120
tersebut dapat masuk kluster 5 K5 dan kluster 6 K6. Kluster ini mencerminkan kondisi pengelolaan usaha perikanan tangkap yang ada selama ini di ketiga desa
pesisir tersebut, bila perkembangan yang lebih baik, maka bukan sesuatu yang mustahil, desa-desa pesisir ini masuk dalam kluster yang lebih atas nantinya. Hasil
terkait status desa pesisir, kedekatan dengan jalur distribusi dan perdagangan serta populasi pemilik usaha perikanan di desa akan membantu menentukan secara pasti
kluster desa perikanan yang sesuai untuk setiap desa tersebut.
6.2 Kelompok Desa Berdasarkan Status Desa
Kelompok desa pesisir berdasarkan status desa yang dimaksud di sini adalah pengelompokkan desa menurut potensi desa dan perkembangan usaha perikanannya
terutama di bidang perikanan tangkap pada Bab 4. Mengacu kepada hal ini, maka dari 32 desa pesisir tersebut akan dikelompokkan tiga kategori, yaitu kelompok desa
pesisir dengan status mina mula, kelompok desa pesisir dengan status mina mandiri, dan kelompok desa pesisir dengan status mina politan. Namun dari 32 desa pesisir
tersebut, sekitar 3 desa berstatus mina politan, 28 desa berstatus mina mandiri, dan 1 desa pesisir berstatus mina mula baru berkembang usaha perikanannya. Menurut
BPS 1991 dan KP3K 2006, status desa sangat erat kaitannya dengan kemampuan dan kesiapan desa terutama terkait dengan potensi dan sarana serta prasarana dalam
mendukung berjalannya usaha perikanan tangkap secara baik. Status desa ini sangat membantu untuk membuat perencanaan pembangunan desa sehingga sesuai
kebutuhan dan kesiapan yang ada. Untuk maksud ini, maka hasil identifikasi status desa pesisir untuk setiap
kecamatan pada Bab 4, perlu diolah lanjut sehingga pengelompokkan setiap desa pesisir tersebut sesuai dengan status desa. Di Kota Ambon tidak ada desakelurahan
pesisir yang mempunyai tota standar skor TSS 2,40 ke atas, sehingga dari 32 desakelurahan tersebut tidak ada yang berstatus mina politan. Bila mengacu
Kepmen KP Nomor 32MEN2010 tentang Program Kawasan Mina Politan, maka dapat dikatakan tidak ada desakelurahan pesisir di Kota Ambon yang secara
sempurna memenuhi kriteria sebagai lokasi pelaksanaan program kawasan mina politan yang digagas oleh Kementerian Kelautan dan Perikinan KKP. Tabel 51
menyajikan kelompok desa pesisir dengan status mina mandiri bobot = 2 di Kota Ambon.
121
Berdasarkan Tabel 51, Desa Hutumuri, Kelurahan Pandan Kasturi, dan Hatiwe Kecil termasuk desa mina mandiri yang mempunyai total standar skor TSS yang
tinggi. Hal ini karena ketiga desakelurahan pesisir tersebut lebih unggul dalam potensi dan kesiapan untuk mendukung pengembangan kegiatan perikanan terutama
perikanan tangkap di Kota Ambon. Bila dihubungkan dengan kriteria kawasan mina politan, maka desa pesisir tersebut sudah memenuhi sebagian besar kriteria-kriteria
yang diperlukan untuk pengembangan sentra ekonomi perikanan yang modern. Bila mengacu kepada Dijten KP3K 2006, Anderson 2004, dan Depperin 2005
tentang klasifikasi kluster desa, maka dari segi status, Desa Batu Merah, Kelurahan Pandan Kasturi, dan Desa Hative Kecil , dapat masuk kluster atas Kluster desa 1
atau minimal kluster tengah Kluster desa 4 diantara 6 klasifikasi kluster yang ada. Dalam konteks program kawasan mina politannya Kementerian Kelautan
Perikanan, Desa Hutumiri TSS=2,36, Kelurahan Pandan Kasturi TSS= 2,35, dan Desa Hatiwe Kecil TSS= 2,31 dapat menjadi basis pengembangan kegiatan
perikanan tangkap dalam mendukung program kawasan mina politan KKP. Hal ini karena di ketiga desakelurahan pesisir ini mempunyai usaha perikanan tangkap
yang maju, berdekatan dengan pelabuhan perikanan skala besar PPN Tantui, ada fasilitas docking Perum Karni, Kios alat perikanan, kios alat perikanan, kios
perbekalan, SPBU, dan mobil umumangkutan, sehingga mendukung kegiatan perikanan tangkap yang dikembangkan. Desa Hatiwe Kecil dapat menjadi penopang
kegiatan perikanan budidaya yang dikembangkan di perairan Teluk Ambon Dalam, dan Kelurahan Pandan Kasturi dapat mendukung kegiatan pemasaran hasil
perikanan karena di lokasi tersedia pasar ikan. Berdasarkan data BPS Kota Ambon 2010, ketiga desakelurahan tersebut mempunyai keunggulan tersendiri namun
saling mendukung satu sama lain untuk kegiatan perikanan tangkap, yaitu Kelurahan Pandan Kasturi sebagai lokasi pelabuhan, Desa Hutumuri berkembang dengan baik
