87
Meskipun termasuk sedang, biaya investasi kedua gillnet sedikit variatif diantara desa pesisir yang disebabkan oleh perbedaan jenis bahan untuk kapal,
ukuran detail alat tangkap, dan teknik pengadaannya. Berdasarkan hasil analisis lapang, kapal ada yang dibuat di Ambon, Pulau Buruh, dan luar Maluku. Kapal-
kapal yang dioperasikan di Indonesia Timur umumnya mempunyai struktur fisik yang padat dan terbuat dari kayu pilihan. Buton dan Selayar merupakan daerah yang
memproduksi kapal perikanan dengan berbagai jenis dan ukuran, dan beberapa diantaranya ada yang digunakan oleh nelayan di Ambon dan sekitarnya. Kapal dari
kedua daerah di Sulawesi ini banyak diminati karena umumnya dibuat dari kayu pilihan kayu batu dan damar laut, sehingga lebih layak untuk operasi usaha
perikanan tangkap.
5.2. Biaya Operasional Usaha Perikanan Tangkap
Biaya operasional merupakan komponen penting lainnya dalam menilai kelayakan suatu usaha perikanan tangkap. Pada kondisi tertentu seperti pada kondisi
hasil tangkapan kurang baik, biaya operasional dapat menjadi komponen paling penting dalam usaha perikanan tangkap. Biaya operasional usaha perikanan tangkap
masyarakat pesisir di Kota Ambon, yang menjadi obyek penelitian ini, meliputi; minyak tanahbensinsolar, pelumasolie, es balok, dan ransumbekal. Biaya
operasional ini menjadi komponen utama untuk mempertahankan kontinyuitas usaha perikanan tangkap. Bila ada kesesuaian dengan hasil yang didapat, maka operasi
penangkapan ikan dapat terus dilakukan, sedangkan bila sebaliknya, operasi penangkapan bisa dihentikan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pertimbangan
terhadap biaya operasional dalam menilai kelayakan operasi suatu usaha perikanan tangkap. Tabel 27 menyajikan biaya operasional usaha perikanan tangkap pada desa
pesisir di Kecamatan Leitimur Selatan. Tabel 27 Biaya operasional usaha per tahun perikanan tangkap
di Kecamatan Leitimur Selatan
No Nama
Desa Biaya Operasional Rptahun
Bagan Gillnet
Hanyut Gillnet
Dasar Handline
Pancing Tonda
Pole and Line
Purse Seine
UP Tuna
1 Naku
- 10.026.000
- 9.180.000 62.508.000 -
- 2
Kilang -
87.360.000 - 2.400.000
- -
- 150.000.000
3 Hukurila
- 15.321.600
1.296.000 4.195.200 20.563.200 -
- 4
Hutumury 56.040.000 20.175.000 20.175.000 5.335.200 33.350.400 486.600.000
- 5
Rutong -
2.016.000 2.808.000 1.920.000 24.825.600
- -
6 Leahari
- 7.020.000
5.184.000 1.512.000 9.136.800
- 204.960.000
88
Berdasarkan Tabel 27, usaha pole and line, purse seine, dan usaha penangkapan tuna membutuhkan biaya operasional yang besar untuk penangkapan
ikan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh skala usaha ketiga usaha perikanan tangkap ini besar seperti dijelaskan pada Bagian 5.1, dimana tenaga kerjaABK
yang terlibat, dan BBM serta perbekalan yang harus disiapkan juga banyak. Menurut Musich, et.al 2008, sumberdaya ikan yang berlimpah dan hasil tangkapan yang
banyak selalu dikejar oleh nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap lainnya untuk menutupi biaya operasional yang digunakan. Namun upaya untuk
mendapatkan hasil tangkapan yang banyak ini hendaknya memperhatikan kelestarian stok ikan, sehingga pemanfaatan dapat berkelanjutan. Hal ini perlu
menjadi perhatian bagi pelaku usaha perikanan tangkap, dan pengembangan usaha perikanan tangkap dengan biaya operasional lebih murah perlu menjadi arahan
pengembangan berikutnya. Secara sepintas, bagan dapat menjadi pilihan karena dapat dioperasikan secara pasif tidak mobile, sehingga lebih dapat menghemat
biaya operasional terutama bahan bakar. Meskipun diusahakan dalam skala besar, biaya operasional penangkapan ikan per tahun di Kecamatan Leitimur Selatan
rendah. Tabel 28 Biaya operasional usaha perikanan tangkap per tahun
di Kecamatan Teluk Ambon
No Nama Desa
Biaya Operasional Rptahun Gillnet
Hanyut Handline
Ketinting Pancing
Tonda Purse Seine
1 Laha
- 1.680.000
27.806.400 117.642.000
220.584.000 2
Tawiri -
4.110.000 -
- -
3 Hatiwe Besar
- 33.432.000
- -
286.681.200 4
Wayame -
- -
14.400.000 -
5 Rumah Tiga
- 5.130.000
- -
- 6
Waeheru -
4.560.000 -
- -
7 Poka
16.634.400 -
- -
- 8
Hunut -
21.900.000 -
- -
Biaya operasional per tahun yang cukup besar juga terjadi pada usaha perikanan pancing tonda di Desa Laha Kecamatan Teluk Ambon Dalam Tabel 28.
