Biji Akasia Jenis-jenis Sumberdaya Hutan yang Dimanfaatkan

wawancara, 1 kg kelanting bisa menghasilkan 6 tasbih dengan harga Rp. 2.000,00tasbih. Kegiatan pengambilan kelanting berakibat berkurangnya persentasi regenerasi alami gebang. Apabila kegiatan ini terus berlangsung maka kondisi tegakan gebang yang telah rusak akibat dari pengambilan daun muda menjadi diperparah dengan berkurangnya potensi regenerasi gebang muda. Dari kondisi tersebut di atas, merupakan ancaman terhadap kelestarian gebang di TN Baluran. Banyaknya volume pengambilan biji gebang, serta banyaknya jumlah masayarakat pengambil mengakibatkan percepatan rusaknya tegakan gebang tersebut. Apabila kegiatan masayarakat tersebut semakin tidak terkendali, maka dalam hitungan tahun keberadaan gebang di TN Baluran semakin parah dan tidak menutup kemungkinan akan habis. Seperti halnya pada daun gebang, penanganan dalam pengambilan bijinya pun dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan dan pemahaman, patroli lapangan secara rutin dan terpadu serta memberikan aktivitas ekonomi alternatif lain bagi masyarakat pemanfaat gebang. Selain itu penting juga adanya pengaturan dari pihak pengelola mengenai pola pemanfaatan yang memperhatikan kelestarian baik itu cara atau mekanismenya maupun pembatasan pada lokasi pengambilannya.

3. Biji Akasia

Akasia nilotica sangat identik dengan TN Baluran. Pohon ini melimpah ruah dan penyebarannya pun cukup cepat di kawasan TN Baluran. Hampir di setiap zonasi dalam kawasan TN Baluran ditemui pohon akasia sehingga mempermudah masyarakat untuk mengambilnya Lihat Lampiran 5. Lokasi- lokasi yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar TN Baluran antaralain di Alas Malang, Watu Numpuk, Sumber Kodung, Bilik, Merak, Balanan, Lempuyang, Kajang, Bekol, Pal Boto, Paleran, dan di sepanjang pinggir jalan raya mendekati pos Karang Tekok. Dengan penyebaran tersebut di atas, tak heran jika masyarakat desa penyangga TN Baluran banyak yang memanfaatkan akasia dari dalam kawasan TN Baluran. Selain kayunya yang dipergunakan sebagai bahan bakar, bijinya pun dimanfaatkan untuk campuran kopi dan bisa juga dibuat kecambah untuk sayur. Pada musim kemarau biji akasia sudah mulai tua dan masak antara bulan Juni- September. Pengambilan biji akasia oleh masyarakat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan memungut dari biji yang jatuh di lantai hutan maupun dengan menggunakan alat yang dapat menjangkau biji akasia di pohonnya. Pengambilan tersebut dapat menekan laju pertumbuhan akasia sejauh kegiatan pemanfaatan dilakukan tanpa merusak kawasan di sekitar lokasi pemanfaatan. Tetapi ada sebagian masyarakat untuk memanfaatkannya mereka melakukan penyelipan penjemuran dengan membuang kulitnya untuk mendapatkan biji akasia bersih di jalan raya untuk pos Karang Tekok dari arah batangan. Kadang-kadang bekas dari penyelipan dibakar dipinggir jalan tersebut Pada umumnya, pengambil biji akasia yaitu kaum perempuan. Sebagian diantaranya membawa sepeda untuk mencari biji akasia ke dalam kawasan TN Baluran. Tetapi tak sedikit juga yang jalan kaki baik sendiri maupun bersama temannya. Mereka biasanya berangkat mencari biji tersebut pagi-pagi sekitar pukul 06.00 WIB. Dalam sekali mencari biji akasia diperoleh 3-20 kg. Setelah terkumpul ± 1 kuintal baru biji tersebut diselip di jalan ataupun di pekarangan rumahnya. Penyelipan yang dilakukan di jalan raya biasanya dimulai dari pukul 06.00-13.00 WIB. Penyelipan tersebut untuk mempermudah pemanfaatan karena selain kondisinya yang panas di atas aspal juga dibantu dengan kendaraan yang menggilasnya sehingga biji-biji akasia cepat mengelupas dari kulitnya. Setelah itu, baru disapu dan ditampi. Hasil tampiannya dipisah antara kulit yang terbuang dengan biji yang sudah lepas dari kulitnya. Kemudian dianginkan supaya bersih dari kulitnya dan terakhir ditampi kembali. Setelah itu barulah biji akasia siap Gambar 7. Aksi Pengambilan Biji Akasia Gambar 8. Penyelipan Biji Akasia di Jalan Raya untuk dijual. Harga biji akasia bersih mencapai Rp. 1.500,00 sampai Rp. 3.000,00 per kg. Dampak pemanfaatan akasia diduga dapat membantu pengelolaan TN Baluran. Hal ini dikaitkan dengan Akasia nelotica sebagai tumbuhan exotic yang merupakan permasalahan dalam pengelolaan TN Baluran. Dalam pengelolaannya justru dilakukan pemberantasan terhadap tanaman tersebut. Sehingga dengan adanya pemanfaatan akasia oleh masyarakat baik itu pengambilan kayunya maupun bijinya diduga akan mengurangi penyebaran akasia. Tetapi jika dalam teknik pemanfaatannya dilakukan penyelipan yang salah misalnya di jalan raya mendekati pos Karang Tekok maka hal ini memicu tumbuhnya akasia dari biji-biji sisa yang tertinggal setelah penyelipan, karena pemanfaat menyapunya ke pinggir jalan dan menampinya. Selain itu, sisa-sisa dari penyelipan tersebut dibakar sehingga menimbulkan polusi udara, musnahnya lapisan humus dan jasad renik serta mengurangi tingkat kesuburan tanah. Dampak negatif lain dari pemanfaatan akasia, semakin banyak orang yang masuk ke dalam kawasan semakin sulit pengawasannya karena memungkinkan pula mengambil sumberdaya hutan lainnya. Berdasarkan dampak pemanfaatan akasia yang telah dikemukakan di atas, maka pengambilan biji akasia ini diperbolehkan tetapi terbatas pada lokasi- lokasi tertentu dengan teknik-teknik pemanfaaatannya lebih memperhatikan konservasi, tidak seperti kasus penyelipan yang telah dibahas. Gambar 9. Kegiatan dalam Penyelipan Biji Akasia Ditampi dan Dianginkan Gambar 10. Dampak Penyelipan Pembakaran

4. Asam Tamarindus indica