Saran Model pengembangan industri perikanan tangkap berbasis kluster desa di Kota Ambon

191 5 Strategi kebijakan untuk pengembangan perikanan tangkap berbasis kluster desa di Kota Ambon yang paling penting dengan prioritas pertama adalah pembinaan SDM berbasis kinerja kluster. 6 Pengembangan perikanan tangkap untuk nelayan pesisir yang efektif dan tepat sasaran, hanya dapat dilakukan jika didasari oleh suatu proses analisis kondisi obyektif kawasan pesisir, serta perumusan kebijakan yang berbasis pada kebutuhan setiap kawasan. Karena itu, klusterisasi kawasan seperti yang dikembangkan dan dibahas dalam penelitian merupakan suatu hal yang penting. Dengan klusterisasi, maka pendekatan keseragaman program pengembangan yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan setempat dapat dihindari, sehingga ada jaminan keberhasilan program pengembangan. Model pengembangan industri perikanan tangkap berbasis kluster desa di Kota Ambon yang dikembangkan dalam penelitian ini diberi nama Model Manggurebe Maju.

9.2 Saran

Dari hasil dan diskusi penelitian ini dapat dibuat beberapa saran di bawah ini: 1 Program kawasan Minapolitan yang dikembangkan oleh KKP melalui Kepmen Nomor 32MEN2010 dapat dilaksanakan di Desa Batu Merah, Kelurahan Pandan Kasturi, dan Desa Hative Kecil sebagai kawasan Minapolitan berbasis penangkapan, Desa Poka dan Desa Hunut sebagai kawasan Minapolitan berbasis budidaya, dan Desa Laha sebagai kawasan minapolitan berbasis pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Berbagai hal yang belum maksimal dapat dikembangkan lebih lanjut seiring dengan program kawasan minapolitan tersebut. Khusus untuk desa-desa pesisir yang masih rendah TSS nya, baik yang berstatus mina mula maupun berstatus mina mandiri yang aktivitas usaha perikanan nya hanya pada satu bidang usaha, dan sarana penunjang yang tidak ada, intervensi perlu dilakukan melalui sosialisasi dan pelatihan ketrampilan, dan disertai penyediaan sarana penunjang sejalan dengan perkembangan usaha perikanan setempat. 2 Pengentasan kemiskinan pada desa-desa pesisir dapat dilakukan melalui program-program intervensi yang relevan dan tepat sasaran, berbasis pada hasil kajian empirik. Karena itu, disarankan agar dilakukan pemetaan karakter kemiskinan tiap desa, mengacu pada pola yang digunakan dalam Model Manggurebe Maju, dengan variasi karakter kemiskinan masing-masing desa, 192 sehingga menghasilkan suatu rencana aksi yang realistik dan tepat sasaran dalam kerangka pengentasan atau pengurangan kemiskinan. 3 Usaha perikanan tangkap yang termasuk kategori tidak layak dikembangkan BCR1,00 seperti purse seine di Desa Urimesing dan usaha penangkapan tuna di Desa Kilang perlu diberi perhatian khusus. Nelayan pelaku perlu dibina dengan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas usahanya. Instansi terkait Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Tenaga Kerja dan lainnya di Kota Ambon harus turun secara langsung untuk mendorong dan memberi pengertian serta pembinaan kepada nelayan pelaku untuk dapat mengelola usaha dengan baik dan bila tidak memungkinkan dapat segera beralih ke usaha perikanan tangkap lainnya yang lebih menguntungkan, misalnya usaha perikanan handline. 4 Program pembangunan perikanan di Kota Ambon sebaiknya diarahkan untuk menangani faktordimensi pengelolaan yang signifikan. Pelaksanaan program tersebut perlu mengedepankan unsur pembinaan SDM perikanan nelayan, pengolah, dan pedagang ikan sesuai dengan kinerja dan potensi setiap kluster desa. Hal ini penting supaya program tersebut berjalan efektif, hasilnya optimal dan dirasakan secara nyata oleh masyarakat desa kluster. 5 Strategi kebijakan pengembangan perikanan tangkap berbasis kluster desa di Kota Ambon ini perlu diperkenalkan melalui sosialisasi atau koordinasi dengan instansi yang mengurus pengembangan perikanan tangkap pada tingkatan Pemerintah Kota Ambon sendiri, maupun pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. 