Elastisitas Armington Koefisien Elastisitas dan Parameter Lain
5 di Indonesia berdampak terhadap peningkatan harga output komoditi BBN lokal. Meskipun harga output komoditi industri minyak dan lemak lokal yang
menjadi feedstock biosolar menurun, namun harga output komoditi BBN lokal meningkat, karena harga output komoditi industri gula lokal yang menjadi
feedstock bioetanol meningkat, harga output komoditi tebu lokal meningkat, dan harga output komoditi kelapa sawit lokal meningkat. Peningkatan harga output
komoditi BBN lokal berdampak terhadap peningkatan output BBN. Peningkatan stok modal aktual dan peningkatan permintaan tenaga kerja juga berdampak
terhadap peningkatan output BBN. Peningkatan harga output komoditi BBN lokal menimbulkan peningkatan jumlah penawaran impor BBN. Peningkatan output
BBN diikuti oleh peningkatan permintaan ekspor BBN yang besar Tabel 27. Pletcher 1991 dan Casson 2000 dalam Rajagopal dan Zilberman
2008 mengatakan bahwa pemerintah di Malaysia dan Indonesia mengembangkan sektor minyak kelapa sawit melalui berbagai konsesi secara
bertahap yang ditanam untuk diekspor. Lubbeke 2007 mengatakan bahwa Uni Eropa mengimpor minyak kelapa sawit dari Malaysia dan Indonesia untuk
dijadikan feedstock BBN. Peningkatan output BBN berdampak terhadap penurunan output BBM,
peningkatan output industri minyak dan lemak, dan peningkatan output kelapa sawit. Akan tetapi peningkatan output BBN biosolar, peningkatan output industri
minyak dan lemak, dan peningkatan output kelapa sawit diikuti oleh penurunan output padi, penurunan output jagung, penurunan output ubi kayu, penurunan
output tebu, penurunan output industri penggilingan padi, penurunan output industri tepung, dan penurunan output industri gula. Penurunan sektor pangan
tersebut terkait dengan penurunan stok modal aktual, penurunan permintaan tenaga kerja, peningkatan harga faktor primer pertanian, peningkatan jumlah
penawaran impor ketika terjadi peningkatan harga output komoditi, sehingga pengembangan produksi BBN berpotensi berlawanan dengan peningkatan
produksi pangan, ketika pemerintah berkepentingan menjadikan komoditi pangan sebagai sasaran laju inflasi, pangan bersifat sebagai komoditi politik, dan
penawaran pangan bergantung kepada regim yang melegalkan impor pangan yang menghendaki ketahanan pangan tercapai tanpa mempersoalkan sumber
pangan impor. Temuan tersebut di atas sejalan dengan temuan Filho dan Horridge 2009, yang menyatakan bahwa peningkatan permintaan etanol dunia
menimbulkan dilema antara pangan dan energi. Chakravorty et al 2009 juga mengatakan bahwa alokasi lahan dari
produksi pangan ke produksi BBN tergantung penggunaan teknologi BBN pada intensitas lahan. Pada generasi baru, hal tersebut menunjukkan penggunaan
lahan untuk BBN lebih efisien. Dengan demikian dampak penawaran BBN pada produksi pangan dapat dibatasi.
Pada penelitian ini, peningkatan output BBN berdampak terhadap penurunan output BBM, peningkatan output industri minyak dan lemak, dan
peningkatan output kelapa sawit. Akan tetapi peningkatan output BBN biosolar, peningkatan output industri minyak dan lemak, dan peningkatan output kelapa
sawit diikuti oleh penurunan output padi, penurunan output jagung, penurunan output ubi kayu, penurunan output tebu, penurunan output industri penggilingan
padi, penurunan output industri tepung, dan penurunan output industri gula. Penurunan sektor pangan tersebut terkait dengan penurunan stok modal aktual,
penurunan permintaan tenaga kerja, peningkatan harga faktor primer pertanian, peningkatan jumlah penawaran impor ketika terjadi peningkatan harga output
komoditi. Akibatnya, pengembangan produksi BBN berpotensi berlawanan dengan peningkatan produksi pangan, ketika pemerintah berkepentingan
menjadikan komoditi pangan sebagai sasaran laju inflasi, pangan bersifat