji akasia 9,84, daun gebang 8,24, ikan 7,18, asam
6,38, kroto 4,52, madu 2,93, biji gebangkelanting 2,66, kemiri 2,39, dan gadung 1,36.
3. Nilai pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat desa penyangga TN Baluran relatif cukup besar yaitu Rp. 613.026.278,90tahun. Kayu bakar
adalah sumberdaya hutan yang paling banyak dimanfaatkan dengan nilai pemanfaatan Rp. 147.691.760,10tahun. Sedangkan tingkat ketergantungan
masyarakat pemanfaat desa penyangga terhadap sumberdaya hutan TN Baluran secara umum sebesar 68,98 dan kontribusi nominal absolut paling
tinggi yaitu pemanfaat berpendapatan tinggi Rp. 7.739.800,00thn. 4. Terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat yang memanfaatkan
sumberdaya hutan dalam kawasan TN Baluran dengan pengelola kawasan TN Baluran. Perbedaan persepsi ini sangat bertentangan dengan harapan para
pihak khususnya masyarakat pemanfaat sumberdaya hutan TN Baluran.
B. Saran
1. Masyarakat diberi aktivitas ekonomi alternatif terkait dengan sumberdaya yang dimanfaatkan sehingga mampu mengurangi ketergantungan masyarakat
terhadap sumberdaya hutan dalam kawasan TN Baluran. Dalam hal ini perlu