6 Model atau pola pendekatan yang dikembangkan dalam penelitian ini, kiranya menjadi acuan dalam pengembangan industri perikanan tangkap di desa-desa pesisir agar tingkat keberhasilan program terukur.- DAFTAR PUSTAKA Aleman, P.P. 2005. Cluster Formation, Institution, and Learning : The Emergence of Clusters and Development in Chile. Indutrial and Corporate Change. Vol 14, No. 4, p 221-222 Alfred. 1998. Personal Communication About Deveploment of Fisheries in Desa Malalayang, Manado. Jurnal Depdagri Vol 12. Jakarta. Anderson, G. 1994. Industry clustering for economic development. Economic Development Review, 122. Retrieved May 2, 2003 from EBSCOHost database. Arifin, A. 2005. Kenapa Banyak Orang Ingin Jadi PNS ?. http:www.adiarifin.web.id Arrow, K.J, Cropper, M.L, Eads, G.C, Hahn, R.W, Lave, L.B, Noll, R.G, Portney, P.R, Russell, M, Schmalensee, R, Smith, V.K, and Stavins, R.N. 1996. Is the Role for benefit-Cost Analysis in Environmental, Heath, and Safety Regulation? Science Journal, American Association for the Advancement of Science. 12 April 1996. Vol 271 p 221-222. Badan Pusat Statistik [BPS] Kota Ambon. 2010. Kecamatan di Kota Ambon Dalam Angka Tahun 2009. BPS Kota Ambon. Badan Pusat Statistik [BPS] Kota Ambon. 2010. Kota Ambon Dalam Angka Tahun 2010. BPS Kota Ambon. Bangun, M. 2004. Pengembangan Wilayah Desa Pantai Berbasis Perikanan Pesisir Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Tesis USU. Medan Berkes, F. 1994. Property Rights and Coastal Fisheries, p. 51-62. In Pomeroy, R.S. ed. Community Management and Common Property of Coastal Fisheries in Asia and The Pasific: concepts,methods and exeriences. ICLARM Conf. Proc. 45, 189 p. Biro Pusat Statistik [BPS]. 1991. Metode Indikator Kesejahteraan Masyarakat Desa. Biro Pusat Statistik Jakarta. Bollen K.A. 1989. Structural Equations with Latent Variables. John Wiley Sons. Inc. New York. Bungin B. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Brown, D and S. Smith. 2005. Mainstreaming Fisheries Co-management in the Asia Pacific. FAO Regional Office for Asia and The Pacific. Bangkok. Dari website www.fao.org 194 Campling, L dan Havice, E. 2007. Industrial Development in an Island Economic : US Trade Policy and Canned Tunas Production in American Samoa. Islands Studies Journal. Vol 2, No. 2, p 209-222. Chaffee E.E. 1985. Three Models of Strategy. Academic of Management Review. 10 hal 89-98. Charles A.T. 1992. Fishery Conflicts, a Unified Framework, Marine Policy 16 5. Clark C.W. 1985. Bioeconomic Modelling and Fisheries Management. John Wiley and Sons. Toronto Cenada. 291 p. Clark J.R. 1996. Coastal Zone Management Hand Book. Lewis Publishers. Cochrane K.L. 2002. A Fishery Manager’s Guidebook. Management Measures and Their Application. Senior Fishery Resources Officer. Fishery Resources Division, FAO Fisheries Department. Rome. 231pp. Dahuri, R., 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 233 hal. Dahuri R. 2001. Menggali Potensi Kelautan dan Perikanan Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa Indonesia yang Maju, Makmur dan Berkeadilan. Makalah Pada Acara Temu Akrab CIVA-FPIK, tanggal 25 Agustus 2001. Bogor. Dahuri R. 2000. The Application Of Carrying Capacity Concept For Sustainable Coastal Resources Development In Indonesia. Center For Coastal And Marine Resources Studies Ccmrs, Bogor Agricultural University IPB. Bogor. Dahuri R., Rais J., Putra S., and Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu Integrated Coastal and Marine Resource Management. PT. Paradya Paramita, Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2007. Rujukan Teknis Pengembangan Desa Pesisir. Direktorat Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K-DKPI RI. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2004. Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2001-2004. DKP, Jakarta. 96 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan DKP. 2003. Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP. Departemen Perindustrian [Depprin]. 2005. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional. Departemen Perindustrian RI. Jakarta. 