Kebijakan Makro Lintas Kluster Pola Implementasi Kebijakan Pengembangan Terpilih

175

8.3 Kebijakan Makro Lintas Kluster Pola Implementasi Kebijakan Pengembangan Terpilih

Hasil AHP pada bagian ini merupakan tujuan akhir dari analisis kebijakan pengembangan perikanan tangkap berbasis desa kluster di Kota Ambon. Dalam analisis ini, setiap alternatif kebijakan makro disajikan dalam bentuk singkatan. Adapun singkatan dari setiap alternatif kebijakan makro pengembangan perikanan tangkap lintas kluster tersebut ialah : 1 Pengembangan sarana prasarana perikanan untuk kluster desa sama yang berdekatan: P-SANPRA 2 Pembinaan sumberdaya manusia berbasis kinerja kluster: P-SDM 3 Perbaikan sistem pengelolaan usaha perikanan di kluster desa: P-SISTEM 4 Pengembangan teknologi tepat guna sesuai kebutuhan kluster desa: P-TEKTGU 5 Pengembangan jaringan pemasaran produk unggulan untuk setiap kluster desa: JARPAS 6 Pengembangan zona penangkapan dan restocking: P-ZONRES Tingkat kepentingan setiap alternatif kebijakan makro pengembangan perikanan tangkap lintas kluster ini disajikan dalam Gambar 37. Rasio kepentingan tersebut merupakan arahan tentang prioritas kebijakan makro yang dapat dilakukan dalam mendukung pengembangan industri perikanan tangkap dengan basis kluster desa di Kota Ambon. Alternatif pembinaan SDM berbasis kinerja kluster P-SDM mendapat perhatian paling tinggi dibandingkan lima alternatif kebijakan pengembangan lainnya Gambar 42. Dengan demikian, alternatif pembinaan SDM berbasis kinerja kluster P-SDM ini menjadi kebijakan prioritas pertama yang diperlukan dalam mengembangkan kegiatan perikanan tangkap dengan berbasiskan pada potensi desa kluster di Kota Ambon. Setiap kluster desa mempunyai potensi perikanan tersendiri baik menyangkut kehandalan alat tangkap, kapal, status pengelolaan, posisi dari jalur bisnis pasar, bandara, dan pelabuhan, maupun tingkat kepemilikan usaha, sehingga wajar bila SDM perikanan tangkapnya perlu mendapat pembinaan sesuai potensi dan kinerja perikanan yang terjadi selama ini di desa. Menurut Dollinger 1998, kesesuaian strategi kebijakan dengan potensi sumberdaya resources dan kinerja usaha sangat menentukan keberhasilan pembangunan suatu sektor ekonomi secara jangka panjang. 176 Gambar 42 Hasil analisis kepentingan alternatif kebijakan makro pengembangan perikanan tangkap berbasis kluster desa Pembinaan SDM berbasis kinerja kluster merupakan kebijakan terpilih dengan prioritas pertama untuk pengembangan perikanan tangkap berbasis kluster desa di Kota Ambon. Secara umum, kegiatan pembinaan SDM kondusif untuk pengembangan SDM yang lebih baik, bersesuaian dengan kebijakan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa, dan upaya peningkatan produktivitas nasional. Keberhasil suatu kebijakan di tingkat implementasi, sangat tergantung kepada dinamikan faktor-faktor yang ada dan sensitifitas kebijakan terpilih terhadap dinamika tersebut. Sensitivitas ini perlu diketahui agar para pelaksana kebijakan dapat merumuskan strategi antisipasi jika terjadi perubahan yang mendasar. Menurut Wahab 1997, hasil kajian ilmiah yang obyektif dapat dipakai untuk menentukan strategi tersebut. Menurut Gaspersz 1992, evaluasi suatu modelkonsep merupakan upaya berpikir sistemik yang menyebabkan modelkonsep tersebut lebih mudah diarahkan dan dikendalikan dengan baik dalam implementasinya terutama dalam mensiasati berbagai intervensi atau perubahan nyata yang terjadi. Berbagai intervensi atau perubahan yang dapat terjadi pada sebuah kluster desa adalah perubahan fokus perhatian dan program pemerintah, status desa yang berubah karena pola pengelolaan tertentu, trend kehidupan masyarakat desa yang berubah, dan berbagai faktor peubah lainnya. Kebijakan pembinaan SDM berbasis 177 kinerja kluster ini seyogyanya lebih dapat mengantisipasi berbagai intervensi atau perubahan yang ada, sehingga kebijakan tersebut tidak mudah berubah atau bahkan menjadi tidak terpakai lagi karena usang. Bila perubahan ini terjadi, maka akan cukup banyak anggaran dan sumber daya pembangunan yang terbuang sia-sia atau bahkan dapat menimbulkan konflik sosial. Ralahalu 2010 menyatakan 92,4 wilayah Maluku merupakan laut, sehingga cukup banyak anggaran yang dikeluarkan setiap tahunnya untuk pembangunan wilayah pesisir laut dan laut ini. Tabel 66 Arahan