125
saran pendukung cenderung mengalami kesulitan dalam perkembangannya. Hal ini karena konsistensi manfaat sosial yang bisa dirasakan oleh masyarakat tidak
meningkat, sehingga masyarakat terkadang melupakannya. Menurut Aleman 2005, pengklusteran akan memudahkan pemilihan program
pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini karena Pemerintah dan pihak yang berkepentingan lainnya mempunyai gambaran kondisi dan potensi dari
kawasandesa tersebut, sehingga tindakan pengembangan lebih cepat dan tepat untuk dilakukan. Kawasandesa dengan kondisi dan potensi yang kurang mendukung
biasanya masuk kluster yang lebih rendah, sedangkan yang lebih baik potensinya akan sebaliknya. Dalam kluster desa pesisir yang dikembangkan, desa pesisir
dengan status mina mula kondisi dan potensi rendah dapat masuk kluster 4 K4, atau bahkan kluster 6 K6, bila elemenfaktor penentu lainnya, seperti kelayakan
usaha, kedekatan dengan jalur bisnis, dan kepemilikan usaha perikanan tangkap tidak dipenuhi dengan baik.
6.3 Kelompok Desa Berdasarkan Dengan Jalur Bisnis Perikanan Tangkap
Kedekatan dengan jalur bisnis perikanan tangkap merupakan pertimbangan penting dalam pengklusteran desa perikanan, karena kegiatan bisnis ini sangat
menentukan maju mundur dengan perikanan tersebut. Kedekatan desa pesisir dengan jalur bisnis dikatakan dekat klasifikasi A bila berjarak 0 – 10 km, sedang
klasifikasi B bila berjarak 10,1 – 20 km, jauh klasifikasi C bila berjarak 20 km. Semakin dekat desa pesisir dengan jalur bisnis tentunya semakin memudahkan
distribusi dan pemasaran produk perikanan yang dihasilkannya, sehingga lokasi dekat, sedang, dan jauh tersebut, masing-masing diberi bobot 1, 2, dan 3. Tabel 53
menyajikan hasil analisis kedekatan desa pesisir di Kota Ambon dengan jalur bisnis distribusi dan pemasaran perikanan tangkap.
Jalur distribusi hasil perikanan melalui PPN Tantui baik untuk di bongkar di Kota Ambon maupun pemasaran lebih lanjut di dalam negeri dan ekspor merupakan
hal yang sangat penting untuk kontinyuitas dan pengembangan kegiatan perikanan tangkap di Kota Ambon. Hal ini karena hasil perikanan merupakan produk yang
gampang rusak, sehingga gangguan dalam distribusi sangat mempengaruhi kualitas maupun tujuan pasarnya. Terkait dengan ini, maka kedekatan dengan PPN Tantui
pelabuhan transit hasil perikanan menjadi pertimbangan perting dalam pengklusteran desa perikanan di Kota Ambon. Menurut Ralahalu 2010, potensi
126
ikan di propinsi Maluku mencapai 1.627.500 ton per tahun dan sebagian besar hasil tangkapannya didaratkan dan didistribusikan melalui PPN Tantui.
Tabel 53 Kedekatan desa pesisir dengan jalur bisnis perikanan tangkap
No. Desa
Lokasi Kecamatan
Jarak Kedekatan dengan Jalur Bisnis km Rata-
Rata Jarak
km Tingkat
Kedekat an
Bobot PPN
Tantui Bandara
Pattimura Pasar Ikan
Mardika Pasar Ikan
Hiegenis PPI
Eri
1 Waihaong
Nusaniwe 3,7
36,4 1,5
4,5 7,4
10,6 Sedang
2 2
Seilale Nusaniwe
16,3 49
14 17
5,3 20,1
Jauh 1
3 Batu Merah
Sirimau 1,6
33,9 0,5
2,3 9,8
8,0 Dekat
3 4
Benteng Nusaniwe
5,4 38,1
3,1 5,4
5,6 11,5
Sedang 2
5 Pandan Kasturi
Sirimau 32,7
2,3 1,7
11 9,5
Dekat 3
6 Lateri
TABaguala 3,7
25 10
6 18,7
12,7 Sedang
2 7
Urimesing Dn Seri
Nusaniwe 24,6
57,3 22,3
26,3 15,7
29,2 Jauh
1 8
Silale Nusaniwe
3,7 36,4
1,5 4,5
7,4 10,7
Sedang 2
9 Hunut
TA Dalam 17,7
15 20
17 28,7
19,7 Sedang
2 10
Negeri Lama TABaguala
12,7 20
13,5 12
23,7 16,4
Sedang 2
11 Waeheru
TA Dalam 15,7
12 18
15 26,7
17,5 Sedang
2 12
Wayame TA Dalam
27,7 5
30 27
38,7 25,7
Jauh 1
13 Nusaniwe
Nusaniwe 11
42,7 8,7
11,7 14,8
Sedang 2
14 Kilang
Leitimur Selatan
13,3 41
11 16
19,7 20,2
Jauh 1
15 Leahari
Leitimur Selatan
28,8 28
26 24,6
34,3 28,3
Jauh 1
16 Halong
TA Baguala 4,7
29 6
4 14,7
11,1 Sedang
2 17
Nania TA Baguala
13,7 19
16 12,3
24,7 17,4
Sedang 2
18 Hatiwe Kecil
Sirimau 1,9
31,8 4,2
1 12,9
10,4 Sedang
2 19
Rutong Leitimur
Selatan 28,3
27,5 25
23,8 33,7
27,7 Jauh
1 20
Naku Leitimur
Selatan 12,8
40,5 10,5
15,5 19,2
19,7 Sedang
2 21
Hutumuri Leitimur
Selatan 21,7
35 24
21,5 22,7