195 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon, 2010, Data dan Informasi Kelautan dan Perikanan Kota Ambon. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil [KP3K]. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Desa Pesisir. Direktorat Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K-DKP RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap [Ditjen Tangkap]. 2009. Keragaan Perikanan Tangkap di Laut di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP. Jakarta. Dollinger, M. J. 1998. Entrepreuneurship, strategies and Resources., Prentice Hall, New York. Dunn, William N. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dutton, I.M. 1998. Personal Communication About Co-Management in Fisheries Sector. Jurnal Depdagri Vol. 12. Jakarta. Elfindri. 2002. Ekonomi Patron-klien. Fenomena Mikro Rumah Tangga Nelayan dan Kebijakan Makro. Andalas University Press. Evelyn, P. 1989. Co-Operative Management of Local Fisheries – A New Directions for Improved Management and Community Development. Jurnal of Fisheries Vol 32. Vancouver: University of British Columbia Press. Fauzi A dan Anna S. 2005. Studi Valuasi Ekonomi Perencanaan Kawasan Konservasi Selat Lembah, Sulawesi Utara. Mitra Pesisir Sulawesi Utara. Manado. Ferdinand A. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Food Agriculture Organization [FAO]. 2005. The State of World Fisheries and Agriculture SOFIA. FAO. Gaspersz V. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Tarsito Press. Bandung. Griffin, and C. Ronald. 1991. The Welfare Analytics of Transaction Costs, Externalities and Institutional Choice. American Journal of Agricultural Economics, 733: 601-614. Hadi, U.P dan Mardianto, U. 2004. Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal Agro Ekonomi Vol 2 No. 1 : 46-73. 196 Hamdan, Monintja, DR., Purwanto J., Budiharsono S., dan Purbayanto A. 2006. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Buletin PSP Vol. XV. 3 : 86- 101. Hanley ND. and Spash C 1993. Cost-Benefic Analysis and the Environment. Edward Elgar, Cheltenham, UK. Hartoto, D. I., L. Adrianto, D. Kalikoski, and T. Yunanda eds. 2009. Building capacity for mainstreaming fisheries co-management in Indonesia. Course book. FAOJakarta, DKPJakarta: Rome, dari website : ftp:ftp.fao.orgdocrepfao012i0989ei0989e.pdf Hayduk L.A. 1987. Structural Equation Modeling with LISREL. Baltimor and London. John Hopkins University Press. Hendriwan, M. F. A. Sondita, J. Haluan, dan B. Wiryawan. 2008. Analisis Optimasi Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Strategi Pengembangannya di Teluk Lampung. Buletin PSP Volume XVII No.1 April 2008. Hal 44-70. Herjanto, E. 2007. Manajemen Operasi Edisi 3. Penerbit Grasindo. Jakarta. Hermawan M. 2006. Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor Hesieh P dan Li, Y. 2009. A Cluster Prospective of the Development of the Deep Ocean Water Industry. Ocena and Coastal Management. Vol 52, p 287- 293. Hugh, J.M. dan Quade, E.S. 1985. Handbook of System Analysis, Overview of Uses, procedure, Applications and Practice. Cichester, John Wiley Hou W.C. 1997. Practical Marketing: An Asia Prespective. Pemasaran Praktis Cara Asia. Penerbit Mega Asia. Imron M. 2008. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal Yang Berkelanjutan di Perairan Tegal, Jawa Tengah. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor International co-operation on fisheries and Environment [ICOFE] . 2000. Regional Co-Operation In Fisheries and Environment edited by Line Kjelstrup et al.. Page 37 -41. Iskandar, T. 2006. Penyaluran Kredit Revolusi Biru di Rumput Laut. Infobanknews.com. 2 Oktober 2006. 197 Jusuf N. 2005. Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap Dalam Rangka Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Selatan Gorontalo. Disertasi telah di publikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 8 hal. Jusuf G. 1999. The Indonesian Fishery Policy. Proceedings of The 3 rd JSPS International Seminar on Fisheries Science in Tropical Area. Bali Island – Indonesia, 19 – 21 August 1999. Kapp, K.C. 1990. Recursive Sustainability : Intertemporal Efficiency and Equity. Environmental Journal. Departement of Environmental Sciences. University of California. