Interaksi Masyarakat Sekitar dengan Taman Nasional

a. Sanctuary zonemintakat inti, di daerah ini tidak ada kegiatan manusia dan yang hanya boleh dilakukan adalah tindakan-tindakan yang diperlukan untuk preservasi dan penelitian, b. Wilderness zonemintakat rimba, daerah ini merupakan jalan berpemandangan indah, jalan-jalan yang melalui hutan lebat, jalan setapak dan lain- lain serta menjadi tempat berlindung yang menarik dan sederhana dan tempat yang tepat untuk melihat satwa yang menarik bagi pengunjung taman nasional, c. Intensive use zonemintakat pemanfaatan, pada prinsipnya pengelolaannya bertujuan untuk dapat dicapai pengunjung yang banyak dan intensif, sehingga tersedia fasilitas-fasilitas bagi pengunjung, d. Zona pemanfaatan khusus, mencakup tanah yang diperlukan untuk pelayanan pengelolaan, e. Zona perbaikan, merupakan daerah yang termasuk dalam kawasan yang dilindungi, dimana seperti bekas perladangan dan penggembalaan ternak, dan f. Zona historis, termasuk kawasan prasejarah atau menunjukkan kearkeologian dan kawasan lain yang menunjukkan wajah budaya.

B. Interaksi Masyarakat Sekitar dengan Taman Nasional

Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi reaksi Moen 1973, diacu dalam Firmansyah 2004. Masyarakat di sekitar taman nasional adalah sekumpulan individu, keluarga dan komunitas tradisional atau modern yang bertempat tinggal tetap atau terus menerus pada suatu areal tertentu. Areal ini berada di dalam atau berbatasan dengan suatu kawasan taman nasional yang telah berdiri atau telah diusulkan sebagai kawasan taman nasional West dan Brechin 1995, diacu dalam Wibisono 1997. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional relatif rendah ini merupakan faktor pendorong yang kuat untuk melakukan tekanan-tekanan terhadap sumberdaya alam di taman nasional Alikodra 1989. Pengelolaan kawasan dilindungi oleh agen spesifik mempengaruhi berbagai macam kelompok masyarakat. Kelompok tersebut meliputi masyarakat yang tinggal di dalam atau di luar kawasan, terutama sejumlah orang yang menggunakan atau memperoleh sumberdaya alam dari kawasan dilindungi, selain itu juga meliputi sejumlah orang yang memiliki pengetahuan, kapasitas dan aspirasi yang berhubungan dengan pengelolaannya serta sejumlah orang yang mengenal nilai budaya, agama dan rekreasi di kawasan tersebut Borini dan Feyerabend 1999. Berdasarkan hasil kongres Taman Nasional Se-Dunia pada tahun 2003, memandatkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Masyarakat tersebut akan termotivasi berperan serta untuk kepentingan pengelolaan kawasan dalam jangka panjang. Hal ini akan berimplikasi terbukanya akses bagi masyarakat terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan secara berkesinambungan Soekmadi 2005. Menurut Phillips 2002 peraturan yang sangat tegas menyatakan bahwa tidak ada kawasan dilindungi dapat sukses dalam jangka waktu yang lama jika berlawanan dengan kondisi lokal. Selain itu juga menurut MacKinnon et al. 1993, bahwa keberhasilan pengelolaan banyak bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan kepada kawasan yang dilindungi oleh masyarakat sekitar. Di tempat dimana kawasan dilindungi dipandang sebagai penghalang, penduduk setempat dapat menggagalkan pelestarian. Tetapi bila pelestarian dianggap sebagai sesuatu yang positif manfaatnya, penduduk setempat sendiri yang akan bekerjasama dengan pengelola dalam melindungi kawasan itu dari pengembangan yang membahayakan. Beberapa penyebab terjadinya interaksi yang cukup penting antara manusia dan sumberdaya hutan Alikodra 1985 adalah : a. Tingkat pendapatan masyarakat sekitar kawasan relatif rendah b. Tingkat pendidikannya relatif rendah c. Rata-rata pemilikan lahan yang sempit dan kurang intensif pengelolaannya d. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan cukup tinggi Menurut MacKinnon et al. 1993, interaksi masyarakat dengan kawasan yang dilindungi dapat diarahkan pada suatu tingkat integrasi dimana keperluan masyarakat akan sumberdaya alam dapat dipenuhi tanpa mengganggu atau merusak potensi kawasan. Salah satu alternatifnya adalah membentuk daerah penyangga sosial yaitu daerah penyangga yang berguna untuk mengalihkan perhatian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hid upnya, sehingga mereka tidak merugikan hutan tersebut. Daerah penyangga juga dapat berfungsi sebagai usaha pertanian intensif, tempat untuk mengembangkan dan membina hubungan tradisional antara manusia dengan alam. Di Indonesia, setiap kawasan konservasi yang berbatasan dengan pemukiman hampir selalu mendapat tekanan dari masyarakat, baik berupa pemukiman di dalam kawasan maupun pemanfaatan potensinya. Seperti halnya, TN Baluran yang berdampingan dengan beberapa desa diantaranya Desa Wonorejo, Desa Sumberanyar dan Desa Sumberwaru pada Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo serta Desa Bajulmati dan Desa Watukebo pada kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1996 . Selain itu, terdapat juga beberapa pemukiman di dalam kawasan TN Baluran. Hal tersebut menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk memasuki dan mengambil kekayaan alam dari dalam taman nasional. Menurut Soekmadi 1987 dan Setianingrum 1996, interaksi yang terjadi antara masyarakat desa sekitar TN Baluran dengan sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan tersebut berupa : pengambilan kayu bakar, gadung, ules, buah asam, buah kemiri, biji akasia, rotan, bambu, rumput, madu, dan nener serta penggembalaan ternak secara liar. Berdasarkan studi kasus di Desa Sumberwaru Setianingrum 1996, jenis- jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Sumberwaru dari dalam kawasan TN Baluran dan persentase pemanfaat di desa tersebut antara lain kayu bakar 20,28, kemiri 5,63, asem 5,63, nener 17,46, gadung 2,25, bambu 3,38, biji akasia 8,73, rumput 17,75, rambanan 4,23, gebang 7,04, ikan 3,10, madu 1,97 dan kerang 2,54. Beberapa jenis sumberdaya hutan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat secara musiman dan sebagian yang lainnya dimanfaatkan sepanjang tahun. Kayu bakar dimanfaatkan masyarakat sepanjang tahun dan frekuensinya meningkat pada musim kemarau, jenis sumberdaya hutan lainnya yang dimanfaatkan sepanjang tahun yaitu gebang, bambu, rumput, rambanan, ikan, madu dan kerang. Sedangkan sumberdaya hutan yang dimanfaatkan secara musiman yaitu kemiri Oktober-November, asem Juni- Agustus, nener September-Januari, gadung September-Oktober dan biji akasia Juni-Agustus.

C. Manfaat Sumberdaya Hutan