Pola Implementasi Model Manggurebe Maju

184

8.5 Pola Implementasi Model Manggurebe Maju

Bagian ini akan menjelaskan pola implementasi Model Manggurebe Maju yang telah dijelaskan di Bagian 8.4. Pola implementasi ini merupakan rumusan berbagai rencana aksi tahunan annual action plans untuk desa-desa pesisir di Kota Ambon. Secara umum implementasi model pembangunan desa pesisir dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1 Perumusan strategi prioritas terpilih lintas kluster desa, dalam hal ini adalah strategi Pengembangan umberdaya Manusia P-SDM. 2 Penentuan kategori desa dalam sistem kluster dan kepentingan kriteria teknis pengembangan industri perikanan tangkap untuk kluster desa Tabel 65. 3 Penentuan faktor determinan pengembangan usaha perikanan tangkap yang harus dikembangkan, dipertahankan, diabaikan, atau dikurangi Tabel 64. 4 Penentuan tingkat kelayakan usaha perikanan tangkap yang ada di desa Bagian 5.5. 5 Penentuan elemen status desa yang bernilai kurang atau rendah Bagian 4.2. 6 Analisis terhadap hasil dari tahap 1 – 5 di atas untuk merumuskan rencana aksi tahunan annual action plan pengembangan industri perikanan di desa. 7 Kompilasi rencana aksi tingkat desa dari semua desa di Kota Ambon untuk mengidentifikasi aksi-aksi yang umum di antara desa-desa pesisir; aksi-aksi umum tersebut akan menjadi program pengembangan industri perikanan tangkap di tingkat Kota Ambon. 8 Monitoring dan evaluasi tahunan terhadap penerapan atau implementasi rencana aksi untuk memutakhirkan program sehingga kemajuan industri perikanan desa- desa di Kota Ambon dapat diketahui dan implementasi program terjadi secara sistematik. Outcome dari program ini diharapkan berupa daya tarik sektor perikanan bagi angkatan kerja muda yang akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja mengurangi pengangguran sehingga secara kolektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya membantu pengurangan tingkat kemiskinan setiap desa. Berpedoman pada tahapan di atas, berikut ini adalah penjelasan singkat implementasi model ini pada Desa Batu Merah kategori kluster desa 1, Desa Leahari kategori kluster desa 4, dan Dusun Seri kategori kluster desa 6 sebagai contoh. Ketiga desa ini dijadikan contoh implementasi Model Manggurebe Maju 185 ini , karena dapat mewakili karakteristik desa pesisir yang ada di Kota Ambon. Desa Batu Merah mewakili karakteristik desa pesisir yang relatif maju; Desa Leahari mewakili karakteristik desa pesisir yang belum maju, rendah aksesibilitas jalur bisnisnya dan tinggi tingkat kemiskinannya; dan Dusun Seri di Desa Urimessing mewakili karakteristik desa yang mayoritas penduduknya adalah nelayan serta juga mewakili kluster desa yang memiliki komponen kepentingan sensitif Tabel 65. Desa Batu Merah yang berada di pusat Kota Ambon, berpenduduk terbanyak, tingkat pengangguran juga tinggi tetapi yang bekerja di sektor perikanan sangat sedikit, yaitu kurang dari 1 dari seluruh angkatan kerja. Berbagai sarana dan prasarana industri perikanan tangkap, seperti pelabuhan umum, PPN, pasar ikan, bank maupun lembaga keuangan non-bank, pabrik es, maupun fasilitas doking, serta sarana transportasi, semuanya ada atau setidak-tidaknya berada dalam radius tidak lebih dari 1 kilometer dari desa ini. Tiga prioritas pengembangan di desa ini ialah potensi sumber daya ikan, dukungan teknologi, dan pasar prospektif. Prioritas pertama dan kedua berkaitan erat dengan jarak daerah penangkapan ikan fishing