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. DKP dan CPR Kembangkan Minapolitan. http:www.indonesia.go.idid index.php?option=com_content task=viewid=11949Itemid=696 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 32MEN2010 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Klapwijk, M. 1997. Rural Industry Cluster in Central Java, Indonesia. An Imperical Assessment of The Role in Rural Industrilization. Verije Universiteit. Amsterdam. Kusrin, J. 1997. Matra Laut Sebagai Sektor Andalan Abad 21: Perspektif Hankam. Proseding Workshop Program Pelita VII PUSLITBANG Oseanologi LIPI dalam Rangka Menyongsong Penelitian Kelautan Abad 21, Jakarta 2-4 April 1997. Jakarta. Leadbitter, D and Ward, T.J. 2007. An Evaluation of Systems for the Integrated Assessment of Capture Fisheries. ScienceDirect, Marine Policy Journal. Vol 31 2007, p 458-469. Lin, R. C, 1997. Intertemporal Equity, Discounting, and Economic Efficiency in Water Policy Evaluation. Climate Change Journal Vol 37 : 41-62. Kluwel Academic Publishers. Linting M.L dan Anung A.P. 1994. Studi Penggunaan Atraktan pada Rumpon Laut Dangkal. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 91. Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembanagn Pertanian, DEPTAN Jakarta. Hal 82 – 91. Maarif S. 2004. Analisis Hierarki Proses. Bahan Kuliah Program Studi PSL-SPS IPB. Bogor. 198 Mamuaya GE., Haluan J, Wisudo SH, dan Astika IW. 2007. Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap di Daerah Kota Pantai : Penelaahan Kasus di Kota Manado. Buletin PSP Vol. XVI. 1 : 146-160. Manetsch P.G.W and Park. 1977. System Analysis and Simulation with Application to Economic and Social Science. Michigan State University. Mantjoro E. 1997. An Ecological and Human History of Bentenan and Tumbak Villages. Coastal Resource Management Project - Indonesia, Manado. Mangkusubroto dan Trisnadi. 1985. Metode Penelitian Pengelolaan Sumberdaya. Jakarta. Marijan, 2005. Mengembangkan Industri Kecil Menengah melalui Pendekatan Kluster. INSAN Vol 7 No. 5, Desember 2005. Martosubroto P dan Malik B.A. 1989. Potensi Sumberdaya Ikan Tuna dan Prospek Pengembangan Perikanannya. Makalah Lokakarya Perikanan Tuna. Jakarta. 5 – 6 Juni 1989, Warta Mina. Merta I.G.S dan Suhendrata T. 1991. Preferensi Makanan Ikan Cakalang, Katsuwonus pelamis di Peraiaran Sorong. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 440. Muchtar A. 1999. Kebijakaan Pengembangan Perikanan Laut di Indonesia dalam Prosiding Seminar Tentang Oseanologi dan Ilmu Lingkungan Laut. Puslitbang Oseanografi LIPI. Jakarta. Hal : 1-7 Muchtar L. 1985. Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian Pengabdian Pengembangan Ekonomi dan Sosial Masyarakat LP 3 ES Universitas Riau Pekanbaru. Munasinghe, M. 1993. Environment Economics and Sustainable Development. The World Bank. Washington. Musick, J. A, S. A. Berkeley, G. M. Cailliet, M. Camhi, G. Huntsman, M. Nammack, and M. L. Warren. 2008. Protection of Marine Fish Stocks at Risk of Extinction. Fisheries of Jr. Maret 2008. Monintja D.R. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 156 hal. Nikijuluw V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R. Jakarta. Nomura, M, dan Yamazaki, T. 1975. Fishing Techniques. Japan International Cooperation Agency. 206 p. 199 Nurani TW. dan Wisudo SH. 2007. Kajian Tekno-Ekonomi Usaha Perikanan Longline untuk Fresh dan Frozen Tuna Sashimi. Buletin PSP Vol. VI. 1 : 1- 15. OECD. 1999. Boosting Innovation: The Cluster Approach Proceedings. Pariela, T.D, 1996. Remaking Maluku : Social Transformation in Eastern Indonesia. Special Monograph No 1. Centre for Southeast Asia Studies, Northen Territory University, Darwin, Australia Pemerintah Kota Ambon PEMDA Ambon. 