25,0 Jauh
1 22
Passo TA Baguala
11,7 22
13 9,3
21,7 15,5
Sedang 2
23 Poka
TA Dalam 22,7
10 25
21,3 33,7
22,5 Jauh
1 24
Latta TA Baguala
5,7 27
8 4,3
16,7 12,3
Sedang 2
25 Hatiwe Besar
TA Dalam 29,7
3 32
27,3 40,7
26,5 Jauh
1 26
Laha TA Dalam
32,7 35
30,4 43,7
28,4 Jauh
1 27
Tawiri TA Dalam
31,5 0,5
34,5 29,4
42,3 27,6
Jauh 1
28 Galala
Sirimau 1,9
31,8 4,2
1 12,9
10,4 Sedang
2 29
Latuhalat Nusaniwe
19,7 52,4
17,4 21,3
8,7 23,9
Jauh 1
30 Rumah Tiga
TA Dalam 25,7
7 28
24,3 37,7
24,5 Jauh
1 31
Hukurilla Leitimur
Selatan 15,7
38 13,1
17,8 21,8
21,3 Jauh
1 32
Amahusu Nusaniwe
6,7 39,4
4,4 8,2
4,3 12,6
Sedang 2
127
Bandar Utara Internasional Pattimura juga memegang peran penting dalam distribusi hasil perikanan terutama untuk produksi ikan segar bernilai tinggi. Bandar
udara ini juga penting dalam mendukung mobilitas investor ke Kota Ambon. Menurut BPS Kota Ambon 2010, Bandar Utara Internasional Pattimura selama ini
telah melayani 8-15 penerbangan baik skala internasional, nasional maupun lokal Propinsi Maluku. Terkait dengan ini, maka jalur transportasidistribusi udara ini juga
menjadi pertimbangan penting dalam pengklusteran wilayahdesa perikanan di Kota Ambon. Pasar ikan yang terdapat di Kelurahan Pandan Kasturi dan pusat kota
merupakan dua pasar ikan utama di Kota Ambon. Di pasar ikan ini terjadi kegiatan pemasaran hasil perikanan baik bentuk segar maupun olahan, baik skala besar
maupun skala eceran. Pentingnya posisi pasar ini, maka menjadi pertimbangan penting dalam pengklusteran desa perikanan Kota Ambon.
Hasil analisis pada Tabel 53 menunjukkan bahwa secara umum desa pesisir Kota Ambon mempunyai jarak yang dekat terhadap suatu jalur binis namun jauh
terhadap jalur bisnis lainnya atau sebaliknya, dan hanya sedikit yang benar-benar jauh dari semua jalur bisnis yang ada. Hal ini antara lain karena letak geografis desa
tersebut yang melingkari pesisir pulau Ambon dan dilengkapi dengan prasarana jalan yang juga melingkari wilayah tersebut, sehingga memberi beberapa alternatif
menuju jalur bisnis perikanan tangkap. Menurut Elfindri 2002, sarana dan prasarana perikanan yang tersedia dengan baik sangat memudahkan pengembangan
ekonomi masyarakat nelayan. Kemitraan dalam pemasaran dapat lebih mudah dijalin karena hasil perikanan lebih mudah dan cepat didistribusikan. Di samping itu,
dua dari jalur bisnis tersebut PPN Tantui dan Pasar Ikan Pandan Kasturi berada di pusat Kota Ambon sehingga tidak terlalu sulit dijangkau dari setiap desa pesisir
Kota Ambon. PPI Eri merupakan lokasi pendaratan ikan pendukung di Kota Ambon, dan banyak dimanfaatkan oleh nelayan yang berdomisili di luar Teluk Ambon. Hasil
tangkapan yang di PPI Eri ini kemudian didistribusikan ke pasar ikan di pusat Kota, industri pengolahan, dan lainnya.
Bila mengacu kepada sebaran status kedekatan dengan jalur bisnis pada Tabel 53, maka kluster desa perikanan di Kota Ambon dapat dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu ada yang masuk kluster atas kluster 1 sampai kluster 4, dan ada yang masuk kluster bawah kluster 5 sampai kluster 6. Mengacu kepada hal ini, maka
kluster spesifik untuk setiap desa pesisir tersebut akan dapat dipastikan setelah
128
digabungkan dengan hasil pertimbangan lainnya, seperti nilai BCR, status desa, dan tingkat kepemilikan usaha perikanan tangkap. Namun secara umum, 56,25 18
dari 32 dari desa pesisir tersebut termasuk kategori “dekat” dan “sedang” dengan jalur bisnis perikanan tangkap di Kota Ambon. Hal ini sangat baik untuk
pengembangan usaha perikanan tangkap yang lebih prospektif di masa yang akan datang. Griffin 1998 menyatakan bahwa kedekatan usaha dengan jalur bisnis dapat
memperbaiki perimbangan penerimaan benefit usaha dengan pengeluaran cost usaha, dan hal ini ini dapat memberi dampak yang baik ekonomi wilayah, dan
kehidupan masyarakat dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Secara jangka panjang, dapat memacu perkembangan usaha yang lebih baik.
6.4 Kelompok Desa Berdasarkan Tingkat Kepemilikan Usaha Perikanan