implementatif bagi kebiijakan pembinaan SDM berbasis kinerja kluster No. Kluster Desa Rasio Kepentingan Awal RK Awal Arahan Implementasi Alternatif Strategi P-SDM Range RK Stabil Range RK Sensitif 1 Kluster 1 0,222 0 – 1 Tidak Ada 2 Kluster 2 0,181 0 - 0,371 0,371 - 1 3 Kluster 3 0,170 0 – 1 Tidak Ada 4 Kluster 4 0,202 0 - 0,414 0,414 -1 5 Kluster 5 0,127 0 – 1 Tidak Ada 6 Kluster 6 0,098 0 – 1 Tidak Ada Kebijakan pembinaan SDM berbasis kinerja kluster dapat dikatakan baik bila tetap stabil sebagai pilihan konsep pengembangan perikanan tangkap terbaik, meskipun perhatian terhadap setiap desa kluster berubah-ubah akibat reorientasi program pemerintah, pola pengelolaan yang dipilih, dan perkembangan trend kehidupan masyarakat. Strategi pembinaan SDM berbasis kinerja kluster desa adalah stabil pada 4 kluster desa, yaitu Kluster desa 1, Kluster desa 3, Kluster desa 5, dan Kluster desa 6. Pembinaan SDM berbasis kinerja kluster hanya sensitif untuk Kluster desa 2 dan Kluster desa 4, yaitu bila intervensiperubahan dilakukan secara positif perhatian ditingkatkan pada Kluster desa 2 dan Kluster desa 4 tersebut. Mengacu kepada hal ini, beberapa arahan yang bisa diacu dalam implementasi kebijakan SDM berbasis kinerja kluster pada desa-desa pesisir yang tergolong sebagai Kluster desa 1, Kluster desa 3 dan Kluster desa 5 dan 6 di Kota Ambon adalah sebagai berikut : 1 Kegiatan pembinaan SDM dapat dilakukan dalam berbagai bentuk berupa pelatihan, bimbingan teknis maupun pendampingan. Namun pelaksanaannya bisa 178 lebih bebas, yaitu ketiganya bisa dilakukan serempak, bertahap, maupun secara terpisah, dengan selalu berpedoman kepada kepentingan tiap kluster lihat Tabel 8.1. 2 Pembinaan SDM di Kluster desa 1 sebaiknya difokuskan pada hal-hal yang bernuansa teknologi dan perekayaan alat tangkap maupun metode operasi tangkap berskala besar dan beberapa di antaranya diusahakan dalam skala industri. Pembinaan SDM ini dapat dilakukan secara intensif atau hanya pada waktu-waktu tertentu saja, baik dalam bentuk pelatihan maupun bimbingan teknis. Hal ini tidak akan menimbulkan kecemburuan desa kluster lainnya, yang menganggap kebijakan pembinaan SDM tidak relevan dengan pengembangan usaha perikanan. Salah satu alasan belum adanya perhatian kluster lainnya adalah jenis teknologi yang dipakai oleh penduduk desa lain tersebut masih tergolong teknlogi sederhana. 3 Pembinaan SDM di Kluster desa 3 dapat difokuskan pada upaya-upaya peningkatan efisien operasi penangkapan dan pengelolaan keuangan, seperti penghematan BBM, penghematan umpan, pengaturan jumlah hari operasi, pengaturan arus kas. Hal ini karena sebagian besar desa pesisir yang masuk kluster 3 berkategori rendah dalam kepemilikan usaha perikanan tangkap dan beberapa diantaranya belum berkinerja tinggi misalnya Desa Passo dengan BCR 1,67. Pembinaan tersebut diharapkan dapat meminimalisasi biaya yang tidak perlu, sehingga nelayan dapat mennyisihkan sebagai keuntungan untuk investasi. Pembinaan dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, bimbingan teknis, pendampingan maupun gabungan ketiganya. 4 Pembinaan SDM di Kluster desa 5 dapat difokuskan pada pengenalaan alat tangkap baru, teknologi penangkapan, dan metode operasi penangkapan. Desa pesisir yang masuk kluster 5 ini umumnya berstatus mina mandiri, dan beberapa diantaranya berkinerja rendahsedang seperti Desa Silale, Wayame, dan Kilang, sehingga pelatihan dasar tersebut dapat membantu peningkatkan kinerja usaha perikanan tangkap yang ada. Untuk memaksimal kinerja ini, maka pembinaan SDM dapat dikembangkan lanjut dengan penambahan muatan pengelolaan keuangan, investasi, dan teknik mendapatkan bantuan kredit. Hal ini penting karena desa pesisir seperti Desa Silale, Wayame, dan Kilang yang masuk kluster 5 ini mempunyai tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap rendah dari 179 nelayan lokalnya. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, bimbingan teknis maupun pendampingan. Juga dapat dilakukan secara secara intensif, tanpa menimbulkan resistensi dari desa kluster lainnya. Dalam konteks yang lebih luas, perhatian terhadap desa kluster 5 ini juga dapat diarahkan pada pengembangan infrastruktur, penegakan hukum, dan penciptaan pasar prospektif bagi nelayan kecil Gambar 35. Hal ini dapat dilakukan setelah nelayan cukup terampil dan mandiri, yaitu pada implementasi kebijakan perbaikan sistem pengelolaan kebijakan prioritas kedua. 