2010. Perairan Teluk Ambon Jadi Tempat Penyelenggaraan Kejurnas Selam. http:www.ambon.go.idindex.php?option=com_contentview=articleid= 174:perairan-teluk-ambon-jadi-tempat-penyelenggaraan-kejurnas- selamItemid=1 Pemerintah Kota Ambon, 2008. Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor : 3 Tahun 2008 Tentang Negeri di Kota Ambon Pomeroy, R. S. 1998. A Process for Community-Based Fisheries Co-Management. AFSSRNews Section. Phuket, Thailand Porter, M., 1990, The Competitive Advantages Nations, New York: Basic Books. Putra, S. 2000. Konflik Pengelolaan Sumber Daya Kelautan di Sulawesi Utara Dapat Mengancam Kelestarian Pemanfaatannya. Jurnal Depdagri Vol 12. Jakarta. Ralahalu, K.A. 2010. Maluku : Perspektif Membangun Negeri Kepulauan Berbasis Kelautan. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut. Bogor. Rangkuti F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Ritohardoyo, S. 2011. Karakteristik Tipe Pemukiman Pesisir Teluk Bima. Majalah Ilmiah Ulul Albab UMM, Vol. XV 1 : 1-20. Ruddle, K., E. Hviding, and R. E. Johannes. 1992. Marine Resource Management In The Context Of Customary Tenure. Marine Resource Economics, 7, pp. 249-273. Saaty T.L. 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka Binaman Pressindi. Jakarta. Sain B and Knecht R.W. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management: Concepts and Practices. Island Press. 200 Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Setiawan I, Monintja DR., Nikijuluw VPH, dan Sondita MFA. 2007. Analisis Ketergantungan Daerah Perikanan sebagai Dasar Pelaksanaan Program Pemberdayaan Nelayan : Studi Kasus di Kabupaten Cirebon dan Indramayu. Buletin PSP Vol. XVI. 2 : 188-200. Scott, A.J and Garofoli, G. 2007. Developmnet on the Ground : Clusters, Networks, and Regions in Emerging Economies. Journal of Economic Geography. Vol 8, p 134-136. Soegijono, Simon Pieter, 2011. Papalele, Potret Aktivitas Komunitas Pedagang Kecil di Ambon. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Soumokil, Tontji, 2011, Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Tunner, R.K. 2000. Integrating Natural and Social-Economic Science in Coastal Management. Journal of Marine Systems, Vol. 25 p 447-460 Undang-Undang UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Utami, Santi Muji, 2010. Kebutuhan Dasar dan Perilaku Masyarakat, Studi Sosial Masyarakat Pesisir Kota Semarang. Ekslanasi, Volume 5 Nomor 1 Edisi Maret 2010. Vanden, T. 2001. Gereja di Maluku pada Zaman VOC 1605 - ±1800. PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta. http:www.sabda.orgsejarahartikel gereja_di_maluku_pada_zaman_voc.htm Whitehead P.J.P. 1985. FAO Species Catalogue.Vol 7 Clupeid Fisheries of The World. FAO Fish. Synop. 7 25 Pty. 1 : 303. Widodo, J., Aziz, K. A., Priyono, B. E., Tampubolon, G. H., Naamin, N., Djamali, A. 1998. Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 251 hal. Widodo, J. dan S. Nurhakim. 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Training of Trainers of Fisheries Resource Management. Hotel Golden Clarion. Jakarta. Wilson S. 1999. Fisheries Impact Assessment. Theme Part an Associated Development. ERM Hongkong. Hongkong. P 9: 1-13. Yusran, A. Setiawan, A. Haris, A.Santoso, F. Djufry, F. Hamzah, H. Winarsi, H. Hernawan, Imron, L. Siahaineia, Mahfudz, M. Efendy, M. Sultan, N. 201 Subandi, Pujiyanto, R. Latief, S. Tubalawony, dan Wardah. 2001. Tinjauan Ekonomi dan Ekologi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dalam Perspektif Otonomi Daerah. Http:www.hayati-ipb.comusersrudyctgrp_paper01 kel2_012.htm Zulham, A. 2007. Assessment Kluster Perikanan Studi Pengembangan Kluster Rumput Laut Kabupaten Sumenap. BBRSEKP. Jakarta. 