usaha perikanan tangkap baik dari jenis pole and line, bagan, gillnet hanyut, gillnet dasar, handline, hingga pancing tonda. Di Desa Hutumuri ini juga terdapat usaha
pembuatan kapalfasilitas doking. Meskipun berstatus mina mandiri, Desa Laha dapat dipertimbangkan sebagai
lokasi alternatif untuk program kawasan mina politan berbasis pengolahan dan pemasaran karena mempunyai industri perikanan yang modern, yaitu PT Arabika
dan PT Samudra Sakti, serta Bandar Udara Internasional Bandara Pattimura. Nilai
122
total standar TSS sekitar 2,20 hanya kurang 0,2 untuk menjadi status mina politan menjadi bukti kemapanan Desa Laha ini dalam pendukung program
kawasan mina politian untuk kegiatan pengolahan dan pemasaran. Kelurahan Waihaong dan Kelurahan Benteng juga total skor standar TSS yang tinggi, namun
intensitas usaha pengolahan dan pemasarannnya masih kurang dibandingkan Desa Laha. Kedua desakelurahan ini dapat diandalkan dalam mendukung kegiatan
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang yang dipusatkan di Desa Laha. Hal ini karena di kedua kelurahan pesisir ini berkembang usaha pengolahan skala RT
pengasapan, industri pengolahan, pabrik es, perusahaan jasa pengiriman, dan mobil umumangkutan. Data BPS Kota Ambon 2010 menunjukan bahwa di Keluarahan
Waihaong terdapat 55 mobil umumangkutan dan di Kelurahan Benteng ada 110 buah sehingga mendukung distribusi dan pemasaran hasil usaha pengolahan dan
industri. Desa Poka dan Hunut dapat dipertimbangkan menjadi lokasi program kawasan
mina politan berbasis budidaya. Kedua desa ini telah menjadi pusat pengembangan usaha perikanan budidaya di Kota mabon dan Provinsi Maluku, dan di lokasi ini
juga terdapat balai penelitian perikanan budidaya yang lingkup kerja kerja menjangkau 4 provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Kedua
desa ini mempunyai total skor standar TSS penilaian karakteristik kawasan mina politian, yaitu masing-masing 11,7 dan 12. Desa Poka dan Desa Hunut dengan
didkung oleh Desa Rumah Tiga menjadi pemasok utama ikan hasil budidaya di Kota Ambon maupun untuk tujuan ekspor ke Hongkong dan Korea. Bila
mempertimbangkan hal tersebut, maka Desa Galala, Desa Poka, dan Desa Rumah Tiga dapat masuk K1 – K3.
123
Tabel 51 Kelompok desa pesisir dengan status mina mandiri di Kota Ambon
No. DesaKelurahan
Status Desa Klasifikasi
Bobot Keterangan
1 Waihaong
Mina Mandiri B
2 Hutumuri,
Pandan Kasturi, Hatiwe Kecil,
dan Laha termasuk desa
mina mandiri dengan TSS
tinggi, masing- masing 2,36,
2,35, 2,35, dan 2,20. Di
keempat desa tersebut
berkembang baik usaha
perikanan. Meskipun TSS-
nya tidak terlalu tinggi, di Desa
Poka TSS=2,07 dan
Hunut TSS=1,98
berkembang pesat kegiatan
budidaya dan penelitian terkait
ada balai penelitian
budidaya 2
Batu Merah Mina Mandiri
B 2
3 Benteng
Mina Mandiri B
2 4
Pandan Kasturi Mina Mandiri
B 2
5 Naku
Mina Mandiri B
2 6
Hutumuri Mina Mandiri
B 2
7 Lateri
Mina Mandiri B
2 8
Silale Mina Mandiri
B 2
9 Hunuth
Mina Mandiri B
2 10
Wayame Mina Mandiri
B 2
11 Nusaniwe
Mina Mandiri B
2 12
Halong Mina Mandiri
B 2
13 Nania
Mina Mandiri B
2 14
Hative Kecil Mina Mandiri
B 2
15 Tawiri
Mina Mandiri B
2 16
Hukurilla Mina Mandiri
B 2
17 Passo
Mina Mandiri B
2 18
Poka Mina Mandiri
B 2
19 Latta
Mina Mandiri B
2 20
Hative Besar Mina Mandiri
B 2
21 Laha
Mina Mandiri B
2 22
Galala Mina Mandiri
B 2
23 Latuhalat
Mina Mandiri B
2 24
Rumah Tiga Mina Mandiri
B 2
25 Seilale
Mina Mandiri B
2 26
Negeri Lama Mina Mandiri
B 2
27 Waeheru
Mina Mandiri B
2 28
Kilang Mina Mandiri
B 2
29 UrimesingDs Seri
Mina Mandiri B
2 30
Amahusu Mina Mandiri
B 2
Secara umum, status mina mandiri bobot = 2 pada sebagian besar desakelurahan pesisir 30 desa di Kota Ambon telah menunjukkan bahwa potensi
dan kesiapan Kota Ambon dalam mendukung kegiatan perikanan dan program- programnya sudah bagus, namun masih perlu beberapa pembenahan untuk
124
mendukung pengembangan kegiatan perikanan di Kota Ambon yang lebih baik. Desa pesisir tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, kelebihan hasil
produksi perikanan sudah mulai dijual ke daerah-daerah lainnya. Bila mengacu kepada Dijten KP3K 2006, Anderson 2004, dan Depperin 2005 tentang
klasifikasi kluster desa, maka ke-16 desa pesisir tersebut dapat masuk masuk kluster 3 K3 sampai kluster 6 K6 diantara 6 klasifikasi kluster yang ada.