ground bagi hampir semua nelayan desa ini; lokasi daerah penangkapan ikan masyarakat desa ini adalah Laut Banda, khususnya di sekitar Tanjung Alang dan Tanjung Nusaniwe. Sementara itu lokasi penangkapan ikan yang terdekat berada di Teluk Ambon namun potensi ikan yang ada sudah sangat rendah. Jika kegiatan akan diarahkan pada lokasi yang lebih jauh maka teknologi juga menjadi hal yang penting dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di desa ini. Persoalan pemasaran ikan pada desa ini sebetulnya tidak terlalu serius, namun posisi tawar pedagang perantara sangat kuat sehingga harga jual ikan kepada pedagang perantara menjadi rendah. Empat jenis usaha perikanan tangkap dengan gillnet hanyut, gillnet dasar, handline dan purse seine yang ada di desa ini , semuanya layak, namun tingkat kelayakan purse seine yang banyak menyerap tenaga kerja ini pada posisi terendah karena lokasi penangkapan yang jauh di luar Teluk Ambon dan banyak menggunakan bahan bakar yang cukup banyak. Status Desa Batu Merah ini sudah tergolong tinggi dalam arti keberadaan elemen-elemen status desa, baik aspek usaha perikanan, sarana penunjang, maupun sosial budaya, diatas rata-rata seluruh desa di Kota Ambon, bahkan status desa ini sudah hampir dikategorikan sebagai desa Mina Politan Tabel 20. Walaupun demikian, masyarakat desa ini tidak melakukan 186 kegiatan perikanan budidayapadahal kegiatan ini dapat menjadi alternatif mata pencaharian bagi nelayan yang beroperasi di tempat-tempat jauh. Berdasarkan uraian singkat di atas, rencana aksi untuk pengembangan industri perikanan terutama usaha perikanan tangkap di Desa Batu Merah ini mencakup: 1 Pengenalan hasil-hasil inovasi dalam bidang usaha perikanan tangkap. Inovasi perikanan tangkap dapat berupa rekayasa alat tangkap, kapal perikanan, dan skema pembiayaan perikanan. Hal ini sesuai dengan kebutuhan nelayan sekitar yang umumnya mengoperasikan kapal besar butuh inovasi, usaha doking, serta menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan bank dan non-bank yang ada di desa ini. 2 Pengenalan dan pelatihan teknis budidaya ikan di perairan Teluk Ambon. 3 Pelatihan teknis pemasaran hasil tangkapan. Hal ini dibutuhkan untuk mensiasati persaingan dan monopoli harga, seperti adanya pedagang perantara yang lebih kuat posisi tawarnya, sehingga harga jual yang diterima nelayan rendah sementara harga pasar akhir tinggi. 4 Bimbingan teknis pengoperasian armada penangkapan purse seine yang efektif dan efisien. Selama ini purse seine mempunyai BCR paling rendah di Desa Batu Merah karena boros dalam biaya operasional teruatama untuk bahan bakar. 5 Pengenalan dan pelatihan teknis pencegahan pencemaran pesisir dan laut. Desa Batu Merah berada di kawasan Teluk Ambon yang padat kegiatan perikanannya, sehingga kepedulian semua pihak termasuk nelayan dalam pencegahan pencemaran sangat diharapkan. Desa kedua sebagai contoh implementasi Model Manggurebe Maju ini adalah Desa Leahari yang masuk dalam kategori kluster desa 4. Kluster desa 4 ini memiliki rasio kepentingan yang sensitif terhadap pengembangan sumber daya manusia yang berarti bahwa pembinaan sumberdaya manusia melalui pelatihan, bimbingan teknis, pendampingan, dan lainnya dilakukan berlebihan di desa kluster 4, sehingga perhatian dan anggaran program teralokasi besar untuk pengembangan SDM desa kluster 4, maka pengembangan SDM tersebut tidak membantu kemajuan bagi kluster desa 4 karena justru menimbulkan konflik dan kesenjangan