203 Lampiran 1 Foto-foto dokumentasi penelitian lapang 204 Lampiran 2 : Indikator Atribut Variabel Status Desa Pesisir No. Urt INDIKATORKRI TERIA DESA DESKRIPSI INDIKATORKRITE RIA CARA PENGUKU RAN JENIS SUMBER DATA Keterangan Pencapaian Skor • VARIABEL USAHA PERIKANAN 1 Unit usaha penangkapan Indikator ini memberi gambaran mengenai keberadaan usaha penangkapan ikan di sebuah desa, baik usaha yang bersifat tradisional maupun skala industri perusahaan perikanan besar • Tidak ada usaha perikana n tangkap = 1 • Hanya ada UPT tradision al = 2 • Ada UPT Tradision al Industri = 3 • Data untuk indikator ini ialah data usaha perikanan yang tradisional nelayan pesisir dan usaha perikanan industri perusahaan perikanan besar tiap desa • Data diperoleh melalui wawancara kuesioner 1 dgn aparat desa masing- masing Desa yang memperoleh skor tinggi 3, berarti di desa tersebut usaha perikanan tangkap nya sudah maju. Demikian sebaliknya. 2 Unit usaha budidaya Indikator ini memberi gambaran mengenai keberadaan usaha budidaya perikanan di sebuah desa. Usaha budidaya yang dimaksud meliputi budidaya ikan maupun nok ikan. • Tidak ada usaha budidaya = 1 • Hanya ada salah satu jenis budidaya ikannon ikan = 2 • Ada budidaya ikan dan non ikan = 3 • Jenis data indikator ini ialah jenis budi daya yang ada di desa, apakah hanya 1 jenis misalnya hanya ikanrumput laut atau lebih dr 1 jenis budidaya • Data diperoleh melalui wawancara kuesioner 1 dgn aparat desa masing- masing Desa yang memperoleh skor tinggi 3, berarti di desa tersebut usaha budidaya nya sudah maju. Demikian sebaliknya. 3 Unit usaha pengolahan Indikator ini memberi gambaran mengenai keberadaan usaha pengolahan hasil perikanan di sebuah desa. Usaha pengolahan yang dimaksud ialah pengolahan ikan maupun non ikan dalam berbagai jenis pengolahan. • Tidak ada usaha pengolah an = 1 • Hanya ada 1 jenis usaha pengolah an = 2 • Ada lebih dari 1 jenis usaha pengolah an = 3 • Jenis data indikator ini ialah keragaman jenis usaha pengolahan hasil perikanan tangkap budidaya • Data diperoleh melalui wawancara kuesioner 1 dgn aparat desa masing- masing. Desa yang memperoleh skor 3, artinya usaha pengolahan nya sudah maju. Demikian sebaliknya. 4 Unit usaha pemasaran Indikator ini memberi gambaran mengenai keberadaan usaha pemasaran hasil • Tidak ada usaha pemasar an • Jenis data indikator ini ialah jenis usaha maupun sarana pemasaran hasil perikanan tangkap budidaya yang ada di tiap Desa yang memperoleh skor 3, berarti aspek pemasaran hasil 205 perikanan atau fasilitas pasartempat pelelangan ikan di sebuah desa. maupun pasar ikanTPI = 1 • Ada salah satu usaha pemasar anpasar ikanTPI = 2 • Ada semuany a usaha pemasar an + pasar ikanTPI = 3 desa. • Data diperoleh melalui wawancara kuesioner 1 dgn aparat desa masing- masing produksi perikanan di desa tersebut sudah maju. 5 Teknologi produksi Indikator ini memberi gambaran mengenai teknologi perikanan baik penangkapan, budidaya, maupun pengolahan yang rata-rata digunakan oleh nelayanmasyarakat di desa tersebut. • Peralata n tradision al yang digunaka n = 1 • Peralata n yang semi- moderen penggun aan teknologi baru dikombin asi dengan cara tradision al = 2 • Menggun akan peralatan yang moderen = 3 • Jenis data indikator ini ialah jenis teknologi perikanan yang digunakan oleh nelayanpembudi daya di tiap desa • Data diperoleh melalui wawancara kuesioner 2 dgn perwakilan nelayanpembudidaya. Desa yang memperoleh skor 3, berarti teknologi perikanan yang digunakan oleh rata-rata nelayan dalam penangkapan pengolahanpema saran sudah maju. 6 Metode operasi Indikator ini memberi gambaran mengenai rata-rata metode operasi penngkapan ikan, budidaya maupun pengolahan yang digunakan oleh nelayan masyarakat di tiap desa • Menggun akan cara operasi secara turun- temurun = 1 • Menggun akan cara operasi yang sedikit di modifikas i dari cara turun- temurun = 2 • Jenis data indikator ini ialah metodecara penangkapanbudidayape ngolahan yang digunakan oleh usaha perikanan yang ada i tiap desa. • Data diperoleh melalui wawancara kuesioner 2 dgn perwakilan nelayanpembudidaya. Desa yang mendapat skor 3, menggambarkan bahwa rata-rata nelayan di desa tersebut sudah maju dalam aktivitas usaha penangkapanbud idaya pengolahan di desa tersebut. 