Mengacu kepada kluster tersebut, maka desa pesisir berstatus mina mandiri dengan total skor standar cukup tinggi atau mempunyai potensi perikanan khusus
dapat masuk kluster tengah, misalnya kluster 3 K3 atau kluster 5 K5. Namun demikian, kluster yang tepat untuk setiap desakelurahan pesisir tersebut tidak hanya
ditentukan oleh status desa tetapi juga oleh elemenfaktor lainnya, diantara kelayakan usaha perikanan tangkap dan kedekatan dnegan jalur bisnis. Menurut
Depperin 2005, suatu kawasan dengan potensi khusus dan kesiapan infrastruktur yang baik akan lebih mudah dikembangkan kegiatan ekonominya. Kawasandesa
tersebut akan memudahkan masuknya investasi termasuk yang berbasis industri. Tabel 52 menyajikan kelompok desa pesisir dengan status mina mula bobot = 1 di
Kota Ambon. Tabel 52 Kelompok desa pesisir dengan status mina mula di Kota Ambon
No. DesaKelurahan
Status Desa Klasifikasi
Bobot Keterangan
1 Rutong
Mina Mula C
1 TSS Rutong
1,46 TSS Leahari 1,48
2 Leahari
Mina Mula C
1
Desa Rutong kurang handal dari segi penduduk kepadatan hanya 184 orangkm
2
, pembauran etnis dominan penduduk aslietnis Ambon, dan ikatan keluarga masih kental dalam berbagai kegiatan ekonomi termasuk kegiatan
perikanan, sehingga hanya memenuhi syarat minimal status desa mandiri. Hal yang sama juga terjadi pada Desa Leahari, dimana kepadatan hanya 145 orangkm
2
dan penduduk asli juga dominan dalam kegiatan perikanan tangkap. Untuk Desa Seilale,
kepadatan penduduk lebih baik 519 orangkm
2
dan aktivitas masyarakat cukup dinamis, kegiatan perikanan dilakukan oleh banyak orang, namun tidak berkembang
metode operasinya, serta sarana dan prasarana pendukung juga sangat kurang. Menurut Leadbitter dan Ward 2007, kegiatan perikanan yang dilakukan dalam
secara monoton, tidak ada inovasi dalam operasi, serta tidak dilengakapi dengan
125
saran pendukung cenderung mengalami kesulitan dalam perkembangannya. Hal ini karena konsistensi manfaat sosial yang bisa dirasakan oleh masyarakat tidak
meningkat, sehingga masyarakat terkadang melupakannya. Menurut Aleman 2005, pengklusteran akan memudahkan pemilihan program
pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini karena Pemerintah dan pihak yang berkepentingan lainnya mempunyai gambaran kondisi dan potensi dari
kawasandesa tersebut, sehingga tindakan pengembangan lebih cepat dan tepat untuk dilakukan. Kawasandesa dengan kondisi dan potensi yang kurang mendukung
biasanya masuk kluster yang lebih rendah, sedangkan yang lebih baik potensinya akan sebaliknya. Dalam kluster desa pesisir yang dikembangkan, desa pesisir
dengan status mina mula kondisi dan potensi rendah dapat masuk kluster 4 K4, atau bahkan kluster 6 K6, bila elemenfaktor penentu lainnya, seperti kelayakan
usaha, kedekatan dengan jalur bisnis, dan kepemilikan usaha perikanan tangkap tidak dipenuhi dengan baik.
6.3 Kelompok Desa Berdasarkan Dengan Jalur Bisnis Perikanan Tangkap