5 Untuk di kluster desa 6, pembinaan SDM dapat dilakukan secara bebas baik terkait dengan peningkatan efisien operasi penangkapan, pengenalan alat tangkap baru, pengenalan alat bantu penangkapan, teknologi operasi penangkapan, pengelolaan keuangan usaha, maupun strategi pemasaran, karena desa-desa yang termasuk dalam kluster ini, mempunyai keterbatasan dalam berbagai aspek, yaitu status desa rendah, BCR rendah, aksesibilitas terhadap jaringan bisnis, terutama pasar yang lemah, serta rendahnya kepemilikan usaha perikanan. Bentuk pembinaannya juga dapat dipilih bebas sesuai dengan sasaran peserta yang dilibatkan. Dalam implementasi kebijakan terpilih ini di Kota Ambon, pola implementasi kebijakan pembinaan SDM berbasis kinerja tersebut dapat diprogramkan oleh Pemerintah Kota Pemkot Ambon yang pembiayaannya dapat dialokasikan dari APBD atau sumber lainnya. Agar tidak terjadi pertentangan dan tumpang tindih dengan program Pemerintah Propinsi maupun Pusat, maka Pemerintah Kota Ambon perlu berkoordinasi terlebih dahulu, misalnya melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi, Biro Program di Kementerain Kelautan dan Perikanan atau instansi lainnya yang resmi. Hamdan et. al 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa kebijakan perikanan akan berhasil baik bila ada koordinasi diantara instansi terkait, secara vertical maupun horizontal, dan pengaruh koordinasi tersebut bersifat signifikan. Khusus mengenai pelaksana lapang implementasi kebijakan pembinaan SDM ini dapat melibatkan perguruan tinggi maupun lembaga swadaya masyarakat LSM yang bergerak di bidang perikanan dan pemberdayaan masyarakat pesisir, yang memiliki komitmen dan kompetensi tinggi untuk mengembangkan nelayan pesisir. Implementasi kebijakan pembinaan SDM pada desa sensitif Kluster desa 2 dan Kluster desa 4 akan tidak efektif. Oleh karena itu kebijakan pembinaan SDM di 180 dua kluster ini harus digantikan dengan kebijakan lain untuk memajukan kegiatan perikanan tangkap yang lebih baik. Kondisi ini tentu tidak begitu baik karena anggaran dan tenaga yang dikeluarkan terbuang sia-sia dan bahkan menimbulkan konflik akibat adanya pihak yang kecewa. Oleh karena itu mereka perlu diberi arahan dan pemahaman sehingga implementasi kebijakan pembinaan SDM yang bertujuan baik ini tidak menjadi polemik di kemudian hari. Mengacu kepada hal ini, maka beberapa arahan yang bisa diacu dalam implementasi kebijakan SDM berbasis kinerja kluster pada desa-desa pesisir yang masuk dalam Kluster desa 2 dan Kluster desa 4 di Kota Ambon, yaitu : 1 Kegiatan pembinaan SDM dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari pelatihan, bimbingan teknis hingga pendampingan. Namun pelaksanaan ketiga bentuk pembinaan SDM ini sebaiknya tidak dilakukan sekaligus tetapi dapat dilakukan bertahap sesuai dengan kebutuhan kluster desa tersebut. 2 Pembinaan SDM di Kluster desa 2 dengan memperhatikan kepentingan kriteria teknis pengembangan, sehingga implementasi difokuskan pada pendampingan yang berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan di bidang potensi sumber daya ikan, pilihan penggunaan teknologi yang adaptif, dan kewirausahaan dalam hadapi persaingan. 3 Pembinaan SDM di Kluster desa 4 dapat difokuskan pada bimbingan maupun pelatihan pengetahuan dan ketrampilan di bidang potensi sumber daya ikan, perangkat hukum, dan pilihan penggunaan teknologi yang adaptif. 4 Pelatihan alat tangkap dan metode operasi penangkapan ikan dapat dilakukan pada desa pesisir yang masuk Kluster desa 2 maupun Kluster desa 4. Namun khusus untuk desa di Kluster desa 4 sebaiknya lebih mendalam, karena kinerja usaha perikanan tangkapnya umumnya lebih rendah daripada di Kluster desa 2. Pelatihan alat tangkap dan metode operasi penangkapan ikan di Kluster desa 2 dapat diorientasikan pada inovasi alat tangkap baru, alat bantu penangkapan, dan lainnya yang bersifat penyegaran atau knowledge change. Usaha perikanan tangkap di Kluster desa 2 banyak yang berskala besar dan mempunyai teknologi penangkapan cukup modern seperti di Kelurahan Pandan Kasturi dan Laha, sehingga knowledge exchange dianggap lebih baik. 181

8.4 Model Pengembangan Industri Perikanan Tangkap Berbasis Kluster Desa Di Kota Ambon