206 • Selalu mengado psi metode baru dalam operasi, termasuk memanfa atkan hasil riset yan relevan = 3 • VARIABEL SARANA PENDUKUNGPENUNJANG AKTIVITAS USAHA PERIKANAN 1 Pabrik Es Indikator ini penting dalam menunjang kegiatan usaha perikanan, karena terkait dengan kualitas produk perikanan. Sehingga keberadaan pabrik es di sebuah desa akan sangat membantu aktivitas perikanan di desa tersebut. • Tidak ada pabrik es = 1 • Ada pabrik es = 2 • Ada pabrik es dan cold storage = 3 • Jenis data indikator ini ialah tentang ada atau tidaknya pabrik es di sebuah desa. • Data diperoleh melalui wawancara kuesioner 1 dgn tokoh masyarakat terpilih dr tiap desa secara purposive Desa yang mendapat skor 3, berarti ada pabrik es dan cold storage di desa tersebut. Sehingga menjadi jaminan kualitas hasil perikanan dari desa tersebut. 2 Koperasi Indikator ini memberi gambaran mengenai keberadaan lembaga penunjang aktivitas usaha perikanan. Keberadaan koperasi, terutama koperasi perikanan, akan sangat membantu pengembanga n usaha perikanan di sebuah desa. • Tidak ada koperasi = 1 • Hanya ada koperasi umum = 2 • Ada koperasi perikanan = 3 • Jenis data indikator ini ialah tentang ada atau tidaknya koperasi koperasi umum maupun koperasi perikanan di setiap desa. • Data diperoleh dari Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Pemkot Ambon data sekunder Desa yang mendapat skor 3, menggambar- kan koperasi ber-kembang baik di desa tersebut, termasuk koperasi perikanan yg secara khusus membantu pembiayaan usaha penangkapan, budidaya, pengolahan, dan pemasaran hasil perikanan. 207 3 Bank Lemba- ga Keu-angan Lain Indikator ini memberi gambaran mengenai keberadaan bank lembaga keuangan lain di sebuah desa. Keberadaan bank dan lembaga keuangan lain di sebuah desa, sangat membantu kebutuhan pembiayaan bagi usaha koperasi. Lembaga keuangan lain yang dimaksud, ialah pegadaian, koperasi simpan pinjam, maupun lembaga keuangan mikro dan sejenisnya. • Tidak ada banklembaga keu. lain = 1 • Ada banklembaga keuangan lain = 2 • Ada bank dan juga lembaga keuangan lain = 3 • Jenis data indikator ini ialah ada tidaknya bank maupun lembaga keuangan bukan bank, termasuk lembaga keuangan mikro, di tiap desa • Data diperoleh dari Bank Indonesia Cabang Ambon Dinas Koperasi UKM Ambon data sekunder Desa yang memperoleh skor 3, menunjukan bahwa usaha perikanan di desa memiliki kemudahan dalam mengakses sumber pembiayaan untuk kelancaran aktivitas usahanya sekarang maupun pengembanga n di masa yang akan datang. • VARIABEL SOSIAL-BUDAYA 1 Spesifikasi Mata Pencaharian Penduduk di Bidang Perikanan Indikator ini menggambarkan keberadaan penduduk sebuah desa yang bekerja atau mempunyai mata pencaharian yang variatifberagam di bidang perikanan, baik penangkapan, budidaya, maupun pengolahan. • Tidak ada yang bekerja di bidang perikanan =1 • Hanya ada yg bekerja di salah satu jenis usaha perikanan penangkapa n budidayapen golahan = 2 • Ada yg bekerja lebih dari satu jenis usaha perikanan penangkapa n dan budidaya pengolahan = 3 • Jenis data indikator ini adalah data tentang keragaman mata pencaharian penduduk dibidang usaha perikanan. • Data diperoleh melalui wawancara kuesioner 1 dgn aparat desa setempat. Desa yang mendapatk an skor 3, berarti penduduk di desa tersebut yang bekerja di ketiga jenis usaha perikanan, dan sekaligus mencermin kan beragam nya mata pencarian penduduk 208 di usaha perikanan 2 Kualitas SDM Desa Indikator ini menggambarkan rata-rata tingkatan pendidikan SDM desa • Tidak Sekolah SD = 1 • SMP SMA sederajat = 2 • Perguruan Tinggi = 3 • Jenis data indikator ini ialah data jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan nya di setiap desa. • Data berasal dari statistis desa kecamatan Desa yg memperole h skor 3 menggamb ar-kan rata- rata tingkat pendidikan SDM desa tersebut tinggi. 