Faktor determinan kondisi fisik desa

berkembang usaha perikanan tangkapnya dan metode operasi penangkapan yang dilakukan masih bersifat tradisional, seperti menggunakan tanda-tanda alam dalam menduga fishing ground dan posisi bulan untuk menentukan arahjalur penangkapan. Leadbitter dan Ward 2007 dan Marijan 2005 menyatakan bahwa metode operasi yang dikembangkan secara trasidional banyak membantu nelayan dalam operasi penangkapan, namun tidak dapat menjamin kestabilan dan kontinyuitas hasil perikanan yang baik. Metode operasi tersebut perlu diintroduksi dengan teknologi modern, sehingga meningkatkan kinerja usaha perikanan tangkap dan pengembangan ekonomi pesisir.

7.2.2 Faktor determinan kondisi fisik desa

Dua dari tiga dimensi dan konstruk kondisi fisik desa berpengaruh nyata terhadap BCR Tabel 59. Dimensi topografi dan demografi desa X21, potensi sumberdaya alam desa X22 berpengaruh positif signifikan bagi pengembangan fisik kluster desa di Kota Ambon ɑ = 0,05. Sementara itu, dmensi sarana dan prasarana desa X23 juga mempunyai pengaruh positif bagi pengembangan fisik kluster desa di Kota Ambon, tetapi tidak signifikan ɑ = 0,05 . Hal ini memberi pengertian, bahwa jika pengembangan usaha perikanan tangkap dilakukan pada lokasi tepat dan penduduknya banyak beraktivitas di bidang perikanan, maka usaha perikanan tangkap akan semakin maju BCR meningkat, dan status kluster desa juga akan meningkat. Hal yang sama juga terjadi, jika desa mempunyai potensi sumberdaya alam yang mendukung untuk pengembangan usaha perikanan tangkap tersebut, seperti laut yang kaya sumberdaya ikannya, usaha pendukung berkembang dengan baik, dan sebagainya. Kondisi topografi juga menjadi faktor determinan dalam pengembangan kluster desa, bisa jadi karena topografi Kota Ambon yang umumnya terjal, sehingga menjadi kawasan resapan air untuk cadangan air baku, dan keterjalan topografi daratan dan pesisir ini juga menjadi habitat yang baik terlindunginya terumbu karang. Tabel 59 Hasil analisis koefisien pengaruh dan probabilitas ketiga dimensi pengembangan fisik kluster desa Dimensi KP S.E. C.R. P Topografi dan demografi desa X21 2.881 1.251 2.303 0.021 Potensi sumberdaya alam desa X22 4.145 1.841 2.251 0.024 Sarana dan prasarana desa X23 1 fix Secara umum, pemilihan lokasi usaha dan pola mobilisasi penduduk terutama pelaku perikanan sudah cukup baik dan memudahkan mereka dalam menjalankan aktivitas perikanan. Disamping itu, pengelolaan potensi perikanan juga sudah baik tidak ada destruksi terhadap habitat ikan. Kedua hal ini tunjukkan oleh nilai KP topografi dan demografi desa X21 dan potensi sumberdaya alam desa X22 yang tinggi, yaitu masing-masing 2,881 dan 4,145. Oleh karena itu, interaksi yang positif kuat dan signifikan tersebut perlu dipertahankan di desa K1-K4, dan dikembangkan di desa K5-K6 terutama yang berstatus mina mula UPT baru berkembang dan pelaku perikanan sedikit serta bertopografi terjal. Pengembangan tersebut dapat menyangkut pembenahan lokasi UPT dan dukungan mobilisasi penduduk pada kegiatan perikanan. Mamuaya, et. al. 2007 dalam penelitiannya menyatakan bahwa kenyamanan masyarakat nelayan harus diperhatikan dengan baik untuk memajukan perekonomian Kota Pantai yang berbasis perikanan. Meskipun pengelolaan potensi sumberdaya ikan sudah cukup baik tidak ada destruksi terhadap dasar perairan, tidak banyak kasus penggunaan bahan peledak, tetapi program konservasi dan perlindungan sumberdaya misalnya restocking, pengawasan jumlah dan jenis alat tangkap tetap perlu dilakukan pada semua kluster desa, terutama yang terletak di sekitar Teluk Ambon dan Teluk Ambon Dalam dengan intensitas penangkapan ikan termasuk tinggi. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, maka potensi SDI tetap lestari, usaha perikanan tangkap dapat terus berkembang, serta kontribusi perikanan tangkap bagi pembangunan Kota Ambon juga lebih baik. Menurut Nikijuluw 2002 dan Kapp 1990, pengembangan perikanan harus dilakukan dengan memperhatikan daya dukung lokasidesa, memberi kesejahteraan, menumbuhkan kemandirian usaha, serta memberi jaminan bagi pelestarian alam dan lingkungan sekitarnya.

7.2.3 Faktor determinan sosial-budaya