Dari jumlah yang dikeluarkan untuk pancing tonda tersebut, sekitar 64,5 digunakan untuk BBM dan oli. Hal ini menunjukkan bahwa BBM menjadi faktor
penting dalam operasi usaha perikanan pancing tonda di Desa Laha Kecamatan Teluk Ambon Dalam. Karena itu, pengusahaan pancing tonda ini perlu dilakukan
89
dengan kemandirian modal agar tetap bertahan. Secara sepintas kebutuhan biaya operasional yang besar itu telah menunjukkan ketergantungan tinggi terhadap
komponen produksi, dan hal ini menjadi pertimbangan penting bagi penilaian kelayakan pengusahaan pancing skala besar. Tingkat keseimbangan biaya
operasional ini dengan penerimaan yang dijelaskan pada Bagian 5.3 akan menentukan nilai pasti dari kelayakan usaha pancing tonda tersebut.
Tabel 29 Biaya operasional usaha perikanan tangkap di Kecamatan Baguala
No Nama Desa
Biaya Operasional Rptahun Bagan
Gillnet Hanyut
Handline Payang
Pole and Line
Redi
1 Nania
- -
- 196.705.200
- -
2 Negeri Lama
- 18.000.000
- -
- 39.168.000
3 Passo
- 30.211.200
- -
- -
4 Lateri
40.698.000 7.728.000
3.240.000 -
598.080.000 298.350.000
5 Halong
- 18.000.000
- -
152.160.000 40.800.000
6 Latta
- 3.924.000
66.744.000 -
- -
Selanjutnya, bila mengacu kepada Tabel 29, maka handline di Desa Latta membutuhkan biaya operasional yang tinggi untuk ukuran usaha perikanan tangkap
yang biasa diusahakan skala kecil. Sebaliknya, biaya operasional gillnet hanyut yang ada, termasuk wajar untuk usaha perikanan tangkap yang biasa diusahakan dengan
skala sedang. Hal cukup wajar juga terjadi pada payang, pole and line, redi yang biasa diusahakan dengan skala besar. Biaya operasional yang tinggi pada handline di
Desa Latta terjadi karena intensitas operasi penangkapannya lebih sering dan tidak tergantung pada musim ikan. Hasil survai lapang menunjukkan bahwa kelompok
nelayan yang mengoperasikan 16 unit handline di desa pesisir tersebut sangat terampil dalam menentukan lokasi penangkapan dan memilih mata pancing yang
digunakan. Nelayan juga menggunakan umpan buatan yang kemudian dimodifikasi berdasarkan pengalamannya. Pomeroy 1998 menyatakan bahwa ketrampilan lokal
yang diasah terus-menerus dapat menjadi kekuatan penting bagi kemajuan pesisir di suatu kawasan. Masyarakat nelayan timur Thailand telah menunjukkan hal ini,
dimana mereka tidak menganggap keganasan Laut Cina Selatan sebagai hambatan untuk melaut, tetapi menjadi pemacu untuk memodifikasi alat tangkap jaring yang
biasa digunakan untuk menangkap ikan yang berimigrasi jauh mengikuti kondisi iklim perairan.
90
Tabel 30 Biaya operasional usaha perikanan tangkap di Kecamatan Sirimau
No Nama Desa
Biaya Operasional Rptahun
Gillnet Hanyut
Gillnet Dasar
Handline Pole and
Line Purse
Seine
1 Batu Merah
2.550.000 1.200.000 3.600.000
- 26.700.000
2 Pandan Kasturi
3.480.000 -
- -
-
3 Hatiwe Kecil
- -
- 512.740.000
-
4 Galala
6.732.000 -
- 1.313.988.000
-
Bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya, usaha perikanan pole and line yang dikembangkan di Kecamatan Sirimau Desa Hatiwe kecil dan Galala termasuk
lebih besar dan modern. Pole and line tersebut dikelola oleh perusahaan swasta dan nelayan besar, dimana teknologi penangkapan ikan seperti GPS dan fish finder
menjadi pendukung penting dalam kegiatan melaut yang dilakukan. Intensitas penangkapan cukup tinggi untuk ukuran usaha perikanan pole and line, yaitu
mencapai rata-rata 8-9 trip per bulan. Kondisi inilah yang menjadi penyebab tingginya biaya operasional pole and line di kecamatan ini, terutama di Desa Hatiwe
Kecil dan Desa Galala dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hamdan, et.al 2006 menyatakan bahwa kelengkapan peralatan pendukung sangat mempengaruhi
intensitas penangkapan ikan yang dilakukan nelayan. Namun hal ini, belum tentu memberikan keuntungan yang lebih baik, karena peralatan yang lebih lengkap
cenderung menambah biaya operasional melaut. Untuk kepentingan ini, maka pengecekan silang terhadap penerimaan juga perlu, untuk menentukan pola
penangkapan yang lebih baik termasuk dalam pengembangan strategi pengelolaan perikanan tangkap. Bila penerimaan tidak memperlihatkan peningkatan signfikan
seperti halnya biaya operasioanal, maka kelayakan pengembangan usaha perikanan tangkap dinyatakan dengan BCR ini perlu dipertimbangkan.
Di Kecamatan Nusaniwe, usaha perikanan pancing tonda ada juga yang dikembangkan cukup besar seeprti halnya di Kecamatan Teluk Ambon, sehingga
membutuhkan biaya operasional besar. Berdasarkan Tabel 31, usaha pancing tonda di Desa Latuhalat membutuhkan biaya operasional per tahun lebih kecil
dibandingkan dengan di Kelurahan Urimessing. Biaya operasional untuk gillnet, handline, dan purse seine termasuk cukup wajar untuk setiap jenis usaha perikanan
tangkap tersebut. Menurut Hanley and Spash 1993, kewajaran biaya operasional produksi perlu pengecekan silang dengan penerimaan, sehingga dapat diketahui
91
peluang pengembangan kegiatan produksi tersebut. Biaya produksi tidak akan menjamin keberlanjutan kegiatan produksi selama hasil produksi yang dihasilkan
tidak membaik sesuai standar yang ditetapkan. Karena itu, kelayakan usaha perikanan tangkap ini, juga tetap perlu melihat kondisi penerimaan yang bisa
diperoleh nelayan dan pelaku perikanan dari usaha perikanan tangkap yang dikembangkannya.
Tabel 31 Biaya operasional usaha perikanan tangkap di Kecamatan Nusaniwe
No Nama Desa
Biaya Operasional Rptahun
Gillnet Hanyut
Gillnet Dasar
Handline Pancing
Tonda Purse
Seine
1 Latuhalat
- -
11.340.000 119.952.000
192.000.000
2 Seilale
3.702.816 2.880.000
2.466.000 -
-
3 Amahusu
- -
22.464.000 -
4 Nusaniwe
10.800.000 -
- 23.220.000
-
5 Benteng
5.760.000 23.904.000
3.600.000 -
-
6 Urimesing
- -
- 174.420.000
180.144.000
7 Waihaong
2.622.828 4.050.000
- 32.130.000
168.300.000
8 Silale
5.760.000 -
3.600.000 -
131.400.000
5.3 Penerimaan Usaha Perikanan Tangkap