3 Kualitas TK Usaha perikanan Indikator ini menggambarkan kualitas SDM yang bekerja di sektorbidang perikanan • Tidak Sekolah SD = 1 • SMP SMA sederajat = 2 • Perguruan Tinggi = 3 • Jenis data indikator ini ialah jumlah nelayan menurut tingkat pendidikan nya di setiap desa • Data indikator ini berasal dari wawancara dengan aparat desa dan perwakilan nelayanpembudidayape ngolahanpenjual ikan Desa yg mem- peroleh skor 3, menggamb arkantinggi nya kualitas SDM yang bekerja di bidang perikanan di desa tersebut 4 Asal TK usaha perikanan Indikator ini menggambarkan kemampuan usaha perikanan di sebuah desa memberimenyerap tenaga kerja di desa nya • Berasal dari luar kecamatan = 1 • Berasal dari desa tetangga dlm kecamatan = 2 • Berasal dari desa sendiri = 3 • Jenis data indikator ini adalah jumlah dan asal nelayan yg bekerja pada usaha perikanan di sebuah desa • Data indikator ini diperoleh dari kuesioner 2 yg khusus kepada pemilik usaha perikanan di setiap desa Desa yg mem- peroleh skor 3, menggamb arkan usaha perikanan di desa tersebut mampu menyerap tenaga kerja di desa nya. 209 5 Tempat penjualan alat produksipen golahan Indikator ini menggambarkan ketersedian pasokan kebutuhan alat produksipenangkapanbudida yapengolahan di setiap desa. • Tidak ada tokokios penjualan alat tangkapprod uksi = 1 • Hanya ada yang menjual alat tangkapalat budidayaalat pengolahan saja = 2 • Ada tokokios yang menjual semua jenis alat tangkapprod uksi dan alat pendukung produksi = 3 • Jenis data indikator ini adalah keberadaan tokokios penjual alat produksi perikanan di tiap desa • Datanya diperoleh dari wawancara aparat desa kuesioner 1 Desa yg mem- peroleh skor 3, menggamb arkan ketersediaa n pasokan alat produksi dan alat pendukung produksi perikanan yang lengkap di desa tersebut 6 Tata nilai dalam menja- lankan usaha perikan-an Indikator ini menggambarkan keterikatankepatuhan nelayan di sebuah desa terhadap adat-istiadat dalam menjalankan aktivitas usaha perikanan • Masihsangat kuat memegang adat-istiadat dlm menjalankan aktivitas usaha perikanan = 1 • Adat hanya dalam hal tertentu saja, dan sudah mulai terbuka = 2 • Lepas dari adat-istiadat, terjadi perubahan pola pikir sesuai perkembang andinamika sosial = 3 • Jenis data indikator ini adalah pendapat nelayan mengenai keterikatan nya terhadap adat- istiadat di desa nya. • Data diperoleh dari wawancara dengan nelayan kuesioner 2 Desa yg mem- peroleh skor 3, menggamb arkan bahwa masyarakat khususnya nelayan di desa tersebut sudah tidak terikat pada adat istiadat dalam aktivitas usaha perikanan nya. 7 Pembauran etnis dalam masyarakat Indikator ini menggambarkan tingkat keterbukaan masyarakat dalam berinteraksi antar etnis • Hanya 1 etnis di desa tsb = 1 • Ada beberapa etnis, tetapi ada 1 etnis yang dominan = 2 • Banyak etnis, tidak ada etnis yg dominan = 3 • Jenis data indikator ini tentang banyaknyakeragaman etnis yang berada di sebuah desa • Data diperoleh dari wawancara dengan tokoh masyarakat kuesioner 1 Desa yang mem- peroleh skor 3, menggamb arkan bahwa desa tersebut didiami oleh multi etnis 210 8 Penga-wasan sosial Indikator ini untuk menggambarkan tingkat kemampuankeperdulian masyarakat dalam mengamankan peralatan produksi perikanan • Dilakukan oleh keluarga nelayan = 1 • Dilakukan oleh pihak keamanan bentukan pemerintahN egara = 2 • Organisasi bentukan masyarakat = 3 • Jenis data indicator ini tentang pihak-pihak di desa yang mengamankan alat produksi nelayan di desa tersebut. • Data diperoleh dari wawancara dengan tokoh masyarakat kuesioner 1 Desa yang mem- peroleh skor 3, menggamb arkan bahwa keluarga nelayan berperan aktif dalam mengaman kan alat produksi nelayannya . Sumber : Modifikasi dari BPS 1991, DKP 2007, DKP 2006, dan Permen KP Nomor 32MEN2010 211 Lampiran 3. Hasil Analisis BCA Gillnet Hanyut Desa Waihaong Tahun Proyek Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. Arus Masuk 1.1 Nilai hasil tangkapan 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 1.2 Nilai sisa - - - - - Jumlah Pemasukan 0.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 80,434,140.00 2. Arus keluar 2.1 Biaya Investasi 2.1.1 Kapal Gillnet 0,1 GT 2,100,000.00 2.1.2 Gillnet Hanyut 2,900,000.00 2,900,000.00 2.1.3 Mesin Kapal 0.00 Sub-Jumlah 5,000,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2,900,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

2.2 Biaya Operasional