dengan desa kluster lainnya. Seyogyanya, pembinaan SDM harus dilakukan terhadap semua desa kluster, meskipun dengan intensitas yang berbeda-beda tergantung kebutuhan setiap 187 desa kluster. Hal ini harus menjadi perhatian penting dalam implementasi Model Manggurebe Maju di Desa Leahari dan lainnya yang masuk kluster 4. Tiga prioritas teknis pengembangan perikanan desa ini adalah akomodasi perangkat hukum, dukungan teknologi, dan potensi sumber daya ikan Tabel 65 sedangkan faktor determinan yang harus dikembangkan di desa ini adalah alat tangkap, pengembalian investasi, dan perolehan keuntungan atau laba, serta kontinyuitas usaha. Semua jenis usaha perikanan tangkapn yang ada di desa ini secara finansial adalah layak. Oleh karena adalah wajar jika nelayan desa ini menganggap atau berpendapat bahwa pengembalian investasi, perolehan keuntungan serta kontinyuitas usaha merupakan faktor-faktor determinan yang harus dikembangkan Tabel 64. Desa ini merupakan desa berstatus rendah, yaitu sebagai Desa Mina Mula, dimana sarana penunjang usaha perikanan yang tidak ada di desa ini, serta aspek sosial budaya yang kurang mendukung Tabel 11. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, rencana aksi action plan untuk mengembangkan usaha perikanan di Desa Leahari mencakup: 1 Pengadaan sarana penunjang usaha perikanan berupa pabrik es, dan cakupan pelayanan KUD terdekat dari Desa Hutumuri. 2 Pelatihan pemasaran. Keterampilan anggota keluarga nelayan dalam memasarkan hasil tangkapannya sangat dibutuhkan di desa ini, karena desa pesisir yang masuk kluster 4 ini umumnya jauh dari jalur bisnis. Desa Leahari mempunyai jarak rata-rata dengan jalur bisnis PPN, bandara, pasar ikan, dan PPI sekitar 28,2 km. 3 Bimbingan teknis pengelolaan keuangan, sehingga kinerja keuangan meningkat, baik dilihat dari pengembalian investasi, keuntungan, maupun kontinyuitas usaha. 4 Pelatihan alat tangkap dan metode operasi penangkapan ikan. Materi yang diberikan sebaiknya lebih mendalam dan bersifat teknis. Pelatihan dan bimbingan teknis kepada nelayan ataupun keluarga nelayan di Desa Leahari ini, sebaiknya dilakukan secara bertahap, dalam arti tidak serentak dilaksanakan. Dusun Seri yang merupakan bagian dari Desa Urimesing adalah contoh ketiga untuk implementasi Model Manggurebe Maju. Desa ini terletak di selatan Pulau Ambon dan berhadapan langsung dengan Laut Banda yang sekaligus juga 188 merupakan daerah penangkapan ikan hampir seluruh nelayan. Dusun Seri dikelilingi oleh bukit-bukit yang terjal dan cukup tinggi, dan tidak memiliki potensi sumber daya alam daratan yang kaya dengan tambang atau perkebunan karena petuanan dusunnya yang berbukit terjal, dan hanya ditanami tanaman umur panjang seperti cengkeh dan pala dalam jumlah pohon yang sedikit saja, dan itupun tidak semua keluarga memiliki pohon cengkeh dan pala, sedangkan tanaman pertanian milik keluarga masyarakat, hanya sekedar ditanami untuk kebutuhan keluarga masing- masing saja. Selain itu, Dusun Seri ini terletak paling ujung dari ruas jalan dari pusat Kota Ambon ke Kecamatan Nusaniwe. Dusun Seri berada dalam kluster 6 dengan 3 prioritas pengembangan industri perikanan adalah pasar prospektif, dukungan teknologi, dan sumber daya ikan. Tiga prioritas tersebut dapat dianggap tidak wajar untuk desa seperti ini dalam kerangka pengembangan perikanan laut. Banyak masalah dalam teknologi dan manajemen usaha perikanan di dusun ini. Faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap tingkat kelayakan usaha perikanan tangkap dan harus dikembangkan di Dusun Seri ini adalah topografi dan demografi, pemukiman, alat tangkap, teknologi dan metode operasi, pengembalian investasi, keuntungan, dan kontinyuitas usaha. Pengembalian investasi, keuntungan, dan kontinyuitas usaha adalah akibat dari kegiatan operasi penangkapan yang tidak efisien, sedangkan alat tangkap, teknologi, dan metode operasi merupakan aspek teknis usaha penangkapan yang sangat penting untuk mengefektifkan dan mengefisienkan usaha penangkapan. Kinerja finansial yang dicerminkan oleh BCR usaha perikanan tangkap yang rendah di dusun ini Tabel 46 memberikan penegasan bahwa efektifitas dan efisiensi operasi penangkapan nelayan dusun ini rendah. Dikaitkan dengan keberadaan aspek status desa Tabel 15, metode operasi penangkapan nelayan dusun ini masih sederhana, walau telah menggunakan peralatan penangkapan yang semi moderen. Selain itu, sarana penunjang usaha penangkapan masih sangat terbatas bahkan tidak ada, terutama institusi pembiayaan. Aspek sosial budaya dusun ini juga relitif tidak menunjang, terutama kualitas tenaga kerja yang rata-rata hanya berpendidikan SD, sehingga proses adopsi metode operasi penangkapan relatif lamban. Dimensi lain dari aspek sosial budaya ialah karena letak dusun ini paling ujung selatan Kota Ambon yang relatif terpencil, walau tidak 189 terisolasi, mengakibatkan tidak adanya pembauran etnik, sehingga turut memperlamban proses adopsi metode operasi yang relatif lebih efektif dan efisien. Berdasarkan uraian singkat di atas, rencana aksi action plan untuk mengembangkan usaha perikanan di Dusun Seri, Desa Urimesing mencakup: 1 Pemberian bimbingan teknis peningkatan efisiensi operasi penangkapan untuk meningkatkan kelayakan finansial BCR usaha perikanan tangkap. 2 Pengadaan dan pengenalan alat tangkap dan alat bantu penangkapan baru yang lebih efektif dan efisien. Hal ini dapat menjadi solusi pemanfaatan sumberdaya ikan di Laut Banda yang kaya, namun selama ini hasil tangkapan nelayan di Dusun Seri, Desa Urimesing belum maksimal dan belum efisien. 3 Dukungan teknologi operasi penangkapan alternatif. Hal ini menjadi pelengkap dari rencana aksi nomor 1, bila operasi penangkapan yang dilakukan selama ini secara teknis tidak dapat diefisienkan lagi. Disamping juga menjadi ajang pembekalan bagi nelayan terhadap alat tangkap dan alat bantu penangkapan baru rencana aksi nomor 2. Dukungan teknologi tersebut dapat diberikan dalam bentuk adopsi teknologi operasi dari luar pada kapal-kapal nelayan, bimbingan teknis dan pelatihan teknik-teknik operasi penangkapan ikan modern. 4 Bimbingan teknis pengelolaan keuangan usaha, penting untuk pengaturan siklus keuangan dan manejemen usaha yang baik, sehingga pengembalian investasi dan keuntungan usaha perikan di Dusun Seri Desa Urimesing lebih layak. 5 Pelatihan pemasaran. Pelatihan ini penting untuk mensiasati pemasaran produk ke pasar prosfektif. Dengan penguasaan teknis pemasaran yang baik dan penciptaan daya saing produk, maka lokasi Dusun Seri Desa Urimesing yang jauh dari jalur bisnis 29,2 km tidak akan menjadi masalah lagi. Tidak seperti di Desa Leahari pelatihan dan bimbingan teknis untuk masyarakat Dusun Seri dapat dilaksanakan secara sekaligus karena dusun ini tidak sensitif terhadap kegiatan pengembangan sumber daya manusia, dan juga tidak ada penolakan dari desa kluster lainnya.- 9 KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan